"Eh? Aku ...." Janice termangu sejenak sebelum menyadari bahwa dokter ini salah mengenali orang."Usia kehamilanmu masih muda. Kamu mengalami sedikit pendarahan. Perhatikan kesehatanmu. Jangan terlalu aktif. Jangan makan sembarangan juga.""Bukan, aku ....""Sudah, pasien selanjutnya!" Dokter melambaikan tangannya untuk memanggil pasien selanjutnya.Wanita selanjutnya pun mendorong pintu dan masuk. Janice merasa tidak ada yang perlu dijelaskan lagi sehingga buru-buru keluar.Begitu berbalik, dia malah menabrak seseorang. Dia menunduk untuk meminta maaf, "Maaf, aku nggak sengaja."Ketika Janice hendak pergi, pergelangan tangannya tiba-tiba diraih seseorang. "Kamu menipuku? Kamu hamil?"Suara yang biasanya terdengar tenang malah terdengar marah sekarang. Janice pun mendongak, lalu mendapati orang di depannya adalah Jason.Kenapa Jason ada di sini? Apa dia datang untuk menemani Vania? Namun, Vania meminta dokter menggugurkan kandungannya.Janice tidak tahu apa yang terjadi. Hanya saja, pe
"Aku ... dia hamil! Aku harus menampar diri sendiri dulu. Wanita ini ternyata menipuku? Sia-sia aku membantunya mengeluarkan sertifikat kejiwaan!" Arya hampir berteriak histeris. Dia tidak menyangka dirinya ditipu oleh Janice."Jawab pertanyaanku," ujar Jason dengan tidak sabar sambil menjauhkan ponselnya dari telinganya."Kalau ada gejala keguguran, harus istirahat dengan baik. Makanan juga harus dijaga. Pokoknya nggak boleh kecapekan," jelas Arya."Hm.""Jadi, apa rencanamu? Statusnya ini .... Kalau dia mengakui dirinya adalah wanita itu waktu skandal sedang heboh, lalu kamu menikahinya, ayahmu mungkin nggak bakal komplain. Tapi, dia malah menolak. Jujur padaku, saat kamu dan ayahmu terus mendesaknya untuk mengaku, sebenarnya kamu sudah menyukainya, 'kan?" Arya terkekeh-kekeh.Jason menunduk dan berkata, "Aku tutup teleponnya."Arya pun berteriak untuk menghentikan, "Kamu nggak boleh terus memendam perasaan! Kamu harus menunjukkan kelebihanmu dong!""Sudah pernah.""Apa ...." Tut, tu
Janice menatap meja besar itu. Dia teringat pada kejadian sebelumnya di mana dia menggila untuk mempersulit Vania dan Risma.Di meja makan, Anwar tampak mengenakan setelan rapi. Ekspresinya pun sangat serius. Janice menyapa dengan sopan, "Kakek.""Ya, duduklah." Anwar mengisyaratkan semua orang untuk mulai makan.Janice menelan ludah menatap seafood di atas meja makan. Namun, karena ada Anwar di sini, dia hanya berani mengambil daging sapi di depannya. Bagaimanapun, dia bukan hanya mewakili diri sendiri, tetapi juga Ivy.Ivy tinggal di rumah Keluarga Karim. Jadi, setiap patah kata dan setiap gerak-gerik Janice harus sangat diperhatikan.Ketika Janice berpikir demikian, Ivy mengambilkan banyak seafood untuk Janice. Sashimi, bekicot, dan semangkuk besar bubur lobster.Ivy berbisik, "Makan saja dulu. Nanti kalau mejanya sudah diputar, aku ambilkan seafood lain."Janice mengangguk dan mengucapkan terima kasih tanpa bersuara. Dulu, dia tidak suka makan seafood karena merasa bau amis. Namun,
