"Papa bohong! Gak mungkin anak gemb*l ini anak Papa! Sejak kapan Papa punya anak perempuan?" teriakan Sarah makin tak terkendali. Tangannya berusaha mencengkeram tangan Arini. Namun, berhasil dicegah oleh Joni.
"Jangan menutupi aibmu dengan alibi kalau dia anakmu, Mas! Mengaku saja sekarang!" ucap Ibu Wati geram.
Pak Danu menyunggingkan senyuman. Merasa menyesal telah menikahi ular berwujud manusia itu.
"Tunggu saja, aku akan menceraikanmu secepatnya!" ucap Pak Danu sebelum berlalu. Ibu Wati terpaku mendengar kata cerai. Namun segera dia tersadar dan mengejar Pak Danu.
"Tolong jangan ceraikan aku, Mas! Tolong!" pinta Ibu Wati memelas. Beliau bersimpuh di kaki Pak Danu.
"Bu ... jangan jatuhkan harga dirimu, Bu! Bangun, Bu!" Sarah membantu Ibunya untuk berdiri.
"Biarkan saja kalau Papa memang mau menceraikan Ibu. Sarah tidak yakin kalau Arini itu anak kan
Tak bisa diungkapkan lagi kebahagiaan yang Indah rasakan. Sahabatnya sudah bertemu dengan orang tua kandungnya. Terlebih lagi, ternyata orang tua kandung Arini juga merupakan teman dari papa mertuanya.Selama di Bali, Pak Danu dan Arini banyak menghabiskan waktu berdua untuk bercerita tentang siapa Arini sebenarnya dan kenapa bisa mereka berpisah. Sedangkan Indah, dia memilih untuk beristirahat di dalam kamar. Rasa sakit dan lelah yang teramat sangat mendera tubuhnya. Namun, Indah berusaha untuk menutupi itu dari suami dan juga Arini. Indah tak mau membuat semua orang yang ada disekitarnya khawatir akan kondisinya.Beberapa waktu sebelumnya, Indah merasakan sakit yang teramat sangat pada area perutnya. Rasanya seperti tertusuk ratusan jarum dan bagai dihantam batu yang besar. Bahkan, untuk berjalan saja rasanya Indah tak mampu."Kenapa semakin lama semakin terasa sakit seperti ini, ya?" tanya Indah pada dirinya sendiri. Saat itu dirinya tengah berada di dalam ruang kerjanya.Saat itu
Saat tiba giliran Indah, dia langsung dipersilahkan masuk oleh perawat pendamping dokter. Sebelumnya, Indah sudah menyerahkan kertas yang diberi dokter umum kepada perawat yang memeriksa tensi dan juga berat badan."Mohon maaf, Ibu Indah ... bersediakah Ibu Indah melakukan serangkaian pemeriksaan untuk memastikan penyakit yang Ibu derita?" Dokter Enny langsung pada pokok inti permasalahan."Memang ada hal serius yang menimpa saya, Dok?" tanya Indah. Raut wajahnya terlihat sangat khawatir."Kami belum bisa memastikan, Bu. Maka dari itu, jika Ibu bersedia, kami akan memastikannya terlebih dahulu sebelum memberitahu pada Ibu," jelas Dokter Enny."Kalau begitu, saya ikut saran Dokter saja!" jawab Indah pasrah.Hari itu juga Indah melakukan serangkaian pemeriksaan yang melelahkan. Indah pun sampai rumah sudah malam."Kamu dari mana, Sayang? Dari tadi Mas hub
Dokter Enny menyarankan untuk kemoterapi. Namun, Indah masih berpikir untuk melakukannya. Saat itu Indah masih fokus pada pekerjaan dan juga masalah Arini. Jadi, Indah memilih menunda pengobatan sampai hasil tes DNA Pak Danu dan Arini keluar.*****Setelah hasil tes DNA keluar, Indah dan Pak Danu berencana memberi kejutan pada Arini. Indah mengusulkan untuk memberinya kejutan di Bali, agar lebih berkesan.Dengan sedikit berbohong, akhirnya Arini mau menerima ajakannya untuk berlibur ke Bali. Suaminya pun juga turut ikut serta. Di Bali mereka bersenang-senang. Namun, karena kondisi Indah yang saat itu sedang tidak baik, membuat Arini dan Firman curiga kepadanya.Sekali lagi Indah berbohong dan mereka pun percaya. Sampai pada akhirnya, kejutan untuk Arini berjalan dengan lancar dan berakhir dengan kebahagiaan.Sepulangnya dari Bali, kondisi Indah semakin drop. Tiba-tiba Indah pingsan saat akan m
