Fiona bergegas maju, berusaha merebut ponsel dari tangan Janice. Namun, Janice menghindar dengan sigap.Fiona hanya bisa berteriak untuk menghentikannya, "Jangan lapor polisi! Aku ... aku juga hanya mendengar gosip, aku nggak yakin!""Oh, begitu ya? Aku sudah menduga kamu pasti hanya termakan omongan orang lain." Janice menurunkan ponselnya dan mengayunkannya sedikit di tangan. "Kamu beruntung, aku lupa menekan tombol panggil."Saat itu, Fiona sadar bahwa dia telah ditipu oleh Janice. Dia menggigit bibirnya hingga hampir berdarah, tetapi tidak mampu mengatakan sepatah kata pun.Janice menatap Fiona sambil tersenyum. Setelah cukup lama mengenal Fiona, dia tahu gadis ini bukan hanya manja, tetapi juga sok pintar.Elaine mungkin sulit untuk ditaklukkan, tetapi bukan berarti Fiona juga demikian.Setelah masalah ini selesai, Janice mengangkat gelasnya dan memberi salam kepada semua orang, terutama kepada Rachel dan Jason."Maaf, sudah membuat calon mempelai melihat pemandangan yang kurang m
Janice merasa sangat sedih saat melihat bayangan di tanah karena dia dan Jason selalu bertemu secara diam-diam. Meskipun sebelumnya mereka pasangan suami istri, mereka juga tidak bisa bersama secara terang-terangan. Setiap kali melihat Rachel merangkul Jason di depan publik, dia berusaha mengingat kembali kehidupan sebelumnya. Namun, di antara mereka selalu ada pembatas.Jason terlihat mabuk karena minum alkohol dan tubuhnya yang besar menindih Janice. Saat bibirnya mendekati pipi Janice, dia berkata dengan nada muram, "Kamu sudah menyetujuinya?"Saat mengatakan itu, tatapan Jason terlihat penuh dengan emosi.Melihat tangan Jason tidak bisa dilepaskan, Janice terpaksa tetap diam dan berkata sambil menganggukkan kepala, "Ya.""Kenapa?" desak Jason."Pak Jason, tadi kamu juga sudah lihat sendiri," kata Janice sambil menatap cahaya yang berada beberapa langkah di depannya dan ekspresi yang sangat kesal."Lihat aku dan jawab," kata Jason lagi.Janice hanya diam dan cemberut, lalu memalingk
Saat mendengar perkataan itu, Jason menggenggam tangan Janice dengan makin erat. Namun, tepat saat Janice mengatakan kalimat terakhir, genggamannya tiba-tiba melemah dan keduanya pun berpisah. Dia tidak menatap Janice, hanya memalingkan wajahnya ke samping dengan ekspresi sangat tertekan. Tanpa mengatakan apa pun, dia membiarkan Janice pergi begitu saja.Setelah berjalan menjauh dan menarik napas untuk menenangkan diri, Janice berbalik untuk menatap Jason. Namun, saat itu Jason sudah kembali ke aula dan tersenyum pada Rachel. Dia pun mengangkat kepala untuk melihat sinar matahari, tetapi wajahnya tetap dingin dan basah. Ini terakhir kalinya dia melakukan ini.Saat Landon keluar, Janice sudah merapikan riasannya. Dia berkata sambil menggigit bibirnya, "Ayahmu ...."Landon tertawa. "Nggak perlu tegang, ayahku selalu berpikiran terbuka. Dia sudah bilang dia nggak akan ikut campur dalam urusan asmaraku. Dia dan ibuku juga menikah karena jatuh cinta. Setelah ibuku meninggal, dia juga menutu
