ini bab bonus ketiga malam ini. dan ada satu bab bonus lagi setelah ini ditunggu (◠‿・)—☆
Perkataan Rindy jelas mengandung makna tersembunyi, yang membuat Ryan merasa agak tidak berdaya. Dia menyadari bahwa situasinya dengan kedua wanita ini—Rindy dan Adel—semakin rumit. Namun, Ryan harus mengakui bahwa kata-kata Rindy memang ada benarnya. Dia memang berpura-pura menjadi pacar keduanya, meski dengan alasan yang berbeda. Untungnya, ada perbedaan status yang besar antara keluarga mereka, jadi kecil kemungkinan penyamarannya akan terbongkar. Setidaknya untuk saat ini, pikirnya. Ryan tidak berencana untuk tinggal di rumah sakit lebih lama lagi. Dengan santai, dia berkata kepada Adel, "Aku sudah mengunjungi adikmu, jadi aku tidak akan ikut denganmu. Aku akan kembali ke apartemen saja." Dia berhenti sejenak, sebelum menambahkan dengan nada menggoda, "Adel sayang, ingatlah untuk kembali dan memasak untukku. Sudah lama sekali aku tidak memakan sup daging sapimu." Tepat saat dia hendak pergi, Adel memanggilnya. "Tunggu sebentar." Ryan menghentikan langkahnya dan berbalik d
Ryan dan Rindy memanggil taksi, tetapi mereka tidak langsung kembali ke apartemen Grand City. Rindy tidak memiliki baju ganti, jadi dia harus pergi ke mal untuk membelinya. Awalnya, Ryan berencana untuk membawanya ke Golden River Super Mall, tetapi Rindy bersikeras untuk tidak pergi ke sana. Dia malah meminta sopir taksi untuk mengantarnya ke sebuah department store bernama Moon Crest. Departement Store ini mungkin salah satu tempat yang sering dikunjungi Rindy setiap kali dia membeli pakaian. Ryan tidak suka berbelanja, dan dia juga tidak berniat untuk membantu Rindy membawakan tas belanjaannya Sebelum pergi, Ryan memberikan kartu debit dan nomor pin-nya kepada Rindy, menyuruhnya menggunakannya untuk berbelanja, membuatnya benar-benar menjadi seperti seorang sugar Daddy sungguhan. "Gunakan ini sesukamu," ujar Ryan santai. "Aku akan menunggu di luar." Ryan menemukan bangku dekat pintu dan duduk. Meskipun ada banyak uang di kartu itu, Ryan sama sekali tidak khawatir. Dari sudu
Pada saat ini, kedua praktisi bela diri dari Keluarga Hilton itu benar-benar takut. Mereka belum pernah melihat tatapan sedingin yang Ryan berikan. Hanya dengan tatapan mata saja, Ryan mampu mengikat mereka berdua, seolah-olah tatapan itu sendiri yang menentukan nasib mereka. Selly, yang berada di belakang mereka, merasakan ada yang tidak beres. Dengan nada frustrasi, dia berteriak, "Mengapa kalian tidak diam saja? Apakah kalian tidak mengerti kata-kataku? Cepat hajar dia!" Namun, satu-satunya tanggapan yang diterimanya hanyalah keheningan yang mencekam. Kedua praktisi bela diri dari Keluarga Hilton benar-benar dalam kesulitan. Tepat saat mereka hendak menjelaskan diri, mereka mendengar suara Ryan yang menusuk tulang. "Berlututlah!" perintah Ryan, suaranya tenang namun mengandung ancaman yang tak terbantahkan. Mereka menatap Ryan dengan ngeri, tidak percaya dengan apa yang mereka alami. Mereka tidak tahu sihir macam apa yang digunakan oleh kata-kata Ryan, tetapi mereka be