Indah merasa tidak memiliki semangat hidup lagi. Harapannya untuk memberikan keturunan pada suaminya telah pupus. Kalau pun kankernya sembuh, belum tentu pula dia bisa hamil seperti perempuan-perempuan lain.Firman tak tahan melihat kesedihan istrinya. Hampir setiap hari Firman mencoba menghibur dan menyemangati Indah. Tanpa Indah sadari, Firman mencari dokter yang bisa membantu istrinya itu."Apa ada peluang istri saya sembuh, Dok?" tanya Firman saat menemui Dokter Agung—dokter senior di rumah sakit tempat dia bekerja."Saya tidak bisa memastikannya, Dok. Tapi ... kita bisa mengusahakan agar kankernya tidak menyebar lebih luas lagi. Tentu saja itu juga harus dari kemauan pasien sendiri untuk sembuh," jelas Dokter Agung."Semangat dari keluarga dekat dan juga tekad dalam diri pasien itu, pengaruhnya sangat besar," tambah Dokter Agung."Saran saya, Istri Dokter Firman segera
Malam itu pun mereka makan malam bersama. Bukan restoran mewah yang mereka pilih, melainkan lesehan kaki lima yang rasa masakannya tidak kalah enak dari restoran-restoran ternama.Selama makan, pandangan Firman tak pernah lepas dari Indah. Dalam hatinya bertekad, tak akan meninggalkan wanita yang dicintainya itu apapun yang terjadi."Jangan dilihatin terus begitu, Mas! Malu!" protes Indah uang yang menyadari sikap suaminya itu."Kenapa malu? Emang gak boleh, Mas ngelihatin istri sendiri?" keluh Firman. Indah pun tertawa kecil melihat bibir Firman yang sedikit lebih maju karena merajuk."Kamu itu memang gak pernah berubah, Mas!" kata Indah. Mereka pun melanjutkan makan dalam suasana yang bahagia.*****Akhir pekan pun tiba. Firman dan Indah sudah bersiap untuk liburan di salah satu tempat wisata di satu kota yang sama dengan tempat tinggal mereka.
"Aku hanya mencintaimu! Dan selamanya akan tetap begitu! Istri satu, yaitu kamu! Tak akan pernah ada yang lain! Titik!" sambung Firman."Tapi Mas ... sakit Indah parah dan juga tak ada lagi harapan untuk kita mendapat keturunan, Mas!" iba Indah."Indah mohon, Mas! Turuti kemauan Indah ini," tambah Indah."Gak! Gak akan pernah!" Firman tetap pada pendiriannya. Baginya, menikah itu satu untuk selamanya. Istrinya masih hidup, jadi tidak mungkin dia bisa menikah lagi."Please, Mas!" Indah terus saja memohon pada Firman. Helaan nafas berat terdengar dari mulut Firman."Baiklah! Mas akan turuti keinginanmu, asalkan ..." ucap Firman menggantung."Asalkan apa, Mas?" tanya Indah."Asalkan kamu mau mengikuti kemoterapi!" kata Firman. Indah yang mendengar itu menggelengkan kepalanya."Kalau begitu, Mas juga tak akan menuru
Arini masih tak percaya kalau dia anak pengusaha dan pebisnis sukses seperti Pak Danu. Entah nasib baik dari mana hingga akhirnya membawanya sampai di sini. Tak henti-hentinya Arini mensyukuri nikmat Allah SWT yang diberikan kepadanya.Pak Danu—papa kandungnya—meminta Arini untuk langsung tinggal bersama dirinya. Arini tahu kalau Pak Danu itu papa tirinya Sarah. Namun, Beliau sudah sedikit banyak menjelaskan status mereka. Arini pun baru tahu juga kalau sebenarnya, Ibu Wati dulunya hanya pembantu di rumah Pak Danu."Pa, tapi mana Arini jangan diganti, ya? Semoga Papa tidak keberatan, karena nama ini pemberian Bapak dan Emak. Tanpa Beliau berdua, mungkin Arini sekarang tidak akan ada di depan Papa," mohon Arini. Sebelumnya, Pak Danu berencana untuk mengubah nama Arini dengan namanya saat kecil dulu, Alea.Pak Danu tersenyum dan mengangguk. "Iya, Sayang gak apa-apa! Kamu masih hidup dan sehat seperti ini saja, Papa sudah sangat bersyukur!" "Alhamdulillah! Terima kasih, Pa!" ucap Arini
