Danang mendekat dan langsung diberi bisikan oleh ibunya, mata Danang membulat sempurna saat mendengarkan bisikan ibunya yang saat ini."Apa kamu nggak mau Danang??" Ucap Bu Vina dengan raut wajahnya yang penuh dengan rencana. Dan menyunggingkan senyumnya."Bagaimana? Apakah kamu setuju dengan ide ibu!" Ucap Bu Vina dengan raut wajah tersenyum."Mau Bu, asalkan kita bisa melakukannya!""Bukan ibu yang akan melakukannya, tapi kamu, danang. Hahaha!" Bu Vina dan juga Danang tertawa bersama.Bu Vina sedang menyusun rencana yang akan ia siapkan untuk Danang dan juga Ica. Entah apa rencana Danang dan ibunya saat ini.---Pagi ini Hana pergi kerumah mertuanya untuk mengantar surat gugat cerai. Hana pergi seorang diri hanya ditemani oleh sang supir pribadinya. Hana melangkah masuk kedepan pintu rumah Bu Vina.Ting tong...Ting tong...Suara bel ditekan oleh Hana.Tak menunggu lama, danang keluar dan membuka pintu. Betapa terkejutnya Danang melihat siapa yang ada didepan dirinya saat ini."Han-
Pak Broto langsung keluar dari dalam rumah dan langsung menuju kedalam mobil. Melaju dengan kecepatan diatas rata-rata.Hana yang sedang merapikan rumahnya saat ini tak disangka mendapati tamu. Yaitu mertuanya pak Broto datang untuk bertemu dengan Hana.Tok... Tok..."Assalamualaikum!" Ucap salam pak Broto didepan pintu rumah Hana.Tok... Tok...."Assalamualaikum, Hana...!"Tok.... Tok...."Assalamualaikum!"Tak lama Hana mendengar suara orang mengetuk pintu didepan rumahnya. Hana langsung menghentikan aktivitasnya dan menuju kedepan untuk segera mengetahui siapa yang sedang bertamu disore hari ini.Tok.... Tok..."Assalamualaikum, Hana...!""Iya, tunggu sebentar!"Krekkk..Mata Hana membulat sempurna."Wa'alaikumsallam, pak." Hana langsung meraih tangan mertuanya dan langsung mencium punggung tangan pak Broto."Apa bapak boleh masuk, nak??" Ucap pak Broto dengan lirih."Iya pak, silahkan!" Jawab Hana dengan menyapa mertuanya dengan penuh hormat."Silahkan duduk pak!" Sambung Hana."H
Saat semua perpisahan telah diresmi Danang dan juga Hana berpisah secara agama maupun hukum. Sekarang Hana menjalankan hidupnya sebagai seorang janda. Walaupun Hana kini menjanda, tak membuat Hana menjadi sedih ataupun menjadi kesepian bahkan Hana saat ini menjadi wanita yang lebih tangguh dan juga kuat menghadapi semua cobaan yang Hana alami. Semua kenangan pahit yang dulu bersama suami dan mertuanya kini menjadi sebuah kenangan yang hanya mampu Hana buang jauh-jauh. "Bik. Sekarang bibi bisa bantu-bantu saya dirumah ini. Kerjaan bibi yaitu mengurus rumah dan masak!" Ucap Hana yang keluar rumah lalu kembali membawa seorang wanita paruh baya yang Hana bawa untuk menjadi asisten rumah nya. "Trimkasih nyonya. Sudah membawa saya kerumah nyonya dan saya diberikan pekerjaan!" "Iya bik. Sama-sama, oh iya Bik. Kalau boleh saya meminta bibik. Jangan panggil saya nyonya ya, karena saya merasa tidak pantas jika dipanggil nyonya!" Jawab Hana dengan tersenyum. "Lantas bibi harus memanggil ap