"Kamu begitu memahami Fiona?" kata Jason sambil menatap keluar jendela mobil dengan ekspresi yang sangat dingin."Ya. Dia teman sekelasku saat di SMA, kami sudah berteman selama beberapa tahun," jawab Rachel."Kalau begitu, kamu pasti tahu dia nggak begitu pintar. Hari ini Kakak Ipar bisa muncul di saat yang begitu tepat, menurutmu ini kenapa?" kata Jason.Volume suara Jason tidak keras, tetapi langsung membuat jantung Rachel berdebar. Tenggorokannya terasa kering sampai hampir menyebutkan nama Elaine, tetapi dia menelannya kembali.Jason menatap Rachel sambil menyipitkan mata dan berkata dengan dingin, "Aku nggak peduli kenapa dia ikut campur dengan urusan Keluarga Luthan, tapi aku harap kelak dia ingat posisinya. Jangan sampai dia ikut campur dengan urusan Keluarga Karim."Wajah Rachel menjadi makin pucat. Dia baru saja hendak berkata dia sudah mengerti, tetapi dia melihat Jason sedang memutar cincin kawin dari sudut matanya. Dia tiba-tiba teringat Jason sering mengusap cincin itu se
Jason kembali terus mengupas apel dengan gerakan yang lambat dan santai, tetapi aura dingin di sekelilingnya membuat orang lain sulit untuk mendekat. "Seorang pacar yang sudah mengirim wanita pada ayahnya, kamu pikir Kak Zachary masih ingin menikahinya dan melihatnya terus mengirim wanita padamu demi memperkuat koneksi?"Anwar menatap Jason dengan tatapan tidak percaya dan mengepalkan tangannya dengan erat. "Omong kosong apa ini?"Jason menundukkan kepala dan berkata dengan tenang, "Setelah itu, wanita itu nggak pernah mencarimu lagi, 'kan? Itu semua karena Kak Zachary sendiri yang menghabisinya. Kamu mungkin sudah lupa karena wanita itu nggak berarti apa-apa bagimu. Yang lama nggak pergi, yang baru nggak akan datang."Mendengar perkataan itu, bibir Anwar bergetar.Jason menatap Anwar dengan dingin. "Kak Ferdy sudah tiga tahun saat datang ke Keluarga Karim, tapi Kak Zachary dikirim ke keluarga kita begitu lahir. Ibuku sendiri yang membesarkannya, jadi dia sudah menganggap ibuku adalah
Anwar menopang tubuhnya, lalu mengingat masa lalu dan berkata, "Tentu saja demi meningkatkan kekuatanmu. Dulu, pernikahan ibumu denganku adalah berita besar karena kedua keluarga adalah keluarga terpandang. Sayangnya, keluarganya mulai merosot setelah ibumu melahirkanmu."Jason berkata dengan nada dingin, "Kamu pikir aku nggak tahu kenapa keluarga nenek bisa hancur? Kamu bekerja sama dengan paman-paman agar keluarga nenek membuat keputusan yang salah dan bangkrut, lalu membeli perusahaan mereka dengan harga yang paling rendah.""Ibuku sebenarnya ingin menggunakan maskawin untuk menyelamatkan perusahaan, tapi kamu sudah menipunya untuk memindahkan kepemilikan maskawin itu padaku lebih dulu. Jadi, kamu bisa membatalkan haknya atas maskawin itu.""Kamu ...." Anwar langsung terdiam."Kenapa aku bisa tahu? Ibuku ... meninggal di pelukanku, jadi dia yang memberitahuku semuanya. Dia memintaku untuk merebut semuanya kembali. Kalian semua pikir anak kecil nggak bisa mengingat hal ini, tapi aku
Norman berdiri di samping dan menunggu instruksi lebih lanjut dari Jason.Jason tidak mengatakan apa-apa, melainkan meraba-raba untuk mencari macis. Namun, setelah mencari cukup lama, dia tetap tidak menemukannya.Melihat situasi itu, Norman segera mengeluarkan macis dari sakunya dan menyalakan rokok Jason.Setelah mengisap rokok itu dalam-dalam, ekspresi Jason tetap terlihat sunyi serta muram dan bahkan tangannya pun bergetar. Setelah terdiam cukup lama, dia baru perlahan-lahan berkata, "Pergilah.""Baik," jawab Norman sambil menatap Jason dengan cemas sebentar, lalu pergi mencari Arya.Saat tiba di kantor Arya, Norman melihat Arya tidak berada di tempat. Setelah menelepon, dia baru tahu Arya berada di gedung poliklinik untuk membantu acara rumah sakit. Dia harus berteriak agar bisa berbicara dengan jelas karena situasi di sana cukup berisik, sehingga mereka tidak mungkin bisa berdiskusi dengan serius. Dia pun langsung berkata akan ke sana, lalu menutup teleponnya.Begitu Norman tiba
