"Nora, kamu di sini itu sama saja buat masalah!" ucap Mas Juna.
"Juna..., Nora ini adik kamu! Masa kamu begitu sama dia!" cecar Ibu yang tidak terima anak perempuannya di larang tinggal di rumah ini."Bu, semua demi kebaikan kita, nanti Nora bertengkar terus sama Leha!" sahut Mas Juna lagi."Alasan kamu saja! Bilang saja kamu terbebani dengan adanya kami," jawab Ibu dengan wajah cemberutnya."Ah, sudahlah, capek ngomong sama kalian," ujar Mas Juna. Ia berlalu keluar rumah meninggalkan dua wanita itu."Bu, Mas Juna bucin banget sama Leha, jangan di biarkan! Kasihan itu," ucap Nora mengompori Ibunya itu."Ibu juga gak habis pikir!" jawab Ibunya dengan wajah frustasi, mereka berdua duduk dalam hening.Tak lama kemudian, keluarlah dua bocah tengil anak si Nora itu dari dalam kamar Neneknya.Mereka berlari kesana kemari membuat rumahku berantakan. Bahkan teras rumah pun kotor dengan tanah, yang mereka mainkan."Aku kecewa sama kamu! Mas. Kamu seolah menutup mata dengan keculasan mereka!" lirihku."Maaf, Dek. Mas serba salah dalam hal ini," ujarnya dengan wajah sedihnya."Mulai besok, aku akan aktif kembali ngurus toko, Mas silahkan cari kerjaan lain.""Lalu Baim bagaimana? Kamu di rumah saja, Dek. Urus Baim.""Aku bisa gila jika terus di rumah, Baim gampang! Aku bawa dia ke toko, sambil ngontrol. Dan ingat, mulai besok Mas cari kerjaan lain," ujarku sambil berdiri, meninggalkan Mas Juna yang terdiam mematung.Terdengar suara deru mesin mobil memasuki pekarangan rumah, aku bergegas memasuki kamar membawa Baim. Mereka pasti akan ngamuk ketika masuk kamar, melihat begitu banyak pasir serta tanah di dalam kamar Ibu.Aku tersenyum sinis membayangkannya.Terdengar suara ribut-ribut dari bawah, aku melihat dari lantai atas."Apa ini, Juna. Kenapa begitu banyak pasir dan tanah di dalam kamar Ibu?" tanya Ibu ke
"Mulut kamu semakin gak bisa di toleransi, sekarang mending kamu pulang, cepat!" bentak Mas Juna kepada Nora yang memandang pilu pada kakaknya. Ia seakan tak percaya kakaknya bisa melakukan hal sekasar itu kepadanya."Kak, kenapa kakak berubah sekasar ini?" Nora menatap Nanar kepada Mas Juna."Kamu sendiri yang mau di kasarin. Leha itu benar, jangan membabu di rumah ini, kamu di izinkan nginap saja sudah sukur! Nora."Nora menatap nanar kepada Kakaknya, lalu beralih sinis menatapku, aku menyunggingkan senyum remeh kepadanya."Yasudah, urus keluarga kamu! Mas. Aku mau ke toko!" ujarku sambil berjalan melewati Ibu. Namun dengan kasar Ibu mencengkeram lenganku."Mau ke toko mana? Siapkan sarapan untuk kami, jangan jadi Istri tidak berguna kamu!" hardik Ibu sambil mendorongku dengan kasar. Hampir saja aku kehilangan keseimbangan, jika Mas Juna lambat menangkap tubuhku yang terhuyung-huyung. Padahal aku lagi menggendong bayi Ba
