Setelah selesai acara kongres, Indah dan Arini tak bisa bersantai begitu saja. Laporan tentang kegiatan itu harus segera mereka kerjakan. Setelah berkutat dengan laporan selama seminggu lebih, Indah berencana untuk mengajak Arini liburan sekaligus merayakan kesuksesan terselenggaranya kongres dengan sangat baik.Namun, dibalik kata liburan itu, Indah sudah menyiapkan kejutan yang besar untuk Arini. Ini merupakan rencana Indah, Firman dan juga Pak Danu.Sebelumnya, Pak Danu yang sudah mengetahui hasil tes DNA meminta bantuan Firman lagi untuk menyiapkan kejutan untuk Arini. Tes DNA yang dilakukan Pak Danu menunjukkan bahwa benar jika Arini itu anak kandungnya. Anak perempuan yang sejak dulu Beliau dan istrinya cari. Namun sangat disayangkan, sang istri telah meninggal dunia dan tidak sempat merasakan kebahagiaan yang saat ini tengah ia rasakan."Alhamdulillah, Dok, ternyata benar Arini anak saya!" ucap Pak Danu sesaat setelah membuka hasil tes itu. Dokter Firman pun juga ikut menguca
XxSatu setengah jam sudah Arini melakukan perawatan wajah dan juga tubuh. Arini merasakan tubuh dan wajahnya menjadi lebih segar. Ucapan terima kasih tak lupa Arini ucapkan pada Dokter Wina yang secara langsung menangani perawatannya."Nah, benar, kan! Kamu jadi kelihatan tambah cantik, Ar!" puji Indah saat Arini keluar dari ruang perawatan."Kalau kamu kayak begini, yakin aku kalau Arman nyesel udah mencampakkanmu!" tambah Indah."Udah jangan bahas Mas Arman lagi!" protes Arini.Setelah itu, Indah mengajak Arini ke toko pakaian, sepatu dan juga tas. Indah memilihkan beberapa pakaian bermerk. Tubuh Arini yang ideal dan didukung dengan kulit putihnya, membuat Indah tak kesusahan memilihkan pakaian.Sepatu dan tas bermerk pun turut Indah beli. Arini sudah menolaknya dengan keras. Tapi, dia pun tahu kalau Indah sudah punya kemauan, itu harus dan tak boleh diganggu gugat.Setelah puas berbelanja, Indah mengantar Arini pulang ke kos."Ah ... capeknya!" ucap Indah sembari mendaratkan tubuh
Arini sengaja meminta pihak pengadilan untuk mengirimkan surat untuk Arman ke alamatnya juga. Rencananya, Arini sendiri yang akan menyerahkan surat itu pada Arman, sekaligus menegaskan pada keluarga Arman kalau dia bisa tanpa Arman."Tanggalnya dua hari setelah pernikahan Mas Arman dengan Sarah? Wah ... kebetulan sekali!" gumam Arini. Pikirannya sudah membayangkan sesuatu yang membuat Arini tersenyum. Penampilan Arini yang sudah diubah Indah menjadi sedemikian cantik, sehingga bisa untuk memanas-manasi Arman dan keluarga. Terlebih lagi, Indah juga membelikan beberapa barang-barang dengan harga yang fantastis bagi Arini."Tunggu kejutan dariku, Mas!" lirih Arini.Arini pun menata bajunya dalam koper hanya untuk berjaga-jaga saja. Berjaga-jaga kalau apa yang Indah katakan tadi benar. Dia akan mengajak Arini liburan ke Bali. Setelah selesai, Arini segera mandi dan juga makan malam. *****Jam empat pagi, pintu kamar Arini diketuk dari luar. Arini yang malam itu begadang, merasa berat un
