Jason berdiri di pinggir jendela dan membuka jendela. Dia menyodorkan sebatang rokok kepada temannya, lalu menyalakan rokoknya.Dokter itu menerima, tetapi tidak merokok. Dia menatap Jason sambil bertanya, "Siapa sebenarnya wanita itu? Kenapa kamu sampai menemaninya? Kamu saja nggak menemani Vania saat dia terluka. Aku pernah melihatmu keluar dari bangsal lain pagi-pagi. Kamu menemani wanita itu?""Ya." Jason mengiakan.Dokter itu terkesiap. Dia buru-buru mendekat, lalu melihat bekas merah di leher Jason. Awalnya dia tidak percaya, tetapi sekarang dia melongo. Jason? Cupang? Mustahil!Jason dan Vania berpacaran tiga tahun. Jangankan cupang, dokter itu bahkan tidak pernah melihat mereka bergandengan tangan.Jason dan dokter ini adalah teman SMA. Karena kurang pintar dalam jurusan keuangan, dia memilih jurusan kedokteran. Alhasil, dia mendapati jurusan kedokteran jauh lebih mengerikan. Kini, selain menjadi dokter rumah sakit, dia juga dokter pribadi Jason. Dia tahu betul kondisi fisik Ja
Vania memandang Janice dengan mata berkaca-kaca sambil berkata, "Maaf, Janice. Kamu duluan saja. Aku bisa tahan kok."Vania menggigit bibir. Air mata terus berlinang. Tatapannya terus melirik ke arah Jason. Janice pun maju. Tiba-tiba, sebuah tangan menahan bahunya. Terlihat cincin merah yang berbahaya itu."Biarkan Vania masuk dulu," ucap Jason dengan dingin. Janice pun menoleh menatapnya.Vania menatap Jason dengan tatapan penuh kasih sayang, lalu berujar, "Terima kasih, Jason. Aku ... agak lemas. Apa kamu bisa bantu aku?"Jason maju dan menggendong Vania ke ruang pemeriksaan. Janice hanya bisa melihat pintu pelan-pelan tertutup. Sementara itu, Vania menoleh dan tersenyum kepada Janice.Jason tidak pernah berubah. Pria ini selalu memprioritaskan Vania. Janice sontak membuang daftar pemeriksaan itu ke tong sampah, lalu berjalan pergi.Tangannya sudah sembuh sejak awal. Janice membalut perban hanya untuk menipu Malia dan Vania. Dia melakukan pemeriksaan juga untuk mengelabui Jason. Namu
"Kalau kalian nggak percaya, coba cubit pipiku," sahut Janice sambil mengunyah daging.Salah satu teman hendak mencubit, tetapi teman lainnya segera menahannya."Janice, terima kasih sudah datang. Dulu kamar kita sangat sempit. Kita sampai iri dengan kamar mahasiswi lain.""Ya. Kamu juga terus bersama Malia. Padahal, Malia itu ... hais ....""Lupakan saja. Ayo, kita makan," sela teman yang satu lagi.Janice menatap mereka, lalu tersenyum sambil berkata, "Aku tahu kalian mau bilang apa. Aku seharusnya berterima kasih pada kalian.""Eh? Kenapa?" Teman-teman Janice kebingungan mendengarnya."Aku memercayai orang yang salah, tapi kalian masih mau mengajakku makan. Terima kasih," ucap Janice. 'Terima kasih juga karena kalian membantuku di kehidupan lampau.'"Baguslah kalau kamu sadar. Malia membuat kunci duplikat kamar kita. Dia sering datang saat kamu nggak ada. Dia bilang kamu mengizinkannya, jadi kami nggak berani melarangnya.""Selain itu, dia selalu pura-pura menyedihkan dan miskin. Du