Seketika Nora terperanjat, ia bersimpuh di bawah kaki kakaknya itu, mengiba agar tidak di tagih hutang."Nora belum ada uangnya, Kak. Maaf, Nora gak bakal ulangi kesalahan ini lagi.""Pergi, kemasi barang-barang kamu! Kakak gak mau pelihara maling di sini," ujar Mas Juna dengan marahnya."Juna, jangan begitu sama Adik kamu!" bentak Ibu yang tak suka anak perempuannya di perlakukan kasar oleh Mas Juna."Maafkan, Juna, Bu. Jika Ibu keberatan, ibu boleh pergi bersama Nora.""Kamu ngusir ibu? Jun.""Jika itu yang terbaik, Juna mencintai kalian, juga mencintai keluarga Juna. Tapi jika kalian tidak mencintai keluarga Juna, dengan berat hati, ikutlah Ibu bersama Nora.""Kak, Nora kan bukan orang kaya, mana mungkin nampung Ibu juga, yang ada nambahin beban," ucap Nora."Lihat anak kesayangan Ibu! Dia terang-terangan menolak dan menganggap Ibu beban," ujarku mengompori mereka."Diam kamu!" bent
pov Ibu°'Kurang ajar banget si Leha ini, dia begitu pandai memutar balikkan fakta, bahkan pandai pula mengadu domba. Mantu durhaka emang, kini Juna lebih membela dia dibanding aku Ibu kandungnya, bahkan ia sampai tega mengusir Nora, anak perempuan kesayanganku dari rumah mereka.' batinku semakin terluka, kala mengingat tangisan anak kesayanganku, yang harus pulang ke rumahnya.Anakku pernah bilang, kalau suaminya itu sangatlah pelit dan selalu keluar kota. Kesempatan itu kadang digunakan anakku untuk berselingkuh, demi mendapatkan uang untuk ia dan anak-anaknya makan. Kadang juga, Juna anakku yang memberi adiknya itu sejumlah uang yang lumayan besar.Aku kini tak boleh bertengkar dengan Leha, meskipun rasanya menatapnya saja aku meradang, namun apalah daya. Dari pada aku diusir Juna ke rumah Nora, jelas aku pun tak mau hidup susah disana, sudah cukup kulewati masa- masa susah itu.Aku berniat keluar pagi jalan-jalan, jenuh di rumah te
Semenjak kejadian penyiraman air ikan bau busuk itu, Ibu mertua tidak berani unjuk gigi keluar rumah, ia bahkan seperti anak remaja yang patah hati. Jarang mandi dan tidak mau makan, parahnya lagi, nangis melulu.Mas Juna dan aku semakin kebingungan menghadapi tingkah Ibu mertua yang kini puber ke dua."Dek, Mas sekarang di terima kerja, di gudang karet. Gajinya memang nggak seberapa, tapi dari pada nggak kerja, kan lebih baik Mas terima saja tawaran itu.""Gak apa-apa, Mas. Yang penting mas mau kerja saja, aku udah senang!" ujarku sambil mengulas senyum tipis."Terimakasih, Sayang! Tapi gajinya cuma dua juta saja, itu pun rencananya bakal Mas bagi ke Ibu lagi. Apakah kamu keberatan?" tanyanya kepadaku."Tentu tidak, tapi Mas juga jangan lupa untuk membayar hutang itu.""Yaudah, nanti Adek jual aja mobil, Mas. Sisanya buat Mas beli motor!"'Aku mengernyitkan dahi, apa sebenarnya yang kini Suamiku mau, ia se
"Juna, Ibu mau Pernikahan ala-ala princess di negeri dongeng!" ucapnya sambil tersenyum malu-malu.Mas Juna melongo, ia menatapku dan Nora yang seakan tak kalah syock nya dengan permintaan wanita yang bergelar Ibu itu."Bu, jangan malu-maluin, sudah tua juga!" protes Nora yang tidak terima dengan permintaan Ibunya itu."Eh, jangan begitu sama Ibu sendiri. Biar bagaimanapun, membahagiakan orang tua itu wajib bagi anak-anaknya!" sahut Mang Udin yang tidak terima calon istrinya itu di protes."Terimakasih, Sayang! Kamu benar-benar lelaki idamanku," tukas Ibu dengan tersipu malu.Aku semakin menggeleng-geleng melihat tingkah mereka berdua yang lupa usia.Tak ingin banyak berdebat, akhirnya aku dan Mas Juna menyetujui permintaan Ibu Mertua yang nyeleh itu. Kami pun mulai mempersiapkan acara pernikahan Ibu dan Mang Udin.Semua telah siap, tinggal menunggu penghulu datang! Jika biasanya para calon pengantin menggu
