Terima Kasih Kak Trisulo, Kak Arief, dan Kak ridhofatahilah99 atas dukungan Gem-nya. Dengan ini, genap 5 Gem dan bab bonusnya sudah tadi othor rilis sebelumnya, cuma lupa belum tulis di catatan. untuk bab bonus ini, othor persembahkan untuk menemani malam minggu kalian. Jujur saja, othor lagi nganggur banget hari ini, dan berhasil nulis banyak bab, wkwkwkwk akumulasi Gem Bab Bonus: 26-10-2024 (malam): 0 Gem (reset) Yuk yang mau tambah Gem lagi untuk nyicil bab bonus besok, hehehehe ( ╹▽╹ ) Selamat Membaca dan Selamat Berakhir Pekan (◠‿・)—☆
Ryan teringat suara misterius yang pernah ia dengar sebelumnya. Suara itu mengatakan bahwa jika kekuatannya mencapai ambang batas tertentu, ia akan mampu memicu dan menyelesaikan obsesi seorang kultivator di kuburan pedang. Namun, ada satu catatan penting: ini hanya bisa diaktifkan satu kali. Setelah itu, pedang tersebut akan hancur, dan kultivator itu akan melangkah ke jalan reinkarnasi, tak lagi terikat pada dunia ini. Meski begitu, Ryan masih belum tahu cara mengaktifkan nisan perang itu. Ia mencoba beberapa kali, namun tak berhasil. Akhirnya, dengan helaan napas frustasi, ia menyingkirkan batu giok naga itu dan melanjutkan kultivasinya. Hari-hari berikutnya berlalu dengan monoton, namun Ryan tak bisa mengeluh. Ditemani oleh dua wanita cantik setiap hari jelas bukan hal yang buruk. Sesekali, Ryan menelepon Jeremy untuk menanyakan perkembangan situasi. Jeremy kini memiliki kendali penuh atas Langdon Group dan telah mengganti semua karyawan di sana. Ia bahkan telah meminda
Ryan berjalan menuju pintu utama hotel dengan penuh percaya diri. Matanya yang tajam segera menangkap sosok Angelica yang tampak gelisah di dekat pintu. Gadis itu terlihat linglung, seolah pikirannya berada di tempat lain. Hari ini, Angelica berpakaian sangat santai, berbeda dari penampilannya yang biasanya rapi dan formal. Ryan juga memperhatikan lingkaran hitam di bawah mata gadis itu, tanda bahwa ia kurang tidur. Secara keseluruhan, Angelica tampak lesu dan tidak bersemangat. Ryan menghampiri Angelica dan berkata dengan nada datar, "Mengapa kamu terlihat linglung seperti itu? Ayo pergi." Mendengar suara Ryan, Angelica tersentak dari lamunannya. Ia segera menegakkan posturnya dan berkata dengan hormat, "Tuan Ryan, Anda di sini…" Ryan menyadari perubahan sikap Angelica. Gadis yang biasanya percaya diri dan sedikit angkuh itu kini bersikap jauh lebih sopan. Tampaknya peringatan dari kakek dan gurunya telah memberi efek yang signifikan. Tanpa banyak bicara, Ryan dan Angelic
Angelica, yang sadar betul bahwa Ryan tidak suka diganggu, berusaha menjelaskan secara diplomatis, "Dia tamu dari Keluarga Herbald. Dia tertarik dengan pelelangan hari ini, jadi dia datang untuk melihatnya. Dia sedang beristirahat sekarang, jadi sebaiknya jangan diganggu." Namun penjelasan itu tidak menghentikan keingintahuan Lidya. Matanya terus mengamati Ryan dengan penuh minat. "Angelica, karena dia tamumu, dia juga bagian dari circle sosial kita," ujarnya. Lalu, dengan suara yang dimanis-maniskan, Lidya mencoba menarik perhatian Ryan. "Hai tampan, apakah kamu benar-benar tidak akan memperkenalkan dirimu?" Suara Lidya yang lembut dan menggoda biasanya mampu memikat hati pemuda manapun. Namun, Ryan bukanlah pemuda biasa. Perlahan, Ryan membuka matanya. Tatapannya menyapu Lidya dan kelompoknya itu sekilas, ekspresinya tetap datar dan tidak terkesan. "Aku bukan bagian dari circle sosial yang sama dengan kalian, jadi tidak perlu memperkenalkan diri," ujarnya dengan nada acuh ta
