Dengan tangan yang masih gemetar, Arini mencoba menghidupkan ponselnya. Banyak sekali pesan dan panggilan dari Indah. Indah memang sangat sensitif. Kalau ada sesuatu hal yang menimpa orang terdekatnya, dia akan selalu merasakan sesuatu, tapi dia tidak tahu apa itu.
Arini segera menekan nomor Indah dan tersambung. Tak menunggu lama, Indah mengangkat telepon Arini.
"Halo, Arini! Ya Allah, Ar ... sudah berapa kali aku coba menghubungimu tapi tak ada jawaban! Kemana saja kamu? Kamu baik-baik saja, kan? Dari tadi perasaanku tidak enak dan kepikiran kamu," cerocos Indah pada Arini.
"Maaf, Ndah, tadi ponselku mati dan —" ucapan Arini terhenti saat ada orang yang menepuk pundaknya.
"Kenapa, Ar? Arini!" seru Indah yang tak mendengar sahabatnya itu bicara.
"Arini! Ar! Kamu masih di sana, kan, Ar?" seru Indah lagi. Be
Saat berbicara dengan Indah di telepon, Arini dikejutkan dengan tepukan di pundaknya. Arini menoleh dan ternyata sudah ada Adi di belakangnya.Spontan, Arini menarik ponselnya dan melarikan diri lagi. Banyak orang yang melihat Arini dikejar Adi merasa heran. Namun, tak ada satu pun dari mereka yang membantu Arini."Ya Allah ... lindungi hamba, Ya Allah!" doa Arini dalam hati. Tiba-tiba, saat Arini hendak menyebrang, ada sebuah mobil yang hampir menabraknya. Arini yang kaget terdorong ke belakang dan jatuh. Beruntung mobil itu masih bisa mengerem tepat waktu.Pemilik mobil itu keluar, sedangkan Adi kabur begitu saja. Arini masih dalam posisi jongkok dan tangan menutup kepalanya. "Mbak ... kamu tidak apa-apa?" kata seorang laki-laki yang keluar dari mobil itu. Arini mendongak ke atas dan terkejut."Mas Firman?" seru Arini."Kamu sedang apa di sini? Dan kenapa kamu kelihatannya ketakutan begitu?" tanya Firman. Saat yang bersamaan, Pak Danu keluar dari mobil."Ada apa, Man?" tanya Pak D
Sementara itu, Pak Danu terbayang-bayang wajah Arini yang ketakutan dan ada kecemasan yang berlebih saat di mobil. Entah kenapa, Pak Danu berpikiran kalau ada orang yang berniat tidak baik pada Arini.Karena tak ingin terjadi sesuatu dengan Arini, Pak Danu menelepon anak buahnya untuk mengawasi dan menjaga Arini. Beliau sudah menyuruh anak buahnya menyelediki latar belakang Arini di kampung halamannya. Berbekal informasi dari istri Firman tentunya. Tapi ... Pak Danu lupa untuk menugaskan anak buahnya mengawasi Arini.Tak mau kecolongan lagi seperti kejadian ini, Pak Danu tak segan-segan menempatkan empat anak buahnya untuk menjaga dan mengawasi Arini dari jauh.Firman dan Pak Danu bertemu untuk membicarakan rencana Pak Danu lebih lanjut. Sebenarnya, Pak Agung ayah Firman telah mendesak Pak Danu untuk tes DNA kalau yakin kalung itu kalung istrinya. Maka dari itu, Pak Danu meminta bantuan teman Firman yang dokter untuk menjelaskan hal-hal apa saja yang harus disiapkan untuk melakukan te
"Bude Jamilah mengincar sertifikat rumah Bapak dan Emak yang diberikan padaku. Katanya aku tak berhak karena aku hanya anak pungut. Sungguh, Ndah, tak ada niatan aku untuk menguasai harta Bapak dan Emak. Aku hanya ingin melaksanakan wasiat Beliau. Mereka ingin aku menjaga rumah itu dengan sebaik-baiknya," jelas Arini. Matanya mulai berkaca-kaca setiap kali mengingat Bapak dan Emaknya."Aku berencana menggunakan rumah itu untuk rumah singgah anak-anak seperti aku ini, Ndah. Karena aku sadar, apa yang Bude Jamilah katakan itu memang benar adanya. Aku hanyalah anak angkat yang tak berhak atas harta mereka. Jadi, lebih baik aku gunakan rumah itu untuk hal yang bermanfaat supaya bisa menjadi amal jariyah Bapak dan Emak di sana," sambung Arini."Aku yakin, kalau rumah itu jatuh ke tangan Bude Jamilah, dia akan menjual rumah itu dan menghambur-hamburkan uangnya, Ndah. Apa aku salah?" isak Arini.Indah mengelus punggung Arini dan berkata," Kamu tidak salah, Ar! Kamu hanya menjalankan wasiat B