Selly merasakan sakit di sekujur tubuhnya. Dia menarik napas dalam-dalam, untuk sesaat yakin bahwa dia akan segera mati. Dia berdiri dengan susah payah dan menatap tajam ke arah Ryan yang tidak jauh darinya. Matanya dipenuhi dengan kebencian dan kemarahan. Dia ingin sekali melontarkan kata-kata kasar, tetapi saat teringat kata-kata mengancam Ryan, dia menyerah. Dia hanya bisa berteriak dengan marah, "Kau akan membayar semua perbuatanmu ini. Kau telah benar-benar menyinggung Keluarga Hilton di Kota Golden River! Sangat mudah bagi Keluarga Hilton untuk menghancurkan seseorang, terutama orang tanpa latar belakang sepertimu!" Selesai Selly berbicara, sebuah tamparan lain mendarat di wajahnya. Kali ini bukan Ryan yang menamparnya. Selly sangat marah. Bagaimana mungkin ada orang tidak penting lainnya yang berani menamparnya sekarang? Dia menggigit bibirnya dan berbalik, tiba-tiba menyadari bahwa penyerangnya adalah seorang gadis. Tepat saat dia hendak bergerak, tubuhnya tiba-tiba
Mata Rindy berkilat penuh perhitungan. "Ryan," ujarnya hati-hati, "apakah kamu yakin ingin mempekerjakanku?" Ia berhenti sejenak, memastikan kata-katanya tepat sasaran. "Jika kamu mempekerjakanku, kamu harus siap secara mental untuk kenyataan bahwa bisnismu akan ditekan dengan kejam oleh Keluarga Snowfield. Pada saat itu, jangankan menghasilkan keuntungan, bahkan bertahan hidup pun akan sulit!" Rindy menggelengkan kepalanya pelan, ekspresinya campuran antara kagum dan prihatin. "Aku rasa tidak ada seorang pun di Nexopolis yang berani mempekerjakanku karena itu, bahkan untuk posisi resepsionis." Ryan menatap Rindy dengan tenang, tak terpengaruh oleh peringatan itu. "Aku tidak takut mempekerjakanmu," ujarnya mantap. Lalu, dengan nada yang sedikit menantang, ia balik bertanya, "Namun, apakah kamu berani bekerja untukku?" "Kau yakin?" Rindy bertanya lagi, ingin memastikan. "Aku yakin," Ryan mengangguk mengiyakan, tak ada keraguan dalam suaranya. Melihat keyakinan Ryan, Rindy memutus
Pria paruh baya itu mengangguk, meski ada keringat dingin yang mulai membasahi dahinya. "Latar belakang anak ini agak aneh," lapornya. "Saya tidak dapat menemukan informasi apa pun tentangnya dengan menggunakan metode saya. Seolah-olah dia muncul begitu saja." Mata ibu Rindy melebar mendengar hal ini. "Bagaimana mungkin?" tanyanya tak percaya. "Mengingat jaringan yang kau miliki, bahkan pihak militer pun seharusnya tidak dapat menyembunyikan apa pun. Bagaimana mungkin tidak ada informasi sama sekali?" Pria itu menjelaskan dengan hati-hati, "Informasi orang ini pasti sengaja disembunyikan. Namun, menurut spekulasi saya, Ryan ini kemungkinan besar adalah tuan muda Keluarga Pendragon yang dihancurkan lima tahun lalu di Paviliun Riverside." Ia melanjutkan, "Pria ini menghilang selama lima tahun. Selama lima tahun itu, tidak ada rekaman pengawasan atau informasi tentangnya. Seolah-olah dia telah menghilang dari dunia. Saya tidak tahu mengapa dia tiba-tiba muncul kembali lima tahun kemu
Di atap sebuah gedung, seorang pria berbadan tegap dan kekar layaknya seorang tentara meletakkan teropong di tangannya. Angin malam yang dingin menerpa wajahnya yang keras, namun ia tak bergeming. Patrick, sang Elang Pemburu dari Eagle Squad, telah terlatih untuk menghadapi kondisi yang jauh lebih buruk. Potongan rambut cepaknya yang khas bergerak sedikit tertiup angin, sementara matanya yang setajam elang terus mengawasi apartemen di seberang jalan. Selama bertahun-tahun, Patrick telah meneror berbagai organisasi bawah tanah dan pasukan musuh internasional. Namun kali ini, targetnya bukanlah penjahat kelas kakap atau teroris berbahaya. Ia mengawasi seorang pemuda bernama Ryan. Patrick baru saja turun dari pesawat sore tadi. Lindsay, juniornya, menawarkan untuk mentraktirnya makan malam, tapi ia menolak dengan sopan. Ia ingin segera melihat sendiri seperti apa sosok Ryan yang telah membuat Lindsay begitu waspada. Berdasarkan dua video yang dikirimkan Lindsay, Ryan tampak s
