Janice menundukkan kepala dan menatap tisu yang diremas di tangannya, lalu berkata dengan ambigu, "Kalau kali ini aku nggak bisa membantu ibuku, dia pasti dalam bahaya besar. Jadi, kamu dan Bu Elaine ...."Setelah mengatakan itu, Janice berhenti sejenak karena tidak sanggup melanjutkan perkataannya. Bagaimanapun juga, Zachary sudah menyatakan perasaannya di depan publik, Zachary tidak mungkin bisa bersama Elaine yang sudah menyakiti Ivy.Namun, adegan pernikahan Zachary dan Elaine di kehidupan sebelumnya terus menghantui pikiran Janice. Dia tetap tidak mengerti mengapa pria yang sangat mencintai Ivy bisa begitu cepat menikah dengan Elaine saat jasad Ivy masih belum lama terkubur. Meskipun biasanya terlihat lembut, Zachary bisa langsung mengerti maksud di balik perkataannya."Kamu pikir aku akan melupakan ibumu dan hidup tenang bersama Elaine?" kata Zachary.Janice merespons dengan pelan karena mengingat kedua orang ini memang pernah memiliki perasaan sebelumnya. Jika Zachary melunak da
"Pak Landon?" panggil Janice sambil mengangkat kepala dan menatap pria yang baru saja masuk ke dalam ruangan itu.Landon memegang sebuah termos di tangannya. Saat melihat kotak makanan di atas meja, dia tersenyum dan berkata, "Sepertinya ada orang yang berpikiran sama denganku."Namun, tak disangka, Zachary langsung mengangkat kotak makanan yang dibawanya dan berkata, "Pak Landon, aku hanya datang untuk menjenguk Janice. Ini adalah makanan yang aku siapkan untuk ibunya. Kamu datang tepat waktunya."Janice tertegun sejenak, lalu membelalakkan matanya sebagai isyarat agar Zachary tidak salah paham.Zachary hanya tersenyum dan berkata, "Aku pergi dulu, kalian ngobrol saja."Namun, sebelum Janice sempat berbicara, Zachary sudah membawa barang-barangnya dan pergi. Dia pun menatap Landon dengan canggung dan berkata, "Maaf, kamu ... baik-baik saja, 'kan?"Janice menyadari Landon masih mengenakan pakaian pasien di balik mantelnya. Air laut sangat dingin, orang biasa tidak akan sanggup menahann
Janice yang tidak bisa menahan diri pun langsung tertawa.Melihat Janice tertawa, Landon juga ikut tertawa sambil menyerahkan susu yang sudah ditusuk dengan sedotan ke tangannya.Jason yang sudah berdiri di luar pintu sejak tadi pun melirik ke arah Norman.Norman berdiri dengan ekspresi serius dan berkata dengan pelan, "Dia pantas menerimanya."Jason tidak mengatakan apa-apa. Dia hanya memiringkan tubuhnya dan menatap ke arah Janice yang berada di dalam ruangan.Namun, dia malah melihat Janice menatap Landon dengan mata yang jernih, Landon benar-benar sudah masuk ke hati Janice. Meskipun tidak langsung menerima pernyataan cinta Landon, Janice juga tidak menolak dan bahkan membiarkan Landon mencium tangannya.Pada saat itu, Jason baru tahu ternyata begini rasanya disingkirkan dari hati seseorang. Jelas-jelas jarak mereka begitu dekat, tetapi dia merasa pahit sampai dadanya terasa sesak.Dia hanya merasakan perasaan ini sekali saja, tetapi dia sudah membuat Janice merasakan hal ini berka