Pak Danu dan Arini sekarang berada dalam mobil yang sama. Mereka akan makan siang di restoran milik Pak Danu yang dikelola Sarah. Selain makan siang, Pak Danu juga akan mengenalkan Arini pada semua pegawai di sana. Dan, memberitahukan bahwa Arini yang akan mengambil alih pengelolaan restoran."Nak, sebaiknya kamu ambil kuliah lagi di luar negeri, ya?" tawar Pak Danu pada Arini."Kenapa mesti di luar negeri, Pa? Bukankah di dalam negeri juga banyak universitas-universitas yang bagus?" protes Arini. Arini enggan untuk berpindah negara. Baginya, Indonesia tetaplah tempat ternyaman untuk Arini tinggali."Ya ... itu kalau kamu mau. Kalau kamu maunya kuliah di sini, Papa juga tidak keberatan, Nak," jawab Pak Danu bijak. Arini mengulas senyum pada papanya itu."Alhamdulillah! Iya, Pa ... Arini mau kok kuliah. Tapi, kuliah di sini saja!" kekeh Arini.Anak dan Ayah itu kembali melanjutkan obrolannya dengan sesekali tawa terdengar dari mereka. Orang yang melihatnya pun akan merasa iri dengan ke
Jam hampir menunjukkan pukul dua belas malam. Tapi, Arman tak kunjung pulang atau menghubungi Putri. Berkali-kali Putri melihat keluar jendela, berharap kalau suaminya itu pulang.Saat ini Putri sadar, kalau dia sudah terjerat cinta Arman. Disadari atau tidak, Putri memang saat ini tengah merasakan kekhawatiran yang luar biasa. Khawatir jika Arman kenapa-napa di jalan. "Mas ... kenapa kamu gak memberi kabar lagi, sih? Apa Mas gak tahu kalau Putri khawatir sekali?" gumam Putri yang tengah mondar-mandir di depan pintu utama.Tiba-tiba ... pintu rumah digedor seseorang dengan sangat kencang. Tentu saja itu membuat Putri ketakutan. Putri lari dan bersembunyi di dalam kamar. Gedoran pintu itu masih saja terdengar. Bahkan lebih kencang dari yang sebelumnya."Mas Arman ... Putri takut! Hu ... hu ... hu!" rintih Putri dalam kamar. Dia duduk dan memeluk kakinya di atas kasur."Jangan tinggalin Putri, Mas! Putri takut, Mas!" suara Putri makin parau karena memang benar-benar ketakutan.Saat Put
Semenjak kejadian itu, Arman dan Putri jadi semakin dekat. Mereka pun berusaha untuk saling mengenal satu sama lain. Mungkin dengan berjalannya waktu, cinta akan tumbuh diantara mereka."Mas ... Putri siapkan bekal untuk makan siang, ya," seru Putri yang saat itu tengah memasak. "Ya ..." jawab Arman dengan suara yang sedikit kencang karena dia masih ada di kamar. Rumah kontrakan mereka memang rumah kecil, jadi suara dari dapur pun masih bisa di dengar di kamar. Begitupun sebaliknya.Putri semakin hari semakin nyaman dengan Arman. Begitupun sebaliknya. Walaupun mereka masih tidur sendiri-sendiri, tapi sekarang Putri tak ragu-ragu lagi untuk mengakui Arman sebagai suaminya.Arman sudah berangkat bekerja. Sekarang Putri beristirahat sebentar dan setelahnya mau mencuci baju. Baru saja Putri berbaring, suara ponselnya meraung-raung meminta untuk diangkat."Abah?" lirih Putri. Segera Putri mengangkatnya dan menyapa Haji Topan."Halo! Waalaikumsalam, Bah! Kenapa, Bah?" tanya Putri."Suamim
