Malam semua ( ╹▽╹ ) Terima Kasih Kak Eny Rahayu, Kak Aday Wijaya, Kak Pengunjung5804, Kak Patricia Inge, Kak Alberth Abraham Parinussa, dan Kak Hari atas hadiah Koinnya (. ❛ ᴗ ❛.) Terima Kasih juga kepada para Pembaca Yang telah mendukung novel ini dengan Gem (◍•ᴗ•◍) Target koin lagi-lagi tercapai, jadi malam ini ada bab bonus lagi (≧▽≦) Seperti biasa, othor akan rilis jam 8an. Ditunggu (◠‿・)—☆
"Siapa kau?" tanya William Pendragon dengan nada waspada. Horo Pendragon menyipitkan mata penuh arti. "Apakah kau merasakan darahmu mendidih? Atau mungkin... merasakan keakraban yang tak bisa dijelaskan dariku?" William hendak menjawab, namun Horo Pendragon mendahuluinya. "Hanya ada satu penjelasan untuk perasaan yang kita miliki–darah Keluarga Pendragon dari Gunung Langit Biru mengalir dalam tubuh kita berdua." Dia memberi jeda sejenak sebelum melanjutkan dengan nada serius. "Karena kita adalah keluarga, aku tidak akan berbasa-basi." "Katakan padaku, apakah kekuatan luar biasa putramu–Ryan Pendragon, ada hubungannya dengan warisan Keluarga Pendragon dari Gunung Langit Biru?" Mendengar nama Ryan disebut, kesadaran William langsung kembali sepenuhnya. Tubuhnya menegak, sorot matanya berubah waspada. "Aku tidak peduli dari mana asalmu," jawabnya dingin. "Sikapku sudah jelas. Aku tidak tahu apa-apa. Bunuh saja aku jika kau berani." Ekspresi ramah di wajah Horo Pendragon seketika l
'Keluarga Pendragon dari Gunung Langit Biru?' William menimbang kemungkinan itu dalam benaknya. 'Mungkinkah ini rahasia yang selama ini disembunyikan lelaki tua itu?' Ingatannya melayang pada sosok misterius yang jarang berada di rumah. Pria itu tidak memiliki pekerjaan, namun tidak pernah kekurangan makanan dan pakaian. Mungkinkah Keluarga Pendragon dari Gunung Langit Biru yang mendukungnya secara diam-diam? Tapi jika benar begitu, mengapa lelaki tua itu memilih menetap di Nexopolis? Apa yang sebenarnya dia sembunyikan? Sementara William masih tenggelam dalam pemikirannya, Horo Pendragon kembali angkat bicara. "William Pendragon, apakah kau bersedia kembali ke Keluarga Pendragon bersamaku?" Nada suaranya mendesak, nyaris tidak mampu menahan antusiasme. "Jika kau kembali ke Keluarga Pendragon, Sekte Hell Blood tidak akan bisa menahanmu di sini lagi. Lebih dari itu, kau bisa mendapatkan apapun yang kau inginkan!" Selama bertahun-tahun, penyesalan terbesar Horo Pendragon adalah
Horo Pendragon berusaha menarik pedangnya, namun sia-sia–senjata itu seolah melekat erat di tangan tetua berjubah emas. Baru sekarang dia menyadari bahwa pria yang selama ini diam ini bukanlah orang biasa. Setelah beberapa saat menimbang situasi, Horo Pendragon akhirnya mengalah. "Baiklah, jika kalian bersikeras, kita kesampingkan dulu masalah ini. Aku akan pergi ke Keluarga Pendragon dan meminta mereka datang untuk memintanya dari Sekte Hell Blood kalian!" Dia menarik pedangnya dari genggaman longgar si tetua dan berbalik pergi. Namun baru beberapa langkah, punggungnya merasakan sentuhan dingin baja. Langkahnya seketika membeku. "Apa yang kalian lakukan?" geramnya marah. "Kalian berencana membungkamku?" Tetua berjubah emas tersenyum dingin. "Tentu saja Sekte Hell Blood tidak berani menyentuhmu. Hanya saja kau tahu terlalu banyak. Karena pilihan kami terbatas, tinggallah di sini beberapa hari. Setelah rahasia William Pendragon terungkap, kami akan melepaskanmu." "Sekarang, bek