Will terpental, tubuhnya menghantam lantai dengan suara berdebum yang menyakitkan. Darah mengucur dari hidung dan mulutnya, membasahi wajahnya yang kini dipenuhi rasa sakit dan amarah. "Dasar bajingan!" Will berusaha berteriak di tengah rasa sakitnya, namun Ryan tidak memberinya kesempatan untuk melanjutkan. Dengan suara dingin yang menusuk tulang, Ryan berkata, "Mulutmu terlalu kotor. Sebaiknya kau tidak berbicara sama sekali di masa mendatang." Kalimat itu terdengar seperti vonis mati di telinga semua yang hadir. Tanpa peringatan, Ryan mencengkeram leher Will dan membenturkan wajahnya ke meja kaca terdekat. Mulut Will adalah bagian pertama yang menghantam permukaan keras itu. Suara giginya yang patah terdengar mengerikan, diikuti oleh semburan darah yang membasahi meja kaca. Angelica, yang menyaksikan semua ini dengan ngeri, segera meraih tangan Ryan. Dengan suara memohon, ia berkata, "Tuan Ryan, jangan..." Namun Ryan hanya melirik Angelica sekilas, tatapannya dingin dan ta
Penjaga itu jelas menyadari beratnya situasi ini. Bagaimanapun, putra Keluarga Logos baru saja dipukuli di dalam Hotel Century. Tidak hanya Ryan yang akan menghadapi konsekuensi, tapi hotel mereka pun pasti akan terkena imbasnya. Namun, Ryan tampak sama sekali tidak terpengaruh oleh ancaman itu. Dengan santai, ia mengambil segelas anggur merah dan berjalan kembali ke sofa. Membelakangi kerumunan yang masih terpana, Ryan duduk dengan anggun, menyilangkan kakinya, dan mulai memutar gelas anggur di tangannya. Sikapnya seolah-olah tidak ada yang terjadi, seakan-akan ia baru saja menyelesaikan percakapan ringan alih-alih menghajar seseorang hingga babak belur. Semua orang yang hadir tercengang melihat reaksi Ryan yang di luar dugaan. Mereka telah membayangkan berbagai skenario: Ryan akan melarikan diri, menyerah, atau mungkin memohon maaf. Namun, tidak ada yang menyangka bahwa pemuda itu akan dengan tenangnya duduk dan menikmati minumannya. 'Sial! Apakah anak ini idiot?' pikir
Sudah berakhir, semuanya sudah berakhir!' pikir Lidya, dan ia yakin bukan hanya dirinya yang berpikir demikian. Angelica dan semua orang yang hadir juga memandang Ryan dengan tatapan simpati, yakin bahwa nasib pemuda itu telah ditentukan. Ethan Zein memasukkan tangannya ke dalam saku dan berkata dengan nada dingin, "Apa yang terjadi di sini?" "CEO Ethan, Tuan Muda Will, dia..." Seorang penjaga keamanan mencoba menjelaskan dengan terbata-bata. Tatapan Ethan Zein langsung tertuju pada Will Logos yang masih tergeletak di lantai, berlumuran darah. Pupil matanya mengecil dan tangannya terkepal erat. "Siapa yang berani menyentuh anggota Keluarga Logos di Hotel Century-ku?" tanyanya, suaranya penuh amarah yang nyaris tak terkendali. Ethan melangkah maju dan membantu Will berdiri. Dengan nada khawatir yang jelas dibuat-buat, ia bertanya, "Will, siapa yang melakukan ini padamu?" Suara Ethan yang penuh amarah bergema di seluruh aula, membuat semua orang yang hadir semakin tegang. Will L
Adegan itu telah menghantuinya dalam mimpi buruk berulang kali. Betapa tidak, fondasi keluarga Shaw di Kota Golden River jauh lebih kokoh daripada Keluarga Logos, bahkan melebihi keluarga Zein sendiri. Hal ini terutama karena keluarga Shaw memiliki seorang grandmaster seni bela diri di pihak mereka. Namun, bukan hanya kejadian di Hotel Golden River yang membuat Ethan begitu ketakutan. Yang lebih mengerikan adalah apa yang terjadi setelahnya. Awalnya Ethan mengira Ryan akan menjadi korban kemarahan keluarga Shaw. Tapi kenyataan berkata lain. Keesokan harinya, Magnus Shaw dan Effendy Shaw ditemukan tewas. Dua tokoh terkemuka Kota Golden River itu bahkan tidak bertahan satu malam pun setelah insiden tersebut. Mereka meninggal begitu saja, seolah-olah nyawa mereka tak lebih berharga dari debu di jalanan. Metode pembunuhan itu sangat kejam, dan hingga saat ini, pelakunya masih belum tertangkap atau teridentifikasi. Peristiwa ini membuat seluruh Kota Golden River diselimuti
