[ Sebenarnya aku ingin tanya, lusa kamu ada waktu nggak? Aku ingin kamu menemaniku ke sebuah acara. ]Setelah membaca pesan itu, Janice langsung membalas.[ Acara apa? ][ Ayahku datang. Aku ingin memperkenalkanmu padanya. ]Janice terkejut. Jemarinya melayang-layang di atas layar ponsel, lalu akhirnya menghapus kata-kata yang semula diketik.Ucapan Fiona tadi ada benarnya. Orang kaya mana yang tidak ingin mencari pasangan yang sepadan? Sekalipun ayah Landon adalah orang yang berpikiran terbuka, dia tidak mungkin bersedia menerima seseorang dengan latar belakang seperti dirinya.Akhirnya, Janice hanya membalas singkat.[ Lupakan saja, aku cukup sibuk belakangan ini. ][ Sebenarnya, ayahku yang ingin bertemu denganmu. Bagaimanapun, adikku akan segera menikah, sedangkan aku sebagai kakak sudah lajang bertahun-tahun. ]Janice terdiam setelah membaca pesan itu. Dia sudah membayangkan banyak hal, tetapi tidak pernah membayangkan bahwa Landon ingin menikahinya, bahkan dengan begitu mendesak.
Rachel merasa bingung. Ketika dia hendak bertanya lagi kepada ayahnya, tiba-tiba terdengar suara dari arah pintu.Semua orang menoleh. Terlihat Elaine dan Fiona berjalan masuk, satu di depan dan satu di belakang.Yang satu adalah bibinya, sementara yang satu lagi adalah sahabat sekaligus pengiring pengantinnya. Sudah pasti mereka tidak akan absen dalam acara makan hari ini.Keduanya melangkah maju untuk memberi salam. Pihak keluarga Karim pun menunjukkan sikap yang sopan dengan mengangguk sebagai balasan.Fiona melirik ke sekeliling ruangan. Dengan begitu banyak orang di tempat ini, dia merasa kurang nyaman untuk bertanya secara langsung. Sebagai gantinya, dia diam-diam melirik Elaine.Elaine memberi anggukan kecil sebelum maju dan bertanya, "Rachel, kenapa kakakmu belum datang?"Rachel mengangkat bahu sedikit dan tersenyum. "Aku juga baru saja menanyakannya pada Ayah."Ibrahim menatap mereka dengan curiga. "Aku nggak nyangka Landon menutupinya dari kalian. Dia sedang menunggu pacarnya
Seperti menyadari tatapannya, Landon menoleh dan tersenyum tipis, lalu merangkulnya."Karena semua sudah datang, ayo kita duduk."Semua orang mengangguk dan mulai mengambil tempat duduk masing-masing.Janice melewati Jason dengan tenang. Saat hendak duduk, dia sempat bingung mana kursi yang seharusnya dia tempati.Sekarang Landon adalah kepala keluarga, jadi status dan posisinya hampir setara dengan Jason. Biasanya, orang-orang yang duduk di dekatnya adalah para tetua yang posisinya diurut sesuai senioritas.Namun, hubungan antara dirinya dan Landon hanya sebatas pacar. Duduk di tempat yang sejajar dengan para tetua rasanya kurang pantas.Saat dia masih ragu, salah satu senior yang datang bersama Ibrahim menunjuk kursi di sebelah Landon. "Janice, duduk saja di sini. Aku terlalu gemuk. Kalau duduk di sana, aku bisa ambil dua tempat sekaligus."Senior itu mengusap perutnya dan tertawa hingga matanya nyaris tak terlihat. Dia tampak sangat ramah.Janice buru-buru menolak, "Nggak perlu, Pam