"mau kemana sayang??" Tanya Danang pada Ica istri kedua Danang. Ica menatap kearah Danang dengan tersenyum manja dan mendekati Danang dan merangkulnya. "Sayang, aku pengen banget makan diresto dimana tempat mantan istrimu!" "Kenapa kamu tiba-tiba ingin makan disana??" Tanya Danang. "Nampaknya, ini kemauan anak kita!" Ucap Ica dengan mengelus perutnya. "Tapi sayang, kenapa harus makan disana. Kenapa nggak cari makanan ditempat lain saja, mas males banget bertemu dengan Hana. Mas benci dengan dia!" "Kamu benci atau masih suka dengan mantan istri kamu itu mas?" "Yaampun sayang, mana mungkin aku cinta sama Hana. Kalau memang aku menaruh hati, pasti sudah lama aku memiliki rasa itu dengan Hana. Tapi nyatanya zoonk!" Ica tersenyum dan tertawa kecil. "Sayang, kenapa sih kamu begitu membenci Hana?? Bukannya dia itu wanita baik dan juga sangat berbakti dengan suami??" "Memang dia berbakti dengan suami dan keluargaku, bahkan dia juga mau diajak hidup sengsara!" "Lantas kenapa kamu me
Hana bertepuk tangan. "Maling teriak maling, itulah anda. Jika kamu wanita baik-baik. Kamu tidak akan Sudi merebut bekas orang lain, namun kenyataanya kamu itu. Murah!" Ucap Hana pada Ica. Ica mengepalkan tangannya. Ia benar-benar tak trima bila dipermalukan oleh Hana didepan mata umum. Hana melihat tangan Ica yang mulai mengepal dan wajah Ica mulai memerah akibat marah karena Hana berhasil membuatnya malu. "Kenapa? Kamu malu, seharusnya wanita jalang seperti kamu itu tidak punya rasa malu karena telah merebut suamiku!" Ucap Hana. "Kamu lihat saja, aku akan membuat perhitungan denganmu, Hana!" Ucap ica lalu kemudian pergi, dan disusul oleh Danang. "Baiklah. Akan aku tunggu permainanmu Ica!" Menjawab saat Ica pergi. Saat Ica sudah berada diluar, Ica benar-benar kesal disamping mobil Danang. Danang menghampiri Ica. "Kamu kenapa sih mas. Diam aja pas aku dipermalukan oleh wanita kampung itu. Kamu seneng aku dibuat begini oleh mantan istri kamu, aku ini sedang hamil mas. Anak kamu
"kalau kamu nggak becus, ngurus kantor ibu. Lebih baik kamu nggak usah kerja dikantor ibu lagi, Danang! Ibu sudah muak sama kamu, tiap hari kamu hanya bisa menghabiskan uang dikantor ibu!" "Tapi Bu, aku inikan anak ibu. Kenapa aku nggak boleh pakai uang ibu!" Jawab Danang. "Danang!" Bentak Bu Vina. "Cukup ya. Kamu itu benar-benar membuat naik darah ibu semakin tinggi. Kamu hanya bisa menghamburkan uang ibu. Kamu kira uang yang kamu pakai itu semua daun!" "Sekarang juga kamu nggak usah lagi kerja dikantor ibu. Kamu pergi saja, ibu nggak butuh anak seperti kamu!" Bu Vina mengusir Danang dari kantor dan menutup pintu kantor. Danang yang malang akhirnya pulang kerumah Ica. --- "Apa mas! Kamu diusir sama ibu kamu sendiri!" Jawab Ica dengan kaget. "Iya sayang. Aku diusir karena dituduh telah menghabiskan uang kantor. Memang uang yang selama ini aku gunakan itu adalah uang kantor dan bukan uang pribadi ku!" "Jadi sekarang kamu kere mas!!" Jawab Ica. "Iya sekarang aku memang nggak
"kok belum pulang juga ya! Padahal sudah jam delapan malam, tumben sekali. Apa dia lembur. Makanan yang aku buat juga sepertinya sudah mulai dingin. Lebih baik aku tunggu saja didepan agar nanti saat Ica pulang aku tahu kedatangannya!" Ucap Danang lalu duduk diruang tamu. Karena lelah Danangpun akhirnya terbaring disofa ruang tamu dan tertidur disana. Tak lama Ica pulang dengan membuka pintu. Krekkk... Suara pintu terdengar oleh Danang. Danang terbangun dan langsung membuka matanya dan melihat Ica yang baru saja pulang. "Sayang, kamu baru pulang??" Tanya Danang pada Ica. "Hmm!!!" Jawab Ica. "Sayang, aku udah masak untuk kamu. Kamu makan ya, biar aku ambilkan!" "Nggak perlu mas. Aku udah kenyang, kalau kamu mau makan. Silahkan saja untuk kamu!" Danang yang sejak tapi mengikuti Ica hingga didepan kamar pun pintu kamar ditutup dengan keras oleh Ica. Danang hanya bisa diam dengan melihat Ica yang saat ini berubah sifat dengan dirinya. "Kenapa Istriku begitu dingin denganku. Pad
