“Pergilah!”
Satu kata itu yang keluar dari mulut Leon saat melihat Natasha. Tubuh wanita itu membeku di tempat mendengar ucapan Leon. Sebelumnya pria itu pernah mengusirnya. Tapi kali ini situasinya berbeda. Leon mengusirnya karena keinginan pria itu sendiri.
Natasha menggelengkan kepalanya. “Tidak mau. Aku sudah terbang dari Paris kemari dan kau justru mengusirku.”
“Aku tidak memintamu untuk terbang hanya untukku.” Leon mengalihkan pandangannya dari Natasha. Dia memilih memandang keluar jendela. Terlihat kesedihan mendalam di mata pria itu.
“Kau tidak memintanya. Tapi aku menginginkannya, Leon. Aku…”
“Hentikan, Natasha!” Leon menatap wanita itu d
Kalau dulu Leon yang mengejar Natasha. Tapi sekarang dunia terbalik. Natasha yang akan mengejar Leon. Berhasil tidak ya?
Di kamar anak-anak, Natasha duduk di lantai untuk menemani anak-anak yang sedang membuat kartu natal untuk ayah mereka. Wanita itu mengambil warna pink lalu membantu Evelina mewarnai seekor ikan. Teman yang diambil putrinya adalah dunia bawah laut. Evelina menggambar berbagai macam hewan laut. Dari ikan, kura-kura, kepiting, bahkan gadis kecil itu juga menggambar kapal selam.“Mengapa kau memiliki dunia bawah laut, Eve?” tanya Natasha selesai mewarnai seekor ikan.“Karena aku ingin mengajak Dad untuk pergi ke akuarium raksasa, Mom. Dulu temanku pernah bercerita jika dia pergi ke akuarium raksasa. Dia mengatakan jika tempatnya sangat indah dan banyak ikan yang bisa kita lihat. Apakah kita bisa pergi ke sana, Mom?” tanya Evelina tampak begitu bersemangat.
Gavin bisa menghela nafas lega saat dia sudah membaringkan tubuhnya di atas ranjang. Hari ini adalah hari yang panjang untuknya. Mendapatkan kabar mengenai Leon, lalu langsung terbang ke Moskow dan mengetahui kondisi Leon membuat Gavin tidak bisa berhenti melakukan apapun. Dengan kondisi tubuhnya yang sedang tidak baik membuat pria itu semakin mudah lelah. Tiba-tiba ponsel pria itu berdering. Dengan malas Gavin meraba meja di sampingnya dan mengambil benda pipih yang terus mengeluarkan suara. Segera dia menekan tombol hijau sebelum akhirnya menempelkan benda itu ke telinganya. “Halo!” Sapa Gavin dengan nada malas. “Apakah kau sudah lelah? Padahal kau belum menepati janjimu.” Mendengar suara Iris membua
Natasha duduk di lorong rumah sakit tepat di depan kamar Leon dirawat. Tangannya yang diangkat untuk mengusap wajahnya tampak gemetar. Natasha mengusap wajahnya gusar. Pemandangan yang dilihatnya beberapa saat yang lalu. Menciptakan rasa takut yang menyelimuti dirinya. "Natasha." Panggilan itu membuat Natasha mendongak. Dia bisa melihat Gavin berdiri dengan kruk di tangan untuk membantunya berjalan. Natasha pun berdiri melihat kedatangan Gavin. "Gavin." "Aku sudah mendengarnya dari Ivan. Leon dia mengiris pergelangan tangannya sendiri." Natasha menganggukkan kepalanya. "Tadi… tadi saat aku datang dia sudah tidak sadarkan diri dengan da
Perlahan kelopak mata Natasha mulai terbuka. Saat menyadari jika dia ketiduran saat menjaga Leon, wanita itu langsung menegakkan tubuhnya. Sehingga selimut di punggungnya pun terjatuh. Natasha menoleh ke belakang dan melihat selimut berwarna abu-abu tergeletak di lantai. Dia segera mengambil selimut itu dan bertanya-tanya siapa yang meletakkan selimut itu tubuhnya. Lalu Natasha mendongak dan seketika tubuhnya membeku saat tidak melihat Leon berbaring di atas ranjang. Panik terjadi sesuatu dengan Leon, segera Natasha berlari keluar. Dia menghampiri perawat yang berjaga di meja informasi. “Suster, apakah kau melihat Mr. Matvey? Dia tidak ada di kamarnya.” Panik Natasha. “Mr. Matvey? Tadi seorang pria mendorong kursi roda untuk Mr. Matvey. Sepertinya mereka jalan-jalan di
