"Bu, dari pada ngomel melulu, mending duduk, lalu makan." Aku berucap dengan datar menatap wajah wanita tua yang begitu angkuh tersebut.
"Ibu gak mau makan, kecuali Mang Udin datang.""Yasudah, biarkan aja Leha, kamu gak usah urusin Ibu. Mas aja malas sudah!" Aku dan Ibu tercengang mendengar penuturan Suamiku yang nampak begitu acuh."Juna, kamu gak sayang Ibu lagi? Nak.""Justru Juna sayang, makanya Juna gak mau Ibu di peralat oleh Mang Udin, bukannya kedamaian dan kebahagiaan yang Ibu dapat, yang ada malah hancur Keluarga kita gara-gara dia.""Juna, Ibu sayang sama mang Udin! Kamu gak boleh bersikap begitu dengannya, sakit hati Ibu.""Yaudah, kalau memang Ibu sayang! Ibu ikut saja sama Mang Udin, jangan numpang di sini. Juna gak mau Keluarga Juna berantakan, gara-gara suami baru Ibu itu.""Jadi kamu ngusir Ibu Jun?"Mas Juna tak bergeming, ia melanjutkan makannya dengan tenang, aku pun malas meDering telepon masuk membuyarkan lamunanku dari Mas Juna dan Ibu yang entah kemana perginya.Kuraih gawai milikku yang berada di atas meja, aku menghela napas perlahan, tertera nama Mas Juna di layar handphone.Aku pun menerima panggilan teleponnya.[Hallo,][Dek, Ibu masuk rumah sakit] ucapnya dengan suara getir.Aku sedikit tersentak mendengar berita dari Mas Juna.[Yang benar Mas? Emang Ibu sakit apa?] tanyaku lagi.[Lemah jantung Dek, darah tinggi juga katanya][Astaghfirullah] ujarku.[Mas nggak bisa ninggalin Ibu di tempat Nora, tadi saja kami kesitu, Nora sudah terang-terangan menolak kehadiran Ibu. Terpaksa, Mas bawa ke rumah lagi, ya Dek.]Aku dilema, mau nggak mau, aku pun menyetujui permintaan Mas Juna, aku juga seoarang Ibu. Aku bahkan tidak tahu perangaiku ketika tua nanti, aku berharap tidak seperti Ibu Mertua. Tapi menolaknya juga tidak mungkin, biar bagaimanapun, dia adalah wa
Pov Ibu°'Udin, suamiku tersayang, aku rindu!' batinku bergejolak, menahan rasa rindu yang menggebu-gebu kepada pujaan hati yang kini bersama Istri ondel-ondelnya itu.Aku muak sebenernya kepada wanita itu, meskipun ia lebih muda dariku, tapi aku yakin aku lebih seksi darinya.Ia menjadikan aku pembantu gratisan di rumah kontrakan sempit itu, namun aku tak peduli, demi cintaku pada Udin, aku rela berkorban sebanyak itu.Aku bahkan hampir di penjara gara-gara emosi, untung saja anakku pandai membujuk menantu sialan itu.Namun sayangnya, ia tetap berusaha mengusir diriku yang malang ini dari rumahnya, terutama Udin suamiku, mereka menghina dan mengusir pangeranku itu dengan kasar tanpa belas kasihan.Dadaku sesak, hatiku sakit, melihat kepergian Suamiku tersayang. Namun aku juga tidak berani mengikuti langkahnya, sebab suamiku mengancamku berkali-kali, jika aku tidak bisa tinggal di rumah anakku lagi, maka aku pun tak boleh kem
Hari ini Ibu sudah kembali pulang lagi ke rumah kami, meski berat hati, tapi aku tidak mungkin mengusirnya.Semoga saja, kali ini Ibu bisa bersikap lebih baik lagi, dan Mang Udin juga tidak lagi menjadi benalu tambahan di keluarga kami."Leha, Ibu mau ayam bakar!" rengeknya."Baiklah, nanti Bibi yang buatin, Ibu istirahat dulu," ujarku."Mau-nya kamu yang bikinkan, masakan kamu enak-enak biasanya, jangan nyuruh orang lain dong! Leha," ujarnya dengan mimik wajah datar."Bu, Leha ini nggak bisa jalan masih, masa Ibu suruh-suruh?" jawabku setengah kesal, baru pulang sudah mulai buat perkara."Iya, Bu. Itukan semua gara-gara Ibu juga, bikin Leha seperti itu." Mas Juna menimpali ocehan kami. Ibu hanya mendengus kesal, mas Juna pun berlalu membawa Ibunya masuk ke dalam kamar tamu, kamar yang memang biasa Ibu tempati."Bi, buatkan ayam bakar madu," titahku pada Bibi yang tengah asik memotong-motong beberapa sayura
"Sekalian saja kamu minta suapin, biar tangan kamu itu makin tidak berguna!" sahut Mas Juna dengan kesal.Nora pun diam, ia lalu menyendok nasi dengan mimik wajah cemberut."Juna, jangan begitu sama Adek kamu, Nak." Ibu berucap dengan lemah lembut, ah entahlah.Mas Juna kembali menyuapkan nasi ke dalam mulutnya, tanpa menyahut sedikitpun. Sedangkan Nora kembali makan dengan lahap, begitupun kedua bocah malang itu.Selesai makan, Mas Juna menggendongku menuju ruang keluarga. Di ruang keluarga masih ada Enot yang menggendong bayiku sambil mengajaknya ngobrol."Not, kamu makan dulu, sinikan Baimnya!" ujarku sambil mengulurkan kedua tanganku ke arah Enot."Baik, Bu!" sahutnya sambil memberikan Baim ke gendonganku.Ia pun berlalu masuk ke dapur.Terdengar suara Nora memberi perintah kepada Enot."Eh, Babysiter, mandiin anakku nanti," ujarnya.Aku yang mendengar titah dari Nora hanya