Semua orang menatap Jason dengan ekspresi tak percaya. Siapa pun tahu bahwa Anwar paling pantang disebut tua.Namun, Jason bukan hanya mengatakannya secara terang-terangan, tetapi juga menyebut bahwa Anwar melantur setelah minum alkohol. Ini sama saja dengan menjatuhkan harga diri Anwar.Wajah Anwar menegang. Saking emosinya, matanya yang biasanya tajam tampak menjadi sedikit buram sesaat. Dia tidak percaya bahwa Jason berani mengatakan hal seperti itu tentang dirinya.Janice pun tidak percaya. Dia tidak mengerti mengapa Jason melakukan hal ini. Dia pun perlahan mengangkat kepalanya. Matanya sedikit bergetar saat melihat jawaban yang sebenarnya.Rachel menggenggam tangan Jason dengan wajah pucat, ekspresinya penuh kekhawatiran, seolah-olah bisa pingsan kapan saja.Keluarga Luthan juga menatap Jason dengan penuh kecurigaan. Jason menelan ludah, lalu akhirnya menatap lurus ke depan dengan ekspresi tenang. Semua orang mengira bahwa dia sedang melihat Landon.Kemudian, dengan suara rendah
"Ibu?"Hari ini, Ivy berpakaian sedikit mencolok, bahkan terkesan terlalu berlebihan.Dia melihat orang-orang yang duduk di dalam ruangan, lalu tiba-tiba berkata, "Janice, mereka nggak mengizinkanku masuk."Janice segera melangkah maju dan menggenggam tangannya, lalu berbisik, "Ibu, kenapa kemari?"Sejak Ivy dan Zachary keluar dari Keluarga Karim, mereka benar-benar telah disingkirkan dan tidak lagi dianggap bagian dari keluarga. Dalam sebagian besar acara, mereka bahkan tidak diberi undangan.Namun, mereka berdua juga tidak keberatan dan lebih menikmati hidup yang bebas. Makanya, Janice tidak mengerti mengapa Ivy tiba-tiba menerobos masuk.Ivy tampak kebingungan. "Bukankah kamu dan Pak Landon yang memanggilku? Katanya Keluarga Luthan ingin makan bersama denganku. Mereka menelepon dengan sangat terburu-buru, jadi aku cuma dandan apa adanya.""Tapi, begitu sampai di sini, pelayan di pintu malah melarangku masuk. Aku sudah berusaha menjelaskan, tapi mereka tetap nggak peduli. Mana mungki
Ivy tidak bisa menahan diri dan segera melangkah ke arah Fiona."Tolong jangan bicara sembarangan. Hubunganku dan Zachary bersih dan terhormat, nggak pernah ada yang namanya merebut suami orang."Begitu melihat Ivy, Fiona langsung tampak ketakutan. "Bu, tolong ... jangan seperti ini. Aku salah, aku nggak akan bicara lagi. Aku nggak seharusnya membocorkan hal ini."Padahal Ivy belum menyentuhnya, tetapi Fiona bertingkah seolah-olah telah dipukul seseorang. Di tengah kepanikan, dia mundur dengan tergesa-gesa dan tanpa sengaja menjatuhkan kursi ke lantai.Kursi kayu ukiran itu berbenturan dengan lantai marmer, menimbulkan suara keras yang mengejutkan semua orang.Janice merasa hatinya bergetar. Dia tahu bahwa makan malam ini sudah pasti tidak akan berjalan dengan lancar.Suasana menjadi hening.Ivy menatap tangannya sendiri dan buru-buru menjelaskan, "Aku ... aku nggak menyentuhnya. Aku hanya ingin dia berhenti bicara sembarangan."Elaine berdiri dan berkata dengan kesal, "Aku menghormati
"Bu Fiona, tolong sebutkan siapa yang memberitahumu hal ini. Memfitnah ibuku saja sudah keterlaluan, apalagi sampai menyeret nama Keluarga Karim.""Kalau sampai ada yang bilang buah jatuh nggak jauh dari pohonnya, gimana Pak Anwar bisa menghadapi orang-orang di luar nanti?"Setiap kali Janice berbicara, dia melangkah lebih dekat ke arah Fiona.Fiona belum pernah melihat Janice seperti ini sebelumnya. Dia gugup dan tanpa sadar mundur, sampai akhirnya menabrak rak pajangan di belakangnya."Ka ... kamu ...." Dia terbata-bata, tetapi tidak tahu harus membalas apa.Sementara itu, Janice masih menunjukkan ekspresi penuh keyakinan. "Bu Fiona, kita ini rekan kerja dan kamu juga sahabat Rachel, jadi aku sangat percaya dengan karaktermu. Aku hanya khawatir kamu nggak sengaja menyinggung Keluarga Karim."Fiona hanya bisa menarik napas dalam-dalam. Tadinya, dia hanya ingin memprovokasi Janice dan Ivy agar mereka malu di hadapan Keluarga Luthan.Namun, sekarang kenapa malah jadi dirinya yang berhad