Janice menatap teman terakhir. Teman itu panik dan bertanya, "Gimana denganku?""Kamu ... terserah kamu." Janice merasa pusing. Kepalanya sontak membentur meja karena sudah mabuk. Ketika melihat ini, ketiga teman itu pun tergelak."Aku baru tahu Janice bukan cuma cantik, tapi juga lucu.""Kalau bukan karena Malia, mana mungkin Vania jadi primadona kampus?""Eh, sudah jam 8.30 malam. Cepat balik ke asrama."Ketiga teman itu memapah Janice pulang. Janice bersandar di tubuh mereka. Dia tidak kehilangan kesadaran. Dia merasa sangat nyaman bersama mereka.Mereka mengobrol dan bercanda dengan bahagia. Angin musim gugur yang seharusnya dingin menjadi hangat.Tiba-tiba, salah satu teman mendongak dan berseru, "Wah! Bintang malam ini indah sekali!"Janice dan lainnya pun ikut mendongak. Langit malam ini terlihat sangat terang karena bulan dan bintang. Jika dilihat dari dahan pohon, bulan dan bintang seolah-olah tergantung di dahan. Sepasang mata bintang dan mulut bulan sabit, dedaunan terlihat
Janice buru-buru menggenggam tangan Malia, lalu berucap, "Tentu saja aku memaafkanmu. Aku tahu kamu juga terpaksa. Aku percaya padamu."Wajah Janice memerah karena pengaruh alkohol. Akan tetapi, senyumannya tetap terasa hangat dan tulus.Malia mengangguk sekuat tenaga, tetapi dalam hatinya dia mendengus dingin sambil mengejek, 'Dasar bodoh, cuma hal kecil begitu diingat-ingat sampai sekarang. Pantas saja kamu ditipu!'Kemudian, Malia menunjukkan sikap perhatian dengan berujar, "Janice, aku dengar kamu mau mundur dari kompetisi? Sebenarnya nggak apa-apa. Kita bisa cari pekerjaan dengan tenang. Kamu nggak perlu terlalu ambisius.""Malia, sebagai sahabatku, bukannya seharusnya kamu mendukungku?" tanya Janice."Aku ... aku cuma takut kamu terlalu terbebani. Nggak ada maksud lain kok," ucap Malia yang berusaha mencari alasan.Janice mencoba menggali informasi dengan bertanya, "Omong-omong soal kompetisi, aku baru sadar desainku diutak-atik orang. Kamu punya kunci kamar asramaku, 'kan?"Mali
Ivy dan Zachary bukan tipe orang yang suka menyembunyikan sesuatu. Janice khawatir mereka akan bertindak berlebihan, jadi sengaja tidak memberi tahu tanggal kompetisi.Itu artinya, tinggal satu orang lagi, yaitu Yoshua. Kemarin, pria itu bahkan menelepon untuk mendoakan agar semuanya berjalan lancar. Siapa sangka, hari ini dia langsung memberinya kejutan.Teman-teman sekamarnya tidak sabar membuka kotak itu. Di dalamnya, terdapat gaun panjang berbahan sutra dan berwarna ungu keabu-abuan.Bagian dada gaun tersebut dihiasi manik-manik yang dijahit dengan tangan. Manik-manik yang bervariasi ukurannya memancarkan cahaya lembut di bawah lampu.Dari pinggang ke bawah, terdapat dua lapisan sutra tipis. Satu warna gelap dan satu warna terang. Itu menghasilkan gradasi warna yang terlihat sangat indah."Wah, gaun ini berkilau di bawah lampu biasa asrama. Bayangkan kalau di panggung nanti, pasti ... berkilau banget!" Suara yang ditirukan teman sekamarnya berhasil membuat Janice tertawa"Kamu masi
Begitu melihat Janice menerima susunya, Malia segera bersulang dengannya."Bersulang," ucap Malia.Ketika Malia bersiap untuk minum, Janice merebut susu dari tangannya saat dia tidak memperhatikan."Susu merek ini ada banyak rasa. Coba aku lihat rasa apa yang aku suka. Yah! Malia, kamu beli rasa yang sama?" tanya Janice.Malia seketika panik. Dia terus menatap tangan Janice dan berkata sambil tersenyum terpaksa, "Selera kita mirip. Jadi, aku beli yang sama."Selesai berbicara, Malia merebut kembali susu yang ada di tangan kiri Janice dan meminumnya. Dia takut Janice mau menukarnya.Janice juga meminumnya, lalu berkata, "Terima kasih atas susunya."Setelah melihat cairan yang mengalir dari sedotan ke dalam mulut Janice, Malia tersenyum dengan sangat senang. Dia menimpali, "Jangan sungkan. Yang penting kamu suka.""Kalau begitu, aku masuk dulu," ucap Janice. Dia masuk ke ruang tunggu tanpa mengubah ekspresinya.Malia melihat pintu yang perlahan-lahan menutup. Dia tidak bisa menahan tawan