"Asal kalian tahu saja, selama ini aku tidak pernah keluar kota! Setahun belakangan ini aku memantau semua kelakuan Nora secara diam-diam.""Tidak usah berbelit-belit, Jo. Langsung saja pada intinya!" bentak Mas Juna yang mulai tersulut emosi."Adik kamu itu, selama setahun ini bermain gila dengan Om-Om. Ia bahkan ketangkap basah di hotel bersama seorang laki-laki parubaya yang tak lain adalah tetangga di samping rumah. Aku malu, aku kehilangan muka asal kalian tahu. Selama ini aku bersabar demi anak-anakku.Aku bahkan membiarkan Nora menitipkan mereka ke penitipan anak, setia Nora menitipkan mereka, aku selalu membawa mereka berdua jalan-jalan.Aku sudah pernah mencoba menyadarkan Nora, namun Nora selalu menghinaku miskin dan acuh dengan semua nasehatku.Wajar jika sekarang aku berniat menceraikannya dan menikahi perempuan lain."Paijo menjelaskan semuanya dengan panjang lebar. Mas Juna menatap geram pada Nora, namun Nora menepi
"Mau kamu apa sebenarnya? Hah," bentaknya kasar. Aku mengernyitkan dahi menatap laki-laki yang bergelar suamiku ini, harusnya aku yang bertanya seperti itu."Mas, harusnya aku yang bertanya begitu,, mau kamu apa? Datang-datang mengamuk begini, persis sekali satu keluarga tidak ada yang memiliki etika sama sekali," cercaku dengan wajah merah padam, bukan hanya dia yang kini tersulut emosi, aku pun begitu."Istri durhaka kamu, Leha.""Kalau aku durhaka, ngapain kamu masih mau bertahan hidup denganku, kamu bisa mencari wanita lain yang mau tubuh dan hatinya di gerogoti keluaraga kamu!" bentakku.Terlihat tangan Mas Juna kini mengepal, ia seakan ingin sekali menamparku. Coba saja, berani ia menyentuhku, aku tidak segan-segan memasukkan ia ke penjara."Kamu tega memfitnah Nora, dia bahkan berlutut dan bersumpah atas nama Ibuku, bahwa dia tidak melakukan seperti yang kamu tuduhkan!" lirihnya sambil menampar dinding."Kamu l
Tiba-tiba aku teringat akan penuturan Mas Juna tentang Ibunya yang kini kritis, aku bahkan kehilangan rasa khawatir terhadap wanita yang bergelar Ibu Mertuaku itu.Apakah kini hatiku telah hilang empati kepadanya, entahlah.______________Malam hari telah tiba, namun Mas Juna sepertinya masih di rumah sakit, tidak lama kemudian, terdengar suara deru mesin mobil memasuki pekarangan rumah."Bi, coba tengok siapa yang datang!" ujarku kepada Bi Surti yang beranjak dari duduknya, sambil berjalan menuju pintu keluar."Leha ..., Leha ..., wanita cacat!" teriak Nora melengking, mendengar ucapannya itu, rasanya membuatku semakin geram dan sangat bernafsu untuk menyeret wanita sialan itu keluar rumah.Namun aku masih berusaha sabar, sambil menonton tivi.”Eh pembantu! Siapkan minuman dan makan enak untuk tamu saya!" titah Nora yang terdengar menggema, hingga ke dalam ruang keluarga. Andai saja keadaanku pulih, kupastikan m
pov Nora°Dari awal hingga sekarang, hanya sebuah kebencian yang selalu terpatri di wajahku, kala memandang wajah Leha, Istri dari Kakaku. Wanita kampungan itu, mengendalikan seluruh kekayaan kakak, kalau saja dia tidak pelit dan royal kepadaku, mungkin aku tidak sebenci ini.Rumah tanggaku hancur, akibat ulahku sendiri yang suka bermain cinta dengan Om-om yang bisa memuaskan hasrat belanjaku.Aku terusir, bahkan aku di permalukan semua orang di komplek perumahan tempatku tinggal.Dan kini, kedua anakku diambil mantan suamiku, akibat campur tangan Leha sialan itu.Bahkan ibuku sampai masuk rumah sakit, selain licik, Leha juga tukang ngadu. Hatiku semakin geram, dendam dan kebencian menyeruak dihati ini.Mendidih seperti air yang di panaskan.Sepulang dari rumah sakit, aku berniat bermain-main dengan teman lelakiku dan sedikit menjahili si Leha. Namun na'as, mas Juna pulang dan mengamuk.Di luar dugaanku, ia bahkan t