Setelah pergi ke kamar mandi, Janice pun muntah. Dia berkumur dengan obat kumur rasa buah sebanyak tiga kali, tetapi mulutnya masih terasa pahit.Ketika Janice keluar, sebuah sosok menghalangi jalannya. Dia berucap dengan agak lemas, "Minggir."Jason memandangnya dan bertanya, "Apa ada yang sakit?"Janice merasa lucu mendengar pertanyaan Jason. Dia bertanya balik, "Paman, kamu begitu baik padaku karena aku hamil? Jangan lupa, dulu kamu yang menyuruhku melakukan aborsi kalau hamil."Wajah Jason tampak suram. Janice teringat pada peringatan yang diberikan Anwar tadi. Seketika, dia juga teringat pada sikap Anwar terhadap Vega di kehidupan lampau.Vega adalah anak perempuan, ditambah lagi kehadirannya tidak disambut di Keluarga Karim. Jadi, Anwar tidak pernah mengakui bahwa marga Vega adalah Karim.Sementara itu, ketika Vania melahirkan anak laki-laki, Anwar langsung mengungkapkan kasih sayangnya kepada cucunya itu. Bahkan, dia mengumumkan bahwa Jason hanya punya satu anak, yaitu anak yang
Vania punya firasat bahwa anak ini akan menjadi bintang keberuntungannya. Anak ini akan membantunya memperoleh segala hal yang diinginkannya.Namun, entah mengapa dia malah merasa sesuatu yang jelas-jelas begitu dekat dengannya seolah-olah menjadi makin jauh.Itu sebabnya, Vania merias dirinya dengan cantik dan datang ke rumah Keluarga Karim. Dia ingin mencoba keberuntungannya. Jika bisa mendapatkan hati Jason, tentu akan sangat bagus. Lagi pula, bayi prematur 8 bulan adalah sesuatu yang wajar.Siapa sangka, Vania malah mendengar kabar mengejutkan di sini. Tangannya yang memegang perutnya perlahan-lahan mengerat. Dia merasakan sakit di sekujur tubuhnya.Sepertinya, anak ini tidak bisa dipertahankan. Jason tidak mungkin menyentuhnya hari ini. Namun, anak di kandungan Janice juga harus gugur! Dengan demikian, Jason tidak punya alasan untuk menentang perintah Anwar dengan menikahi Janice!Vania melepaskan tangannya, lalu mengeluarkan bedak untuk merapikan riasannya. Kemudian, dia melepask
Janice terpikir akan berbagai kemungkinan. Vania mungkin ingin menggugurkan kandungannya dengan menjebak Janice. Dengan begitu, Janice akan menjadi pendosa besar.Siapa sangka, Vania malah mendorongnya ke danau. Danau buatan Keluarga Karim sangat dalam sehingga Janice hampir tenggelam.Janice meronta-ronta sambil berteriak minta tolong, "Tolong ...."Begitu membuka mulutnya, air danau langsung memasuki mulutnya. Janice pun tidak bisa berteriak lagi.Ketika mengira dirinya akan mati, tiba-tiba Vania malah berteriak, "Tolong! Janice jatuh ke danau!"Teriakan Vania ini membuat banyak orang datang. Sementara itu, mantel Janice menjadi sangat berat karena terendam air. Perlawanannya pun menjadi makin lemah dan tubuhnya makin tenggelam.Saat berikutnya, sebuah sosok melompat ke dalam air dan menariknya ke permukaan. Janice memuntahkan banyak air. Kemudian, dia melihat pria yang menggendongnya.Itu adalah Jason. Jason menunduk. Rambutnya meneteskan air. Tatapannya suram, tetapi matanya merah.
