Pagi Semua ( ╹▽╹ ) ini bab pertama pagi ini. Selamat membaca (◠‿・)—☆
Walaupun Wendy pernah melihat Ryan membunuh orang sebelumnya, dia belum pernah menyaksikannya meledak dengan kekuatan dan kebrutalannya yang seperti ini. Ryan yang selalu tenang dan terkendali kini menunjukkan sisi yang benar-benar berbeda. "Tuan Ryan, ini..." Wendy akhirnya berhasil menemukan suaranya yang bergetar. "Apakah Gunung Langit Biru seperti ini?" Ryan mengangguk singkat, tatapannya melembut saat melihat keterkejutan Wendy. "Ya, bahkan lebih buruk dari ini," jawabnya jujur. "Di sana, nyawa bisa seharga debu." Dia melangkah mendekati Wendy dengan sikap yang lebih tenang. "Kita belum berangkat, jadi belum terlambat untuk menyesalinya. Jika kau tetap di sini di Nexopolis, aku akan membuat beberapa jimat pelindung untukmu. Itu akan cukup untuk melindungimu." Mendengar tawaran itu, Wendy justru segera menggelengkan kepalanya dengan tegas. "Ryan, aku tidak menyesalinya, sungguh." Ada kilatan antusias yang aneh di matanya ketika dia melanjutkan, "Aku hanya ingin mengatakan b
Pesawat terus terbang menembus awan, membawa mereka semakin dekat ke tujuan. Di sampingnya, Wendy terlelap, sementara Adel dan Eleanor Jorge tengah berbincang dengan suara pelan di kursi belakang. Memori-memori menyakitkan kembali menyerbu pikirannya. Lima tahun lalu, dia hanyalah seorang kultivator pemula dengan akar fana yang dipandang rendah oleh seluruh penghuni Gunung Langit Biru. Sekte Medical God, tempatnya bernaung saat itu, juga tak luput dari cemoohan dan penghinaan. "Kemunduran jalur pengobatan? Seni bela diri merajalela? Mulai hari ini dan seterusnya, aku akan mengubah situasi ini!" Mata Ryan berkilat penuh determinasi, dan token giok di tangannya mendadak bersinar lebih terang, merespons emosinya yang menggebu. Cahaya keemasan memancar dari permukaannya, menciptakan fenomena menarik yang membuat Wendy terbangun dari tidurnya. "Ada apa, Ryan?" tanya Wendy dengan mata setengah terbuka, masih diselimuti kantuk. Ryan tersenyum tipis, menyimpan kembali token giok i
Lex Denver terdiam sejenak, lalu menggelengkan kepalanya. "Muridku, tingkat kultivasimu saat ini masih jauh dari cukup, jadi ada beberapa hal yang harus kami sembunyikan darimu. Jika kamu menyadari hal-hal itu sekarang, hati Dao-mu pasti akan rusak." Kilatan emosi yang sulit ditebak muncul di mata pria tua itu. "Bahkan dalam kondisiku saat ini, aku mungkin tidak memenuhi syarat untuk menyentuh kekuatan ini. Satu-satunya hal yang dapat kulakukan adalah pergi dan melihatnya." Lex Denver menghela napas panjang. "Ketika Theodore Crypt pertama kali memasuki Gunung Langit Biru, dia pergi ke Sekte Myriad Swords dan tempat itu. Dia meninggalkan beberapa petunjuk, dan aku harus mengikuti petunjuk itu untuk memastikan dugaanku." Ryan mengangguk dengan penuh pengertian. Meski penasaran, dia memahami bahwa ada hal-hal yang belum saatnya dia ketahui. "Baik, Guru. Karena Anda membutuhkan pil itu, minumlah." Tanpa ragu, Lex Denver mengetuk tiga pil yang melayang di depannya. Dalam sekejap,