Horo Pendragon melirik William dengan tatapan dingin. Meski orang ini bisa membantunya kembali ke Keluarga Pendragon, hal itu tidak lagi penting. Dia telah menemukan rahasia yang jauh lebih berharga! 'Keluarga Pendragon dari Gunung Langit Biru telah bersembunyi selama seribu tahun,' pikirnya. 'Mengapa tiba-tiba mereka muncul di Nexopolis?' Berdasarkan ingatan William, jelas mereka datang untuk mengambil abu lelaki tua itu. Fakta bahwa Keluarga Pendragon menempatkan abu dan plakat peringatannya di aula leluhur sudah cukup membuktikan betapa luar biasanya status pria itu. Terlebih lagi, batu giok yang berkali-kali disebut pastilah menyimpan rahasia terbesar! Dan batu itu kini berada di tangan Ryan! Semuanya mulai terhubung! William sudah hampir tidak sanggup bertahan. Darah terus mengalir dari mulutnya, namun Horo Pendragon tidak menunjukkan tanda-tanda akan berhenti. Tepat saat William berada di ambang kematian, sebuah sosok berjubah hitam muncul bagaikan hantu... Ryan Pend
Horo Pendragon maju selangkah hendak menyerang ketika para tetua Sekte Hell Blood lainnya mendahuluinya menerjang ke arah Ryan. "Berani sekali kau, Ryan!" teriak salah satu dari mereka. "Berani-beraninya kau memasuki wilayah Sekte Hell Blood! Kami akan menjatuhkanmu dan menyerahkan kepalamu pada ketua sekte!" Dari aura yang terpancar, mereka semua setidaknya telah mencapai Ranah Saint. Rumor memang menyebut Ryan sebagai dewa perang tak terkalahkan di Nexopolis, dan mereka ingin membuktikannya sendiri. Atau setidaknya itulah yang mereka katakan pada diri sendiri. Padahal tujuan sebenarnya jelas–mereka mengincar botol giok itu! Ryan menyipitkan mata merasakan niat membunuh yang menguar dari para lawannya. Namun dia tetap tenang. Dengan hati-hati dia memindahkan ayahnya ke tempat yang aman dan membentuk formasi pelindung di sekelilingnya. Setelah memastikan ayahnya terlindungi, Ryan berbalik menghadapi musuh-musuhnya. Sebuah pedang telah terarah ke lengannya. "Hari ini," uc
Suara pekikan kecil terdengar diikuti oleh suara dentingan piring yang jatuh, membuat suasana pesta menjadi hening.Ryan Pendragon menoleh ke arah sumber suara dan melihat seorang gadis kecil, mungkin berusia sekitar 10 tahun, berdiri kaku dengan wajah pucat. Di depannya, seorang pria tinggi besar dengan mata tajam berdiri menjulang, jasnya yang mahal kini bernoda makanan yang tumpah."Ma-maafkan saya, Tuan," gadis kecil itu terbata-bata, air mata mulai menggenang di pelupuk matanya.Pria itu menatap gadis kecil tersebut dengan tatapan dingin yang menusuk. Tangannya terkepal erat, dan Ryan bisa melihat urat-urat di lehernya menegang karena menahan amarah.Melihat situasi yang semakin tegang, Ayah Ryan–William Pendragon bergegas menghampiri mereka. Ia berlutut di samping gadis kecil itu, mengeluarkan sapu tangan dari saku jasnya."Tidak apa-apa, Nak. Itu hanya kecelakaan," ujar William lembut sambil mencoba membersihkan noda di sepatu gadis itu. Kemudian ia berdiri dan menghadap pria
“Terima kasih,” ucap Ryan setelah turun dari taksi dan memberikan bayaran ke sopir.Beralih menatap sebuah bangunan kantor yang menjulang tinggi di hadapan, Ryan membaca lagi secarik kertas yang diberikan oleh gurunya, memastikan ini adalah tempat yang harus dia tuju.“Snowfield Group,” ulang Ryan, lalu mengangkat pandangan untuk melihat plang besar yang terpatri nyata di depan gedung. “Benar ini,” ucapnya sebelum masuk ke dalam lobi.Awalnya, Ryan berniat untuk langsung pergi ke Ibu Kota–Riverdale dan mencari Master Lucas, pria yang muncul di kediamannya lima tahun lalu dan membunuh ayahnya. Bagaimanapun, dia adalah orang yang paling ingin Ryan bunuh selama lima tahun terakhir. Namun, gurunya bersikeras agar Ryan terlebih dahulu pergi ke Golden River dan menemui seorang wanita bernama Rindy Snowfield. Oleh karena itu, di sinilah Ryan sekarang, di lobi perusahaan Snowfield Group.Mengenakan kaos, topi, dan tas selempang kusam yang tersampir di bahunya, penampilan Ryan yang sederhana