Janice bertepuk tangan. "Sebenarnya kamu boleh nggak mengatakan kalimat terakhir."....Norman menyampaikan pesan Jason dan sekalian menceritakan kondisi Jason saat ini pada Arya.Begitu mendengar hal itu, Arya langsung menyerahkan tanggung jawab kegiatan itu pada orang lain. "Aku ikut denganmu untuk melihatnya.""Ya," jawab Norman.Saat keduanya berjalan keluar, hujan masih deras. Melihat cuaca itu, Norman pun mengeluarkan payungnya.Arya langsung memuji, "Pak Norman, kamu memang selalu perhatian.""Payung ini dari seorang teman ...," kata Norman sambil menekan tombol untuk otomatis membuka payungnya.Namun, begitu melihat bagian dalam payungnya, keduanya langsung mengumpat secara bersamaan."Sialan!" umpat Arya."Sialan. Ini dari seorang musuh," kata Norman sambil menggertakkan giginya."Sepertinya Zion masih dendam karena kamu pernah menghajarnya sampai mukanya bengkak. Kamu ... yakin masih mau menaruh wajahnya tepat di atas kepala kita?" kata Arya sambil menahan tawa saat melihat g
Janice terus memanggil nama Yuri berulang kali.Yuri menutup telinganya dengan frustrasi, nyaris meledak, "Berhenti! Jangan panggil lagi! Aku paling benci namaku!"Setelah masuk sekolah, dia baru menyadari bahwa sejak lahir dia sudah punya seorang adik laki-laki yang tidak terlihat.Janice menatap gadis kecil yang menangis tersedu-sedu itu dan menyerahkan selembar tisu. "Nggak ada yang salah dengan namamu. Kamu adalah kamu. Aku tahu kamu punya banyak impian, jadi jangan biarkan siapamu mengekangmu."Yuri menutupi matanya dengan tisu dan akhirnya menangis keras. Setelah lelah, dia menatap Janice dengan mata yang bengkak dan merah. "Kak, maaf."Janice tersenyum lembut, mengelus kepalanya. Ternyata Yuri masih mengingatnya.Segalanya seperti kembali ke masa lalu. Mereka duduk di bangku taman sambil makan es krim. Saat itu Yuri masih kecil, duduk di samping Janice sambil memanggilnya "kakak".Di kehidupan sebelumnya, setelah Ivy meninggal, Janice benar-benar putus kontak dengan para bibi it
Wajah Jason hanya sejengkal dari wajahnya. Janice menahan napas, tanpa sadar menarik erat syalnya.Agar Jason tidak menyadarinya, Janice mengalihkan pandangan, lalu melilitkan syal itu ke leher Jason dan menunjuk ke kerah bajunya."Masukkan, biar nutupin bagian bajumu yang basah."Jason menunduk, matanya tampak sedikit kecewa. Namun, dia tidak memaksa, hanya memperbaiki penampilannya sendiri.Sesaat kemudian, mereka berdua masuk ke Gedung 2 dan menemukan kelas SMA 3-3. Saat berdiri di dekat jendela, mereka bisa melihat isi kelas dengan jelas.Ada lima enam siswi yang duduk, mengobrol santai dalam kelompok kecil. Hanya satu siswi yang sedang serius mengerjakan lembar soal. Saat menyadari ada orang di luar jendela, dia mendongak melirik sekilas.Tatapan siswi itu bertemu dengan Janice selama dua detik, lalu dia cepat-cepat menunduk lagi, bahkan tangan yang memegang pena tampak bergetar.Saat Janice mengalihkan pandangan ke murid lain, gadis itu menarik dua lembar tisu dan pura-pura pergi