Setelah gemuruh yang menggemparkan itu, ribuan Nisan Pedang pun bergetar!Gelombang kejut dahsyat menyebar ke seluruh penjuru Kuburan Pedang, membuat struktur dimensi pocket itu berguncang hebat. Ryan bahkan bisa merasakan getaran sampai ke tulang rusuknya, seolah seluruh dunia bergoncang oleh kemarahan dewa.Pada saat yang sama, petir di langit berubah menjadi binatang petir raksasa dan turun dari langit. Sosok makhluk itu begitu menakutkan—gabungan antara naga dan harimau, dengan tubuh sepanjang seratus meter yang seluruhnya terbentuk dari petir biru keperakan yang menyilaukan mata. Mata makhluk itu berpijar dengan warna merah darah, memancarkan kengerian dan kekuatan tak terbendung.Setiap langkah yang diambil binatang itu menyebabkan ruang bergetar! Udara seolah meledak dan pecah di setiap titik yang dilaluinya. Bahkan sebelum mendarat, Ryan didorong kembali oleh gelombang energi di udara, dan bahkan memuntahkan seteguk darah."Teknik ini sungguh kuat sekali!" pikir Ryan terk
"Kau tertidur sangat nyenyak," ujar Eleanor dengan senyum tipis. "Apakah kau bermimpi indah?"Ryan mengusap wajahnya sejenak, berusaha mengumpulkan kesadarannya sepenuhnya. "Ya, mimpi yang sangat bermanfaat," jawabnya sambil tersenyum misterius.Pesawat telah mendarat dengan mulus di Bandara Internasional Langit Biru—pintu gerbang resmi menuju Gunung Langit Biru. Dari jendela pesawat, Ryan bisa melihat pegunungan megah yang menjulang tinggi di kejauhan, diselimuti kabut tipis yang memberi kesan mistis.Begitu rombongan turun dari pesawat, Ryan melihat prajurit Eagle Squad telah menunggu mereka dengan kendaraan off-road. Mereka memberi hormat dengan sikap tegas saat melihat Ryan dan rombongannya mendekat."Tuan Ryan, kami sudah menunggu kedatangan Anda," ucap komandan unit dengan hormat. "Kendaraan sudah siap untuk membawa Anda ke Gunung Langit Biru."Ryan mengangguk puas. "Terima kasih atas persiapannya."Dia memimpin keempat orang dalam rombongannya—ibunya Eleanor Jorge, Adel, dan
Suara pekikan kecil terdengar diikuti oleh suara dentingan piring yang jatuh, membuat suasana pesta menjadi hening.Ryan Pendragon menoleh ke arah sumber suara dan melihat seorang gadis kecil, mungkin berusia sekitar 10 tahun, berdiri kaku dengan wajah pucat. Di depannya, seorang pria tinggi besar dengan mata tajam berdiri menjulang, jasnya yang mahal kini bernoda makanan yang tumpah."Ma-maafkan saya, Tuan," gadis kecil itu terbata-bata, air mata mulai menggenang di pelupuk matanya.Pria itu menatap gadis kecil tersebut dengan tatapan dingin yang menusuk. Tangannya terkepal erat, dan Ryan bisa melihat urat-urat di lehernya menegang karena menahan amarah.Melihat situasi yang semakin tegang, Ayah Ryan–William Pendragon bergegas menghampiri mereka. Ia berlutut di samping gadis kecil itu, mengeluarkan sapu tangan dari saku jasnya."Tidak apa-apa, Nak. Itu hanya kecelakaan," ujar William lembut sambil mencoba membersihkan noda di sepatu gadis itu. Kemudian ia berdiri dan menghadap pria
“Terima kasih,” ucap Ryan setelah turun dari taksi dan memberikan bayaran ke sopir.Beralih menatap sebuah bangunan kantor yang menjulang tinggi di hadapan, Ryan membaca lagi secarik kertas yang diberikan oleh gurunya, memastikan ini adalah tempat yang harus dia tuju.“Snowfield Group,” ulang Ryan, lalu mengangkat pandangan untuk melihat plang besar yang terpatri nyata di depan gedung. “Benar ini,” ucapnya sebelum masuk ke dalam lobi.Awalnya, Ryan berniat untuk langsung pergi ke Ibu Kota–Riverdale dan mencari Master Lucas, pria yang muncul di kediamannya lima tahun lalu dan membunuh ayahnya. Bagaimanapun, dia adalah orang yang paling ingin Ryan bunuh selama lima tahun terakhir. Namun, gurunya bersikeras agar Ryan terlebih dahulu pergi ke Golden River dan menemui seorang wanita bernama Rindy Snowfield. Oleh karena itu, di sinilah Ryan sekarang, di lobi perusahaan Snowfield Group.Mengenakan kaos, topi, dan tas selempang kusam yang tersampir di bahunya, penampilan Ryan yang sederhana