"Sudahlah Bu, kasih saja Danang pekerjaan. lagi pula Danang begini juga itu gara-gara kamu. Kenapa kamu menjodohkan danang dengan wanita itu. Jika saja Danang tak menuruti kemauanmu pasti Danang nggak akan dibuang oleh Hana!" Ucap pak Broto. "Apa maksud bapak jadi nyalahin ibu segala!" "Bu, kalau saja waktu itu ibu nggak misahin Danang dengan Hana. Pasti Danang sama Hana nggak akan berpisah!" "Ibu nggak suka ya pak, bapak terus menerus belain mantan menantu. Lagi pula Danang udah nggak lagi dengan Hana. Ngapain sih bapak masih saja belain sigembel itu!" "Astaghfirullah ibu. Istighfar, jangan ngatain orang sembarangan begitu, pamali Bu. Pamali!" "Udah deh bapak, ini urusan ibu sama Danang. Lebih baik bapak pergi saja sana cari angin. Ngapain sih masih berdiri terus disini!" "Terserah ibu sajalah!" Jawab pak Broto yang sudah mulai malas menanggapi sang istri. Saat pak Broto pergi Danang kembali bertanya kepada sang ibu untuk memberikan dirinya pekerjaan. "Bu, tolonglah, Danang b
Beberapa bulan berlalu, dan kolaborasi dengan Hiroshi Tanaka membuahkan hasil. Bersama timnya, Adrian dan Sari meluncurkan produk terbaru mereka, Elysian, sebuah platform berbasis kecerdasan buatan yang tidak hanya melayani kebutuhan pelanggan tetapi juga mampu memprediksi tren masa depan.Peluncuran Elysian diadakan di Tokyo, Jepang, salah satu pasar terbesar mereka. Adrian dan Sari memilih Tokyo bukan hanya untuk menghormati Hiroshi sebagai mitra, tetapi juga untuk menunjukkan kepada dunia bahwa mereka siap bersaing di panggung global.Acara tersebut berlangsung megah, dihadiri oleh para pemimpin industri dari berbagai negara. Ketika demo Elysian dipresentasikan, ruangan dipenuhi dengan tepuk tangan meriah. Platform ini menawarkan sesuatu yang belum pernah ada sebelumnya: teknologi yang dapat mengintegrasikan kebutuhan pelanggan dengan solusi yang benar-benar personal, ramah lingkungan, dan inovatif.Namun, seperti yang telah diperkirakan, Vino kembali mencoba menjegal mereka. Kali
Setelah forum bisnis di Zurich, Adrian dan Sari kembali ke kantor pusat mereka dengan energi baru. Aurora telah menjadi bukti bahwa mereka mampu bertahan di tengah persaingan sengit, tetapi perjalanan mereka masih jauh dari kata selesai. Pasar internasional semakin menuntut inovasi yang lebih cepat dan layanan yang lebih baik.Di pagi yang sibuk, Sari menerima sebuah panggilan telepon dari seorang mitra strategis di Jepang. Mitra itu, Hiroshi Tanaka, adalah pemilik perusahaan teknologi terkemuka yang sudah lama dikenal karena inovasinya dalam bidang kecerdasan buatan.“Sari-san,” suara Hiroshi terdengar penuh semangat. “Saya sangat tertarik dengan konsep Aurora. Saya percaya bahwa dengan kecerdasan buatan, kita bisa mengembangkan produk ini ke level berikutnya. Bagaimana jika kita berdiskusi lebih lanjut tentang kolaborasi?”Mendengar tawaran itu, Sari merasa ini adalah kesempatan emas. Ia segera memberi tahu Adrian, yang langsung setuju untuk mengatur pertemuan virtual dengan tim Hir
