Splash!Janice disiram dengan seember air es dari atas kepalanya, membuatnya terbangun karena kaget.Begitu membuka mulut untuk berteriak, angin yang dingin langsung menerpanya hingga tubuhnya menggigil hebat. Saat itu, dia baru menyadari bahwa dirinya berada di bawah jembatan.Saat tubuhnya hampir roboh, rambutnya tiba-tiba ditarik dari belakang. Dia dipaksa untuk mendongak. Seketika, Janice melihat jelas orang di belakangnya.Saat menatap wajah yang familier tetapi juga terasa asing itu, Janice sungguh terkejut. Itu adalah salah satu pengawal Jason. Dia tidak tahu nama pria itu, tetapi sudah sering melihatnya.Pengawal itu menatapnya dengan dingin. "Maaf, Bu Janice. Aku hanya menjalani tugasku."Angin dingin masuk ke hidung dan mulut Janice, membuatnya tidak bisa mengeluarkan suara. Jantungnya berdegup kencang seakan-akan ingin meloncat keluar dari dadanya.Detik berikutnya, seseorang mendorongnya hingga terjatuh ke tanah. Tangannya yang terluka ditahan di tepi sungai.Pengawal itu b
Begitu topik ini viral, kedua universitas itu langsung mengeluarkan pernyataan resmi, dengan tegas menyatakan bahwa mereka tidak pernah menerima Janice. Salah satu universitas yang paling mahal bahkan menuduh bahwa email penerimaan itu palsu.Kesimpulan di internet pun tak terelakkan. Mereka mengatakan Janice telah memalsukan email penerimaannya demi pamer.Melihat ribuan pesan hinaan, tangan Janice yang memegang ponsel gemetar hebat. Padahal, dia sudah memeriksa informasi dengan sangat hati-hati.Dalam email dari universitas elite, bahkan ada detail tentang wawancara. Bagaimana mungkin itu palsu?Tiba-tiba, Janice teringat bahwa ada satu orang lagi yang mengetahui detail wawancaranya, Jason.Demi mencegahnya pergi ke luar negeri, Jason menyuruh pengawalnya menghancurkan tangannya.Sekarang, Jason menghancurkan kariernya di dalam negeri. Dengan cara ini, Janice tak akan pernah bisa pergi ke mana pun. Semuanya hanyalah jebakan yang dirancang khusus untuknya.Ponsel Janice terlepas dari
"Aku percaya kamu bukan pelakunya. Tapi dia? Bagaimana dia akan melewati hidupnya setelah ini? Bagaimana dia akan menghadapimu? Dan bagaimana dengan pilihanmu?""Kamu nggak perlu menjawab, aku sudah tahu pilihanmu." Arya berhenti sejenak, mengembuskan asap rokok ke udara, lalu mengucapkan sesuatu yang bahkan terdengar ironis bagi dirinya sendiri."Pilihanmu nggak salah." Ini demi kepentingan yang lebih besar. Masalah besar dikecilkan, masalah kecil dilenyapkan.Arya bisa mengerti. Kemudian, dia menambahkan, "Tapi, dia juga nggak salah."Jason tiba-tiba mengernyit, wajahnya yang biasanya tampan kini tampak agak menyedihkan di balik asap tipis.Dia menunduk, menatap bara rokok yang berkedip-kedip. Tidak ada sepatah kata pun yang keluar dari mulutnya.Saat rokoknya hampir habis, Norman mengetuk pintu dan masuk. "Pak Jason, ada informasi."Jason mendongak, lalu berdiri. Tanpa ragu, dia mencengkeram puntung rokok yang masih menyala."Aku pergi dulu," ucap Jason. Dia langsung meninggalkan ru
