Hanya Janice yang tahu. Vega adalah putri terbaik di dunia. Setelah Vega menjadi pengertian, setiap ulang tahun Vega, Janice selalu berharap Vega senang dan bahagia.Vega selalu bilang, "Mama, ke depannya jangan menangis lagi ya?" Dia juga berkata, "Mama, anak orang lain biasanya dibantu papanya untuk pakai mahkota."Kemudian, Vega mengerti bahwa ayahnya tidak menyukainya. Jadi, dia mengatakan bahwa dirinya akan lebih cantik jika ibunya yang bantu pakaikan.Memikirkan hal ini, mata Janice seketika memerah. Akan tetapi, dia sudah berjanji kepada Vega tidak akan menangis lagi. Pada akhirnya, dia menahan tangisnya.Janice mengangkat tangan untuk menyentuh mahkota di kepalanya, lalu sedikit melihat ke atas. Dia membatin, 'Vega, Mama sudah membuatkan mahkota untukmu. Kamu suka nggak?'Tanpa memikirkan kejadian sebelumnya, Amanda sangat mengagumi kemampuan Janice. Desain dan idenya lebih inovatif daripada Vania. Karya Vania juga sangat bagus. Sayangnya, hanya ada satu kekurangan, yaitu cinci
Setelah beberapa saat, Amanda bertutur, "Lanjutkan kompetisinya."Pembawa acara segera berkata, "Kalian berdua silakan istirahat dulu. Mari kita sambut peserta selanjutnya untuk maju."Janice turun dari panggung sambil tersenyum. Vania yang ada di belakang menyusulnya. Dia bertanya, "Kamu sudah tahu dari awal, 'kan?""Vania, apa yang kamu katakan? Kenapa aku nggak mengerti? Bukannya itu karyamu? Apa yang bisa aku tahu?" balas Janice yang pura-pura bingung.Vania melihat ke sekeliling, lalu bertanya dengan memelankan suaranya, "Kenapa kalungnya bisa putus?"Janice tersenyum tipis sembari menimpali, "Setelah curi desain sampelku, kamu nggak tahu cara mengubah data? Menyalin pun bisa salah?"Selesai berbicara, Janice berbalik dan pergi. Setelah berjalan dua langkah, dia berhenti dan melirik Vania sambil mengingatkan, "Saat kamu dapat desainnya, Jason nggak memberitahumu jangan menambahkan hal yang nggak perlu? Cincinmu benar-benar jelek.""Janice!" teriak Vania. Dia sangat kesal sampai ci
Janice menatap penonton dengan ekspresi datar. Dia menerima piala yang berat.Janice merasa seolah-olah ada tangan tak kasat mata yang mencekik lehernya. Rasa sesak itu seperti sedang memberitahunya betapa sulitnya untuk melarikan diri dari takdir, terutama saat berhadapan dengan lawan yang memiliki pendukung.Sesaat kemudian, Janice menggenggam piala dengan erat. Di kehidupan lampau, dia sama sekali tidak memenuhi kualifikasi untuk mengikuti kompetisi. Di kehidupan ini, dia bisa mengancam posisi Vania dan meraih piala.Setidaknya takdir yang menyebalkan sudah berubah. Suatu hari nanti, takdir akan berjalan sesuai keinginannya.Janice menengadah dan tersenyum kepada penonton dan pemilik mata gelap, yaitu Jason. Tidak akan ada yang bisa menjatuhkannya lagi, kecuali dia jatuh sendiri.Di bawah panggung. Norman berjalan ke sisi Jason. Dia sedikit membungkuk dan melaporkan, "Pak Jason, sudah beres.""Hm," sahut Jason. Pria ini mengangkat cangkir teh sembari bertatapan dengan Janice. Dia me