Setibanya di bandara internasional Ngurah Rai Bali, mereka sudah dijemput dengan mobil dari hotel. Ketiganya langsung dibawa ke hotel tempat mereka menginap.Pak Danu sengaja tidak langsung menemui mereka. Beliau memberi kesempatan untuk Arini menikmati liburannya kali ini. Karena setelah ini, hidup Arini akan berubah seratus delapan puluh derajat.Pak Danu ingin anaknya kelak mewarisi semua kekayaan dan juga bisnisnya. Bila perlu, Arini akan di sekolahkan di luar negeri supaya nantinya bisa mengembangkan bisnisnya.Arini dan Indah masuk ke kamar masing-masing. Setelah mereka berbenah dan Arini mandi, mereka bertiga turun ke bawah untuk sarapan. Arini yang seumur hidupnya belum pernah merasakan liburan, tentu saja merasa senang. Dirinya tak pernah menyangka kalau bisa sampai di Bali seperti itu.Dulu, mimpinya ke Bali bersama Arman. Tapi, semua itu hanya tinggal mimpi saja. Jangankan untuk ke Bali, Arini minta pulang kampung saja dulu, ibu mertuanya sempat tak mengizinkan.Selesai sar
Ada sebuah rahasia besar yang Indah sembunyikan dari suami dan keluarganya. Tak ada niatan sedikitpun untuk meminta balasan dari Arini atas apa yang sudah dia lakukan padanya. Tapi ... kalau boleh Indah meminta, dia akan meminta Arini menikah dengan suaminya, Firman.*****Menaiki sebuah mobil, tempat pertama yang mereka tuju adalah bukit kintamani. Kintamani berada di bagian timur laut pulau Bali dan berada di bawah kaldera Gunung Batur. Gunung Batur salah satu gunung berapi yang masih aktif di Bali. Selain terdapat gunung Berapi, pada kawasan pariwisata Kintamani, juga dapat melihat pemandangan danau alami yang bernama danau Batur.Lebih dari satu jam mereka menikmati pemandangan alam di kintamani. Suasana alam yang menyegarkan membuat pikiran dan hati mereka jadi lebih tenang dan rileks."Ndah, kok mukamu pucat?" tanya Arini. Dia menyadari ada yang salah dari Indah."Ah, eng—gak. Perasaanmu aja kali, Ar!" jawab Indah terbata."Iya, Ndah! Kamu sakit?" tanya Arini lagi."Iya lho, Say
Malam harinya, Pak Danu sudah mempersiapkan kejutan untuk Arini. Indah dan Firman sengaja mengajak Arini untuk makan malam di luar hotel.Saat Arini memasuki tempat yang sudah disiapkan Pak Danu, dirinya terpana melihat keindahan dekorasi tempat itu. Langkah pertamanya disambut dengan sebuah cuplikan video saat bayi yang digendong oleh seorang perempuan.Di samping bayi dan perempuan itu, ada anak laki-laki yang dengan gemasnya menciumi bayi itu. Tak lama setelah itu, tampak seorang laki-laki mendekati mereka dan melambai ke arah kamera.Arini bisa menebak kalau orang-orang yang ada di video itu adalah satu keluarga. Tapi, Arini bingung ... kenapa ada video itu di tempat yang Arini kunjungi? Terlebih lagi, pengunjung cafe itu hanya mereka saja."Indah ... siapa yang ada di video itu? Kenapa di sini tak ada pengunjung lain?" Arini bertanya pada Indah karena kebingungan."Nanti kamu juga akan tahu!" Indah tersenyum pada Arini. "Ayo!" ajak Indah. Penampilan Arini malam ini tak kalah ang
Pernikahan Arman tinggal satu hari lagi. Segala persiapannya sudah sembilan puluh persen, tinggal saat acara saja sisanya. Di rumahnya, Sarah terlihat sangat bahagia. Impiannya untuk menikah dengan Arman akhirnya akan terlaksana.Gaun pengantin yang sangat cantik sudah berada di kamarnya. Setiap hari, Sarah tak henti-hentinya menantikan hari esok datang. Papa tirinya sudah diberi tahu oleh ibunya. Tapi, kata ibunya, Beliau tidak bisa datang karena ada sesuatu hal."Ya ... baguslah, Bu! Jadi, kita tidak perlu repot-repot menutupi rahasia kita. Rahasia kalau sebenarnya aku ini hanya anak tiri," ucap Sarah ketika Ibu Wati memberi tahu anaknya."Ibu juga bersyukur papa tirimu itu tidak mau datang. Sudahlah ... itu tidak penting lagi. Sebaiknya kamu istirahat, ini sudah malam. Ingat, besok kamu harus bangun pagi!" nasehat Ibu Wati."Iya, Bu!" Sarah pun masuk ke dalam kamarnya untuk tidur.