Keheningan mencekam menyelimuti lobi gedung Snowfield Group. Semua mata tertuju pada sosok pemuda yang berdiri tenang di tengah kekacauan. Dua penjaga keamanan tergeletak tak sadarkan diri di dekat pecahan kaca, sementara pemuda itu hanya berdiri diam, seolah tak terjadi apa-apa."Astaga, apa yang baru saja terjadi?" bisik salah seorang karyawan, matanya terbelalak ketakutan."Ssst! Jangan keras-keras. Kau mau jadi korban berikutnya?" balas temannya, menarik lengan si karyawan untuk menjauh.Para resepsionis muda bersembunyi di balik meja, ketakutan. Mereka bahkan tidak melihat pemuda itu menyerang. Semuanya terjadi begitu cepat, seolah-olah kedua penjaga itu tiba-tiba saja terpental dan tak sadarkan diri.Ryan melirik kedua penjaga yang tak sadarkan diri itu dan menggelengkan kepalanya dengan jengkel. Tanpa menghiraukan tatapan ketakutan dari orang-orang di sekitarnya, ia melangkah santai dan duduk di sofa. Dengan tenang, ia mengambil koran yang tergeletak di meja, mulai membacanya
Horo Pendragon maju selangkah hendak menyerang ketika para tetua Sekte Hell Blood lainnya mendahuluinya menerjang ke arah Ryan. "Berani sekali kau, Ryan!" teriak salah satu dari mereka. "Berani-beraninya kau memasuki wilayah Sekte Hell Blood! Kami akan menjatuhkanmu dan menyerahkan kepalamu pada ketua sekte!" Dari aura yang terpancar, mereka semua setidaknya telah mencapai Ranah Saint. Rumor memang menyebut Ryan sebagai dewa perang tak terkalahkan di Nexopolis, dan mereka ingin membuktikannya sendiri. Atau setidaknya itulah yang mereka katakan pada diri sendiri. Padahal tujuan sebenarnya jelas–mereka mengincar botol giok itu! Ryan menyipitkan mata merasakan niat membunuh yang menguar dari para lawannya. Namun dia tetap tenang. Dengan hati-hati dia memindahkan ayahnya ke tempat yang aman dan membentuk formasi pelindung di sekelilingnya. Setelah memastikan ayahnya terlindungi, Ryan berbalik menghadapi musuh-musuhnya. Sebuah pedang telah terarah ke lengannya. "Hari ini," uc
Horo Pendragon melirik William dengan tatapan dingin. Meski orang ini bisa membantunya kembali ke Keluarga Pendragon, hal itu tidak lagi penting. Dia telah menemukan rahasia yang jauh lebih berharga! 'Keluarga Pendragon dari Gunung Langit Biru telah bersembunyi selama seribu tahun,' pikirnya. 'Mengapa tiba-tiba mereka muncul di Nexopolis?' Berdasarkan ingatan William, jelas mereka datang untuk mengambil abu lelaki tua itu. Fakta bahwa Keluarga Pendragon menempatkan abu dan plakat peringatannya di aula leluhur sudah cukup membuktikan betapa luar biasanya status pria itu. Terlebih lagi, batu giok yang berkali-kali disebut pastilah menyimpan rahasia terbesar! Dan batu itu kini berada di tangan Ryan! Semuanya mulai terhubung! William sudah hampir tidak sanggup bertahan. Darah terus mengalir dari mulutnya, namun Horo Pendragon tidak menunjukkan tanda-tanda akan berhenti. Tepat saat William berada di ambang kematian, sebuah sosok berjubah hitam muncul bagaikan hantu... Ryan Pend