Setelah mengatakan itu, wanita itu mengeluarkan saputangan dari tasnya dan hendak menyeka dada Jason.Namun, Jason langsung menangkis tangan wanita itu, lalu berkata dengan dingin, "Nggak perlu."Setelah tertegun sejenak, wanita itu menggigit bibir dan merapikan rambutnya. "Pak Jason, aku pasti akan ganti rugi. Tapi, bajumu pasti sangat mahal, aku mungkin nggak bisa langsung membayarmu sekarang. Bagaimana kalau kamu berikan aku kontakmu ....""158 ribu." Jason langsung menyela perkataan wanita itu."Hah?" seru wanita itu yang langsung terkejut."Ada obral cuci gudang di ujung jalan, tunai atau transfer?" kata Jason dengan dingin.Saat itu, wanita itu baru mengerti maksud dari perkataan Jason. Ternyata, Jason sudah menyadari niatnya dan sedang menolaknya. Namun, pria di depannya ini adalah Jason. Meskipun hanya pakaian yang dijual di kaki lima, pakaian itu tetap akan terlihat seperti setelah bermerek di tubuh Jason. Dia segera mencari cara lain sambil tetap tersenyum. "Transfer saja, bo
Mendengar suara itu, Janice langsung tersadar kembali dan mendorong pria di depannya. Namun, sebelum dia bisa berdiri dengan tegak, sekelompok siswa kembali mendorongnya sampai dia jatuh ke pelukan Jason.Jason langsung menopang Janice dan berkata dengan pelan, "Kamu yang mulai dulu."Janice menggigit bibirnya dan mencoba melepaskan genggaman Jason, tetapi Jason malah memeluk pinggangnya dengan erat. "Jangan bergerak. Orangnya terlalu banyak di sini, kita keluar dari sini dulu baru bicara lagi."Setelah mengatakan itu, Jason merangkul Janice dan berjalan ke depan.Janice berusaha melepaskan tangan Jason. "Lepaskan aku. Nanti kita akan ketahuan."Namun, Jason tetap tidak melepaskan genggamannya, melainkan menurunkan topi Janice dan menekan kepala Janice ke dadanya. "Ayo pergi."Setelah berusaha melawan sejenak, Janice yang benar-benar tidak bisa melepaskan diri pun akhirnya hanya bisa ikut pergi bersama Jason.Penampilan Jason terlihat sangat tidak ramah, sehingga tidak ada yang berani
Janice berpikir Fenny yang sudah sekarat karena menderita kanker pasti akan berusaha memastikan kehidupan anaknya terjamin.Setelah terdiam cukup lama, Arya yang berada di seberang telepon perlahan-lahan berkata, "Apa yang ingin kamu lakukan?"Janice menjawab dengan jujur, "Ibuku dalam masalah. Anak laki-laki yang terkena leukemia itu adalah putra dari teman ibuku, dia pasti mengetahui sesuatu.""Baiklah, aku akan membantumu mencarinya," balas Arya."Terima kasih," kata Janice, lalu menutup teleponnya.Saat keluar dari apartemen, sebuah taksi kebetulan berhenti tepat di hadapan Janice. Setelah masuk ke dalam taksi, dia berkata pada sopir, "Ke SMA Chendana."Setelah taksi melaju, Janice memandang pemandangan di luar dari jendela. Dia sengaja menelepon Arya untuk mencari putra Fenny karena semua masalah ini terjadi untuk menjebaknya dan Ivy. Sebelum dia terperangkap, semuanya masih belum berakhir.Fenny adalah saksi dalam kasus ini, semua orang pasti akan mencari kelemahannya. Putranya y
Landon bisa melihat perubahan suasana hati Janice. Kebetulan saat itu dia melihat Naura keluar dari dapur sambil membawa segelas air, dia pun berkata, "Kalau begitu, kamu tinggal di rumah Kak Naura dulu untuk sementara ini. Para pengawal akan tetap melindungi kalian di sini.""Ya," jawab Janice sambil menghela napas lega.Setelah menyerahkan air itu ke tangan Janice, Naura berkata sebagai jaminan, "Pak Landon, tenang saja, aku pasti akan menjaga Janice dengan baik.""Maaf merepotkanmu," kata Landon dengan sopan.Setelah mengatakan itu, Landon menerima pesan dari Zion. Setelah membaca pesan itu, dia berkata dengan tenang, "Janice, kamu istirahat dulu. Aku ada urusan lain yang harus segera ditangani."Janice langsung merespons perkataan Landon.Setelah mengantar Landon pergi, Naura langsung membawa Janice ke rumahnya.Beberapa menit kemudian, pengawal yang dikirim Landon mengetuk pintu. "Nona Janice, kalau ada apa-apa, langsung panggil kami saja. Nanti petugas kebersihan juga akan datang