"Biarin aja deh Kokom di sini, Leha. Ibu gak mau di pisahkan sama Bapak kamu!" ucap Ibu mengiba.Enggak, kenapa kalian nggak tinggal terpisah dari kami sih, Bu. Ngapain coba Ibu nikah sama dia, kalau nggak mampu nafkahin Ibu." Aku berkata sambil menatap sinis pada Mang Udin yang memasang wajah menantang."Eh Leha, kamu jangan atur-atur orang tua begitu, nggak baik jadi Mantu. Biar bagaimanapun juga, Ibu ini berhak tinggal di mana saja! Jadi anak kok begitu banget," celetuk Ibu yang tidak terima dengan ucapanku."Ya, tapi sadar nggak sih, Ibu itu bawa benalu dalam rumah kami," sahutku dengan kesal."Lihat! Kok mantu kamu nggak punya etika begitu," ujar Mang Udin."Buat apa saya punya etika dengan para benalu. Saya nggak akan terima Kokom di rumah ini, sadar diri dong! Ini rumah tangga, bukan rumah duka. Ini rumah saya, bukan rumah para lansia," cecarku dengan kesal.Meraka semua memandang marah kepadaku. Namun aku teta
Namun, aku tunggui mereka berdua, hingga selesai makan."Leha, Terimakasih, Nak." Mang Udin berucap sambil tersenyum."Selesai makan, mang Udin dan Kokom silahkan tunggu di taman depan saja," ujarku dengan datar."Kok gitu?" tanya Mang Udin, seolah ia keberatan."Cepat saja makannya, saya juga mau istirahat." Aku berucap dingin, tanpa menyahut pertanyaannya.Mang Udin dan Kokom saling pandang, lalu kembali mempercepat makannya.Sedangkan Ibu mertua tidak tahu menahu, bahwa mang Udin dan Kokom ada di dalam rumah. Ibu asik dengan derai tangisnya di dalam kamar.Setelah mengantar mereka kembali ke luar rumah, aku berniat masuk ke kamarku kembali.Baru berbalik badan mau menuju tangga, sudah terdengar tangisan Ibu mertua di ruang keluarga, ia tengah mengadu pada Putri kesayangannya itu.Namun aku acuhkan saja, aku berjalan cepat menaikki anak tangga, namun Ibu Mertua kembali menangis kencang untuk menarik p
Bab89"Siska, aku akan berusaha lebih keras lagi, untuk mencukupi kebutuhan kita. Tapi bisakah, kita pulang dan biarkan Leha, menikmati kebahagiaannya?"Jalu berkata dengan pelan, berharap Siska mendengarkan permintaannya."Tapi, Mas! Leha hidup enak, masa kita orang tuanya, hidup blangsak?""Leha, sudahlah! Biarkan saja kami tinggal bersama kalian," kata Siska, kembali memasang wajah memelas."Maaf, Bu! Leha tidak bisa," tegas Leha. "Lagi pula, selama ini Leha berjuang hidup sendiri. Semenjak Bapak menikahi Ibu, dia bahkan tidak lagi menengokku di rumah Nenek. Jadi, kurasa aku berhak menolak kehadiran kalian.""Mas, anakmu itu!" pekik Siska, menahan emosi dalam dadanya."Sudah! Aku juga lelah dengan sikapmu. Dari tadi kuminta baik-baik, tapi kamu terus bersikeras mengacaukan hari bahagia Leha. Dia itu putriku! Bukan putrimu, jadi tidak usah bersikap seperti ini. Kamu harus tahu, tidak ada kewajiban dia mengurus kamu dan aku."