Horo Pendragon berusaha menarik pedangnya, namun sia-sia–senjata itu seolah melekat erat di tangan tetua berjubah emas. Baru sekarang dia menyadari bahwa pria yang selama ini diam ini bukanlah orang biasa. Setelah beberapa saat menimbang situasi, Horo Pendragon akhirnya mengalah. "Baiklah, jika kalian bersikeras, kita kesampingkan dulu masalah ini. Aku akan pergi ke Keluarga Pendragon dan meminta mereka datang untuk memintanya dari Sekte Hell Blood kalian!" Dia menarik pedangnya dari genggaman longgar si tetua dan berbalik pergi. Namun baru beberapa langkah, punggungnya merasakan sentuhan dingin baja. Langkahnya seketika membeku. "Apa yang kalian lakukan?" geramnya marah. "Kalian berencana membungkamku?" Tetua berjubah emas tersenyum dingin. "Tentu saja Sekte Hell Blood tidak berani menyentuhmu. Hanya saja kau tahu terlalu banyak. Karena pilihan kami terbatas, tinggallah di sini beberapa hari. Setelah rahasia William Pendragon terungkap, kami akan melepaskanmu." "Sekarang, bek
'Keluarga Pendragon dari Gunung Langit Biru?' William menimbang kemungkinan itu dalam benaknya. 'Mungkinkah ini rahasia yang selama ini disembunyikan lelaki tua itu?' Ingatannya melayang pada sosok misterius yang jarang berada di rumah. Pria itu tidak memiliki pekerjaan, namun tidak pernah kekurangan makanan dan pakaian. Mungkinkah Keluarga Pendragon dari Gunung Langit Biru yang mendukungnya secara diam-diam? Tapi jika benar begitu, mengapa lelaki tua itu memilih menetap di Nexopolis? Apa yang sebenarnya dia sembunyikan? Sementara William masih tenggelam dalam pemikirannya, Horo Pendragon kembali angkat bicara. "William Pendragon, apakah kau bersedia kembali ke Keluarga Pendragon bersamaku?" Nada suaranya mendesak, nyaris tidak mampu menahan antusiasme. "Jika kau kembali ke Keluarga Pendragon, Sekte Hell Blood tidak akan bisa menahanmu di sini lagi. Lebih dari itu, kau bisa mendapatkan apapun yang kau inginkan!" Selama bertahun-tahun, penyesalan terbesar Horo Pendragon adalah
"Siapa kau?" tanya William Pendragon dengan nada waspada. Horo Pendragon menyipitkan mata penuh arti. "Apakah kau merasakan darahmu mendidih? Atau mungkin... merasakan keakraban yang tak bisa dijelaskan dariku?" William hendak menjawab, namun Horo Pendragon mendahuluinya. "Hanya ada satu penjelasan untuk perasaan yang kita miliki–darah Keluarga Pendragon dari Gunung Langit Biru mengalir dalam tubuh kita berdua." Dia memberi jeda sejenak sebelum melanjutkan dengan nada serius. "Karena kita adalah keluarga, aku tidak akan berbasa-basi." "Katakan padaku, apakah kekuatan luar biasa putramu–Ryan Pendragon, ada hubungannya dengan warisan Keluarga Pendragon dari Gunung Langit Biru?" Mendengar nama Ryan disebut, kesadaran William langsung kembali sepenuhnya. Tubuhnya menegak, sorot matanya berubah waspada. "Aku tidak peduli dari mana asalmu," jawabnya dingin. "Sikapku sudah jelas. Aku tidak tahu apa-apa. Bunuh saja aku jika kau berani." Ekspresi ramah di wajah Horo Pendragon seketika l
Tanpa peringatan, Dread Zod melesat maju. Tubuhnya bergerak bagai anak panah yang dilepaskan dari busur, aura dahsyat meledak dari setiap pori-porinya. Tekanan spiritual yang dipancarkannya begitu kuat hingga membuat udara bergetar. Ryan tidak gentar. Sebagai kultivator Ranah Transcendence yang telah mencapai puncak, dia telah menghadapi berbagai pertarungan hidup dan mati. Yang dia butuhkan hanyalah kesempatan untuk melancarkan serangan mematikan. "Kau pikir hanya dengan status Ranah Saint King bisa mengalahkanku?" Ryan mendengus. "Jangan terlalu percaya diri." Namun dalam hati, dia tahu tidak bisa meremehkan lawannya. Dread Zod adalah salah satu kultivator terkuat Sekte Hell Blood. Kesalahan sekecil apapun bisa berakibat fatal. Sebuah tongkat spiritual berwarna merah muncul di tangan Dread Zod. Senjata itu berpendar dengan cahaya mengerikan, memancarkan aura kuno yang mencekam. Tanpa ragu dia mengayunkannya ke arah Ryan. WHUUSH! Tekanan spiritual yang dilepaskan t