Fiona bergegas maju, berusaha merebut ponsel dari tangan Janice. Namun, Janice menghindar dengan sigap.Fiona hanya bisa berteriak untuk menghentikannya, "Jangan lapor polisi! Aku ... aku juga hanya mendengar gosip, aku nggak yakin!""Oh, begitu ya? Aku sudah menduga kamu pasti hanya termakan omongan orang lain." Janice menurunkan ponselnya dan mengayunkannya sedikit di tangan. "Kamu beruntung, aku lupa menekan tombol panggil."Saat itu, Fiona sadar bahwa dia telah ditipu oleh Janice. Dia menggigit bibirnya hingga hampir berdarah, tetapi tidak mampu mengatakan sepatah kata pun.Janice menatap Fiona sambil tersenyum. Setelah cukup lama mengenal Fiona, dia tahu gadis ini bukan hanya manja, tetapi juga sok pintar.Elaine mungkin sulit untuk ditaklukkan, tetapi bukan berarti Fiona juga demikian.Setelah masalah ini selesai, Janice mengangkat gelasnya dan memberi salam kepada semua orang, terutama kepada Rachel dan Jason."Maaf, sudah membuat calon mempelai melihat pemandangan yang kurang m
Janice terus memanggil nama Yuri berulang kali.Yuri menutup telinganya dengan frustrasi, nyaris meledak, "Berhenti! Jangan panggil lagi! Aku paling benci namaku!"Setelah masuk sekolah, dia baru menyadari bahwa sejak lahir dia sudah punya seorang adik laki-laki yang tidak terlihat.Janice menatap gadis kecil yang menangis tersedu-sedu itu dan menyerahkan selembar tisu. "Nggak ada yang salah dengan namamu. Kamu adalah kamu. Aku tahu kamu punya banyak impian, jadi jangan biarkan siapamu mengekangmu."Yuri menutupi matanya dengan tisu dan akhirnya menangis keras. Setelah lelah, dia menatap Janice dengan mata yang bengkak dan merah. "Kak, maaf."Janice tersenyum lembut, mengelus kepalanya. Ternyata Yuri masih mengingatnya.Segalanya seperti kembali ke masa lalu. Mereka duduk di bangku taman sambil makan es krim. Saat itu Yuri masih kecil, duduk di samping Janice sambil memanggilnya "kakak".Di kehidupan sebelumnya, setelah Ivy meninggal, Janice benar-benar putus kontak dengan para bibi it
Wajah Jason hanya sejengkal dari wajahnya. Janice menahan napas, tanpa sadar menarik erat syalnya.Agar Jason tidak menyadarinya, Janice mengalihkan pandangan, lalu melilitkan syal itu ke leher Jason dan menunjuk ke kerah bajunya."Masukkan, biar nutupin bagian bajumu yang basah."Jason menunduk, matanya tampak sedikit kecewa. Namun, dia tidak memaksa, hanya memperbaiki penampilannya sendiri.Sesaat kemudian, mereka berdua masuk ke Gedung 2 dan menemukan kelas SMA 3-3. Saat berdiri di dekat jendela, mereka bisa melihat isi kelas dengan jelas.Ada lima enam siswi yang duduk, mengobrol santai dalam kelompok kecil. Hanya satu siswi yang sedang serius mengerjakan lembar soal. Saat menyadari ada orang di luar jendela, dia mendongak melirik sekilas.Tatapan siswi itu bertemu dengan Janice selama dua detik, lalu dia cepat-cepat menunduk lagi, bahkan tangan yang memegang pena tampak bergetar.Saat Janice mengalihkan pandangan ke murid lain, gadis itu menarik dua lembar tisu dan pura-pura pergi