Semua orang langsung melihat ke arah cincin berbentuk bunga itu. Kelihatannya desain cincin itu agak berlebihan demi menonjolkan batu rubi yang besar di tengah kelopak. Tidak terlihat kesan alami seperti yang terlihat pada kalung dan anting.Raut wajah Vania berubah. Dia menggenggam mikrofon dengan erat, berusaha untuk mempertahankan ekspresi anggun dan berkelas. Katanya, "Terima kasih atas komentarnya. Aku akan terus berusaha."Amanda sangat senang dengan sikap Vania. Jadi, dia memberikan penilaian ekstra. Dia bertutur, "Vania, dengan desainmu saat ini, menurutku sudah jauh melebihi ekspektasiku pada kompetisi kali ini. Jadi, aku mau bertanya apa ada peserta yang mau kamu ajak bersaing?"Begitu mendengar ini, para penonton tiba-tiba merasa tertarik. Ini jauh lebih menarik dibandingkan melihat satu per satu.Vania berpikir sejenak, lalu tersenyum sambil menjawab, "Sebenarnya ... aku punya seorang teman yang juga berpartisipasi dalam kompetisi ini. Aku selalu mengagumi karyanya. Aku ngg
Melihat Marco yang semakin mendekat, Janice berusaha keras untuk meronta. Namun, tubuhnya tetap tak dapat digerakkan. Bahkan ketika dia mencoba menjatuhkan dirinya dari kursi, tubuhnya tetap tak bergeser sedikit pun.Tanpa tergesa-gesa, Marco berhenti di depannya, lalu berjongkok. Dia mengulurkan tangan dan menyentuh wajah serta punggung Janice dengan penuh kesadaran."Benar-benar kulit yang sempurna. Nggak heran hargamu jauh lebih mahal daripada yang lain. Tenang saja, aku akan berhati-hati."Kulit?Janice terkejut dan matanya membelalak. Dengan susah payah, dia membuka mulut dan tergagap, "Ku ... kulit apa? Ha ... harga apa?"Setelah mengatakan itu, rasanya dia telah menghabiskan seluruh tenaganya. Tubuhnya langsung terkulai di lantai, tak mampu bergerak lagi.Mendengar pertanyaannya, Marco sepertinya teringat sesuatu yang membuatnya semakin bersemangat. Tangannya bergerak dengan gelisah, sulit menahan kegembiraannya. Tiba-tiba, dia membungkuk lebih dekat ke Janice, dengan senyum yan
Perasaan di dalam tubuh Janice seperti roller coaster. Dia tahu perumpamaan itu tidak masuk akal, tetapi pikirannya terus berpikir seperti itu. Sensasi itu terasa nyaman sekaligus aneh.Marco menatap Janice dengan saksama, lalu berkata, "Apakah rasanya menyenangkan? Nyaman, bukan? Kamu jauh lebih sesuai dengan kriteriaku dibandingkan yang ada di foto."Foto?Kriteria?Apa maksudnya?Janice tidak punya waktu untuk berpikir lebih jauh. Dia hanya melihat Marco membuka tas yang sudah diletakkan sebelumnya di ruangan itu dengan puas.Ketika Janice melihat isi tas tersebut, rasa takut menyelimutinya. Dia berusaha keras untuk melawan, tetapi tubuhnya tetap sulit dikendalikan. Sementara itu, Marco mendekatinya dengan senyum lebar dan membawa barang-barang dari dalam tasnya.....Di ruang jamuanAcara penyambutan Jason diatur oleh saudara sepupu Anwar yang juga merupakan penanggung jawab tambang saat ini. Menurut urutan keluarga, Jason harus memanggil mereka sebagai paman kelima dan keenam.Beg