"Sayang, aku ke kamar mandi dulu, ya!" kata Doni pada Salma."Jangan lama-lama, ya! Acaranya sudah mau dimulai." Salma mengingatkan Doni. Doni menjawabnya dengan anggukan."Bel, Tuti kok gak kelihatan?" Salma celingukan mencari keberadaan Tuti."Tadi bilangnya gak ikut karena gak enak badan, Mbak," jawab Bela."Oh ... begitu, ya!" Salma menanggapi singkat.Setelah tiga jam bersiap, mereka semua sudah siap. Arman sudah duduk di depan penghulu. Sedangkan Sarah, dia dituntun penata rias untuk duduk di samping Arman. Senyum Sarah tak pernah lepas dari bibirnya."Sudah siap, Mas Arman?" tanya Pak Penghulu."Siap, Pak!" jawab Arman singkat. Wajah Arman terlihat datar saat menjawab pertanyaan penghulu.Akad nikah berlangsung khidmat dan juga lancar hanya dengan satu tarikan nafas saja. Air mata bahagia menetes di pipi Sarah.
Jam hampir menunjukkan pukul dua belas malam. Tapi, Arman tak kunjung pulang atau menghubungi Putri. Berkali-kali Putri melihat keluar jendela, berharap kalau suaminya itu pulang.Saat ini Putri sadar, kalau dia sudah terjerat cinta Arman. Disadari atau tidak, Putri memang saat ini tengah merasakan kekhawatiran yang luar biasa. Khawatir jika Arman kenapa-napa di jalan. "Mas ... kenapa kamu gak memberi kabar lagi, sih? Apa Mas gak tahu kalau Putri khawatir sekali?" gumam Putri yang tengah mondar-mandir di depan pintu utama.Tiba-tiba ... pintu rumah digedor seseorang dengan sangat kencang. Tentu saja itu membuat Putri ketakutan. Putri lari dan bersembunyi di dalam kamar. Gedoran pintu itu masih saja terdengar. Bahkan lebih kencang dari yang sebelumnya."Mas Arman ... Putri takut! Hu ... hu ... hu!" rintih Putri dalam kamar. Dia duduk dan memeluk kakinya di atas kasur."Jangan tinggalin Putri, Mas! Putri takut, Mas!" suara Putri makin parau karena memang benar-benar ketakutan.Saat Put
Semenjak kejadian itu, Arman dan Putri jadi semakin dekat. Mereka pun berusaha untuk saling mengenal satu sama lain. Mungkin dengan berjalannya waktu, cinta akan tumbuh diantara mereka."Mas ... Putri siapkan bekal untuk makan siang, ya," seru Putri yang saat itu tengah memasak. "Ya ..." jawab Arman dengan suara yang sedikit kencang karena dia masih ada di kamar. Rumah kontrakan mereka memang rumah kecil, jadi suara dari dapur pun masih bisa di dengar di kamar. Begitupun sebaliknya.Putri semakin hari semakin nyaman dengan Arman. Begitupun sebaliknya. Walaupun mereka masih tidur sendiri-sendiri, tapi sekarang Putri tak ragu-ragu lagi untuk mengakui Arman sebagai suaminya.Arman sudah berangkat bekerja. Sekarang Putri beristirahat sebentar dan setelahnya mau mencuci baju. Baru saja Putri berbaring, suara ponselnya meraung-raung meminta untuk diangkat."Abah?" lirih Putri. Segera Putri mengangkatnya dan menyapa Haji Topan."Halo! Waalaikumsalam, Bah! Kenapa, Bah?" tanya Putri."Suamim