Setelah mengatakan itu, wanita itu mengeluarkan saputangan dari tasnya dan hendak menyeka dada Jason.Namun, Jason langsung menangkis tangan wanita itu, lalu berkata dengan dingin, "Nggak perlu."Setelah tertegun sejenak, wanita itu menggigit bibir dan merapikan rambutnya. "Pak Jason, aku pasti akan ganti rugi. Tapi, bajumu pasti sangat mahal, aku mungkin nggak bisa langsung membayarmu sekarang. Bagaimana kalau kamu berikan aku kontakmu ....""158 ribu." Jason langsung menyela perkataan wanita itu."Hah?" seru wanita itu yang langsung terkejut."Ada obral cuci gudang di ujung jalan, tunai atau transfer?" kata Jason dengan dingin.Saat itu, wanita itu baru mengerti maksud dari perkataan Jason. Ternyata, Jason sudah menyadari niatnya dan sedang menolaknya. Namun, pria di depannya ini adalah Jason. Meskipun hanya pakaian yang dijual di kaki lima, pakaian itu tetap akan terlihat seperti setelah bermerek di tubuh Jason. Dia segera mencari cara lain sambil tetap tersenyum. "Transfer saja, bo
Mendengar suara itu, Janice langsung tersadar kembali dan mendorong pria di depannya. Namun, sebelum dia bisa berdiri dengan tegak, sekelompok siswa kembali mendorongnya sampai dia jatuh ke pelukan Jason.Jason langsung menopang Janice dan berkata dengan pelan, "Kamu yang mulai dulu."Janice menggigit bibirnya dan mencoba melepaskan genggaman Jason, tetapi Jason malah memeluk pinggangnya dengan erat. "Jangan bergerak. Orangnya terlalu banyak di sini, kita keluar dari sini dulu baru bicara lagi."Setelah mengatakan itu, Jason merangkul Janice dan berjalan ke depan.Janice berusaha melepaskan tangan Jason. "Lepaskan aku. Nanti kita akan ketahuan."Namun, Jason tetap tidak melepaskan genggamannya, melainkan menurunkan topi Janice dan menekan kepala Janice ke dadanya. "Ayo pergi."Setelah berusaha melawan sejenak, Janice yang benar-benar tidak bisa melepaskan diri pun akhirnya hanya bisa ikut pergi bersama Jason.Penampilan Jason terlihat sangat tidak ramah, sehingga tidak ada yang berani
Janice berpikir Fenny yang sudah sekarat karena menderita kanker pasti akan berusaha memastikan kehidupan anaknya terjamin.Setelah terdiam cukup lama, Arya yang berada di seberang telepon perlahan-lahan berkata, "Apa yang ingin kamu lakukan?"Janice menjawab dengan jujur, "Ibuku dalam masalah. Anak laki-laki yang terkena leukemia itu adalah putra dari teman ibuku, dia pasti mengetahui sesuatu.""Baiklah, aku akan membantumu mencarinya," balas Arya."Terima kasih," kata Janice, lalu menutup teleponnya.Saat keluar dari apartemen, sebuah taksi kebetulan berhenti tepat di hadapan Janice. Setelah masuk ke dalam taksi, dia berkata pada sopir, "Ke SMA Chendana."Setelah taksi melaju, Janice memandang pemandangan di luar dari jendela. Dia sengaja menelepon Arya untuk mencari putra Fenny karena semua masalah ini terjadi untuk menjebaknya dan Ivy. Sebelum dia terperangkap, semuanya masih belum berakhir.Fenny adalah saksi dalam kasus ini, semua orang pasti akan mencari kelemahannya. Putranya y
Landon bisa melihat perubahan suasana hati Janice. Kebetulan saat itu dia melihat Naura keluar dari dapur sambil membawa segelas air, dia pun berkata, "Kalau begitu, kamu tinggal di rumah Kak Naura dulu untuk sementara ini. Para pengawal akan tetap melindungi kalian di sini.""Ya," jawab Janice sambil menghela napas lega.Setelah menyerahkan air itu ke tangan Janice, Naura berkata sebagai jaminan, "Pak Landon, tenang saja, aku pasti akan menjaga Janice dengan baik.""Maaf merepotkanmu," kata Landon dengan sopan.Setelah mengatakan itu, Landon menerima pesan dari Zion. Setelah membaca pesan itu, dia berkata dengan tenang, "Janice, kamu istirahat dulu. Aku ada urusan lain yang harus segera ditangani."Janice langsung merespons perkataan Landon.Setelah mengantar Landon pergi, Naura langsung membawa Janice ke rumahnya.Beberapa menit kemudian, pengawal yang dikirim Landon mengetuk pintu. "Nona Janice, kalau ada apa-apa, langsung panggil kami saja. Nanti petugas kebersihan juga akan datang