Keheningan mencekam menyelimuti lobi gedung Snowfield Group. Semua mata tertuju pada sosok pemuda yang berdiri tenang di tengah kekacauan. Dua penjaga keamanan tergeletak tak sadarkan diri di dekat pecahan kaca, sementara pemuda itu hanya berdiri diam, seolah tak terjadi apa-apa."Astaga, apa yang baru saja terjadi?" bisik salah seorang karyawan, matanya terbelalak ketakutan."Ssst! Jangan keras-keras. Kau mau jadi korban berikutnya?" balas temannya, menarik lengan si karyawan untuk menjauh.Para resepsionis muda bersembunyi di balik meja, ketakutan. Mereka bahkan tidak melihat pemuda itu menyerang. Semuanya terjadi begitu cepat, seolah-olah kedua penjaga itu tiba-tiba saja terpental dan tak sadarkan diri.Ryan melirik kedua penjaga yang tak sadarkan diri itu dan menggelengkan kepalanya dengan jengkel. Tanpa menghiraukan tatapan ketakutan dari orang-orang di sekitarnya, ia melangkah santai dan duduk di sofa. Dengan tenang, ia mengambil koran yang tergeletak di meja, mulai membacanya
"Kau tertidur sangat nyenyak," ujar Eleanor dengan senyum tipis. "Apakah kau bermimpi indah?"Ryan mengusap wajahnya sejenak, berusaha mengumpulkan kesadarannya sepenuhnya. "Ya, mimpi yang sangat bermanfaat," jawabnya sambil tersenyum misterius.Pesawat telah mendarat dengan mulus di Bandara Internasional Langit Biru—pintu gerbang resmi menuju Gunung Langit Biru. Dari jendela pesawat, Ryan bisa melihat pegunungan megah yang menjulang tinggi di kejauhan, diselimuti kabut tipis yang memberi kesan mistis.Begitu rombongan turun dari pesawat, Ryan melihat prajurit Eagle Squad telah menunggu mereka dengan kendaraan off-road. Mereka memberi hormat dengan sikap tegas saat melihat Ryan dan rombongannya mendekat."Tuan Ryan, kami sudah menunggu kedatangan Anda," ucap komandan unit dengan hormat. "Kendaraan sudah siap untuk membawa Anda ke Gunung Langit Biru."Ryan mengangguk puas. "Terima kasih atas persiapannya."Dia memimpin keempat orang dalam rombongannya—ibunya Eleanor Jorge, Adel, dan
Setelah gemuruh yang menggemparkan itu, ribuan Nisan Pedang pun bergetar!Gelombang kejut dahsyat menyebar ke seluruh penjuru Kuburan Pedang, membuat struktur dimensi pocket itu berguncang hebat. Ryan bahkan bisa merasakan getaran sampai ke tulang rusuknya, seolah seluruh dunia bergoncang oleh kemarahan dewa.Pada saat yang sama, petir di langit berubah menjadi binatang petir raksasa dan turun dari langit. Sosok makhluk itu begitu menakutkan—gabungan antara naga dan harimau, dengan tubuh sepanjang seratus meter yang seluruhnya terbentuk dari petir biru keperakan yang menyilaukan mata. Mata makhluk itu berpijar dengan warna merah darah, memancarkan kengerian dan kekuatan tak terbendung.Setiap langkah yang diambil binatang itu menyebabkan ruang bergetar! Udara seolah meledak dan pecah di setiap titik yang dilaluinya. Bahkan sebelum mendarat, Ryan didorong kembali oleh gelombang energi di udara, dan bahkan memuntahkan seteguk darah."Teknik ini sungguh kuat sekali!" pikir Ryan terk