Triplet yang duduk di dalam mobil sedan yang berhenti di depan sebuah sekolah mengamati ke luar jendela. Tidak ada semangat muncul di wajah mereka karena ketiga anak itu masih saja mencemaskan ayah mereka. Gavin yang duduk di samping sopir menoleh ke belakang. “Mengapa kalian cemberut seperti itu? Bukankah ini hari pertama kalian sekolah?” “Kami merindukan Daddy.” Ucap Liev dengan nada lemas. “Mengapa Paman Gavin tidak membawa kami ke rumah sakit untuk bertemu dengan Daddy?” tanya Evelina. “Benar. Seharusnya Paman Gavin bisa membawa kami bertemu dengan Daddy.” Sahut Karl. Gavin menghela nafas mendengar ucapan ketiga anak itu. “Sayangnya aku
“Untuk apa kau datang kemari lagi? Jangan pernah datang kemari lagi.” Natasha sepertinya terbiasa mendapatkan sambutan dingin dari Leon. Dia bahkan tidak tidak mempedulikan Leon yang duduk bersandar di ranjang tanpa menoleh ke arahnya. Natasha meletakkan sebuah termos sup berisi Solyanka. “Dan aku juga berkata padamu jika aku akan tetap datang, Leon. Aku tidak akan menyerah.” Leon menoleh dan menatap tajam ke arah Natasha. “Untuk apa kau tetap keras kepala seperti itu, Natasha. Apakah aku harus menunjukkan betapa tidak bergunanya aku sehingga kau tahu alasan mengapa aku ingin kau pergi?” Natasha menghela nafas berat. Dia ingin sekali mengguncangkan kepala Leon agar pria itu sadar jika kehilangan kakiny
Natasha duduk di sebuah café yang ada di dalam rumah sakit. Tubuhnya menegang karena emosi dalam dirinya. Alasannya adalah karena orang yang duduk di hadapanya. Josef Matvey. Pria yang begitu mirip dengan Leon dalam versi yang lebih tua itu duduk dengan tenang di hadapannya sembari meminum cangkir kopi di hadapannya. Pria itu meletakkan cangkir berisi kopi hitam di atas piring kecil. Tatapannya tertuju pada wanita yang duduk di hadapannya. “Enam tahun yang lalu, kau meninggalkan putraku tanpa memberikan penjelasan apapun. Kau sudah menghancurkan hati Leon. Dia bahkan kesulitan melupakanmu selama bertahun-tahun. Tapi aku sangat yakin kau meninggalkan Leon bukan tanpa alasan. Aku bisa melihat kau juga menyukai putraku. Jadi sebenarnya apa yang membuatmu meninggalka
I said, One scoop, Two scoops, Three scoops, Three scoops for me, please. Three scoops for me. Sepanjang perjalanan menuju salah satu mall di Moscow, anak-anak tidak berhenti menyanyikan lagu itu. Mereka tidak sabar menikmati es krim yang dijanjikan oleh Gavin. Bahkan mereka sudah menentukan rasa yang mereka inginkan. “Aku mau es krim rasa pisang dan coklat.” Seru Liev dengan penuh semangat. Dengan senyuman mengembang di wajahnya Natasha berkata, “Aku mau es krim stroberi, paman.”
Kebun binatang adalah destinasi wisata yang cocok untuk keluarga. Karena itulah Karl membawa Svetlana dan Stefan ke sana. Karl mendorong kereta bayi di mana Stefan duduk di dalamnya tampak begitu bersemangat. Bahkan kedua tangannya memukul-mukul pahanya yang gendut dan terus terkekeh saat melihat sesuatu yang menarik.Langkah mereka terhenti saat melihat ada dua cabang jalan. Karl dan Svetlana melihat papan yang menunjukkan tujuan kedua jalan itu. Jika memilih jalan ke kiri, maka mereka akan masuk ke dalam dunia air. Kalau jalan kalan ke kanan, mereka akan meneruskan perjalanan mereka menjelajahi kebun binatang.“Bagaimana jika kita melihat dunia air lebih dahulu. Baru setelah itu kita melanjutkan perjalanan?” Karl memberikan usul.Svetlana menganggukkan kepalanya. “Ide yang bagus. Kalau begitu ayo kita pergi ke dunia air.”Karl tersenyum sembari menganggukkan kepalanya. Kemudian dia mendorong kereta bayi Stefan dan berjalan bersama dengan Svetlana. Tiba-tiba dari arah berlawana ada b
Sebuah mobil sedan hitam berhenti di depan universitas Lomonosov Moscow State. Aleksey yang duduk di belakang mengambil tasnya.“Jam berapa saya harus menjemput, Tuan muda?” tanya Viktor yang mengendarai mobil itu.Tatapan Aleksey tertuju pada pria itu. “Jam dua siang. Akrena aku akan pergi bersama Evelina setelah selesai kuliah.”Viktor tersenyum melihat sang tuan muda tampak bahagia saat membicarakan tentang kekasihnya.Pria itu menganggukkan kepalanya. “Baik, Tuan muda. Saya akan menjemput anda dan Nona Matvey jam 2 siang. Sampai jumpa nanti, Tuan muda.”Aleksey menganggukkan kepalanya. “Sampai jumpa nanti, Viktor.”Laki-laki itu berjalan keluar dari mobilnya. Dia menyampirkan tas ransel di bahu kanannya. Aleksey terlihat begitu tampan dengan mengenakan kaos putih dan dipadukan dengan kemeja hitam kotak-kotak putih yang sengaja tidak dikancingkan. Celana hitam dan sepatu sneakers putih membuat penampilan laki-laki itu semakin menawan. Sehingga tidak heran jika banyak tatapan tertuj