Jason menatap Anwar dengan dingin. "Kamu nggak perlu terburu-buru."Anwar mengerutkan kening, belum sepenuhnya memahami maksud Jason. Tiba-tiba, ponsel Elaine berdering.Melihat nama asistennya di layar, dia langsung menyadari itu pasti urusan pekerjaan. Dia pun sedikit menjauh untuk menjawab panggilan."Bu Elaine, semua model pria itu sudah ditangkap. Beberapa wanita yang bersama mereka juga ikut tertangkap. Katanya mereka terlibat dalam pesta ilegal ....""Barusan ada seorang pengacara yang menemui para wanita itu. Entah kesepakatan apa yang mereka buat, tapi sekarang mereka semua mengaku kalau mereka diancam. Sepertinya para model itu nggak akan bisa diam lebih lama lagi.""Selain itu, seorang paparazi baru saja merilis videomu bersama Presdir Grup Karun saat memasuki hotel. Saat ini Keluarga Hartono sedang dalam perjalanan ke sini. Mereka ingin penjelasan darimu."Jelas bahwa semua ini ditargetkan langsung ke Elaine. Wajahnya seketika menjadi pucat. Dia lantas menoleh ke arah Jason
Rachel menatap Jason, tetapi tidak bisa menebak emosinya. Dia mengira Jason hanya marah, jadi mencoba meraih tangannya, tetapi Jason menghindar.Rachel terdiam, lalu tetap menarik ujung lengan bajunya. "Jason, Bibi Elaine selalu menemaniku seperti seorang ibu. Bagiku, dia adalah ibu keduaku. Aku benar-benar nggak bisa melihatnya dalam bahaya.""Jadi, kamu tahu apa yang sudah dia lakukan?" tanya Jason dengan dingin."Aku .... Barusan dia bilang padaku kalau dia memberi tahu Paman Anwar tentang rencana Janice untuk melanjutkan studi ke luar negeri."Suara Rachel semakin lirih dan kepalanya perlahan menunduk. Dia tahu betul bahwa Elaine bukan hanya melakukan itu.Tatapan Jason meredup, sinarnya dingin. "Lalu, gimana dia tahu Janice akan pergi ke luar negeri?"Rachel menggigit bibirnya erat, wajahnya pucat pasi. Dia tidak bisa menjawab.Jason sudah mengerti. Dia melepaskan tangan Rachel dan berdiri. "Pergilah dari sini." Suaranya dingin seperti mengusir Rachel.Rachel menatapnya dengan kag
Melihat Janice yang baru saja bangun, Zion segera meminta maaf, "Maaf, Bu Janice."Janice menunduk dengan getir. Saat dia melihat opini publik di internet, dia sudah tahu bahwa ini akan menjadi akhirnya.Keluarga Luthan mungkin tidak peduli dengan status sosial, tetapi mereka sangat mementingkan karakter seseorang.Sekarang, dia dituduh memalsukan surat penerimaan demi ketenaran. Keluarga Luthan tidak akan bisa menerimanya.Janice menatap Landon dengan rasa bersalah. "Maaf, aku sudah merepotkanmu. Bagaimana kalau kita ...."Landon menggenggam tangannya erat. "Percayalah padaku.""Tapi ...." Janice tidak ingin membuatnya berada dalam posisi sulit."Aku akan mengurus semuanya. Ibumu pergi untuk membelikanmu makanan, dia akan segera kembali. Tunggu aku ya?" Landon menenangkannya."Hmm." Janice menatapnya pergi dengan ekspresi tenang.Tiba-tiba, ponselnya menampilkan trending topic terbaru, skandal tentang Elaine.Namun, saat dia hendak membaca, layar ponselnya berubah menjadi abu-abu. Ber
Larut malam, di dalam mobil.Norman dan Arya menatap sosok yang berjalan di bawah cahaya lampu jalan, berharap bisa langsung menginjak gas dan pergi.Di luar mobil, Zion mengenakan jaket dan celana kulit, berdiri di bawah lampu neon. Postur tubuhnya yang seksi membuat para gadis di sepanjang jalan sibuk mengambil foto.Yang lebih parah, dia bahkan dengan percaya diri melambaikan tangan ke arah mereka.Wajah Norman langsung menjadi suram.Arya memijat keningnya. "Aku seharusnya nggak menyarankan untuk membawanya."Beberapa saat kemudian, Zion meletakkan tangannya di pintu mobil. Dia membungkuk, mengetuk jendela.Norman menurunkan kaca jendela dan bertanya dengan dingin, "Apa kamu nggak ngerti arti dari jangan menarik perhatian?"Zion menyeringai. "Ganteng, 'kan?"Ini adalah contoh orang yang asbun.Saat itu juga, Arya menunjuk ke depan. "Mereka keluar."Norman mengangkat pandangannya, melihat seorang pria yang dikelilingi wanita dan mengendarai mobil mewah. Tatapan Norman langsung dipen