Lex Denver terdiam sejenak, lalu menggelengkan kepalanya. "Muridku, tingkat kultivasimu saat ini masih jauh dari cukup, jadi ada beberapa hal yang harus kami sembunyikan darimu. Jika kamu menyadari hal-hal itu sekarang, hati Dao-mu pasti akan rusak." Kilatan emosi yang sulit ditebak muncul di mata pria tua itu. "Bahkan dalam kondisiku saat ini, aku mungkin tidak memenuhi syarat untuk menyentuh kekuatan ini. Satu-satunya hal yang dapat kulakukan adalah pergi dan melihatnya." Lex Denver menghela napas panjang. "Ketika Theodore Crypt pertama kali memasuki Gunung Langit Biru, dia pergi ke Sekte Myriad Swords dan tempat itu. Dia meninggalkan beberapa petunjuk, dan aku harus mengikuti petunjuk itu untuk memastikan dugaanku." Ryan mengangguk dengan penuh pengertian. Meski penasaran, dia memahami bahwa ada hal-hal yang belum saatnya dia ketahui. "Baik, Guru. Karena Anda membutuhkan pil itu, minumlah." Tanpa ragu, Lex Denver mengetuk tiga pil yang melayang di depannya. Dalam sekejap,
Pesawat terus terbang menembus awan, membawa mereka semakin dekat ke tujuan. Di sampingnya, Wendy terlelap, sementara Adel dan Eleanor Jorge tengah berbincang dengan suara pelan di kursi belakang. Memori-memori menyakitkan kembali menyerbu pikirannya. Lima tahun lalu, dia hanyalah seorang kultivator pemula dengan akar fana yang dipandang rendah oleh seluruh penghuni Gunung Langit Biru. Sekte Medical God, tempatnya bernaung saat itu, juga tak luput dari cemoohan dan penghinaan. "Kemunduran jalur pengobatan? Seni bela diri merajalela? Mulai hari ini dan seterusnya, aku akan mengubah situasi ini!" Mata Ryan berkilat penuh determinasi, dan token giok di tangannya mendadak bersinar lebih terang, merespons emosinya yang menggebu. Cahaya keemasan memancar dari permukaannya, menciptakan fenomena menarik yang membuat Wendy terbangun dari tidurnya. "Ada apa, Ryan?" tanya Wendy dengan mata setengah terbuka, masih diselimuti kantuk. Ryan tersenyum tipis, menyimpan kembali token giok i
Walaupun Wendy pernah melihat Ryan membunuh orang sebelumnya, dia belum pernah menyaksikannya meledak dengan kekuatan dan kebrutalannya yang seperti ini. Ryan yang selalu tenang dan terkendali kini menunjukkan sisi yang benar-benar berbeda. "Tuan Ryan, ini..." Wendy akhirnya berhasil menemukan suaranya yang bergetar. "Apakah Gunung Langit Biru seperti ini?" Ryan mengangguk singkat, tatapannya melembut saat melihat keterkejutan Wendy. "Ya, bahkan lebih buruk dari ini," jawabnya jujur. "Di sana, nyawa bisa seharga debu." Dia melangkah mendekati Wendy dengan sikap yang lebih tenang. "Kita belum berangkat, jadi belum terlambat untuk menyesalinya. Jika kau tetap di sini di Nexopolis, aku akan membuat beberapa jimat pelindung untukmu. Itu akan cukup untuk melindungimu." Mendengar tawaran itu, Wendy justru segera menggelengkan kepalanya dengan tegas. "Ryan, aku tidak menyesalinya, sungguh." Ada kilatan antusias yang aneh di matanya ketika dia melanjutkan, "Aku hanya ingin mengatakan b
Ryan mendengus melihat serangan itu. Tanpa tampak khawatir, Pedang Dawnbringer tiba-tiba muncul di tangannya, berkilau dengan cahaya keemasan yang intens. Tanpa ragu, dia melepaskan Teknik Pedang Tak Terbatas yang telah dia pelajari dari Theodore Crypt. Pada saat yang sama, kilatan petir biru menyambar dari tubuhnya, menciptakan lapisan pelindung yang memukau. Kekuatan naga darah mengalir dalam meridiannya, meningkatkan kekuatan serangannya berkali-kali lipat. Untaian qi pedang yang tak terhitung jumlahnya terbang dari bilah Pedang Dawnbringer, meluncur ke arah wanita tua itu seperti hujan meteor yang mematikan. Ekspresi wanita tua itu berubah drastis saat melihat serangan balasan Ryan. Serangan ular qi miliknya yang tadinya tampak mengerikan, hancur seperti kertas saat bertemu dengan qi pedang Ryan. Wanita tua itu berusaha sekuat tenaga menghalau untaian qi pedang yang menerjang ke arahnya, membentuk penghalang energi dengan pedangnya, namun jumlahnya terlalu banyak. Jleb!