Beberapa minggu setelah peluncuran Aurora, hasil penjualan mulai menunjukkan dampak besar. Produk inovatif itu tidak hanya diterima dengan baik, tetapi juga menjadi tren global. Media internasional mulai meliput kisah sukses Adrian dan Sari, menjadikan mereka simbol pengusaha muda yang berani melawan raksasa industri.Namun, seperti yang diduga, Vino tidak tinggal diam. PT. Maxima mulai menggencarkan kampanye untuk mendiskreditkan Aurora. Mereka menyebarkan isu bahwa teknologi yang digunakan oleh Aurora memiliki cacat yang berpotensi berbahaya bagi pelanggan. Isu ini dengan cepat menyebar, dan beberapa pelanggan mulai meragukan kualitas produk Adrian dan Sari.Adrian langsung mengumpulkan timnya untuk menanggapi krisis ini. “Kita harus menyelesaikan ini secepat mungkin. Jika kita membiarkan rumor ini berkembang, reputasi kita akan hancur,” katanya dengan nada serius.Sari, yang selalu tenang dalam situasi genting, menyarankan, “Kita harus transparan. Mari undang para ahli independen u
Kesuksesan ekspansi internasional Adrian dan Sari bukan hanya buah dari kerja keras, tetapi juga bukti ketahanan mereka dalam menghadapi persaingan yang terus meningkat. Namun, mereka menyadari bahwa keberhasilan awal ini hanya permulaan dari perjalanan panjang yang penuh tantangan.Sebuah email masuk ke kotak masuk Adrian pagi itu. Pengirimnya adalah seorang mantan kolega yang kini bekerja sebagai konsultan bisnis di Eropa. Email tersebut menawarkan kolaborasi untuk memperluas produk mereka ke pasar yang lebih luas, terutama di wilayah Eropa Timur, yang dianggap sebagai ladang subur untuk produk inovatif. Adrian menunjukkan email itu kepada Sari, yang langsung melihat potensi besar dari tawaran tersebut.“Kita harus mempersiapkan semuanya dengan matang,” ujar Sari, mempelajari email itu dengan seksama. “Tapi, jika ini berhasil, kita akan punya pijakan kuat di pasar internasional.”Namun, di tengah perencanaan mereka, ancaman baru muncul dari PT. Maxima. Vino, yang dikenal licik dan a
Setelah kesepakatan dengan Ryan tercapai, Adrian dan Sari mulai melihat perubahan besar dalam perusahaan mereka. Penerapan teknologi terbaru yang mereka adopsi berjalan mulus. Tim mereka mulai terbiasa dengan sistem baru, dan hasilnya sangat memuaskan. Proses produksi menjadi lebih efisien, biaya operasional berkurang, dan yang paling penting, mereka bisa memberikan pengalaman pelanggan yang jauh lebih baik. Penjualan terus meningkat, dan reputasi merek mereka semakin dikenal di pasar.Namun, keberhasilan ini juga menarik perhatian para pesaing yang lebih besar, yang mulai merasa terancam dengan inovasi yang dibawa oleh Adrian dan Sari. Seorang pesaing utama, PT. Maxima, yang sudah lama mendominasi pasar, mulai melakukan langkah-langkah agresif untuk meraih pangsa pasar yang lebih besar. PT. Maxima, yang dipimpin oleh seorang eksekutif muda bernama Vino, mengumumkan peluncuran produk baru yang hampir identik dengan produk utama mereka. Mereka menawarkan harga yang lebih murah, yang la
Adrian dan Sari memutuskan untuk menolak tawaran besar dari Daniel Hartono, meskipun tawaran itu menawarkan banyak keuntungan dan peluang. Keputusan itu bukanlah keputusan yang mudah, tapi mereka tahu bahwa kebebasan dan kendali atas bisnis yang mereka bangun adalah hal yang lebih berharga daripada keuntungan jangka pendek yang bisa didapat dengan menyerahkan sebagian besar saham mereka.Setelah pertemuan itu, mereka merasa lega, tetapi juga cemas akan dampak keputusan ini pada masa depan mereka. Sari tahu bahwa mereka harus lebih kreatif dan bekerja lebih keras untuk tetap berkembang tanpa bantuan investor besar. Mereka berdua memutuskan untuk fokus pada pengembangan produk dan mencari peluang baru untuk menjangkau pasar yang lebih luas.Hari-hari berikutnya, mereka memulai perjalanan baru dalam mengelola perusahaan. Mereka berdua menghabiskan lebih banyak waktu untuk mengembangkan ide-ide baru, memperbaiki sistem operasional, dan mencari cara untuk menarik perhatian pelanggan lebih