Mendengar kata-kata Ryan, ekspresi para penjaga berubah. Mereka mengira pria bertopeng hitam itu anggota Sekte Hell Blood, namun tampaknya dia justru berniat menyerang untuk masuk ke ruang bawah tanah. Seorang lelaki kekar berdiri dan berkata acuh, "Apakah kau pikir bisa membunuh kami hanya dengan kultivasi ranah Transcendence yang remeh?" "Kau terlalu melebih-lebihkan dirimu sendiri. Hari ini, aku akan membiarkanmu merasakan apa itu rasa takut!" Tanpa menggunakan senjata, pria kekar itu melangkah maju dan melayangkan pukulan ke arah Ryan. Pukulan itu membawa kekuatan gunung dan sungai yang menekan langit dan bumi! Niat membunuh yang kuat meletus dari bagian terdalam tubuhnya. "Kultivator pemurnian fisik? Bersaing dalam kekuatan denganku? Kau yakin?" Ryan tersenyum dingin. Beberapa detik kemudian, Ryan melemparkan pukulan biasa yang bahkan tidak menggunakan banyak energi Qi. BOOM! Ledakan keras bergema bagai guntur, diikuti teriakan kesakitan sang lelaki kekar. Lengan ka
Horo Pendragon menggeleng, masih terkejut. "Aku sedikit terganggu tadi. Baiklah, sampai di mana kita tadi?" "Sepertinya Senior Horo belum banyak beristirahat. Sekte Hell Blood kami telah menyiapkan kamar untuk Senior. Tentu saja, ada juga beberapa wanita cantik yang pasti akan membantu Senior tidur nyenyak." Horo Pendragon menggeleng menolak tawaran itu. Senyum sang tetua menegang sebelum berkata serius, "Ketua sekte memintaku menanyakan sesuatu. Apakah ada orang dari Keluarga Pendragon di Gunung Langit Biru yang memasuki Nexopolis?" "Juga, apakah nama Ryan dan William Pendragon ada dalam silsilah Keluarga Pendragon di Gunung Langit Biru?" Horo Pendragon berpikir sejenak. "Dulu statusku di keluarga tidak tinggi. Lagipula aku tidak banyak berhubungan dengan Keluarga Pendragon sekarang." "Mengenai apakah seseorang dari keluarga telah memasuki Nexopolis, aku tidak ingat pernah mendengar apapun tentang ini saat masih di sana." "Namun..." "Senior Horo, tapi apa?" "Sepertinya lebi
Ryan menatap pedang yang mendekat tanpa gentar, mengulurkan tangan dan menangkapnya di antara dua jari dengan santai. Penyerangnya adalah seorang pria berjubah hitam, kemungkinan kultivator Ranah Transcendence tahap awal. Ryan baru menyadari bahwa tempat dia membuka formasi ternyata ruang kultivasi pribadi seseorang. Sungguh malang! Pedang itu terhenti di jalurnya, tak mampu bergerak lebih jauh. "Huh, awalnya aku ingin jalan-jalan santai, tapi sayangnya kau menemukanku, jadi aku harus membungkammu. Kakak, aku minta maaf," ucap Ryan santai. "Namun kamu adalah anggota Sekte Hell Blood. Tidak masalah apakah kamu mati sekarang atau nanti. Bagaimanapun, aku akan mengantarmu pergi sekarang." "Hm!" Anggota Sekte Hell Blood mendengus dingin. "Dalam hal ranah kultivasi, aku sedikit lebih kuat darimu. Dari mana datangnya kepercayaan dirimu yang tidak berdasar itu?!" Dia mencoba menarik pedangnya dari tangan Ryan, namun segera menyadari bahwa sekuat apapun dia berusaha, pedang itu tak be