Saat sampai di pos polisi, keduanya masih saja terus adu mulut. Arman yang tak terima istrinya dipukul jelas saja murka."Sudah ... cukup! Kalian berdua kalau masih ribut, kami akan masukkan ke dalam sel!" bentak Pak Yoyok, anggota kepolisian yang kebetulan saat itu menangani mereka.Mendengar bentakan dari Pak Yoyok, Arman dan Sandi mendadak diam. Dalam hati, Arman berulang kali beristigfar untuk mengontrol emosinya. Sedangkan Sandi, memilih memalingkan mukanya ke sisi yang lain."Sekarang jelaskan satu per satu permasalahan kalian," pinta Pak Yoyok dengan nada yang sudah tidak tinggi lagi.Mulailah Arman menjelaskan kronologinya. Sesekali Sandi menimpali Arman. Tapi dengan cepat Pak Yoyok menghentikannya."Sekarang giliran kamu. Coba jelaskan bagaimana awal mulanya?" pinta Pak Yoyok pada Sandi.Sandi menjelaskan dengan menggebu-gebu pokok permasalannya hingga sampai dia menampar Putri di depan suaminya. Pak Yoyok hanya menggelengkan kepalanya karena tak habis pikir dengan kelakuan S
Haji Topan mendadak harus kembali ke kampung karena ada urusan yang tidak bisa diwakilkan orang lain. Dengan terpaksa, Beliau meninggalkan Putri dan Arman berdua kembali. Tapi kali ini Haji Topan bisa sedikit bernafas lega karena melihat perubahan anak perempuannya."Duduk dulu di sini sebentar!" pinta Arman sambil menepuk kursi yang ada disampingnya. Putri menuruti kata Arman dan segera duduk disampingnya."Kamu gak bosen di rumah terus?" tanya Arman basa-basi. Putri mengernyitkan dahinya ketika mendapat pertanyaan yang tidak biasa dari Arman."Emang kenapa, Mas? Mau ajak Putri jalan-jalan?" jawab Putri polos. "Kamu mau?" respon Arman."Serius? Gak bercanda, kan, Mas?" tanya Putri memastikan.Arman menganggukkan kepalanya dan Putri melompat kegirangan. Sikap Putri membuat Arman tertawa kecil. Tawa bahagia tentunya. Dan ini kali pertama Arman merasakan kebahagiaan setelah sekian lama tak merasakannya."Putri selesaikan kerjaan Putri dulu, ya, Mas." Putri berlalu tanpa melihat jalan h
Seperti yang Putri sampaikan sebelumnya, setelah makan, dirinya mengajak Haji Topan dan Arman untuk berbicara serius. Tapi sebelumnya, Putri menghidangkan teh hangat dan juga camilan untuk menemani mereka mengobrol.Haji Topan dan Arman saling adu pandang. Keduanya seakan bertanya pada satu sama lain maksud Putri mengajak mereka bicara. Bahasa tubuh mereka mengatakan hal itu. Mereka melihat Putri berkali-kali mengatur nafas. Mungkin karena apa yang akan dibicarakannya memang penting. Tak ada yang berani bertanya. Baik Haji Topan dan juga Arman hanya sama-sama menunggu Putri bicara."Bah! Mas!" kata pertama yang Putri ucapkan mampu membuat suasana menjadi bertambah tegang."Ya ..." jawab Arman yang juga mewakili Haji Topan."Putri minta maaf untuk semua kesalahan Putri. Putri sadar kalau Putri sudah kelewatan. Maaf karena belum bisa menjadi anak dan istri yang baik. Putri juga sadar kalau apa yang Putri inginkan itu belum tentu yang terbaik buat Putri."Putri berhenti sejenak untuk me
PLAAAAKK! Satu tamparan keras mendarat di pipi Sandi. Ya, Putri menampar mulut Sandi yang seperti perempuan itu. Dan Putri pun langsung berbalik arah pergi meninggalkan rumah Sandi.Sandi yang tak menyangka Putri akan berbuat seperti itu, hanya bisa memegangi pipi yang kena tampar Putri. Perih dan panas rasanya. Istri Sandi yang tak tahu apa-apa hanya bisa diam menyaksikan kejadian itu.Tak ada air mata yang mengalir di pipi Putri. Sudah cukup baginya menjadi Putri yang b*doh. Putri pulang dengan perasaan marah."Dari mana, Put?" tanya Haji Topan saat mendapati putrinya baru saja pulang. Sejak tadi Haji Topan mencari keberadaan Putri tapi tidak ketemu. Mau menelepon Arman tapi tak jadi karena takut mengganggu pekerjaan Arman. Jadilah Haji Topan hanya menunggu kepulangan Putri. Karena Beliau yakin kalau Putri tidak akan pergi jauh."Cari udara segar, Bah!" jawab Putri singkat dan berlalu masuk ke kamar.Di dalam kamar, Putri menumpahkan segala apa yang dirasakannya. Karena setelah ini