Fiona tidak langsung memberi tahu Janice di mana letak restorannya, hanya mengatakan dia ingin memberikan kejutan untuk semua orang.Lagi pula, Janice memang sudah bersiap untuk mengeluarkan banyak uang. Oleh karena itu, dia pun tidak banyak bertanya. Namun, saat menjelang waktu pulang kerja, dia menerima undangan dari Landon.[ Nanti aku akan menjemputmu. ][ Nggak usah. Berkat kamu, aku harus mengeluarkan bonus besarku untuk traktir rekan-rekanku. Tapi kamu malah traktir pemeran utamanya, nggak masuk akal, 'kan? Besok aku libur, aku masak untukmu saja. ]Janice mengetik dengan sangat cepat dan langsung mengirimnya dengan tanpa ragu.Sejak mengikuti saran dari Zachary, Janice pun menerima perasaan Landon dengan tenang. Meskipun mereka belum resmi bersama, keduanya mulai saling memahami dan sering berinteraksi. Seperti orang lain pada umumnya, mereka mengobrol dan kadang makan bersama. Hari-hari seperti ini terlihat tenang, tetapi dia merasa sangat nyaman.Di layar ponsel Janice, terli
Namun, Janice ingat Zachary pernah berkata Jason sangat tekun belajar saat berada di luar negeri dan bahkan banyak mata kuliah yang diselesaikan lebih cepat dari jadwalnya. Kalau begitu, kenapa Jason bisa punya banyak waktu untuk menggoda wanita?....Di Restoran Ivy Garden.Saat Janice dan Fiona memasuki ruangan pribadi, rekan kerja lainnya sudah duduk di sana terlebih dahulu."Janice, Fiona, ayo cepat duduk. Kenapa kalian lama sekali?"Mendengar pertanyaan rekan kerja lainnya, ekspresi Fiona menjadi muram karena merasa malu.Janice malah menjelaskan, "Nona Fiona baru kembali dari luar negeri, jadi masih belum terlalu familier dengan jalanan."Para rekan kerja tidak terlalu memikirkan hal ini. Mereka hanya menghiburnya, "Nanti juga terbiasa. Ayo cepat pesan makanan. Kami sudah kelaparan sekali."Janice menerima menu makanan itu sambil tersenyum, tetapi Fiona langsung duduk dan berbisik untuk memperingatkan, "Jangan pikir aku akan berterima kasih padamu. Aku paling benci sama wanita re
"Sengaja menuduhmu? Kalau begitu, kamu mau bagaimana menggantinya?" tanya Jason sambil menatap Janice dan tidak bergerak sedikit pun. Ekspresinya tetap dingin, tetapi tatapannya penuh dengan emosi.Janice mengabaikan tatapan Jason dan berkata dengan tenang, "Berapa harga tongkatmu? Kirimkan tagihannya padaku, aku akan menggantinya. Aku masih ada urusan, aku pergi dulu."Setelah berkata demikian, Janice mendorong lengan Jason yang menghalanginya dan bersiap untuk pergi.Jason tidak menghalangi Janice dan hanya mendengus. Tangannya yang bertumpu pada pilar terkepal erat. Tubuhnya yang tegak pun membungkuk, seolah-olah menahan rasa sakit yang luar biasa.Janice refleks mengangkat tangannya saat melihat kondisi Jason, tetapi dia kembali menahan diri dan memaksa dirinya berbalik.Namun, saat Janice baru saja melangkah, Jason langsung meraih pergelangan tangan Janice. Tubuhnya langsung menekan punggung Janice, sehingga napasnya bisa terasa jelas di telinga Janice. "Jangan pergi."Janice lang
"Minumlah."Saat menghidangkan teh ke hadapan Jason, Janice baru menyadari apa yang sudah dilakukannya. Dia berusaha menekan emosinya dan segera menjelaskan, "Aku hanya takut kamu membuat keributan dan menarik perhatian orang di luar."Setelah menatap wajah Janice selama beberapa detik, Jason mengambil cangkir itu dan berkata dengan pelan, "Memangnya aku nanya?"Janice menggigit bibirnya, lalu segera berdiri dan hendak pergi.Namun, Jason segera meraih pergelangan tangan Janice dengan tatapan muram dan berkata dengan nada datar, "Temani aku duduk dan minum teh sebentar."Janice menarik tangannya dengan tegas dan berkata dengan dingin, "Lepaskan aku. Lebih baik nggak. Kalau sampai terlihat orang lain, pasti akan berdampak bagi reputasi Pak Jason."Jason hanya menatap Janice dan tertawa, tetapi dia menurunkan kembali tangannya yang sudah terangkat.Janice berjalan ke pintu dan mencoba untuk membukanya, tetapi setelah ditarik beberapa kali pun pintu tetap tidak terbuka. Seolah-olah tering