Herisa belum tentu ingin mendekati Jason. Akan tetapi, jika dia bisa berfoto dengan posisi di samping Jason, fotonya pasti akan viral di internet. Dengan begitu, dia juga akan mendapatkan ketenaran.Orang harus memikirkan diri sendiri karena dunia tidak akan berbelas kasihan. Herisa tidak salah.Janice memberikan jalan kepada Herisa. Dia berkata sambil tersenyum, "Kamu ke sana saja. Gaun yang kamu pakai hari ini bernuansa gelap. Terlihat sangat bagus kalau berfoto di samping Jason."Janice bahkan sudah menyiapkan alasan. Herisa tertegun. Setelah mengucapkan terima kasih, dia berjalan ke sisi Jason. Janice berdiri di paling pinggir.Ketika semua orang sedang berpose, Jason menghalangi kamera. Dia berkomentar, "Seharusnya peserta berdiri di tengah."Selesai berbicara, Jason menepis tangan Vania dan berjalan ke paling pinggir, tepatnya di sebelah Janice.Janice secara refleks hendak menghindari Jason, tetapi ada sebuah tangan yang memegang punggungnya. Sentuhan lembut telapak tangan itu m
Kejadian ini memang di luar dugaan Janice. Vania benar-benar bisa melakukan apa pun untuk menekannya. Vania tahu jelas siapa yang menyalin. Sekarang, bisa-bisanya Vania menuduhnya plagiat.Penggunaan kata inspirasi benar-benar bagus. Wartawan itu juga mengingatkan semua orang bahwa Janice telah melihat sketsa desain Vania sebelumnya.Jika Janice mengaku dirinya terinspirasi dari desain Vania, itu berarti dia mengakui Vania lebih hebat darinya, sampai harus meniru karya Vania untuk ikut kompetisi. Jika tidak mengaku, Janice akan dikatakan keras kepala dan memenangkan juara kedua dengan tidak terhormat.Vania berusaha mencairkan suasana dengan berkata, "Semuanya jangan bicara seperti itu. Aku merasa terhormat kalau Janice mendapatkan inspirasi dari desainku."Kemudian, Vania berujar dengan ekspresi sedih, "Tapi, kali ini aku menambahkan elemen matahari ke dalam karyaku. Alasannya karena aku menganggap Jason sebagai matahari. Cahaya yang dia pancarkan membuat segalanya menjadi indah.""Ka
"Jangan bergerak," bisik Yoshua."Ada apa?" tanya Janice dengan heran."Ada pita di kepalamu. Biar aku bantu mengambilnya," jawab Yoshua. Dia membelai rambut Janice dengan lembut. Begitu melihat tatapan Janice berubah, Yoshua mendekat untuk mencium rambutnya.Ketika merasakan Yoshua mendekat, wajah Janice memerah. Dia menutupi kepalanya dengan satu tangan sembari bertutur, "A ... aku lupa mencuci rambutku. Apa baunya sangat aneh?"Yoshua tersenyum seraya membalas, "Nggak kok. Sangat wangi.""Kak, kamu benar-benar pandai bercanda," kata Janice dengan malu."Ayo, mobilku ada di pintu samping," seru Yoshua."Hm," sahut Janice.Janice dan Yoshua berjalan berdampingan. Janice tanpa sadar menyentuh rambutnya. Gerakan kecil ini hanya dia lakukan saat malu-malu.Ketika melihat pemandangan ini, Jason menggertakkan giginya. Aura di sekujur tubuhnya begitu menakutkan. Dia menoleh untuk menyalakan rokok. Setelah mengisapnya, dia berbalik dengan perlahan.Di koridor, panitia ditangkap oleh Norman d
Di restoran, Janice menyadari bahwa semua hidangan yang disajikan pelayan adalah favoritnya. Dia berkata dengan nada terharu pada Yoshua, "Kak, nggak kusangka kamu masih ingat."Sambil memberikan Janice semangkuk sup iga, Yoshua tersenyum dan menyahut, "Ingat, dong. Aku tahu kalau kamu sebenarnya tukang makan, hanya saja kamu nggak berani makan banyak di rumah."Janice memandang sup iga yang masih panas itu dengan perasaan sentimental. Dia tidak bisa menahan diri untuk mendongak dan menatap sendu pria berhati lembut dan perhatian di depannya.Akhir cerita Yoshua terlalu tragis. Dia kehilangan segalanya dan diasingkan ke negeri yang jauh tanpa ada harapan untuk kembali. Bahkan Tracy pun ditolak saat ingin pulang kampung sebelum meninggal.Semua itu karena Jason. Betapa kejam dan tidak berperasaannya pria itu.Di kehidupan sebelumnya, Janice dikontrol dengan ketat oleh Jason. Jadi, dia tidak tahu banyak. Dia hanya tidak sengaja mendengar hal ini ketika melewati pintu ruang kerja Jason.L