Beberapa hari setelah dirawat, Putri sudah diperbolehkan pulang oleh Dokter Radit. Dokter Radit berpesan agar keluarga selalu mendukung dan memperhatikan Putri. Itu akan berguna untuk ketenangan jiwa Putri."Bah, kalau Abah mau pulang gak apa-apa, Bah. Inshaa Allah Arman akan jaga Putri," kata Arman. Dia tahu kalau Haji Topan juga banyak urusan di kampung."Kamu tidak senang Abah di sini, Man?" terka Haji Topan."Bukan begitu, Bah! Arman justru senang kalau Abah mau tetap di sini. Tapi, urusan Abah di sana bagaimana?" jawab Arman jujur."Abah sudah titip sama Mas dan Mbakmu di sana. Abah senang Mas dan Mbakmu sekarang bersatu dan hidup bahagia lagi, Man. Ibumu juga sekarang jauh lebih dari sebelumnya," jelas Haji Topan seraya menerawang jauh ke depan."Alhamdulillah, ya, Bah! Tapi kebahagiaan kami belum lengkap karena Bela masih belum seperti dulu. Bah!" Arman berkata sambil menunduk. Dia menyembunyikan air mata yang memberontak mau keluar."Percayalah, Man, Bela akan bisa seperti dul
Sesampainya di rumah sakit, Haji Topan wajahnya terlihat tegang. Beliau mondar-mandir di depan pintu ruang perawatan Putri. Arman sedikit mempecepat langkahnya kala melihat mertuanya seperti itu."Ada apa, Bah?" tanya Arman. Haji Topan seketika menoleh ke sumber suara. Terlihat Beliau menitikkan air mata."Putri, Man! Putri!" seru Haji Topan."Putri kenapa, Bah?" Arman juga terlihat panik saat Haji Topan menyebut nama Putri."Putri mencoba menyakiti dirinya lagi, Man! Abah bingung, Man! Kita harus bagaimana?" Tangan Haji Topan mencengkram kuat lengan menantunya itu."Astagfirullah! Tenang, Bah! Kita gak boleh panik juga. Nanti urusan Putri biar Arman yang tangani. Abah tenang dulu, ya! Nanti Abah sakit," sahut Arman.Tak lama kemudian, Dokter Radit keluar dari ruangan itu. Beliau sedikit menghela nafas berat sebelum akhirnya berkata,"Putri sudah saya suntik dengan obat penenang. Saat ini hanya dukungan keluarga yang bisa membuat Putri menjadi lebih baik. Karena itu, saya sangat berha
Dokter berkata kalau Putri kehilangan banyak darah akibat percobaan bunuh diri yang Putri lakukan. Beruntung nyawa Putri masih bisa diselamatkan. Haji Topan yang mendengarnya langsung jatuh lemas. Bahkan Beliau harus dipapah Arman untuk duduk di kursi panjang yang tak jauh dari tempatnya menunggu tadi."Bah ... Abah di sini dulu, ya ... Arman belikan air mineral dulu." Arman berlalu meninggalkan Haji Topan seorang diri untuk membeli air mineral dan beberapa makanan.Tak lama, Arman kembali lagi dan memberikan air mineral pada mertuanya. Saat itu, Dokter yang menangani Putri baru saja keluar."Bagaimana keadaan anak saya, Dokter?" Haji Topan bangkit dan langsung menghampiri dokter itu."Alhamdulillah, kita tinggal menunggu pasien siuman saja, Pak!" ucap Dokter Radit. "Lalu, lukanya bagaimana, Dok?" tanya Arman yang masih khawatir."Sudah kita tangani, Pak. Sekarang tinggal masa pemulihan pasien saja. Saran saya, kalau pasien sadar. jangan dulu diberikan pertanyaan yang aneh-aneh. Saya