Janice yang dalam keadaan putus asa ditemani Landon untuk kembali ke apartemen. Saat pintu lift terbuka, bau yang menyengat membuatnya yang sensitif terhadap bau karena hamil langsung terbatuk-batuk.Landon segera berdiri di depan Janice untuk melindunginya dari bau, lalu keluar dari lift terlebih dahulu.Namun, pada detik berikutnya, terdengar suara dari Naura. "Pak Landon? Mana Janice?"Janice segera menutupi hidung dan mulutnya dengan lengan bajunya, lalu keluar dari lift. Namun, sebelum sempat berbicara dengan Naura, dia tertegun karena melihat pemandangan di depan matanya. Pintu rumahnya disiram cat merah dan tertulis kata untuk membayar utang di dindingnya. Cat di tulisannya menetes seperti darah karena masih belum kering, terlihat sangat mengerikan.Naura yang apartemennya juga terkena imbasnya pun menggulung lengan bajunya dan memakai masker, lalu membersihkan cat dari dinding dengan alkohol seperti yang dipelajarinya dari internet. Bau cat bercampur dengan alkohol membuat loro
Janice menyadari orang di dalam ruangan itu adalah Fenny yang duduk dengan tenang dan riasannya tetap terlihat muda serta anggun seperti saat meninggalkan Kota Pakisa. Namun, entah mengapa dia merasa orang ini terkesan berbeda dengan Fenny di ingatannya yang sangat pandai berbicara.Mungkin karena menyadari ada yang sedang memperhatikannya, Janice melihat Fenny mengangkat kepala dan menatapnya yang berada di luar pintu. Tatapan Fenny terlihat sangat kelelahan dan tidak bersemangat untuk mencari banyak uang seperti yang pernah diceritakan Ivy. Padahal Ivy pernah bergaul dengan banyak ibu-ibu kaya, tidak mungkin mudah ditipu ekspresi Fenny yang seperti ini.Saat Janice hendak memperhatikan Fenny dengan lebih jelas, polisi itu langsung menutup pintu. Dia pun hanya bisa segera menyusul Zachary. "Paman, tunggu sebentar.""Kenapa?" tanya Zachary yang agak tergesa-gesa."Paman, bisakah kamu menyelidiki Bibi Fenny ini? Maksudku, kehidupannya sebelum dia kembali ke Kota Pakisa," kata Janice. Di
Ivy merasa agak emosional, sedangkan ekspresi Janice dan Zachary menjadi jauh lebih muram.Saat itu, Janice akhirnya mengerti mengapa Kristin berani menuduh Ivy menipu uang mereka di hadapan polisi karena tidak ada bukti yang jelas apakah yang itu diminta atau diberi. Selain itu, Fenny sudah menyerahkan diri dan mengakui kesalahan, sehingga Ivy terkesan seperti dalangnya. Sementara itu, bukan hanya tidak menyadari hal itu, Ivy juga tidak mampu membantah.Namun, Janice bertanya-tanya mengapa Kristin dan Fenny harus melakukan ini? Dia pun melirik Zachary dan terlihat jelas Zachary juga memiliki pemikiran yang sama dengannya.Setelah menenangkan Ivy terlebih dahulu, Zachary baru bertanya dengan nada lembut, "Kenapa Fenny bisa menghubungimu?"Ivy perlahan-lahan merasa tenang setelah mendengar nada bicara Zachary, lalu mencoba mengingat kembali saat pertama kalinya dia bertemu dengan Fenny. "Saat itu aku ikut acara minum teh sore yang diadakan Nyonya Linda, kebetulan dia ada janji dengan pe