Bab88 Leha tersenyum sumringah. Ketika calon suaminya, berjalan mendekat ke arahnya. "Terimakasih," bisik Briyan. "Aku beruntung!" ungkapnya dengan suara lembut. "Sudahlah, aku malu dilihati banyak orang," sahut Leha dengan wajah bersemu merah. "Haha, masa malu! Kita akan menikah," balas Briyan. Dikejauhan. Juna sangat sakit hati, melihat mantan istrinya, berbahagia bersama lelaki lain. "Leha ...." suara lelaki itu, membuat Leha sangat terkejut. Leha menoleh, ke arah asal suara."Bapak!" pekiknya. Melihat Jalu datang, bersama istrinya. Leha berjalan cepat, ke arah Jalu. "Bapak, beneran ini Bapak?" tanya Leha tidak percaya. Lama Jalu menghilang, meninggalkan Leha dan Ibunya, yang bernama Ratih. Ratih meninggal, saat usia Leha, sudah menginjak satu tahun. Cerita pilu dia terima, Leha lahir dalam penjara. Namun tetap saja, dia buah hati yang tidak bersalah apa-apa. Perbu
pov Juna°"Mas, kamu cari kerja dong! Jangan nyantai aja kerjaannya, gak guna banget jadi laki-laki." Amel berteriak kasar kepadaku, ketika melihatku duduk termenung di teras rumah.Bagaimana aku bisa bekerja, sedangkan kesana kemari saja selalu di curigai. Di tuduh yang bukan-bukan lagi."Sabar dong! Kan sudah bikin lamaran juga, tapi memang belum ada panggilan kerja." Aku menyahut dengan kesal."Ya cari yang lain kek, kerja apa gitu, yang penting dapat uang." Amel berucap menggebu-gebu."Mel, kamu nih maksa banget. Mas juga pusing!" ucapku dengan berusaha setenang mungkin, meredam amarah dalam dada.Amel menghembuskan napas panjang. "Ibu sama anak sama-sama cuma jadi benalu saja. Nggak bisa bantu apa-apa, kalau aku tidak hamil, aku nggak akan sudi hidup bersama kalian." Aku berkata sambil melangkah pergi dengan teriakan dan emosi yang meletup-letup.Aku hanya terdiam, kali ini masa bodo.Aku juga ingin
Notifikasi pesan singkat masuk.Aku meraih benda pipih itu, lalu membuka pesan, yang berasal dari Brian."Ada waktu nggak? Mau ngajak makan malam!"tanya Brian di pesan itu."Boleh, jam berapa?"balasku."Jam tujuh ya! Aku jemput. Bawa Baim juga,"balasnya lagi."Oke."______________Tepat jam tujuh malam, aku dan Baim sudah siap di ruang tamu, menunggu kedatangan Brian.Tak lama kemudian, terdengar suara deru mesin mobil memasuki pekarangan rumah. Aku tersenyum, meski belum melihat sosok Brian memasuki rumah. Namun aku sudah yakin, yang datang adalah Brian, yang sudah janjian dengan kami.Benar saja, wajah sumringah dengan ucapan salam memasuki pintu depan rumah."Assalamu'alaikum!" ucapnya sambil tersenyum dan berjalan menuju ke arah aku dan Baim. Wajah manis, kumis tipis kulit putih badan tegak itu kini menggendong bayiku dengan penu
Akhirnya, hari ini sidang keputusan cerai antara aku dan Mas Juna. Sebentar lagi, aku akan menyandang status single parents. Tidak masalah, yang penting hidupku tenang dari Benalu, dan aku bisa memulai hidup baru yang semoga saja lebih baik dari ini.Aku datang kepersidangan. Semoga hari ini lancar tanpa kendala, setelah melewati beberapa rangkaian. Hakim pun akhirnya memutuskan menyetujui gugatan ceraiku.Hari ini, Senin tanggal 08 Februari 2021. Aku resmi bercerai dari Arjuna Mahesa.Aku lega, akhirnya terbebas status dari laki-laki penyelingkuh itu.Saat aku keluar dari ruangan sidang. Terlihat dari kejauhan, Mas Juna berlari tergopoh-gopoh ke arahku."Ada apa?" tanyaku bingung, melihat Mas Juna yang begitu panik mendatangiku."Bagaimana hasil sidangnya?" tanyanya masih dengan napas memburu turun naik. Akibat ia berlari-larian."Beres, kita resmi bercerai." Aku menjawab santai pertanyaannya."