Setelah mendengar itu, ketiga orang itu bertatapan. Zion langsung memukul pria itu hingga jatuh pingsan.Arya memeriksa seluruh tubuh pria itu, memastikan tidak ada bukti yang tertinggal. Kemudian, dia berdiri dan berkata, "Kalian kembali dulu. Sisanya biar Landon dan Jason yang menentukan.""Hmm."....Dua hari kemudian.Janice duduk terpaku dengan wajah pucat pasi. Ponselnya masih menyala, menampilkan riwayat obrolannya dengan Amanda.Dia dipecat. Namun, itu adalah keputusannya sendiri.Masalah pemalsuan surat penerimaan terus dimanipulasi oleh pihak tertentu, memberi dampak buruk bagi studio.Janice dan Amanda sudah bisa menebak siapa yang menyebarkan video itu. Selain Fiona, tidak ada rekan kerja lain yang tahu penyebab cedera jarinya.Namun, jika Amanda mengungkapkan hal ini, itu berarti dia harus berhadapan langsung dengan keluarga Fiona.Janice memahami situasi sulit yang dihadapi Amanda, jadi dia mengundurkan diri lebih dulu dan meminta Amanda untuk merilis pernyataan resmi.Sa
Janice terus memanggil nama Yuri berulang kali.Yuri menutup telinganya dengan frustrasi, nyaris meledak, "Berhenti! Jangan panggil lagi! Aku paling benci namaku!"Setelah masuk sekolah, dia baru menyadari bahwa sejak lahir dia sudah punya seorang adik laki-laki yang tidak terlihat.Janice menatap gadis kecil yang menangis tersedu-sedu itu dan menyerahkan selembar tisu. "Nggak ada yang salah dengan namamu. Kamu adalah kamu. Aku tahu kamu punya banyak impian, jadi jangan biarkan siapamu mengekangmu."Yuri menutupi matanya dengan tisu dan akhirnya menangis keras. Setelah lelah, dia menatap Janice dengan mata yang bengkak dan merah. "Kak, maaf."Janice tersenyum lembut, mengelus kepalanya. Ternyata Yuri masih mengingatnya.Segalanya seperti kembali ke masa lalu. Mereka duduk di bangku taman sambil makan es krim. Saat itu Yuri masih kecil, duduk di samping Janice sambil memanggilnya "kakak".Di kehidupan sebelumnya, setelah Ivy meninggal, Janice benar-benar putus kontak dengan para bibi it
Wajah Jason hanya sejengkal dari wajahnya. Janice menahan napas, tanpa sadar menarik erat syalnya.Agar Jason tidak menyadarinya, Janice mengalihkan pandangan, lalu melilitkan syal itu ke leher Jason dan menunjuk ke kerah bajunya."Masukkan, biar nutupin bagian bajumu yang basah."Jason menunduk, matanya tampak sedikit kecewa. Namun, dia tidak memaksa, hanya memperbaiki penampilannya sendiri.Sesaat kemudian, mereka berdua masuk ke Gedung 2 dan menemukan kelas SMA 3-3. Saat berdiri di dekat jendela, mereka bisa melihat isi kelas dengan jelas.Ada lima enam siswi yang duduk, mengobrol santai dalam kelompok kecil. Hanya satu siswi yang sedang serius mengerjakan lembar soal. Saat menyadari ada orang di luar jendela, dia mendongak melirik sekilas.Tatapan siswi itu bertemu dengan Janice selama dua detik, lalu dia cepat-cepat menunduk lagi, bahkan tangan yang memegang pena tampak bergetar.Saat Janice mengalihkan pandangan ke murid lain, gadis itu menarik dua lembar tisu dan pura-pura pergi