Jason memanfaatkan kepolosan Janice sebagai tameng. Setelah satu malam panas di kehidupan sebelumnya, pria itu juga menggunakannya untuk menangkal rumor.Jason menggunakan kerja keras Janice untuk memuluskan jalan Vania. Sekarang dia kembali melakukan hal yang sama.Hilang sudah nafsu makan Janice. Dia menaruh ponselnya dengan lemah dan berbalik memandang ke luar jendela. Dadanya terasa sesak.Yoshua yang duduk di depannya mengernyit dan bertanya, "Kenapa? Kok wajahmu masam sekali?""Nggak ada apa-apa. Aku sudah kenyang," sahut Janice sambil minum untuk menenangkan emosinya. Masalah ini tidak berkaitan dengan Yoshua, dia tidak ingin melibatkannya.Yoshua menatap Janice dengan lembut, lalu mengulurkan tangannya ke arah gadis itu sambil berkata, "Sudah sebesar ini, makanmu masih berantakan.""Hah?" Sebelum Janice sempat menanyakan maksudnya, tangan Yoshua sudah menyeka sudut bibirnya dengan lembut. Dia terkejut dan refleks menghindar."Bi ... biar aku yang lap sendiri," ucap Janice."Sud
Melihat Marco yang semakin mendekat, Janice berusaha keras untuk meronta. Namun, tubuhnya tetap tak dapat digerakkan. Bahkan ketika dia mencoba menjatuhkan dirinya dari kursi, tubuhnya tetap tak bergeser sedikit pun.Tanpa tergesa-gesa, Marco berhenti di depannya, lalu berjongkok. Dia mengulurkan tangan dan menyentuh wajah serta punggung Janice dengan penuh kesadaran."Benar-benar kulit yang sempurna. Nggak heran hargamu jauh lebih mahal daripada yang lain. Tenang saja, aku akan berhati-hati."Kulit?Janice terkejut dan matanya membelalak. Dengan susah payah, dia membuka mulut dan tergagap, "Ku ... kulit apa? Ha ... harga apa?"Setelah mengatakan itu, rasanya dia telah menghabiskan seluruh tenaganya. Tubuhnya langsung terkulai di lantai, tak mampu bergerak lagi.Mendengar pertanyaannya, Marco sepertinya teringat sesuatu yang membuatnya semakin bersemangat. Tangannya bergerak dengan gelisah, sulit menahan kegembiraannya. Tiba-tiba, dia membungkuk lebih dekat ke Janice, dengan senyum yan
Perasaan di dalam tubuh Janice seperti roller coaster. Dia tahu perumpamaan itu tidak masuk akal, tetapi pikirannya terus berpikir seperti itu. Sensasi itu terasa nyaman sekaligus aneh.Marco menatap Janice dengan saksama, lalu berkata, "Apakah rasanya menyenangkan? Nyaman, bukan? Kamu jauh lebih sesuai dengan kriteriaku dibandingkan yang ada di foto."Foto?Kriteria?Apa maksudnya?Janice tidak punya waktu untuk berpikir lebih jauh. Dia hanya melihat Marco membuka tas yang sudah diletakkan sebelumnya di ruangan itu dengan puas.Ketika Janice melihat isi tas tersebut, rasa takut menyelimutinya. Dia berusaha keras untuk melawan, tetapi tubuhnya tetap sulit dikendalikan. Sementara itu, Marco mendekatinya dengan senyum lebar dan membawa barang-barang dari dalam tasnya.....Di ruang jamuanAcara penyambutan Jason diatur oleh saudara sepupu Anwar yang juga merupakan penanggung jawab tambang saat ini. Menurut urutan keluarga, Jason harus memanggil mereka sebagai paman kelima dan keenam.Beg