"Apa aku harus kenal dia?" Jason mengangkat cangkir tehnya dan menyesapnya sedikit untuk meredam rasa tidak nyaman di tubuhnya."Dia ... rekan kerja baru. Dia sengaja minta aku datang ke sini untuk mentraktir," jawab Janice sambil melirik ke arah pintu.Jangan-jangan pintu ini dikunci Fiona?Jason menangkap maksudnya dan berkata dengan suara dalam, "Kalian pernah ada masalah sebelumnya.""Memangnya aku bisa bilang aku nggak tahu?"Janice masih merasa semua ini sangat aneh. Jason memutar cincin giok di jarinya, alisnya sedikit berkerut. "Orang yang mengunci pintu ini pasti tahu kita ada di sini."Mendengar hal itu, Janice langsung tersadar. Dia mengulurkan tangannya ke arah Jason. "Ponsel.""Kena tumpahan anggur, jadi rusak," jawab Jason."Pas sekali, ya?" Janice merasa ini terlalu kebetulan."Kalau begitu, mau coba geledah aku?" Jason mengangkat kedua tangannya.Di bawah cahaya lampu, cincin giok merah di jarinya terlihat mencolok, begitu juga cincin kawin di jari tengahnya. Janice men
Janice terus memanggil nama Yuri berulang kali.Yuri menutup telinganya dengan frustrasi, nyaris meledak, "Berhenti! Jangan panggil lagi! Aku paling benci namaku!"Setelah masuk sekolah, dia baru menyadari bahwa sejak lahir dia sudah punya seorang adik laki-laki yang tidak terlihat.Janice menatap gadis kecil yang menangis tersedu-sedu itu dan menyerahkan selembar tisu. "Nggak ada yang salah dengan namamu. Kamu adalah kamu. Aku tahu kamu punya banyak impian, jadi jangan biarkan siapamu mengekangmu."Yuri menutupi matanya dengan tisu dan akhirnya menangis keras. Setelah lelah, dia menatap Janice dengan mata yang bengkak dan merah. "Kak, maaf."Janice tersenyum lembut, mengelus kepalanya. Ternyata Yuri masih mengingatnya.Segalanya seperti kembali ke masa lalu. Mereka duduk di bangku taman sambil makan es krim. Saat itu Yuri masih kecil, duduk di samping Janice sambil memanggilnya "kakak".Di kehidupan sebelumnya, setelah Ivy meninggal, Janice benar-benar putus kontak dengan para bibi it
Wajah Jason hanya sejengkal dari wajahnya. Janice menahan napas, tanpa sadar menarik erat syalnya.Agar Jason tidak menyadarinya, Janice mengalihkan pandangan, lalu melilitkan syal itu ke leher Jason dan menunjuk ke kerah bajunya."Masukkan, biar nutupin bagian bajumu yang basah."Jason menunduk, matanya tampak sedikit kecewa. Namun, dia tidak memaksa, hanya memperbaiki penampilannya sendiri.Sesaat kemudian, mereka berdua masuk ke Gedung 2 dan menemukan kelas SMA 3-3. Saat berdiri di dekat jendela, mereka bisa melihat isi kelas dengan jelas.Ada lima enam siswi yang duduk, mengobrol santai dalam kelompok kecil. Hanya satu siswi yang sedang serius mengerjakan lembar soal. Saat menyadari ada orang di luar jendela, dia mendongak melirik sekilas.Tatapan siswi itu bertemu dengan Janice selama dua detik, lalu dia cepat-cepat menunduk lagi, bahkan tangan yang memegang pena tampak bergetar.Saat Janice mengalihkan pandangan ke murid lain, gadis itu menarik dua lembar tisu dan pura-pura pergi