Ethan Zein menghela napas lega. Ia segera mengeluarkan kartu hitam dari sakunya dan menawarkannya kepada Ryan. Dengan senyum memohon maaf, ia berkata, "Tuan Ryan, sepupuku ini benar-benar buta. Saya pasti akan mendisiplinkannya lebih keras setelah ini. Saya seharusnya mengawasinya lebih baik. Kami telah membuat masalah bagi Tuan Ryan kali ini." "Enyahlah!" Ryan menjawab dengan dingin, suaranya penuh otoritas. Mendengar dua kata itu, semua orang di ruangan itu tidak bisa tidak merasa bahwa pemuda di sofa itu berdiri di atas segalanya, agung dan tak terjangkau. Meski Ryan sendiri tidak tahu mengapa Ethan Zein begitu takut padanya, ia memutuskan untuk tidak ambil pusing. Ia tidak ingin menjadi pusat perhatian. Bahkan, ia membenci perasaan itu. "Ya, ya, tentu saja!" Ethan Zein buru-buru menarik Will Logos keluar dari ruangan. Ia memerintahkan penjaga keamanan dan pelayan untuk menjaga ketertiban, berusaha mengembalikan situasi ke kondisi normal secepat mungkin. Situasi yang tegang
Ryan mengangguk sambil menyimpan kipas itu. Matanya menatap Immortal God dengan rasa hormat. "Terima kasih, Guru."Mendengar panggilan 'Guru' yang tulus itu, mata Immortal God dipenuhi kepuasan. "Sejujurnya aku tidak ingin mengakuimu," ucapnya dengan nada lebih lembut. "Tapi setelah semua cobaan yang kau lalui, kau memang layak menjadi muridku."Immortal God terdiam sejenak. "Akhir-akhir ini emosiku memang sedang tidak baik. Tolong jangan dimasukkan ke hati." Dia menghela napas berat. "Sayangnya, waktuku hampir habis. Setelah hari ini, aku tidak akan bisa membantumu lagi. Entah berapa banyak yang bisa kuajarkan dengan sisa kekuatanku.""Lupakan saja, ini kesempatanmu," ujar Immortal God. "Aku akan kembali ke Kuburan Pedang terlebih dahulu. Berada di dunia luar terlalu melelahkan bagiku. Temui aku setelah kau selesai membereskan semuanya."Ryan bisa melihat kesedihan di mata gurunya saat sosok itu memasuki Kuburan Pedang. Jiwa Primordial Immortal God telah melemah hingga nyaris trans
"Bocah, aku akui kau telah melampaui ekspektasiku," ujar roh artefak dengan nada dingin. "Jika kau tidak mati, dalam waktu kurang dari sepuluh tahun kau pasti akan mengancam posisi muridku. Kau tidak boleh dibiarkan hidup!"Energi duniawi yang mengerikan terkumpul di telapak tangan roh artefak. Dia yakin sekali serangan ini akan membunuh Ryan seketika. Bagaimanapun, sebagai roha artefak yang bertahan hidup sejak zaman kuno, kekuatannya jauh melampaui praktisi Gunung Langit Biru saat ini.Namun alih-alih ketakutan, Ryan justru mengangkat jari tengahnya dengan santai. Senyum misterius tersungging di bibirnya."Roh artefak kuno?" Ryan mendengus mengejek. "Kau pikir dirimu hebat? Apa kau tahu ada ruguan kultivator perkasa kuno yang berdiri di belakangku? Kau tidak ada apa-apanya dibanding mereka!"Begitu kata-kata itu terucap, awan hitam berkumpul di langit. Kilat menyambar-nyambar liar sementara aura kuno yang pekat menyebar ke segala arah dengan Ryan sebagai pusatnya. Formasi yang m