Tempat jamuan makan dipindahkan ke sebuah restoran yang lebih mewah, dengan tingkat privasi yang jauh lebih baik. Begitu memasuki ruangan, suasana mewah tersebut langsung terasa.Di dalam ruang privat, sebuah meja panjang dihias dengan sangat elegan dan berkelas.Amanda masuk terlebih dulu untuk menyapa beberapa tamu asing dengan mencium pipi, lalu duduk dengan sopan dan ramah.Janice mengikutinya dengan tenang dari belakang. Namun, baru berjalan beberapa langkah, seorang pria tinggi tiba-tiba muncul dan mengadang jalannya."Hai, Nona," sapa pria itu.Mendengar suara itu, Janice mengangkat pandangannya dan terkejut melihat salah satu desainer favoritnya.Marco.Namanya sangat tradisional dan umum di Idali. Namun, desain-desainnya terkenal karena inovasi dan daya tariknya yang kuat. Kabarnya, semua karya Marco terinspirasi oleh "dewi inspirasi"-nya, yang menunjukkan bahwa dia adalah seseorang yang setia dalam masalah perasaan.Janice merasa terhormat disapa oleh Marco. Saat dia bersiap
Anwar mengangkat pandangannya, dan tatapannya sudah mengatakan segalanya. Pelayan itu tertegun sejenak, lalu segera menunduk dan menyanggupi perintahnya.....Sore hariJanice mengganti pakaiannya dengan sesuatu yang lebih sederhana dan sopan, riasannya juga sangat tipis, membuat penampilannya tampak rendah hati dan bersih.Bagaimanapun, dia hanya karyawan Amanda. Janice tidak ingin mencuri perhatian. Saat hendak berangkat, notifikasi di ponselnya menunjukkan sebuah topik yang sedang trending.[ Jason dan Vania menghabiskan sore yang penuh cinta.]Hanya dari judulnya, Janice sudah tahu isi beritanya. Dia memilih untuk mengabaikan notifikasi itu, lalu mengenakan sepatu hak tinggi dengan tenang dan keluar dari kamar.Baru saja masuk ke dalam lift, dia bertemu dengan Amanda. Amanda mengenakan jumpsuit elegan dengan potongan V-neck yang dihiasi kalung Mutiara. Penampilannya tampak Anggun, tetapi tetap profesional.Dia melirik Janice dan berkata, "Kamu nggak usah berpakaian terlalu sederhan
Norman kembali ke sisi Jason dan berbicara pelan, "Pak Jason, Bu Janice sudah pergi sendiri."Jason terdiam beberapa detik sebelum berkata, "Suruh seseorang mengawasinya.""Baik. Selain itu ...." Norman mendekat dan berbisik beberapa patah kata di telinganya. Jason hanya mengangguk tanpa ekspresi.Dia kemudian berjalan ke arah Vania, mengulurkan tangan untuk mengambilkan tasnya dari bagasi kabin dan menyampirkan jaketnya di Pundak Vania dengan santai."Kota Gunang lebih dingin dibandingkan Kota Pakisa," katanya."Hmm." Vania tersenyum malu-malu, dengan tatapan penuh semangat melihat Jason. Para tamu di sekitar mereka memandangnya dengan iri.....Setelah mengambil barang bawaannya, Janice menemukan Amanda. Amanda terlihat sendirian. "Vania nggak pergi sama kita?""Hmm."Janice sudah menduganya. Ketika dia sedang berpikir, sebuah keributan terjadi tidak jauh darinya.Jason keluar dari bandara sambil menggandeng Vania, menciptakan pemandangan yang heboh. Vania mengangkat pandangannya dan
Ini hanyalah salah satu langkah dalam rencananya untuk mendapatkan kendali penuh atas tambang. Karena itu, dia membiarkan Janice mencari Caitlin, kemudian membiarkan Caitlin menyiksanya. Sementara itu, dia memanfaatkan situasi ini untuk mendapatkan keuntungan tanpa usaha.Saat ini, hati Janice terasa seperti ditusuk oleh ribuan jarum dan tenggorokannya terasa sesak.Setelah Norman pergi, Janice kembali ke tempat duduknya dengan tenang. Baru saja duduk, pramugari datang membawakan makanan, tetapi dia benar-benar tidak bisa makan."Aku nggak lapar, tolong bawakan aku segelas anggur," katanya.Pramugari itu tampak terkejut sejenak, lalu melirik ke arah Jason di sampingnya. Jason mengangkat pandangannya dengan tatapan dingin dan berkata, "Minum alkohol dengan perut kosong?"Janice tidak melihat ke arahnya, matanya tetap tertuju ke luar jendela. "Aku nggak akan mati karenanya."Jason melambaikan tangan ke pramugari, tidak membiarkan dia membawa anggur untuk Janice. Dengan sabar, dia menunju