Setelah mengatakan itu, wanita itu mengeluarkan saputangan dari tasnya dan hendak menyeka dada Jason.Namun, Jason langsung menangkis tangan wanita itu, lalu berkata dengan dingin, "Nggak perlu."Setelah tertegun sejenak, wanita itu menggigit bibir dan merapikan rambutnya. "Pak Jason, aku pasti akan ganti rugi. Tapi, bajumu pasti sangat mahal, aku mungkin nggak bisa langsung membayarmu sekarang. Bagaimana kalau kamu berikan aku kontakmu ....""158 ribu." Jason langsung menyela perkataan wanita itu."Hah?" seru wanita itu yang langsung terkejut."Ada obral cuci gudang di ujung jalan, tunai atau transfer?" kata Jason dengan dingin.Saat itu, wanita itu baru mengerti maksud dari perkataan Jason. Ternyata, Jason sudah menyadari niatnya dan sedang menolaknya. Namun, pria di depannya ini adalah Jason. Meskipun hanya pakaian yang dijual di kaki lima, pakaian itu tetap akan terlihat seperti setelah bermerek di tubuh Jason. Dia segera mencari cara lain sambil tetap tersenyum. "Transfer saja, bo
Mendengar suara itu, Janice langsung tersadar kembali dan mendorong pria di depannya. Namun, sebelum dia bisa berdiri dengan tegak, sekelompok siswa kembali mendorongnya sampai dia jatuh ke pelukan Jason.Jason langsung menopang Janice dan berkata dengan pelan, "Kamu yang mulai dulu."Janice menggigit bibirnya dan mencoba melepaskan genggaman Jason, tetapi Jason malah memeluk pinggangnya dengan erat. "Jangan bergerak. Orangnya terlalu banyak di sini, kita keluar dari sini dulu baru bicara lagi."Setelah mengatakan itu, Jason merangkul Janice dan berjalan ke depan.Janice berusaha melepaskan tangan Jason. "Lepaskan aku. Nanti kita akan ketahuan."Namun, Jason tetap tidak melepaskan genggamannya, melainkan menurunkan topi Janice dan menekan kepala Janice ke dadanya. "Ayo pergi."Setelah berusaha melawan sejenak, Janice yang benar-benar tidak bisa melepaskan diri pun akhirnya hanya bisa ikut pergi bersama Jason.Penampilan Jason terlihat sangat tidak ramah, sehingga tidak ada yang berani
Janice berpikir Fenny yang sudah sekarat karena menderita kanker pasti akan berusaha memastikan kehidupan anaknya terjamin.Setelah terdiam cukup lama, Arya yang berada di seberang telepon perlahan-lahan berkata, "Apa yang ingin kamu lakukan?"Janice menjawab dengan jujur, "Ibuku dalam masalah. Anak laki-laki yang terkena leukemia itu adalah putra dari teman ibuku, dia pasti mengetahui sesuatu.""Baiklah, aku akan membantumu mencarinya," balas Arya."Terima kasih," kata Janice, lalu menutup teleponnya.Saat keluar dari apartemen, sebuah taksi kebetulan berhenti tepat di hadapan Janice. Setelah masuk ke dalam taksi, dia berkata pada sopir, "Ke SMA Chendana."Setelah taksi melaju, Janice memandang pemandangan di luar dari jendela. Dia sengaja menelepon Arya untuk mencari putra Fenny karena semua masalah ini terjadi untuk menjebaknya dan Ivy. Sebelum dia terperangkap, semuanya masih belum berakhir.Fenny adalah saksi dalam kasus ini, semua orang pasti akan mencari kelemahannya. Putranya y
Landon bisa melihat perubahan suasana hati Janice. Kebetulan saat itu dia melihat Naura keluar dari dapur sambil membawa segelas air, dia pun berkata, "Kalau begitu, kamu tinggal di rumah Kak Naura dulu untuk sementara ini. Para pengawal akan tetap melindungi kalian di sini.""Ya," jawab Janice sambil menghela napas lega.Setelah menyerahkan air itu ke tangan Janice, Naura berkata sebagai jaminan, "Pak Landon, tenang saja, aku pasti akan menjaga Janice dengan baik.""Maaf merepotkanmu," kata Landon dengan sopan.Setelah mengatakan itu, Landon menerima pesan dari Zion. Setelah membaca pesan itu, dia berkata dengan tenang, "Janice, kamu istirahat dulu. Aku ada urusan lain yang harus segera ditangani."Janice langsung merespons perkataan Landon.Setelah mengantar Landon pergi, Naura langsung membawa Janice ke rumahnya.Beberapa menit kemudian, pengawal yang dikirim Landon mengetuk pintu. "Nona Janice, kalau ada apa-apa, langsung panggil kami saja. Nanti petugas kebersihan juga akan datang