'Bagaimana mungkin?' Patrick bertanya-tanya dalam hati. 'Bukankah dia seharusnya ada di dalam apartemen? Bagaimana dia bisa ada di sini?' Patrick mencoba mengingat-ingat. Baru tiga puluh detik berlalu sejak ia meletakkan teropongnya. Bagaimana mungkin Ryan bisa sampai ke sini secepat itu? Apakah dia bisa terbang? Sementara Patrick masih terpaku dalam kebingungannya, Ryan tidak memberinya waktu untuk berpikir. Dengan gerakan yang nyaris tak terlihat mata, Ryan kembali menyerang. Patrick bisa merasakan udara di sekitarnya seolah terbelah saat Ryan bergerak. Suara ledakan sonik terdengar, menandakan betapa cepatnya serangan itu. Dengan sigap, Patrick melompat ke pagar balkon dan berjungkir balik. Ia mengalirkan qi ke kakinya, berusaha menyapu tinju Ryan dengan tendangan balasan. BOOM! Kedua kekuatan bertabrakan, mengguncang seluruh atap gedung. Debu beterbangan, mengaburkan pandangan untuk sesaat. Patrick merasakan hantaman yang luar biasa kuat mengenai tubuhnya. Ia terpental j
Dengan gerakan cepat, Ryan mengeluarkan dua puluh butir pil dan memberikannya pada para penjaga. "Minumlah untuk menyembuhkan diri kalian."Tanpa membuang waktu, Ryan melompat ke atas sepeda motor yang terparkir di depan gedung, milik salah satu penjaga yang terluka itu. Ini cara tercepat untuk berkeliling Kota Golden River.Sambil memacu motornya, ia menghubungi Sammy Lein. "Lacak koordinatku. Dari Golden Dragon Group Jalan Bambu Runcing, kuharap tidak ada halangan. Dan satu lagi, cari di mana Selly Hilton berada.""Baik."Motor Ryan melaju bagai kilat membelah jalanan Kota Golden River. Namun betapa kecewanya ia saat tiba di kedai Paman Wong dan Bibi Sandra.Pemandangan mengenaskan menyambutnya. Panel kaca hancur berkeping-keping, dapur porak poranda, meja dan kursi berserakan.Genangan darah segar memenuhi lantai."Sialan!" Ryan mengumpat penuh amarah.Matanya memerah, aura pembunuh yang pekat menguar dari tubuhnya. Energi qi berputar ganas di sekelilingnya, membentuk ilusi nag
Keesokan paginya, Ryan membuka mata setelah sesi kultivasi malamnya. Energi qi mengalir tenang dalam meridiannya saat ia menghembuskan napas panjang.Tangannya bergerak meraih ponsel, namun layarnya tetap gelap. Untuk menghindari pelacakan, Lancelot telah memblokir semua sinyal di area persembunyian mereka.Namun entah mengapa, Ryan merasakan firasat tidak enak sejak pagi. Indra keenamnya terus bergetar, seolah memperingatkan bahaya yang mengintai.'Ada yang tidak beres,' batinnya gelisah.Tanpa pikir panjang, ia bergegas menemui Lancelot. "Jika aku ingin menelepon, ke mana aku bisa pergi?""Ketua Guild, silakan ikuti saya."Lancelot membawa Ryan menyusuri lorong rahasia menuju sebuah ruangan khusus. Dinding-dinding baja tebal mengelilingi ruangan yang dipenuhi perangkat elektronik canggih itu.Di tengah ruangan, sebuah telepon terhubung ke beberapa komputer dengan konfigurasi yang