Ini karena Ivy tidak bisa melahirkan lagi setelah memiliki Janice.Putra pertamanya hanya memberinya seorang cucu, yaitu Yoshua. Putra keduanya tidak bisa memberinya cucu. Putra ketiganya malah menikahi wanita mandul. Bagaimana mungkin Anwar menyetujuinya?Ketika merasakan tatapan Janice, Vania tanpa sadar memegang perutnya. Tindakan Vania ini pun membuat Janice sangat heran.Di kehidupan lampau, Janice menikah dengan Jason sehingga Vania kabur dengan membawa anak di kandungannya. Namun, kini jelas-jelas tidak ada penghalang di antara mereka.Vania hanya perlu mengumumkan kehamilannya, lalu dia dan Jason bisa menikah. Lantas, kenapa Vania bukan hanya tidak menginginkan anak di kandungannya, bahkan tidak berani memberi tahu siapa pun tentang kehamilannya?"Janice, aku tahu kamu sedih. Tapi, masih ada yang lebih parah dari ini. Jason bilang setelah kontrak ditandatangani, dia akan menikahiku. Jadi, kamu tunggu saja. Apa pun yang terjadi, Jason akan memilihku. Kamu cuma hiburan gratis bag
"Berkelahi? Hehe. Kebetulan, aku sedang istirahat tadi. Tiba-tiba, ada yang menarik leherku dan menyeretku ke ruang gawat darurat. Tiga dokter kandungan berdiri bersamaku. Kami saling memandang. Apa kamu tahu apa yang mereka tanyakan kepadaku?" Arya mengulangi adegan secara berlebihan.Janice bertanya dengan heran, "Tanya apa?"Arya menekan suaranya supaya terdengar seperti wanita, lalu menyahut, "Dokter Arya, kita harus ngapain? Menampung darah menstruasinya?""Sekarang kamu sudah tahu kenapa aku terluka, 'kan? Tolong bantu aku memperingatkannya. Lain kali kalau ada masalah, tenang sedikit. Nggak usah menarik leherku."Begitu mendengarnya, Janice akhirnya memahami apa yang terjadi. Namun, ekspresinya terlihat datar. Dia hanya menunduk dan tidak berbicara.Arya tidak memperhatikan ekspresi Janice. Dia melirik ke kanan kiri, lalu bertanya, "Di mana Jason? Bukannya dia menjagamu di sini tadi?""Dia sudah pergi," timpal Janice dengan dingin. Jason menunggunya bangun hanya untuk memastikan
Janice terpaku sejenak. Saat dia mencoba menutup pintu lagi, Jason sudah melangkah masuk ke kamar. Bunyi pintu tertutup membangunkannya dari keterkejutan. Dia segera berdiri di hadapan Jason dan mencoba menghalangi langkahnya."Aku cuma pesan kamar dengan tempat tidur biasa. Nggak ada tempat untukmu tidur," katanya dengan nada tegas."Bukan pertama kalinya kita tidur bersama," balas Jason dengan nada santai, sambil memindahkan tangan Janice dari jalannya dan berjalan ke dalam kamar.Wajah Janice langsung memanas. Tiba-tiba dia teringat pakaian yang masih berserakan di atas tempat tidur. Dia segera berlari ke tempat tidur dan dengan panik menutupi semuanya dengan selimut.Sambil menekan selimut dengan tangannya, dia menunjuk ke sekitar kamar. "Paman, kamu lihat sendiri, ini kamar standar, sederhana sekali. Sebaiknya kamu kembali saja. Bukankah ada kehangatan yang menunggumu?""Kehangatan?" Jason menyandarkan tubuhnya ke lemari TV, memasukkan kedua tangannya ke saku, dan menatap Janice d
Janice langsung menjawab, "Borgol itu harus sepasang."Baru saja kata-katanya selesai, pemilik stan langsung paham maksudnya. Dia mengambil satu gelang capybara lagi dan memasangkannya di pergelangan tangan Jason."Lihat! Sepasang! Kalau kalian bergandengan tangan, itu jadi seperti borgol."Saat itulah Janice menyadari bahwa sejak selesai menembak tadi, Jason terus menggenggam tangannya. Dia mencoba menarik tangannya beberapa kali, tetapi cengkeraman Jason tetap tak tergoyahkan. Dengan nada kesal, dia berkata, "Kamu sengaja, ya?"Jason tidak membalas, hanya menggenggam tangannya erat dan berjalan pergi sambil berkata, "Benda ini jelek sekali."Jelek, tapi kamu tetap membujuk pemilik stan untuk memakaikannya. Gelang murah seharga belasan ribu itu kini terlihat aneh berdampingan dengan jam tangan Jason yang harganya setara sebuah mobil mewah.Janice menoleh ke belakang, mendapati bahwa pria-pria yang tadi mengikutinya sudah menghilang. Dia menatap Jason dengan penuh curiga. "Mereka itu s