Setelah mengatakan itu, wanita itu mengeluarkan saputangan dari tasnya dan hendak menyeka dada Jason.Namun, Jason langsung menangkis tangan wanita itu, lalu berkata dengan dingin, "Nggak perlu."Setelah tertegun sejenak, wanita itu menggigit bibir dan merapikan rambutnya. "Pak Jason, aku pasti akan ganti rugi. Tapi, bajumu pasti sangat mahal, aku mungkin nggak bisa langsung membayarmu sekarang. Bagaimana kalau kamu berikan aku kontakmu ....""158 ribu." Jason langsung menyela perkataan wanita itu."Hah?" seru wanita itu yang langsung terkejut."Ada obral cuci gudang di ujung jalan, tunai atau transfer?" kata Jason dengan dingin.Saat itu, wanita itu baru mengerti maksud dari perkataan Jason. Ternyata, Jason sudah menyadari niatnya dan sedang menolaknya. Namun, pria di depannya ini adalah Jason. Meskipun hanya pakaian yang dijual di kaki lima, pakaian itu tetap akan terlihat seperti setelah bermerek di tubuh Jason. Dia segera mencari cara lain sambil tetap tersenyum. "Transfer saja, bo
Mendengar suara itu, Janice langsung tersadar kembali dan mendorong pria di depannya. Namun, sebelum dia bisa berdiri dengan tegak, sekelompok siswa kembali mendorongnya sampai dia jatuh ke pelukan Jason.Jason langsung menopang Janice dan berkata dengan pelan, "Kamu yang mulai dulu."Janice menggigit bibirnya dan mencoba melepaskan genggaman Jason, tetapi Jason malah memeluk pinggangnya dengan erat. "Jangan bergerak. Orangnya terlalu banyak di sini, kita keluar dari sini dulu baru bicara lagi."Setelah mengatakan itu, Jason merangkul Janice dan berjalan ke depan.Janice berusaha melepaskan tangan Jason. "Lepaskan aku. Nanti kita akan ketahuan."Namun, Jason tetap tidak melepaskan genggamannya, melainkan menurunkan topi Janice dan menekan kepala Janice ke dadanya. "Ayo pergi."Setelah berusaha melawan sejenak, Janice yang benar-benar tidak bisa melepaskan diri pun akhirnya hanya bisa ikut pergi bersama Jason.Penampilan Jason terlihat sangat tidak ramah, sehingga tidak ada yang berani
Janice berpikir Fenny yang sudah sekarat karena menderita kanker pasti akan berusaha memastikan kehidupan anaknya terjamin.Setelah terdiam cukup lama, Arya yang berada di seberang telepon perlahan-lahan berkata, "Apa yang ingin kamu lakukan?"Janice menjawab dengan jujur, "Ibuku dalam masalah. Anak laki-laki yang terkena leukemia itu adalah putra dari teman ibuku, dia pasti mengetahui sesuatu.""Baiklah, aku akan membantumu mencarinya," balas Arya."Terima kasih," kata Janice, lalu menutup teleponnya.Saat keluar dari apartemen, sebuah taksi kebetulan berhenti tepat di hadapan Janice. Setelah masuk ke dalam taksi, dia berkata pada sopir, "Ke SMA Chendana."Setelah taksi melaju, Janice memandang pemandangan di luar dari jendela. Dia sengaja menelepon Arya untuk mencari putra Fenny karena semua masalah ini terjadi untuk menjebaknya dan Ivy. Sebelum dia terperangkap, semuanya masih belum berakhir.Fenny adalah saksi dalam kasus ini, semua orang pasti akan mencari kelemahannya. Putranya y
Landon bisa melihat perubahan suasana hati Janice. Kebetulan saat itu dia melihat Naura keluar dari dapur sambil membawa segelas air, dia pun berkata, "Kalau begitu, kamu tinggal di rumah Kak Naura dulu untuk sementara ini. Para pengawal akan tetap melindungi kalian di sini.""Ya," jawab Janice sambil menghela napas lega.Setelah menyerahkan air itu ke tangan Janice, Naura berkata sebagai jaminan, "Pak Landon, tenang saja, aku pasti akan menjaga Janice dengan baik.""Maaf merepotkanmu," kata Landon dengan sopan.Setelah mengatakan itu, Landon menerima pesan dari Zion. Setelah membaca pesan itu, dia berkata dengan tenang, "Janice, kamu istirahat dulu. Aku ada urusan lain yang harus segera ditangani."Janice langsung merespons perkataan Landon.Setelah mengantar Landon pergi, Naura langsung membawa Janice ke rumahnya.Beberapa menit kemudian, pengawal yang dikirim Landon mengetuk pintu. "Nona Janice, kalau ada apa-apa, langsung panggil kami saja. Nanti petugas kebersihan juga akan datang