"Tuan Jackson," si pria kurus melanjutkan, "meski tindakan anak ini menggemparkan Provinsi Riveria, tapi dia akan mati di tangan Tang San dalam waktu kurang dari dua hari.""Ulang tahun ke-60 Tang San adalah lusa. Dia telah mengundang banyak praktisi bela diri dari Provinsi Riveria. Dan yang lebih penting..." ia menelan ludah sebelum melanjutkan, "Tang San telah mengeluarkan surat perintah hukuman mati untuk Ryan. Itu harus dilaksanakan sebelum ulang tahunnya yang ke-60!"Kilatan aneh melintas di mata Jackson Jorge. Ia bangkit dari kursinya dan berjalan ke jendela, memandang ke arah Kota Riverpolis di kejauhan."Meski dia anak haram Eleanor Jorge dengan orang lain," gumamnya pelan, "darah Keluarga Jorge masih mengalir dalam nadinya, meski hanya setetes.""Apakah Tuan ingin saya turun tangan?" tanya si pria kurus dengan nada terkejut.Jackson Jorge menggeleng mantap. "Tidak perlu bergerak. Dia hanyalah seekor semut kecil." Ia berbalik mena
"Putri saya dan ibunya sedang mengunjungi mertua saya sejak beberapa lalu," Herold menjawab hati-hati. "Jadi mereka masih belum kembali. Bahkan jika ingin segera pulang, butuh waktu...""Aku tidak peduli!" potong sang tetua murka. "Aku ingin melihat putrimu hari ini. Jika tidak..." Ia menggantung ancamannya, membiarkan imajinasi Herold melengkapi sisanya.Herold terdiam sejenak, otaknya berputar mencari jalan keluar. Tiba-tiba sebuah ide muncul."Tuan," ujarnya penuh perhitungan, "meski putriku berasal dari Keluarga Snowfield, dia adalah tunangan Oliver Quins. Bagaimana mungkin dia memiliki hubungan dengan Ryan?"Efek nama itu sungguh luar biasa. Pupil sang tetua mengecil seketika. Ia melambaikan lengan bajunya dengan sikap acuh. "Rupanya kau bagian dari kami. Baiklah, aku tak akan mengganggumu lagi. Tapi jika kau mendapat kabar tentang Ryan, segera beritahu kami!"Herold membungkuk dalam-dalam, mengantar rombongan itu keluar de
"Milikmu?" Adel terkesiap, matanya membulat tak percaya. Gedung Camelot adalah salah satu landmark Kota Riverpolis! Bangunannya seratus kali lebih megah dari kantor Golden Dragon Group. Bahkan dari luar tadi ia sudah bisa merasakan betapa pentingnya gedung ini."Bagaimana mungkin?" bisik Adel tak percaya. "Kau baru beberapa hari di kota ini..."Ryan tak menjawab, hanya menuntun Adel menuju lift khusus di sudut area parkir. Setelah pemindaian wajah dan iris mata, pintu lift terbuka dengan suara desisan pelan.Adel mengamati sistem keamanan canggih itu dengan kening berkerut. Bahkan gedung-gedung termewah yang pernah ia kunjungi tak memiliki teknologi secanggih ini. Jelas tempat ini bukan gedung biasa.'Ada apa sebenarnya?' batinnya penasaran. 'Rahasia apa lagi yang Ryan sembunyikan dariku?'Lift bergerak naik dalam keheningan. Dua puluh detik kemudian, pintu terbuka memperlihatkan ruangan luas yang membuat napas Adel tercekat.Ratusan orang berbaris rapi dalam formasi yang sempurn