Melihat wajah Janice yang pucat, Amanda berusaha menenangkannya, "Istirahatlah lebih awal. Jangan terlalu mikirin apa yang terjadi hari ini."Namun, setelah kembali ke kamarnya, Janice tidak bisa tidur. Marco mengatakan bahwa dia telah "dijual".Siapa yang menjualnya?Lalu, ada Vania yang tampaknya tahu sesuatu ketika dia muncul. Namun, Vania terus bersama Jason sepanjang waktu. Yang paling membingungkan adalah potongan-potongan kenangan aneh yang muncul di pikirannya.Janice mencoba mengingat, tetapi dalam dua kehidupan yang diingatnya, tidak pernah ada memori seperti itu. Semakin dipikirkan, semakin rumit rasanya. Pada akhirnya, dia bahkan merasa lapar.Janice bangkit untuk mengambil menu di samping telepon dan membukanya. Semua harga makanan di hotel itu berjumlah puluhan juta ke atas.Meskipun Zachary telah memberinya kartu, Janice tahu dia harus mulai mengatur keuangannya untuk masa depan.Setelah berpikir sejenak, dia memutuskan untuk keluar. Dia pernah membaca bahwa jajanan mala
Seorang polisi lain membuka tas yang ditemukan di samping Marco. Setelah melihat isinya, ekspresinya berubah serius.Dengan mengenakan sarung tangan, dia mengeluarkan sesuatu dari dalam tas. Selembar kulit manusia yang telah diproses, tampaknya bagian punggung seseorang. Beberapa desainer yang melihatnya langsung merasa mual dan muntah di tempat.Polisi yang memimpin segera berdiri di depan para tamu untuk mencegah mereka mendekat dan berkata, "Jangan sebarkan kabar ini. Polisi akan meminta keterangan kalian nanti."Mendengar hal itu, ekspresi Vania menjadi tidak terkendali. Urat di pelipisnya terlihat menonjol dan dia mundur beberapa langkah dengan panik. Namun, gerak-geriknya itu tidak luput dari pengamatan polisi."Bu Vania, Anda juga perlu tinggal untuk dimintai keterangan.""Aku? Kenapa aku? Aku nggak tahu apa-apa ...." Vania belum selesai bicara saat tubuhnya menabrak seseorang.Ketika berbalik, dia melihat Jason. Matanya langsung dipenuhi rasa sedih dan tertekan. "Jason, aku cum
Sebagian besar orang yang hadir di jamuan tersebut baru pertama kali melihat tes narkoba seperti ini, sehingga mereka memandang dengan rasa penasaran. Namun, hanya Vania yang tampak berbeda. Matanya memerah dan dia mulai menangis pelan."Pak, bisa nggak Anda kasih toleransi? Janice masih muda. Kalau masalah ini tersebar, reputasinya akan hancur," ujarnya dengan nada penuh belas kasihan.Polisi tetap menjaga ekspresi tegasnya. "Hukum adalah hukum, tidak seorang pun diizinkan untuk melanggarnya."Begitu mendengar hal itu, beberapa desainer yang sebelumnya berdiri di dekat Janice segera mundur karena takut ikut terseret.Janice mengangkat kepalanya memandang Vania dengan tenang, lalu berkata, "Bu Vania, hasilnya bahkan belum keluar. Kenapa kamu bisa yakin aku pasti bersalah? Kamu punya kemampuan meramal?"Vania sedikit terpaku, lalu buru-buru menghapus air matanya. "Aku cuma khawatir. Aku takut sesuatu terjadi padamu. Maafkan aku kalau aku terlalu ikut campur."Kerumunan mulai memandang J