Janice yang dalam keadaan putus asa ditemani Landon untuk kembali ke apartemen. Saat pintu lift terbuka, bau yang menyengat membuatnya yang sensitif terhadap bau karena hamil langsung terbatuk-batuk.Landon segera berdiri di depan Janice untuk melindunginya dari bau, lalu keluar dari lift terlebih dahulu.Namun, pada detik berikutnya, terdengar suara dari Naura. "Pak Landon? Mana Janice?"Janice segera menutupi hidung dan mulutnya dengan lengan bajunya, lalu keluar dari lift. Namun, sebelum sempat berbicara dengan Naura, dia tertegun karena melihat pemandangan di depan matanya. Pintu rumahnya disiram cat merah dan tertulis kata untuk membayar utang di dindingnya. Cat di tulisannya menetes seperti darah karena masih belum kering, terlihat sangat mengerikan.Naura yang apartemennya juga terkena imbasnya pun menggulung lengan bajunya dan memakai masker, lalu membersihkan cat dari dinding dengan alkohol seperti yang dipelajarinya dari internet. Bau cat bercampur dengan alkohol membuat loro
Janice menyadari orang di dalam ruangan itu adalah Fenny yang duduk dengan tenang dan riasannya tetap terlihat muda serta anggun seperti saat meninggalkan Kota Pakisa. Namun, entah mengapa dia merasa orang ini terkesan berbeda dengan Fenny di ingatannya yang sangat pandai berbicara.Mungkin karena menyadari ada yang sedang memperhatikannya, Janice melihat Fenny mengangkat kepala dan menatapnya yang berada di luar pintu. Tatapan Fenny terlihat sangat kelelahan dan tidak bersemangat untuk mencari banyak uang seperti yang pernah diceritakan Ivy. Padahal Ivy pernah bergaul dengan banyak ibu-ibu kaya, tidak mungkin mudah ditipu ekspresi Fenny yang seperti ini.Saat Janice hendak memperhatikan Fenny dengan lebih jelas, polisi itu langsung menutup pintu. Dia pun hanya bisa segera menyusul Zachary. "Paman, tunggu sebentar.""Kenapa?" tanya Zachary yang agak tergesa-gesa."Paman, bisakah kamu menyelidiki Bibi Fenny ini? Maksudku, kehidupannya sebelum dia kembali ke Kota Pakisa," kata Janice. Di
Ivy merasa agak emosional, sedangkan ekspresi Janice dan Zachary menjadi jauh lebih muram.Saat itu, Janice akhirnya mengerti mengapa Kristin berani menuduh Ivy menipu uang mereka di hadapan polisi karena tidak ada bukti yang jelas apakah yang itu diminta atau diberi. Selain itu, Fenny sudah menyerahkan diri dan mengakui kesalahan, sehingga Ivy terkesan seperti dalangnya. Sementara itu, bukan hanya tidak menyadari hal itu, Ivy juga tidak mampu membantah.Namun, Janice bertanya-tanya mengapa Kristin dan Fenny harus melakukan ini? Dia pun melirik Zachary dan terlihat jelas Zachary juga memiliki pemikiran yang sama dengannya.Setelah menenangkan Ivy terlebih dahulu, Zachary baru bertanya dengan nada lembut, "Kenapa Fenny bisa menghubungimu?"Ivy perlahan-lahan merasa tenang setelah mendengar nada bicara Zachary, lalu mencoba mengingat kembali saat pertama kalinya dia bertemu dengan Fenny. "Saat itu aku ikut acara minum teh sore yang diadakan Nyonya Linda, kebetulan dia ada janji dengan pe