Tempat jamuan makan dipindahkan ke sebuah restoran yang lebih mewah, dengan tingkat privasi yang jauh lebih baik. Begitu memasuki ruangan, suasana mewah tersebut langsung terasa.Di dalam ruang privat, sebuah meja panjang dihias dengan sangat elegan dan berkelas.Amanda masuk terlebih dulu untuk menyapa beberapa tamu asing dengan mencium pipi, lalu duduk dengan sopan dan ramah.Janice mengikutinya dengan tenang dari belakang. Namun, baru berjalan beberapa langkah, seorang pria tinggi tiba-tiba muncul dan mengadang jalannya."Hai, Nona," sapa pria itu.Mendengar suara itu, Janice mengangkat pandangannya dan terkejut melihat salah satu desainer favoritnya.Marco.Namanya sangat tradisional dan umum di Idali. Namun, desain-desainnya terkenal karena inovasi dan daya tariknya yang kuat. Kabarnya, semua karya Marco terinspirasi oleh "dewi inspirasi"-nya, yang menunjukkan bahwa dia adalah seseorang yang setia dalam masalah perasaan.Janice merasa terhormat disapa oleh Marco. Saat dia bersiap
Anwar mengangkat pandangannya, dan tatapannya sudah mengatakan segalanya. Pelayan itu tertegun sejenak, lalu segera menunduk dan menyanggupi perintahnya.....Sore hariJanice mengganti pakaiannya dengan sesuatu yang lebih sederhana dan sopan, riasannya juga sangat tipis, membuat penampilannya tampak rendah hati dan bersih.Bagaimanapun, dia hanya karyawan Amanda. Janice tidak ingin mencuri perhatian. Saat hendak berangkat, notifikasi di ponselnya menunjukkan sebuah topik yang sedang trending.[ Jason dan Vania menghabiskan sore yang penuh cinta.]Hanya dari judulnya, Janice sudah tahu isi beritanya. Dia memilih untuk mengabaikan notifikasi itu, lalu mengenakan sepatu hak tinggi dengan tenang dan keluar dari kamar.Baru saja masuk ke dalam lift, dia bertemu dengan Amanda. Amanda mengenakan jumpsuit elegan dengan potongan V-neck yang dihiasi kalung Mutiara. Penampilannya tampak Anggun, tetapi tetap profesional.Dia melirik Janice dan berkata, "Kamu nggak usah berpakaian terlalu sederhan
Norman kembali ke sisi Jason dan berbicara pelan, "Pak Jason, Bu Janice sudah pergi sendiri."Jason terdiam beberapa detik sebelum berkata, "Suruh seseorang mengawasinya.""Baik. Selain itu ...." Norman mendekat dan berbisik beberapa patah kata di telinganya. Jason hanya mengangguk tanpa ekspresi.Dia kemudian berjalan ke arah Vania, mengulurkan tangan untuk mengambilkan tasnya dari bagasi kabin dan menyampirkan jaketnya di Pundak Vania dengan santai."Kota Gunang lebih dingin dibandingkan Kota Pakisa," katanya."Hmm." Vania tersenyum malu-malu, dengan tatapan penuh semangat melihat Jason. Para tamu di sekitar mereka memandangnya dengan iri.....Setelah mengambil barang bawaannya, Janice menemukan Amanda. Amanda terlihat sendirian. "Vania nggak pergi sama kita?""Hmm."Janice sudah menduganya. Ketika dia sedang berpikir, sebuah keributan terjadi tidak jauh darinya.Jason keluar dari bandara sambil menggandeng Vania, menciptakan pemandangan yang heboh. Vania mengangkat pandangannya dan
Ini hanyalah salah satu langkah dalam rencananya untuk mendapatkan kendali penuh atas tambang. Karena itu, dia membiarkan Janice mencari Caitlin, kemudian membiarkan Caitlin menyiksanya. Sementara itu, dia memanfaatkan situasi ini untuk mendapatkan keuntungan tanpa usaha.Saat ini, hati Janice terasa seperti ditusuk oleh ribuan jarum dan tenggorokannya terasa sesak.Setelah Norman pergi, Janice kembali ke tempat duduknya dengan tenang. Baru saja duduk, pramugari datang membawakan makanan, tetapi dia benar-benar tidak bisa makan."Aku nggak lapar, tolong bawakan aku segelas anggur," katanya.Pramugari itu tampak terkejut sejenak, lalu melirik ke arah Jason di sampingnya. Jason mengangkat pandangannya dengan tatapan dingin dan berkata, "Minum alkohol dengan perut kosong?"Janice tidak melihat ke arahnya, matanya tetap tertuju ke luar jendela. "Aku nggak akan mati karenanya."Jason melambaikan tangan ke pramugari, tidak membiarkan dia membawa anggur untuk Janice. Dengan sabar, dia menunju