Tak ingin memprovokasi pelaku, polisi tidak menyebutkan langsung soal narkoba. Namun, semua orang di ruangan itu mengerti maksudnya.Mendengar itu, Amanda terkejut dan langsung menggeleng keras. "Nggak mungkin! Pasti ada kesalahan."Sebelum polisi sempat menjelaskan lebih jauh, sebuah suara tiba-tiba menyela, "Ada apa ini? Kenapa ribut sekali?"Itu suara Vania.Begitu masuk, dia tampak terkejut melihat Amanda. "Bu Amanda, ternyata Anda juga di restoran ini. Eh? Di mana Janice? Ke mana dia?"Polisi yang mendengar bahwa ada orang yang tidak hadir langsung merasa khawatir. Mereka tahu bahwa pengguna barang terlarang sering bertindak di luar kendali, dan jika orang tersebut pergi, itu bisa membahayakan orang lain.Salah satu polisi segera bertanya dengan tegas, "Siapa lagi yang nggak ada di sini? Sekarang dia ada di mana? Kalau kalian nggak jujur, kalian akan dianggap melindungi pelaku dan itu adalah tindak pidana."Amanda mengerutkan alisnya dengan kesal dan melirik ke arah Vania.Vania b
Janice terdiam, bingung dengan maksud Jason. Kata-katanya terdengar seperti sedang meminta pengakuan atau status hubungan. Namun, mana mungkin ada status seperti itu di antara mereka?Orang yang paling dicintai Jason adalah Vania, sedangkan Janice hanyalah alat yang dia gunakan. Bagi Jason, Janice adalah seseorang yang bisa dia korbankan kapan saja.Hati Janice terasa sesak. Dengan suara dingin, dia berkata, "Aku lupa, kamu adalah pamanku."Mendengar itu, mata Jason menyipit, emosinya bergolak seperti gelombang yang dalam. Akhirnya, dia kehilangan kesabaran. Dia menekan belakang kepala Janice dan kembali mencium bibirnya dengan kasar.Napas mereka bertaut dan dia sepenuhnya kehilangan kendali. Dia tidak memberi Janice sedikit pun ruang untuk melawan. Sampai Ketika Janice kehilangan seluruh tenaganya dan hanya bisa pasrah membiarkan Jason mengambil alih, suara lirih keluar dari tenggorokannya."Mm ...."Jason terengah-engah memeluk pinggang Janice erat-erat. Dengan suara serak, dia berk
Melalui jaket yang menutupi tubuhnya, Janice mendengar suara pukulan yang menghantam tubuh, diikuti oleh suara tulang yang patah atau terpelintir.Klang! Pisau bedah jatuh ke lantai.Marco bahkan tidak sempat mengeluarkan suara sebelum tubuhnya ambruk ke lantai. Tali yang mengikat keempat anggota tubuh Janice segera dilepaskan. Tubuhnya yang lemas diangkat dalam pelukan seseorang.Saat tubuhnya digerakkan, jaket yang menutupi wajahnya melorot. Akhirnya, Janice melihat wajah pria yang memeluknya.Jason.Wajahnya sama seperti bayangan di pikirannya ... dingin tanpa ekspresi, tetapi mata itu penuh dengan amarah yang membara dan menyiratkan aura membunuh yang pekat.Dengan sisa kekuatannya, Janice perlahan mengangkat tangannya untuk menyentuh wajah Jason. Dia berkata dengan suara lemah, "Kamu datang menyelamatkanku ...."Sebelum kata-katanya selesai, tangannya jatuh lemas, dan dia pingsan.Jason merasakan sesuatu menyusup ke hatinya, tetapi auranya tetap dingin dan tajam. Dia menatap Marco
Melihat Marco yang semakin mendekat, Janice berusaha keras untuk meronta. Namun, tubuhnya tetap tak dapat digerakkan. Bahkan ketika dia mencoba menjatuhkan dirinya dari kursi, tubuhnya tetap tak bergeser sedikit pun.Tanpa tergesa-gesa, Marco berhenti di depannya, lalu berjongkok. Dia mengulurkan tangan dan menyentuh wajah serta punggung Janice dengan penuh kesadaran."Benar-benar kulit yang sempurna. Nggak heran hargamu jauh lebih mahal daripada yang lain. Tenang saja, aku akan berhati-hati."Kulit?Janice terkejut dan matanya membelalak. Dengan susah payah, dia membuka mulut dan tergagap, "Ku ... kulit apa? Ha ... harga apa?"Setelah mengatakan itu, rasanya dia telah menghabiskan seluruh tenaganya. Tubuhnya langsung terkulai di lantai, tak mampu bergerak lagi.Mendengar pertanyaannya, Marco sepertinya teringat sesuatu yang membuatnya semakin bersemangat. Tangannya bergerak dengan gelisah, sulit menahan kegembiraannya. Tiba-tiba, dia membungkuk lebih dekat ke Janice, dengan senyum yan