Saat sampai di pos polisi, keduanya masih saja terus adu mulut. Arman yang tak terima istrinya dipukul jelas saja murka."Sudah ... cukup! Kalian berdua kalau masih ribut, kami akan masukkan ke dalam sel!" bentak Pak Yoyok, anggota kepolisian yang kebetulan saat itu menangani mereka.Mendengar bentakan dari Pak Yoyok, Arman dan Sandi mendadak diam. Dalam hati, Arman berulang kali beristigfar untuk mengontrol emosinya. Sedangkan Sandi, memilih memalingkan mukanya ke sisi yang lain."Sekarang jelaskan satu per satu permasalahan kalian," pinta Pak Yoyok dengan nada yang sudah tidak tinggi lagi.Mulailah Arman menjelaskan kronologinya. Sesekali Sandi menimpali Arman. Tapi dengan cepat Pak Yoyok menghentikannya."Sekarang giliran kamu. Coba jelaskan bagaimana awal mulanya?" pinta Pak Yoyok pada Sandi.Sandi menjelaskan dengan menggebu-gebu pokok permasalannya hingga sampai dia menampar Putri di depan suaminya. Pak Yoyok hanya menggelengkan kepalanya karena tak habis pikir dengan kelakuan S
Haji Topan mendadak harus kembali ke kampung karena ada urusan yang tidak bisa diwakilkan orang lain. Dengan terpaksa, Beliau meninggalkan Putri dan Arman berdua kembali. Tapi kali ini Haji Topan bisa sedikit bernafas lega karena melihat perubahan anak perempuannya."Duduk dulu di sini sebentar!" pinta Arman sambil menepuk kursi yang ada disampingnya. Putri menuruti kata Arman dan segera duduk disampingnya."Kamu gak bosen di rumah terus?" tanya Arman basa-basi. Putri mengernyitkan dahinya ketika mendapat pertanyaan yang tidak biasa dari Arman."Emang kenapa, Mas? Mau ajak Putri jalan-jalan?" jawab Putri polos. "Kamu mau?" respon Arman."Serius? Gak bercanda, kan, Mas?" tanya Putri memastikan.Arman menganggukkan kepalanya dan Putri melompat kegirangan. Sikap Putri membuat Arman tertawa kecil. Tawa bahagia tentunya. Dan ini kali pertama Arman merasakan kebahagiaan setelah sekian lama tak merasakannya."Putri selesaikan kerjaan Putri dulu, ya, Mas." Putri berlalu tanpa melihat jalan h
Seperti yang Putri sampaikan sebelumnya, setelah makan, dirinya mengajak Haji Topan dan Arman untuk berbicara serius. Tapi sebelumnya, Putri menghidangkan teh hangat dan juga camilan untuk menemani mereka mengobrol.Haji Topan dan Arman saling adu pandang. Keduanya seakan bertanya pada satu sama lain maksud Putri mengajak mereka bicara. Bahasa tubuh mereka mengatakan hal itu. Mereka melihat Putri berkali-kali mengatur nafas. Mungkin karena apa yang akan dibicarakannya memang penting. Tak ada yang berani bertanya. Baik Haji Topan dan juga Arman hanya sama-sama menunggu Putri bicara."Bah! Mas!" kata pertama yang Putri ucapkan mampu membuat suasana menjadi bertambah tegang."Ya ..." jawab Arman yang juga mewakili Haji Topan."Putri minta maaf untuk semua kesalahan Putri. Putri sadar kalau Putri sudah kelewatan. Maaf karena belum bisa menjadi anak dan istri yang baik. Putri juga sadar kalau apa yang Putri inginkan itu belum tentu yang terbaik buat Putri."Putri berhenti sejenak untuk me
PLAAAAKK! Satu tamparan keras mendarat di pipi Sandi. Ya, Putri menampar mulut Sandi yang seperti perempuan itu. Dan Putri pun langsung berbalik arah pergi meninggalkan rumah Sandi.Sandi yang tak menyangka Putri akan berbuat seperti itu, hanya bisa memegangi pipi yang kena tampar Putri. Perih dan panas rasanya. Istri Sandi yang tak tahu apa-apa hanya bisa diam menyaksikan kejadian itu.Tak ada air mata yang mengalir di pipi Putri. Sudah cukup baginya menjadi Putri yang b*doh. Putri pulang dengan perasaan marah."Dari mana, Put?" tanya Haji Topan saat mendapati putrinya baru saja pulang. Sejak tadi Haji Topan mencari keberadaan Putri tapi tidak ketemu. Mau menelepon Arman tapi tak jadi karena takut mengganggu pekerjaan Arman. Jadilah Haji Topan hanya menunggu kepulangan Putri. Karena Beliau yakin kalau Putri tidak akan pergi jauh."Cari udara segar, Bah!" jawab Putri singkat dan berlalu masuk ke kamar.Di dalam kamar, Putri menumpahkan segala apa yang dirasakannya. Karena setelah ini