Di Kota Riverpolis, tepatnya di Villa Pendragon, Ryan sedang berkultivasi dalam kamarnya. Tiba-tiba, ponselnya berdering, memecah konsentrasi Ryan."Halo?""Tuan Ryan, sesuatu yang gawat telah terjadi!" suara panik Agravain terdengar dari seberang. "Tang San telah mengetahui bahwa Anda adalah Hunter!""Dia mengerahkan semua orang untuk mencari Anda. Jika dia menemukan Anda, Tuan Ryan, nyawa Anda dalam bahaya!""Tuan Ryan, segeralah pergi sebelum mereka menemukan Anda!"Nada Agravain dipenuhi kecemasan yang nyata. Dia benar-benar mengkhawatirkan keselamatan Ryan."Oke, aku mengerti," jawab Ryan tenang.Di seberang telepon, Agravain tertegun sebelum berseru, "Tuan, ini bukan permainan anak-anak! Sebentar lagi, seluruh praktisi Asosiasi Seni Bela Diri Provinsi Riveria akan menyerbu vila Anda!"Ryan mengabaikan kepanikan itu dan justru bertanya santai, "Aku penasaran bagaimana Tang San bisa menemukanku.""Baru saja seorang wanita bernama Selly Hilton datang. Entah bagaimana dia punya bany
Tang San masih dipenuhi amarah. Ia menekan kedua tangannya ke meja konferensi."Aku sangat menyadari hal itu! Tapi jika kalian tak bisa menemukan Hunter, setidaknya cari tahu identitas kekuatan sialan yang menghalangi kita!"Sang tetua hanya bisa terdiam canggung.Tepat saat itu, seorang staf mengetuk pintu aula dengan tergesa."Masuk!" perintah Tang San dengan suara berat.Ia menatap tajam staf yang tampak panik itu. "Ada apa? Kau tidak tahu kami sedang rapat?!"Wajah staf itu memucat. Terakhir kali seseorang melaporkan berita buruk pada Tang San, orang itu berakhir mati. Ia tak ingin mengalami nasib serupa."Presiden Tang, ada seorang gadis di luar yang mengaku tahu identitas orang di foto itu."Mata Tang San menyipit. Ia mencengkeram kerah staf itu penuh semangat. "Benarkah? Cepat bawa dia masuk!""Ba-baik, Tuan!"Tak lama kemudian, seorang wanita muda melangkah masuk. Tang San sed
"Itu tidak mungkin benar, kan..." Zurich bergumam tidak percaya.Dengan tangan gemetar ia mengambil ponsel dari lantai dan menekan tombol jawab. "Ayah..."Suaranya nyaris tak terdengar."Zurich Loot!" suara menggelegar terdengar dari seberang. "Siapa yang kau sakiti?! Keluarga Loot sekarang dipenuhi mayat! Dasar binatang buas! Kau–"Panggilan terputus mendadak.Zurich merasa seolah terjun ke jurang tak berdasar. Sebuah panggilan singkat telah menentukan nasib seluruh keluarganya!Dia bahkan tak berani menatap pemuda di hadapannya. Iblis macam apa orang ini?Dengan panik ia bersujud di hadapan Ryan. "Tuan... saya, saya... saya salah! Tolong lepaskan saya. Saya bersedia..."Satu-satunya yang ia inginkan sekarang adalah tetap hidup! Selama masih bernapas, masih ada harapan!"Kau seharusnya tidak memprovokasku," ujar Ryan dingin. "Dan kau seharusnya tidak mencoba menyentuh paca
"Bajingan, kau memaksaku menggunakan kekerasan!" geram Zurich Loot murka. "Jalang, jangan sok jual mahal. Kau pikir kau siapa? Ini bukan Kota Golden River!""Tapi aku suka semangatmu. Hari ini, kau akan menjadi salah satu koleksiku!"Zurich melepas jasnya dan mendekati Adel dengan langkah mengancam. Dia melirik ke arah dua pengawalnya. "Kalian keluar dan jaga pintu. Jangan masuk apapun yang kalian dengar. Aku tidak ingin diganggu saat bersenang-senang!""Baik, Tuan Muda!"Kedua pengawal itu saling pandang sebelum melangkah keluar ruangan.Zurich menjilat bibirnya, menatap Adel penuh nafsu. Hasrat primitif mengalir deras di sekujur tubuhnya saat ia bersiap menerkam mangsanya.BOOM!Pintu kantor mendadak terbuka dengan keras!"Brengsek!"Zurich meraung murka. "Bukankah sudah kubilang jangan ganggu aku?!"Namun Zurich langsung terdiam saat menoleh dan mendapati kedua pengawalnya tergelet