"Kakak Senior, selamatkan aku!" Teriakan putus asa Arlin Surf menggema di koridor apartemen saat tubuhnya menghantam dinding dengan keras. Sebelum dia sempat pulih dari keterkejutan, Ryan sudah muncul di depannya sekali lagi. Kilatan cahaya dingin menyapu udara saat Ryan bergerak dengan kecepatan yang hampir tak terlihat oleh mata biasa. Kali ini, Ryan tidak menahan diri. Dia mengepalkan tinjunya yang dilapisi energi keemasan dan menghancurkan pedang spiritual yang masih digenggam Arlin Surf menjadi berkeping-keping. Serpihan logam berhamburan ke udara, berkilau sejenak sebelum jatuh ke lantai dengan dentingan lembut. "Bocah, berhenti! Dia anggota Sekte Darknorth. Kau tidak punya hak untuk menyentuhnya!" Wanita tua itu berteriak dengan nada mengancam, sambil bersiap menyerang bersama wanita berjubah ungu yang satunya. Namun, Ryan tidak menggubris ancaman itu. Bahkan tatapannya tidak beralih dari Arlin Surf yang ketakutan. 'Sekte Darknorth?' Ryan mendengus dalam hati. 'It
Arlin Surf segera menghunus pedang yang tersarung di pinggangnya, mata pedang berkilau tajam saat dia mengarahkannya ke Ryan dan Wendy. "Pelacur kecil!" umpatnya pada Wendy dengan nada penuh kebencian. "Apa kau benar-benar berpikir bahwa kau dapat melawan Sekte Darknorth hanya karena kau bersembunyi di belakang seorang kultivator lemah? Jika kami ingin membunuhmu, kau harus mati!" Pandangannya beralih pada Ryan, mata dipenuhi penghinaan. "Dan kau, bajingan kecil, jika kau bersedia berlutut di hadapanku dan memotong tangan yang menyerangku tadi, aku dapat mempertimbangkan untuk memberimu kematian yang cepat!" Kata-kata kasar dan ancaman itu langsung membakar amarah Ryan. Niat membunuh dalam dirinya mulai mendidih, dan kemarahan di hatinya membuncah. Siapa wanita-wanita ini, berani-beraninya mengancam orang-orang yang berada di bawah perlindungannya? Para wanita di depannya benar-benar berniat menggunakan cara-cara kejam untuk menyakiti Wendy. Apakah mereka benar-benar berpikir b
Ryan bermain-main dengan rokok di tangannya tanpa ekspresi. Dia berencana untuk menunggu Wendy di lobi gedung apartemen. Lagipula, Wendy telah mengiriminya pesan bahwa dia akan segera turun untuk bertemu. Pagi itu, langit cerah dengan sedikit awan menghiasi cakrawala, tanda hari yang baik untuk memulai perjalanan panjang. Ryan mengeluarkan pemantik dari saku celananya, menyalakan rokok dengan gerakan santai, lalu menghisapnya dalam-dalam. Asap putih keluar dari mulutnya saat dia memandang ke arah pintu masuk apartemen, menunggu sosok Wendy muncul. Namun, setelah menunggu selama lima menit penuh dan menghabiskan sebatang rokok, masih belum ada tanda-tanda kehadiran Wendy. Ryan melirik jam tangannya dengan sedikit tidak sabar. Mereka memiliki jadwal keberangkatan yang harus ditepati. Karena tidak ingin membuang waktu lebih lama, ia memutuskan untuk naik lift dan menjemput Wendy langsung ke kamarnya. Selagi menunggu lift, Ryan menyalakan sebatang rokok baru. Entah mengap