Beberapa hari setelah dirawat, Putri sudah diperbolehkan pulang oleh Dokter Radit. Dokter Radit berpesan agar keluarga selalu mendukung dan memperhatikan Putri. Itu akan berguna untuk ketenangan jiwa Putri."Bah, kalau Abah mau pulang gak apa-apa, Bah. Inshaa Allah Arman akan jaga Putri," kata Arman. Dia tahu kalau Haji Topan juga banyak urusan di kampung."Kamu tidak senang Abah di sini, Man?" terka Haji Topan."Bukan begitu, Bah! Arman justru senang kalau Abah mau tetap di sini. Tapi, urusan Abah di sana bagaimana?" jawab Arman jujur."Abah sudah titip sama Mas dan Mbakmu di sana. Abah senang Mas dan Mbakmu sekarang bersatu dan hidup bahagia lagi, Man. Ibumu juga sekarang jauh lebih dari sebelumnya," jelas Haji Topan seraya menerawang jauh ke depan."Alhamdulillah, ya, Bah! Tapi kebahagiaan kami belum lengkap karena Bela masih belum seperti dulu. Bah!" Arman berkata sambil menunduk. Dia menyembunyikan air mata yang memberontak mau keluar."Percayalah, Man, Bela akan bisa seperti dul
Sesampainya di rumah sakit, Haji Topan wajahnya terlihat tegang. Beliau mondar-mandir di depan pintu ruang perawatan Putri. Arman sedikit mempecepat langkahnya kala melihat mertuanya seperti itu."Ada apa, Bah?" tanya Arman. Haji Topan seketika menoleh ke sumber suara. Terlihat Beliau menitikkan air mata."Putri, Man! Putri!" seru Haji Topan."Putri kenapa, Bah?" Arman juga terlihat panik saat Haji Topan menyebut nama Putri."Putri mencoba menyakiti dirinya lagi, Man! Abah bingung, Man! Kita harus bagaimana?" Tangan Haji Topan mencengkram kuat lengan menantunya itu."Astagfirullah! Tenang, Bah! Kita gak boleh panik juga. Nanti urusan Putri biar Arman yang tangani. Abah tenang dulu, ya! Nanti Abah sakit," sahut Arman.Tak lama kemudian, Dokter Radit keluar dari ruangan itu. Beliau sedikit menghela nafas berat sebelum akhirnya berkata,"Putri sudah saya suntik dengan obat penenang. Saat ini hanya dukungan keluarga yang bisa membuat Putri menjadi lebih baik. Karena itu, saya sangat berha
Dokter berkata kalau Putri kehilangan banyak darah akibat percobaan bunuh diri yang Putri lakukan. Beruntung nyawa Putri masih bisa diselamatkan. Haji Topan yang mendengarnya langsung jatuh lemas. Bahkan Beliau harus dipapah Arman untuk duduk di kursi panjang yang tak jauh dari tempatnya menunggu tadi."Bah ... Abah di sini dulu, ya ... Arman belikan air mineral dulu." Arman berlalu meninggalkan Haji Topan seorang diri untuk membeli air mineral dan beberapa makanan.Tak lama, Arman kembali lagi dan memberikan air mineral pada mertuanya. Saat itu, Dokter yang menangani Putri baru saja keluar."Bagaimana keadaan anak saya, Dokter?" Haji Topan bangkit dan langsung menghampiri dokter itu."Alhamdulillah, kita tinggal menunggu pasien siuman saja, Pak!" ucap Dokter Radit. "Lalu, lukanya bagaimana, Dok?" tanya Arman yang masih khawatir."Sudah kita tangani, Pak. Sekarang tinggal masa pemulihan pasien saja. Saran saya, kalau pasien sadar. jangan dulu diberikan pertanyaan yang aneh-aneh. Saya