Janice yang dalam keadaan putus asa ditemani Landon untuk kembali ke apartemen. Saat pintu lift terbuka, bau yang menyengat membuatnya yang sensitif terhadap bau karena hamil langsung terbatuk-batuk.Landon segera berdiri di depan Janice untuk melindunginya dari bau, lalu keluar dari lift terlebih dahulu.Namun, pada detik berikutnya, terdengar suara dari Naura. "Pak Landon? Mana Janice?"Janice segera menutupi hidung dan mulutnya dengan lengan bajunya, lalu keluar dari lift. Namun, sebelum sempat berbicara dengan Naura, dia tertegun karena melihat pemandangan di depan matanya. Pintu rumahnya disiram cat merah dan tertulis kata untuk membayar utang di dindingnya. Cat di tulisannya menetes seperti darah karena masih belum kering, terlihat sangat mengerikan.Naura yang apartemennya juga terkena imbasnya pun menggulung lengan bajunya dan memakai masker, lalu membersihkan cat dari dinding dengan alkohol seperti yang dipelajarinya dari internet. Bau cat bercampur dengan alkohol membuat loro
Janice menyadari orang di dalam ruangan itu adalah Fenny yang duduk dengan tenang dan riasannya tetap terlihat muda serta anggun seperti saat meninggalkan Kota Pakisa. Namun, entah mengapa dia merasa orang ini terkesan berbeda dengan Fenny di ingatannya yang sangat pandai berbicara.Mungkin karena menyadari ada yang sedang memperhatikannya, Janice melihat Fenny mengangkat kepala dan menatapnya yang berada di luar pintu. Tatapan Fenny terlihat sangat kelelahan dan tidak bersemangat untuk mencari banyak uang seperti yang pernah diceritakan Ivy. Padahal Ivy pernah bergaul dengan banyak ibu-ibu kaya, tidak mungkin mudah ditipu ekspresi Fenny yang seperti ini.Saat Janice hendak memperhatikan Fenny dengan lebih jelas, polisi itu langsung menutup pintu. Dia pun hanya bisa segera menyusul Zachary. "Paman, tunggu sebentar.""Kenapa?" tanya Zachary yang agak tergesa-gesa."Paman, bisakah kamu menyelidiki Bibi Fenny ini? Maksudku, kehidupannya sebelum dia kembali ke Kota Pakisa," kata Janice. Di
Ivy merasa agak emosional, sedangkan ekspresi Janice dan Zachary menjadi jauh lebih muram.Saat itu, Janice akhirnya mengerti mengapa Kristin berani menuduh Ivy menipu uang mereka di hadapan polisi karena tidak ada bukti yang jelas apakah yang itu diminta atau diberi. Selain itu, Fenny sudah menyerahkan diri dan mengakui kesalahan, sehingga Ivy terkesan seperti dalangnya. Sementara itu, bukan hanya tidak menyadari hal itu, Ivy juga tidak mampu membantah.Namun, Janice bertanya-tanya mengapa Kristin dan Fenny harus melakukan ini? Dia pun melirik Zachary dan terlihat jelas Zachary juga memiliki pemikiran yang sama dengannya.Setelah menenangkan Ivy terlebih dahulu, Zachary baru bertanya dengan nada lembut, "Kenapa Fenny bisa menghubungimu?"Ivy perlahan-lahan merasa tenang setelah mendengar nada bicara Zachary, lalu mencoba mengingat kembali saat pertama kalinya dia bertemu dengan Fenny. "Saat itu aku ikut acara minum teh sore yang diadakan Nyonya Linda, kebetulan dia ada janji dengan pe