Indah sangat bersemangat mengetahui kalau ada kemungkinan Pak Danu ayah kandung dari Arini. Sejak mengenal Arini, Indah sangat tahu bagaimana kehidupan Arini dengan orang tuanya dulu. Mereka bekerja keras untuk biaya hidup dan juga menyekolahkan Arini."Oh iya, Mas, tadi aku hubungi Mas dan datang ke rumah sakit. Tapi ... kok Mas Firman gak ada di tempat?" Mata Indah menatap mata suaminya tajam, meminta penjelasan."Mas lupa kasih tahu kamu, kalau tadi itu Mas pergi sama Pak Danu. Ya untuk membahas tentang Arini juga salah satunya. Sebenarnya, sejak pertama bertemu Arini, Pak Danu sudah ada firasat tentang Arini, Sayang. Tapi, Beliau tidak mau gegabah dan memilih mencari tahu dulu biar jelas," ungkap Firman. Indah yang mendengarkan dengan seksama perkataan Firman, terlihat mengangguk."Indah sampai lupa, Mas!" seru Indah sambil menepuk jidatnya. Firman kaget mendengar istrinya sedikit berteriak."Ada apa?" jawab Firman yang juga sedikit berteriak."Tadi Arini cerita, kalau saudara dar
Pagi hari, Indah yang mempunyai misi untuk mengambil rambut Arini, sengaja datang ke kos Arini. Alasannya, untuk menjemput Arini biar bisa berangkat kerja bersama. "Kepagian kamu, Ndah!" cibir Arini. Arini yang baru selesai mandi pun bersiap-siap. "Ah gak apa-apa, daripada nanti kita telat, kan?" balas Indah. "Oh iya, Ar, aku boleh minta minum gak? Air putih aja gak apa-apa, soalnya tadi buru-buru ke sini jadi cuma minum dikit banget. Mana belum sarapan lagi," kata Indah. Gigi rapinya terlihat saat Indah tersenyum. Arini pun mengambilkan Indah gelas dan menyerahkannya. "Tuh ... kamu ambil sendiri, Ndah! Aku masih belum rapi ini," gerutu Arini. "Eh bentar, ya, Ndah ... aku ke depan dulu sebentar," kata Arini. "Mau apa kamu, Ar?" tanya Indah. "Gak ngapa-ngapain. Itu biasa ada urusan sama Pak Slamet." Arini pun berlalu sambil tertawa. Kesempatan itu tak Indah sia-siakan. Diambilnya rambut yang masih menempel disisir Arini. Kebetulan tadi saat Arini menyisir, dia lupa untuk members
"Semoga memang benar kamu anak Pak Danu, ya, Ar!" doa Indah dalam hati. Indah turun dari mobil dengan perasaan yang tak menentu. Namun, segera dia tepis karena hari ini ada kongres besar yang harus dia tangani.Acara kongres berjalan sangat lancar. Rasa lelah dan letih kini mendera Arini. Ingin rasanya dia segera pulang untuk merebahkan diri di kasur yang empuk. Namun, jam pulang kantor masih beberapa jam lagi. Dia dan Indah kini kembali disibukkan dengan pekerjaan pasca kongres itu.*****Di tempat lain, Firman sudah menerima sampel rambut Arini. Firman segera memberikan sampel itu pada Luki. Sebelumnya, Pak Danu sudah memberikan sampelnya terlebih dahulu."Saya periksa dulu, Dok! Besok kalau sudah ada hasilnya, akan saya sampaikan langsung ke Dokter Firman," ucap Luki."Baik, terima kasih! Saya tunggu kabar baiknya, Dok!" Firman kemudian pamit untuk melanjutkan pekerjaannya.Pak Danu sudah mendapatkan informasi kalau memang Arini dulunya di temukan Pak Broto dan istrinya. Dan merek