Meskipun kehidupan Adrian dan Sari kembali tenang setelah konfrontasi dengan Rina, ada perasaan yang mengganjal di dalam hati mereka. Keberhasilan mereka tidak serta merta menghapus semua keraguan dan kecemasan yang ada. Mereka berdua tahu bahwa dunia bisnis penuh dengan persaingan yang ketat, dan meskipun mereka telah mengalahkan rintangan satu per satu, ada banyak tantangan baru yang siap menanti.Beberapa bulan kemudian, Adrian menerima tawaran dari seorang investor besar yang ingin bekerja sama dengan usaha mereka. Tawaran itu sangat menggiurkan, dan dalam hati Adrian, ini bisa menjadi langkah besar bagi perusahaan mereka. Namun, tawaran itu datang dengan syarat yang cukup mengkhawatirkan. Investor tersebut meminta sebagian besar saham perusahaan dengan imbalan dana yang cukup besar dan jaringan bisnis yang luas.Adrian merasa bimbang. Ia tahu bahwa tawaran ini bisa membawa mereka ke level yang lebih tinggi, tapi ia juga tidak ingin kehilangan kendali atas perusahaan yang telah me
Beberapa minggu setelah artikel wawancara yang diterbitkan, kehidupan Adrian dan Sari berubah dengan cepat. Usaha mereka semakin berkembang pesat, dan popularitas mereka semakin dikenal. Namun, di balik kesuksesan itu, mereka menyadari bahwa tidak semua orang senang melihat mereka maju, terutama Rina. Meski keluarga Adrian mulai menerima keadaan, Rina tetap berusaha mencari celah untuk merusak kebahagiaan mereka.Suatu sore, ketika Adrian sedang di kantor untuk rapat dengan beberapa calon mitra bisnis, Sari duduk di ruang tamu rumah mereka yang sederhana. Ia tengah mengecek beberapa pesanan yang masuk melalui aplikasi, sambil sesekali tersenyum melihat betapa cepatnya usaha mereka berkembang. Namun, sebuah telepon yang masuk mengalihkan perhatiannya.“Hallo, Bu Sari?” suara di ujung telepon itu terdengar agak cemas.“Ya, ini saya. Ada apa, Pak?” jawab Sari dengan sedikit curiga.“Ini Pak Amran dari media tadi. Saya ingin memberitahukan sesuatu yang mungkin harus Anda ketahui. Beberapa
“Ibu minta maaf, Adrian. Kami terlalu keras padamu. Kami pikir jalan yang kamu pilih adalah kesalahan, tapi ternyata kami yang salah,” ucap sang ibu dengan suara bergetar. Matanya yang basah menatap Adrian penuh penyesalan.Ayahnya mengangguk pelan, menambahkan, “Kami hanya ingin yang terbaik untukmu. Tapi kami tidak pernah benar-benar mengerti apa yang membuatmu bahagia. Kami salah menilai, dan kami ingin memperbaikinya.”Adrian menghela napas panjang, mencoba meredakan emosi yang berkecamuk di dadanya. Ia menatap kedua orang tuanya dengan penuh kejujuran. “Aku tidak pernah bermaksud mengecewakan kalian, Ayah, Ibu. Aku hanya ingin hidup sesuai dengan apa yang aku yakini benar. Bersama Sari, aku menemukan kebahagiaan dan tujuan hidupku. Aku hanya berharap kalian bisa menerima kami apa adanya.”Rina, yang duduk di sudut ruangan dengan wajah canggung, akhirnya angkat bicara. “Adrian, aku juga minta maaf. Aku terlalu sombong dan tidak menghargai perjuanganmu. Aku pikir aku lebih baik dar