Janice mengikuti arah pandang Jason dan menyadari bahwa sweternya tersangkut di tali pinggang Jason.Jika Jason bergerak sedikit saja, baju Janice akan terangkat.Dengan panik, Janice menarik sweternya. Namun, dia malah tidak sengaja menyentuh tempat yang tidak seharusnya disentuh. Seketika, tangannya dicengkeram oleh Jason.Jason mengatupkan bibirnya. Di tengah kegelapan, terlihat tatapannya yang suram seperti binatang buas yang sedang menahan diri. Dia berucap dengan tegas, "Jangan bergerak."Saat merasakan perubahan pada tubuh Jason, mata Janice sontak terbelalak. Dahinya juga mulai berkeringat. Dia menarik sweternya dengan terburu-buru."Bajuku ..."Klik! Tali pinggang itu terbuka."Pak ...." Norman datang dengan membawakan berkas. Saat melihat pemandangan ini, dia segera menutup mulut dan berbalik. "Aku nggak lihat apa-apa. Aku akan kembali nanti."Norman buru-buru pergi. Janice ingin sekali mencari tempat untuk bersembunyi. Dia harus segera melepaskan sweternya dari ikat pinggang
Janice mengangguk, lalu kembali ke kursinya. Ketika melewati pria di sebelahnya, pria itu sengaja menyenggolnya dengan kaki.Janice tidak tahan lagi. "Pak, kalau kamu terus begini, aku juga nggak akan segan-segan. Kalau aku marah, mungkin pesawat ini harus putar balik."Pria itu bukan hanya tidak marah, melainkan tertawa. "Cantik, apa pernah ada yang bilang kamu terlihat semakin menggoda kalau marah?""Menggoda kepalamu ...." Janice mengangkat sepatu hak tingginya untuk menginjak kaki pria itu yang terulur. Namun, pramugari tiba-tiba datang."Bu Janice?""Ya?" Janice menurunkan kakinya."Rekan kerjamu ingin menemuimu." Pramugari menunjuk ke depan.Janice mengira Amanda yang mencarinya, jadi dia membawa tasnya dan mengikuti pramugari. Ternyata pramugari malah membawanya ke kabin first class.Norman melambaikan tangan. "Bu Janice, di sini."Janice termangu sesaat. Tiba-tiba, dia memahami sesuatu dan berbalik. "Nggak usah."Tiba-tiba, tangannya diraih oleh seseorang. "Kamu mau terus digan
"Ka ... kamu ...." Vania menggertakkan gigi. Dia tidak menyangka dirinya akan diperas oleh Malia, orang yang seharusnya tidak berbahaya untuknya.Malia tertawa ringan. "Vania, jangan main-main. Aku sudah nggak punya apa-apa lagi. Kalau aku mati, aku pasti akan menarik seseorang untuk ikut denganku."Vania mengepalkan tinjunya. Dia tidak takut pada anjing yang tidak patuh, melainkan takut pada anjing liar yang tiba-tiba menyerang. Dia menarik napas dalam-dalam, lalu berkata, "Aku transfer sebentar lagi.""Terima kasih." Malia tertawa dan mengakhiri panggilan.Vania menatap ponselnya. Dia bisa menilai bahwa nafsu Malia hanya akan semakin besar. Semua ini salah Janice! Jika bukan karena Janice, Malia tidak akan berani bertindak seperti ini padanya!Saat ini, masuk pesan dari Azka.[ Sayang, malam ini ada waktu nggak? ]Vania ingin membalas dia tidak ada waktu, tetapi sebuah rencana tiba-tiba muncul dalam benaknya.[ Ada, tapi ... aku butuh bantuanmu untuk melakukan sesuatu. ][ Sejak kapa