Setelah selesai acara kongres, Indah dan Arini tak bisa bersantai begitu saja. Laporan tentang kegiatan itu harus segera mereka kerjakan. Setelah berkutat dengan laporan selama seminggu lebih, Indah berencana untuk mengajak Arini liburan sekaligus merayakan kesuksesan terselenggaranya kongres dengan sangat baik.Namun, dibalik kata liburan itu, Indah sudah menyiapkan kejutan yang besar untuk Arini. Ini merupakan rencana Indah, Firman dan juga Pak Danu.Sebelumnya, Pak Danu yang sudah mengetahui hasil tes DNA meminta bantuan Firman lagi untuk menyiapkan kejutan untuk Arini. Tes DNA yang dilakukan Pak Danu menunjukkan bahwa benar jika Arini itu anak kandungnya. Anak perempuan yang sejak dulu Beliau dan istrinya cari. Namun sangat disayangkan, sang istri telah meninggal dunia dan tidak sempat merasakan kebahagiaan yang saat ini tengah ia rasakan."Alhamdulillah, Dok, ternyata benar Arini anak saya!" ucap Pak Danu sesaat setelah membuka hasil tes itu. Dokter Firman pun juga ikut menguca
XxSatu setengah jam sudah Arini melakukan perawatan wajah dan juga tubuh. Arini merasakan tubuh dan wajahnya menjadi lebih segar. Ucapan terima kasih tak lupa Arini ucapkan pada Dokter Wina yang secara langsung menangani perawatannya."Nah, benar, kan! Kamu jadi kelihatan tambah cantik, Ar!" puji Indah saat Arini keluar dari ruang perawatan."Kalau kamu kayak begini, yakin aku kalau Arman nyesel udah mencampakkanmu!" tambah Indah."Udah jangan bahas Mas Arman lagi!" protes Arini.Setelah itu, Indah mengajak Arini ke toko pakaian, sepatu dan juga tas. Indah memilihkan beberapa pakaian bermerk. Tubuh Arini yang ideal dan didukung dengan kulit putihnya, membuat Indah tak kesusahan memilihkan pakaian.Sepatu dan tas bermerk pun turut Indah beli. Arini sudah menolaknya dengan keras. Tapi, dia pun tahu kalau Indah sudah punya kemauan, itu harus dan tak boleh diganggu gugat.Setelah puas berbelanja, Indah mengantar Arini pulang ke kos."Ah ... capeknya!" ucap Indah sembari mendaratkan tubuh
Jam hampir menunjukkan pukul dua belas malam. Tapi, Arman tak kunjung pulang atau menghubungi Putri. Berkali-kali Putri melihat keluar jendela, berharap kalau suaminya itu pulang.Saat ini Putri sadar, kalau dia sudah terjerat cinta Arman. Disadari atau tidak, Putri memang saat ini tengah merasakan kekhawatiran yang luar biasa. Khawatir jika Arman kenapa-napa di jalan. "Mas ... kenapa kamu gak memberi kabar lagi, sih? Apa Mas gak tahu kalau Putri khawatir sekali?" gumam Putri yang tengah mondar-mandir di depan pintu utama.Tiba-tiba ... pintu rumah digedor seseorang dengan sangat kencang. Tentu saja itu membuat Putri ketakutan. Putri lari dan bersembunyi di dalam kamar. Gedoran pintu itu masih saja terdengar. Bahkan lebih kencang dari yang sebelumnya."Mas Arman ... Putri takut! Hu ... hu ... hu!" rintih Putri dalam kamar. Dia duduk dan memeluk kakinya di atas kasur."Jangan tinggalin Putri, Mas! Putri takut, Mas!" suara Putri makin parau karena memang benar-benar ketakutan.Saat Put
Semenjak kejadian itu, Arman dan Putri jadi semakin dekat. Mereka pun berusaha untuk saling mengenal satu sama lain. Mungkin dengan berjalannya waktu, cinta akan tumbuh diantara mereka."Mas ... Putri siapkan bekal untuk makan siang, ya," seru Putri yang saat itu tengah memasak. "Ya ..." jawab Arman dengan suara yang sedikit kencang karena dia masih ada di kamar. Rumah kontrakan mereka memang rumah kecil, jadi suara dari dapur pun masih bisa di dengar di kamar. Begitupun sebaliknya.Putri semakin hari semakin nyaman dengan Arman. Begitupun sebaliknya. Walaupun mereka masih tidur sendiri-sendiri, tapi sekarang Putri tak ragu-ragu lagi untuk mengakui Arman sebagai suaminya.Arman sudah berangkat bekerja. Sekarang Putri beristirahat sebentar dan setelahnya mau mencuci baju. Baru saja Putri berbaring, suara ponselnya meraung-raung meminta untuk diangkat."Abah?" lirih Putri. Segera Putri mengangkatnya dan menyapa Haji Topan."Halo! Waalaikumsalam, Bah! Kenapa, Bah?" tanya Putri."Suamim