Janice yang dalam keadaan putus asa ditemani Landon untuk kembali ke apartemen. Saat pintu lift terbuka, bau yang menyengat membuatnya yang sensitif terhadap bau karena hamil langsung terbatuk-batuk.Landon segera berdiri di depan Janice untuk melindunginya dari bau, lalu keluar dari lift terlebih dahulu.Namun, pada detik berikutnya, terdengar suara dari Naura. "Pak Landon? Mana Janice?"Janice segera menutupi hidung dan mulutnya dengan lengan bajunya, lalu keluar dari lift. Namun, sebelum sempat berbicara dengan Naura, dia tertegun karena melihat pemandangan di depan matanya. Pintu rumahnya disiram cat merah dan tertulis kata untuk membayar utang di dindingnya. Cat di tulisannya menetes seperti darah karena masih belum kering, terlihat sangat mengerikan.Naura yang apartemennya juga terkena imbasnya pun menggulung lengan bajunya dan memakai masker, lalu membersihkan cat dari dinding dengan alkohol seperti yang dipelajarinya dari internet. Bau cat bercampur dengan alkohol membuat loro
Janice menyadari orang di dalam ruangan itu adalah Fenny yang duduk dengan tenang dan riasannya tetap terlihat muda serta anggun seperti saat meninggalkan Kota Pakisa. Namun, entah mengapa dia merasa orang ini terkesan berbeda dengan Fenny di ingatannya yang sangat pandai berbicara.Mungkin karena menyadari ada yang sedang memperhatikannya, Janice melihat Fenny mengangkat kepala dan menatapnya yang berada di luar pintu. Tatapan Fenny terlihat sangat kelelahan dan tidak bersemangat untuk mencari banyak uang seperti yang pernah diceritakan Ivy. Padahal Ivy pernah bergaul dengan banyak ibu-ibu kaya, tidak mungkin mudah ditipu ekspresi Fenny yang seperti ini.Saat Janice hendak memperhatikan Fenny dengan lebih jelas, polisi itu langsung menutup pintu. Dia pun hanya bisa segera menyusul Zachary. "Paman, tunggu sebentar.""Kenapa?" tanya Zachary yang agak tergesa-gesa."Paman, bisakah kamu menyelidiki Bibi Fenny ini? Maksudku, kehidupannya sebelum dia kembali ke Kota Pakisa," kata Janice. Di
Ivy merasa agak emosional, sedangkan ekspresi Janice dan Zachary menjadi jauh lebih muram.Saat itu, Janice akhirnya mengerti mengapa Kristin berani menuduh Ivy menipu uang mereka di hadapan polisi karena tidak ada bukti yang jelas apakah yang itu diminta atau diberi. Selain itu, Fenny sudah menyerahkan diri dan mengakui kesalahan, sehingga Ivy terkesan seperti dalangnya. Sementara itu, bukan hanya tidak menyadari hal itu, Ivy juga tidak mampu membantah.Namun, Janice bertanya-tanya mengapa Kristin dan Fenny harus melakukan ini? Dia pun melirik Zachary dan terlihat jelas Zachary juga memiliki pemikiran yang sama dengannya.Setelah menenangkan Ivy terlebih dahulu, Zachary baru bertanya dengan nada lembut, "Kenapa Fenny bisa menghubungimu?"Ivy perlahan-lahan merasa tenang setelah mendengar nada bicara Zachary, lalu mencoba mengingat kembali saat pertama kalinya dia bertemu dengan Fenny. "Saat itu aku ikut acara minum teh sore yang diadakan Nyonya Linda, kebetulan dia ada janji dengan pe