"Bu, diluar ada yang datang! Tetapi saya tidak mengenalinya.""Oke, Bi. Nanti saya temui." Bi Surti pun mengangguk, ia lalu kembali ke ruang tamu, melanjutkan aktivitas nya membersihkan rumah."Leha, mungkin itu Satpam yang kumaksud." Brian menimpali.Aku mengangguk, kami berdua pun berjalan menuju pintu keluar. Sedangkan Brian menggendong Baim dan duduk di kursi tamu.Aku mempersilahkan lelaki yang bertubuh kekar, berkepala plontos itu masuk ke dalam rumah."Silahkan duduk!" ujarku. "Bi, buatkan minum!" titahku kepada Bibi yang masih berkutat dengan kerjaannya."Baik, Bu." Bibi berlalu menuju dapur."Saya yang di minta Pak Brian, untuk menjadi Satpam di rumah Ibu Leha.""Oh, perkenalkan nama kamu!" ujarku."Saya Tejo! Umur tiga puluh lima tahun. Hanya seorang yang lulus SMP, mohon di terima bekerja, saya berjanji akan bekerja dengan baik.""Baiklah,
Semoga dengan kejadian ini, Mas Juna maupun Amel langsung jera untuk bermain-main serong. Ada harga yang ia harus bayar, dari setiap pengkhianatan. Aku Leha, selalu berusaha mencintainya dengan tulus, namun ia bukanlah lelaki yang tepat sepertinya. Jadi aku pun harus mengikhlaskannya.Kini, aku akan membesarkan anakku seorang diri, tidak masalah.Setelah aku menerima uang kompensasi dari Amel, aku pun segera menghubungi Nora, agar ia segera meninggalkan rumahnya Amel.Sengaja, agar Mas Juna dan Amel semakin frustasi, mencari keberadaan Nora.'Untung saja si bodoh, Nora, masih menurut.' batinku tertawa bahagia, membayangkan Amel dan mas Juna yang semakin panik. Sebab Nora masih memiliki video Mesum mereka.__________Lima bulan telah berlalu, aku tidak pernah tahu lagi kabar tentang Mas Juna dan keluarganya.Aku bersantai di ruang keluarga, sambil memainkan gawai milikku.Aku tersentak, melihat video mesum ma
°pov Juna°"Hah? Jual Nora? Apa maksud kamu, Mel?" aku bertanya dengan mimik wajah bingung."Maa--afkan aku, Mas. Aku salah ngomong!" ujarnya lagi."Terus bagaimana? Mel, mas juga nggak punya uang, buat bantu kamu!" ujarku."Bagaimana kalau kita jual rumah saja, lebihan uangnya untuk kita ngontrak! Mas janji, akan membelikan rumah yang lebih besar lagi dari yang kamu miliki," bujukku kepada Amel, meskipun kenyataannya, aku juga buntuk akal. Bagaimana mungkin aku mampu membelikan Amel rumah baru, sedangkan saat ini saja, aku hanya seorang pengangguran."Janji ya, Mas.""Janji sayangku!" rayuku, sambil mengumbar senyum. Aku terus melajukan motor menuju pulang ke rumah, sesampainya di rumah. Aku dan Amel bersiap menawarkan rumah yang kami tempati ini, ke media sosial.Sehari tidak ada respon, hingga hari terakhir dari perjanjian kami dengan Leha, akhirnya aku dan Amel lega. Rumah Amel laku
pov Juna° flashback.Nora, ia datang memasuki ruang perawatan Ibuku, sebenarnya ibu sudah mulai pulih dan di perbolehkan pulang hari ini. Namun kedatangan Nora membawa kabar buruk."Kak, aku di usir lagi sama Leha, ia juga sepertinya sudah tahu, bahwa kakak main gila sama Amel."Mendengar penuturan Nora, rasanya dadaku berdegup kencang, napasku memburu cepat.Amel yang sedari dari masih bersamaku di dalam ruangan Ibu pun mendekat."Ada apa? Mas." Amel bertanya dengan mimik wajah bingung, melihat Nora yang sesegukkan menangis."Nora diusir, Mas pulang dulu, kamu bisa kan jagain Ibu dan Nora dulu."Amel mengangguk, aku pun bergegas menuju parkiran mobil. Aku panik, ketika melihat mobil yang tadinya di pinjam Amel, tidak ada di parkiran.Aku berlari kembali masuk ke dalam."Mel ..., mobil kamu parkir dimana?" tanyaku dengan napas memburu, lelah rasanya berlari-lari d