Saat sampai di pos polisi, keduanya masih saja terus adu mulut. Arman yang tak terima istrinya dipukul jelas saja murka."Sudah ... cukup! Kalian berdua kalau masih ribut, kami akan masukkan ke dalam sel!" bentak Pak Yoyok, anggota kepolisian yang kebetulan saat itu menangani mereka.Mendengar bentakan dari Pak Yoyok, Arman dan Sandi mendadak diam. Dalam hati, Arman berulang kali beristigfar untuk mengontrol emosinya. Sedangkan Sandi, memilih memalingkan mukanya ke sisi yang lain."Sekarang jelaskan satu per satu permasalahan kalian," pinta Pak Yoyok dengan nada yang sudah tidak tinggi lagi.Mulailah Arman menjelaskan kronologinya. Sesekali Sandi menimpali Arman. Tapi dengan cepat Pak Yoyok menghentikannya."Sekarang giliran kamu. Coba jelaskan bagaimana awal mulanya?" pinta Pak Yoyok pada Sandi.Sandi menjelaskan dengan menggebu-gebu pokok permasalannya hingga sampai dia menampar Putri di depan suaminya. Pak Yoyok hanya menggelengkan kepalanya karena tak habis pikir dengan kelakuan S
Haji Topan mendadak harus kembali ke kampung karena ada urusan yang tidak bisa diwakilkan orang lain. Dengan terpaksa, Beliau meninggalkan Putri dan Arman berdua kembali. Tapi kali ini Haji Topan bisa sedikit bernafas lega karena melihat perubahan anak perempuannya."Duduk dulu di sini sebentar!" pinta Arman sambil menepuk kursi yang ada disampingnya. Putri menuruti kata Arman dan segera duduk disampingnya."Kamu gak bosen di rumah terus?" tanya Arman basa-basi. Putri mengernyitkan dahinya ketika mendapat pertanyaan yang tidak biasa dari Arman."Emang kenapa, Mas? Mau ajak Putri jalan-jalan?" jawab Putri polos. "Kamu mau?" respon Arman."Serius? Gak bercanda, kan, Mas?" tanya Putri memastikan.Arman menganggukkan kepalanya dan Putri melompat kegirangan. Sikap Putri membuat Arman tertawa kecil. Tawa bahagia tentunya. Dan ini kali pertama Arman merasakan kebahagiaan setelah sekian lama tak merasakannya."Putri selesaikan kerjaan Putri dulu, ya, Mas." Putri berlalu tanpa melihat jalan h
Seperti yang Putri sampaikan sebelumnya, setelah makan, dirinya mengajak Haji Topan dan Arman untuk berbicara serius. Tapi sebelumnya, Putri menghidangkan teh hangat dan juga camilan untuk menemani mereka mengobrol.Haji Topan dan Arman saling adu pandang. Keduanya seakan bertanya pada satu sama lain maksud Putri mengajak mereka bicara. Bahasa tubuh mereka mengatakan hal itu. Mereka melihat Putri berkali-kali mengatur nafas. Mungkin karena apa yang akan dibicarakannya memang penting. Tak ada yang berani bertanya. Baik Haji Topan dan juga Arman hanya sama-sama menunggu Putri bicara."Bah! Mas!" kata pertama yang Putri ucapkan mampu membuat suasana menjadi bertambah tegang."Ya ..." jawab Arman yang juga mewakili Haji Topan."Putri minta maaf untuk semua kesalahan Putri. Putri sadar kalau Putri sudah kelewatan. Maaf karena belum bisa menjadi anak dan istri yang baik. Putri juga sadar kalau apa yang Putri inginkan itu belum tentu yang terbaik buat Putri."Putri berhenti sejenak untuk me