Janice mengikuti arah pandang Jason dan menyadari bahwa sweternya tersangkut di tali pinggang Jason.Jika Jason bergerak sedikit saja, baju Janice akan terangkat.Dengan panik, Janice menarik sweternya. Namun, dia malah tidak sengaja menyentuh tempat yang tidak seharusnya disentuh. Seketika, tangannya dicengkeram oleh Jason.Jason mengatupkan bibirnya. Di tengah kegelapan, terlihat tatapannya yang suram seperti binatang buas yang sedang menahan diri. Dia berucap dengan tegas, "Jangan bergerak."Saat merasakan perubahan pada tubuh Jason, mata Janice sontak terbelalak. Dahinya juga mulai berkeringat. Dia menarik sweternya dengan terburu-buru."Bajuku ..."Klik! Tali pinggang itu terbuka."Pak ...." Norman datang dengan membawakan berkas. Saat melihat pemandangan ini, dia segera menutup mulut dan berbalik. "Aku nggak lihat apa-apa. Aku akan kembali nanti."Norman buru-buru pergi. Janice ingin sekali mencari tempat untuk bersembunyi. Dia harus segera melepaskan sweternya dari ikat pinggang
Janice mengangguk, lalu kembali ke kursinya. Ketika melewati pria di sebelahnya, pria itu sengaja menyenggolnya dengan kaki.Janice tidak tahan lagi. "Pak, kalau kamu terus begini, aku juga nggak akan segan-segan. Kalau aku marah, mungkin pesawat ini harus putar balik."Pria itu bukan hanya tidak marah, melainkan tertawa. "Cantik, apa pernah ada yang bilang kamu terlihat semakin menggoda kalau marah?""Menggoda kepalamu ...." Janice mengangkat sepatu hak tingginya untuk menginjak kaki pria itu yang terulur. Namun, pramugari tiba-tiba datang."Bu Janice?""Ya?" Janice menurunkan kakinya."Rekan kerjamu ingin menemuimu." Pramugari menunjuk ke depan.Janice mengira Amanda yang mencarinya, jadi dia membawa tasnya dan mengikuti pramugari. Ternyata pramugari malah membawanya ke kabin first class.Norman melambaikan tangan. "Bu Janice, di sini."Janice termangu sesaat. Tiba-tiba, dia memahami sesuatu dan berbalik. "Nggak usah."Tiba-tiba, tangannya diraih oleh seseorang. "Kamu mau terus digan
"Ka ... kamu ...." Vania menggertakkan gigi. Dia tidak menyangka dirinya akan diperas oleh Malia, orang yang seharusnya tidak berbahaya untuknya.Malia tertawa ringan. "Vania, jangan main-main. Aku sudah nggak punya apa-apa lagi. Kalau aku mati, aku pasti akan menarik seseorang untuk ikut denganku."Vania mengepalkan tinjunya. Dia tidak takut pada anjing yang tidak patuh, melainkan takut pada anjing liar yang tiba-tiba menyerang. Dia menarik napas dalam-dalam, lalu berkata, "Aku transfer sebentar lagi.""Terima kasih." Malia tertawa dan mengakhiri panggilan.Vania menatap ponselnya. Dia bisa menilai bahwa nafsu Malia hanya akan semakin besar. Semua ini salah Janice! Jika bukan karena Janice, Malia tidak akan berani bertindak seperti ini padanya!Saat ini, masuk pesan dari Azka.[ Sayang, malam ini ada waktu nggak? ]Vania ingin membalas dia tidak ada waktu, tetapi sebuah rencana tiba-tiba muncul dalam benaknya.[ Ada, tapi ... aku butuh bantuanmu untuk melakukan sesuatu. ][ Sejak kapa