Severin tersenyum puas melihat ini. "Bocah, tadi kau sangat sombong. Kenapa sekarang diam?" ejeknya. "Kau tahu kenapa aku meninggalkan Aliansi Formasi? Dengan kultivator sehebat ini di sisiku, tak ada yang bisa mereka ajarkan lagi!""Guru, aku ingin tangannya hancur agar dia tak bisa membuat formasi lagi! Biarkan dia mengalami nasib yang lebih buruk dari kematian!""Bukan masalah," roh artefak mengangguk dengan tatapan jijik.Saat itulah Lina yang menonton dari pinggir arena teringat sesuatu. Dulu Severin rela mengorbankan segalanya dan melakukan tindakan tak termaafkan dengan mencuri harta karun serta membantai sesama anggota sekte. Tak ada yang memahami tindakannya–dengan bakatnya, dia pasti akan menjadi ketua sekte Aliansi Formasi berikutnya jika mau bersabar.Namun kini Lina menyadari bahwa dalang di balik semua ini adalah roh artefak tersebut!'Ryan dalam bahaya!' batinnya panik saat roh artefak melepaskan niat membunuh dan melancarkan serangan yang hampir melampaui Ranah Saint
Mata Severin Braxton membelalak saat merasakan kekuatan dahsyat menjalar ke lengannya. Lengan jubahnya terkoyak dan kombinasi pedang qi dengan petir menembus tubuhnya, mencoba merusak organ dalamnya!"Pfft!" Darah segar menyembur dari mulutnya saat tubuhnya terpental menghantam batu besar hingga hancur. Seluruh tulangnya seakan remuk berkeping-keping.Bersamaan dengan itu, pil emas terlepas dari genggamannya. Ryan dengan cepat menariknya menggunakan energi qi. Meski sudah mempersiapkan mental, dia tetap terkejut melihat kualitas pil tersebut. Ini adalah pil kuno tingkat tinggi yang nyaris sempurna.'Aneh,' pikir Ryan. 'Aku belum mampu membuat pil sesempurna ini. Tapi dari auranya, sepertinya ini dimurnikan oleh seseorang dalam sepuluh tahun terakhir.'Pikirannya langsung melayang pada Pil Ilusi Archaic yang belum lengkap. Sekarang Immortal God telah muncul dan mengakuinya, mungkin dia bisa meminta metode pembuatan pil darinya. Kalau tidak, kapan lagi Lex Denver bisa terwujud?"Li
"Ryan, kipas di tangannya berbahaya!" Lina memperingatkan dengan panik. "Karena benda itulah dia diburu oleh berbagai sekte! Kudengar dia menggunakannya untuk membantai seribu orang dalam semalam!""Oh ya Ryan, kau pasti pernah mendengar nama Arthur Pendragon sejak memasuki Gunung Langit Biru kan? Sampai batas tertentu, orang ini sama berbahayanya dengan Arthur Pendragon!"Lina menggunakan Arthur Pendragon sebagai contoh, takut Ryan tak memahami betapa seriusnya situasi ini. Namun Ryan justru tersenyum mendengar nama itu."Menurutmu siapa yang akan menang jika Severin Bragging ini bertarung dengan Arthur Pendragon?" tanyanya dengan nada tertarik.Lina tertegun mendengar pertanyaan itu. Ekspresinya berubah aneh. Mereka berdua belum pernah bertarung dan kemungkinan besar tidak akan pernah bertemu. Namun setelah berpikir beberapa saat, dia menjawab serius."Jika mereka bertarung, aku lebih memilih Arthur Pendragon," ujarn
Lina yang duduk di samping merasa jantungnya nyaris copot. Meski dia mengagumi Ryan, tapi seluruh jenius di Gunung Langit Biru bahkan tak berani membandingkan diri dengan Severin dalam hal formasi!"Ryan, biar kubantu!" serunya panik sambil meletakkan camilan.Ryan menggeleng tenang. "Dasar bocah nakal, kau sudah bersikap sok kuat di depanku selama lima tahun. Apa kau tidak akan memberiku kesempatan menunjukkan kemampuanku hari ini?""Tapi... dia Severin Braxton!" protes Lina.Ryan mengerutkan kening. "Aku tidak peduli dia Severin Bragging atau Seven Eleven. Itu tidak penting bagiku!"Severin nyaris memuntahkan darah mendengar ejekan itu. Amarahnya membuat lahar dalam formasi semakin bergejolak. Ular lava raksasa menyerang dengan kecepatan yang mengerikan.Ryan meregangkan tubuhnya santai. "Formasi ini lumayan. Tapi kebetulan aku juga mengetahuinya, meski formasiku berada di level yang lebih tinggi."