PLAAAAKK! Satu tamparan keras mendarat di pipi Sandi. Ya, Putri menampar mulut Sandi yang seperti perempuan itu. Dan Putri pun langsung berbalik arah pergi meninggalkan rumah Sandi.Sandi yang tak menyangka Putri akan berbuat seperti itu, hanya bisa memegangi pipi yang kena tampar Putri. Perih dan panas rasanya. Istri Sandi yang tak tahu apa-apa hanya bisa diam menyaksikan kejadian itu.Tak ada air mata yang mengalir di pipi Putri. Sudah cukup baginya menjadi Putri yang b*doh. Putri pulang dengan perasaan marah."Dari mana, Put?" tanya Haji Topan saat mendapati putrinya baru saja pulang. Sejak tadi Haji Topan mencari keberadaan Putri tapi tidak ketemu. Mau menelepon Arman tapi tak jadi karena takut mengganggu pekerjaan Arman. Jadilah Haji Topan hanya menunggu kepulangan Putri. Karena Beliau yakin kalau Putri tidak akan pergi jauh."Cari udara segar, Bah!" jawab Putri singkat dan berlalu masuk ke kamar.Di dalam kamar, Putri menumpahkan segala apa yang dirasakannya. Karena setelah ini
Beberapa hari setelah dirawat, Putri sudah diperbolehkan pulang oleh Dokter Radit. Dokter Radit berpesan agar keluarga selalu mendukung dan memperhatikan Putri. Itu akan berguna untuk ketenangan jiwa Putri."Bah, kalau Abah mau pulang gak apa-apa, Bah. Inshaa Allah Arman akan jaga Putri," kata Arman. Dia tahu kalau Haji Topan juga banyak urusan di kampung."Kamu tidak senang Abah di sini, Man?" terka Haji Topan."Bukan begitu, Bah! Arman justru senang kalau Abah mau tetap di sini. Tapi, urusan Abah di sana bagaimana?" jawab Arman jujur."Abah sudah titip sama Mas dan Mbakmu di sana. Abah senang Mas dan Mbakmu sekarang bersatu dan hidup bahagia lagi, Man. Ibumu juga sekarang jauh lebih dari sebelumnya," jelas Haji Topan seraya menerawang jauh ke depan."Alhamdulillah, ya, Bah! Tapi kebahagiaan kami belum lengkap karena Bela masih belum seperti dulu. Bah!" Arman berkata sambil menunduk. Dia menyembunyikan air mata yang memberontak mau keluar."Percayalah, Man, Bela akan bisa seperti dul
Sesampainya di rumah sakit, Haji Topan wajahnya terlihat tegang. Beliau mondar-mandir di depan pintu ruang perawatan Putri. Arman sedikit mempecepat langkahnya kala melihat mertuanya seperti itu."Ada apa, Bah?" tanya Arman. Haji Topan seketika menoleh ke sumber suara. Terlihat Beliau menitikkan air mata."Putri, Man! Putri!" seru Haji Topan."Putri kenapa, Bah?" Arman juga terlihat panik saat Haji Topan menyebut nama Putri."Putri mencoba menyakiti dirinya lagi, Man! Abah bingung, Man! Kita harus bagaimana?" Tangan Haji Topan mencengkram kuat lengan menantunya itu."Astagfirullah! Tenang, Bah! Kita gak boleh panik juga. Nanti urusan Putri biar Arman yang tangani. Abah tenang dulu, ya! Nanti Abah sakit," sahut Arman.Tak lama kemudian, Dokter Radit keluar dari ruangan itu. Beliau sedikit menghela nafas berat sebelum akhirnya berkata,"Putri sudah saya suntik dengan obat penenang. Saat ini hanya dukungan keluarga yang bisa membuat Putri menjadi lebih baik. Karena itu, saya sangat berha
Dokter berkata kalau Putri kehilangan banyak darah akibat percobaan bunuh diri yang Putri lakukan. Beruntung nyawa Putri masih bisa diselamatkan. Haji Topan yang mendengarnya langsung jatuh lemas. Bahkan Beliau harus dipapah Arman untuk duduk di kursi panjang yang tak jauh dari tempatnya menunggu tadi."Bah ... Abah di sini dulu, ya ... Arman belikan air mineral dulu." Arman berlalu meninggalkan Haji Topan seorang diri untuk membeli air mineral dan beberapa makanan.Tak lama, Arman kembali lagi dan memberikan air mineral pada mertuanya. Saat itu, Dokter yang menangani Putri baru saja keluar."Bagaimana keadaan anak saya, Dokter?" Haji Topan bangkit dan langsung menghampiri dokter itu."Alhamdulillah, kita tinggal menunggu pasien siuman saja, Pak!" ucap Dokter Radit. "Lalu, lukanya bagaimana, Dok?" tanya Arman yang masih khawatir."Sudah kita tangani, Pak. Sekarang tinggal masa pemulihan pasien saja. Saran saya, kalau pasien sadar. jangan dulu diberikan pertanyaan yang aneh-aneh. Saya