Melihat ini, salah satu anak buah Severin langsung menyerang dengan pedang terhunus. Namun tatapan Ryan mendadak berubah dingin. "Enyahlah!" raungnya sambil membentuk segel dengan jari-jarinya yang bebas. Helaian energi pedang melesat keluar! BOOM! Benturan dahsyat terjadi di udara. Api spiritual berkobar-kobar, dan tubuh penyerang itu membeku. Pedangnya hancur berkeping-keping sebelum dia terpental jauh ke belakang. "Bahkan tak mampu menahan satu serangan," ejek Ryan. Matanya beralih pada Severin dengan sorot menusuk. "Bagaimana kalau kita lakukan pertukaran sederhana? Orang ini ditukar dengan gadis itu. Jika kau menolak..." Cengkeramannya di leher si rambut panjang mengerat. "...dia akan mati dengan sangat menyakitkan." Si rambut panjang hendak protes, namun nyalinya langsung ciut melihat tatapan dingin Ryan. "Baiklah." Suara Severin terdengar tenang, namun ada kilatan murka yang tak tersembunyi di matanya. Beberapa detik kemudian, dia melemparkan tubuh Lina ke arah Rya
"Sialan," gumam Lina dalam hati. "Sejak kapan anak ini memahami formasi?" Setahu dia, Sekte Medical God hanya terkenal dengan ilmu pengobatannya. Bahkan pemimpin sekte mereka sendiri hanya memiliki pengetahuan dasar tentang formasi. Tidak mungkin Ryan mempelajari hal ini dari sana. Lina merasa kepalanya nyaris meledak memikirkan semua kemungkinan. Namun mengingat sifat Ryan yang dia kenal, hanya ada satu penjelasan masuk akal–keberuntungan! Ya, pasti ini hanya kebetulan belaka. ** Melihat anak buahnya terluka, Severin Braxton bergegas mengeluarkan pil dan memberikannya pada pria berambut panjang. "Cepat sirkulasikan kultivasimu dan lindungi dantianmu!" Si rambut panjang langsung menelan pil tersebut tanpa banyak bicara. Energi spiritual mengalir deras dalam tubuhnya, dengan cepat menstabilkan kondisinya. Beberapa detik kemudian, dia sudah berdiri tegak dengan mata berkilat penuh dendam. "Bos, dia hanya sendirian," geramnya marah. "Untuk apa repot-repot menggunakan for
Lina merasakan darahnya membeku. Di matanya, sosok tampan di hadapannya kini tak ubahnya Malaikat Maut yang siap mencabut nyawanya. Dia bisa membayangkan betapa murkanya Shirly saat mengetahui hal ini–kakaknya mungkin akan menghancurkan seluruh Gunung Langit Biru untuk membalas dendam! Severin mulai membentuk segel tangan yang kompleks, namun tiba-tiba dia menghentikan gerakannya. Kepalanya menoleh ke arah tertentu, merasakan sebuah aura yang mendekat dengan cepat. "Sepertinya ada tamu tak diundang," gumamnya. "Bersihkan semua jejak pertarungan dan mayat-mayat itu." Tanpa menunggu respon anak buahnya, dia mencengkeram leher Lina dan menariknya ke dalam kegelapan. "Anggap saja orang itu telah menyelamatkan hidupmu untuk sementara. Sebagai gantinya, kau bisa menyaksikan bagaimana aku memburu mangsa baruku." Di kedalaman hutan, Lina terkejut melihat betapa detail persiapan mereka. Berbagai formasi tersembunyi telah dipasang, lengkap dengan proyeksi pengintai yang memantau area