Tahun ajaran baru menjadi acara paling sibuk untuk BEM. Tidak hanya banyak kegiatan yang harus mereka urus, tapi juga harus memberikan banyak pengarahan bagi mahasiswa-mahasiswa baru. Tapi sesuatu paling ditunggu semua mahasiswa baru. Suasana kampus seketika menjadi riuh saat Ketua dan Wakil Ketua BEM datang. Wajah tampan Liev dan Roman menjadi bagian favorit para mahasiswa. "Kak Liev, bisakah aku foto denganmu?" tanya salah satu gadis cantik yang menatap Liev dengan malu-malu. Liev menyunggingkan senyuman membuat semua mahasiswi terpesona. "Baiklah. Kita bisa foto bersama. Berikan ponselmu." Liev mengulurkan tangannya. Gadis itu memberikan ponselnya kepada Liev. Laki-laki itu membuka aplikasi kamera kemudian berpose bersama gadis itu. Liev menekan tombol untuk mengambil beberapa foto mereka. Setelah itu Liev mengembalikan ponsel itu kepada pemiliknya. "Terima kasih, Kak Liev." Gadis itu memandang fotonya bersama dengan Liev. Bibirnya menyunggingkan senyuman senang. "Kak Liev,
“Bahkan kamu juga tidak punya waktu untuk Aleksey-mu?”Evelina memicingkan matanya ke arah laki-laki itu. "Siapa kamu? Kenapa kamu tahu soal Aleksey?"Laki-laki itu menyunggingkan senyumannya. "Karena aku aku adalah Aleksey."Evelina terdiam mendengar ucapan laki-laki itu. Namun detik berikutnya, Evelina melayangkan tamparan yang membuat semua orang terkejut melihatnya. Termasuk Irina yang berdiri di dekat Evelina. Dada gadis itu naik turun dengan cepat menunjukkan berapa emosinya dirinya. "Apa kamu sedang merendahkan Aleksey-ku? Apa kamu tidak tahu seperti apa Aleksey yang aku sayangi? Jangan pernah menyamakan dirimu dengan Aleksey-ku. Karena kalian tidak akan pernah sama." Evelina tidak bisa menahan tangisnya. Dia pun berbalik dan bergegas berlari keluar. Saat laki-laki itu hendak keluar, Karl menahan bahunya. Tatapan tajam yang membunuh dilayangkan Karl ke arah laki-laki itu. "Bos, aku tidak ingin membuat keributan. Jadi aku akan keluar sebentar mengurus bocah sialan yang membua
“Bos, apakah tidak apa-apa membiarkan mereka bekerja di sini?” tanya Svetlana kepada Irina yang duduk di meja kasir.Tatapan Irina tertuju pada Evelina dan Karl yang sedang berjalan mondar-mandir dalam kafe untuk melayani pengunjung. “Tidak masalah. Lagipula mereka mendatangkan keuntungan untukku.” Irina tersenyum penuh arti.Svetlana memicingkan matanya ke arah sang bos. “Apa maksudmu mendatangkan keuntungan untuk mereka, Bos?”Irina menghela nafas berat. Kemudian tatapannya tertuju pada karyawannya itu. “Svetlana apakah kamu tidak menyadari jika pacarmu itu tampan? Kamu lihat banyak para gadis datang ke kafe ini untuk melihat ketampanan pacarmu.”Svetlana menoleh dan melihat Karl yang sedang meletakkan cangkir kopi di atas meja. Dia bisa melihat gadis yang dilayani itu memandang Karl dengan tatapan terpesona. Entah kenapa hal itu membuat Svetlana merasa sangat kesal.“Bos, bukankah menyebalkan memanfaatkan ketampanan pacarku untuk meningkatkan pengungjung kafe?” Svetlana tampak cem
“Tidak masalah. Karena sebenarnya kita berpacaran di dua dunia.” Svetlana menoleh dan seketika wajahnya berubah pucat saat melihat Karl berdiri tidak jauh darinya. Bibir laki-laki itu menyunggingkan senyuman. “A-apa yang membawamu kemari, Karl? Bagaimana dengan Stefan?” tanya Svetlana.“Stefan sedang bersama dengan ibumu.” Karl berjalan menghampiri Svetlana. Membuat gadis itu melangkah mundur. Namun dia tidak bisa melangkah terlalu jauh karena pantatnya menyentuh meja dapur. Karl yang sudah berada di dekat Svetlana langsung meletakkan kedua tangannya menyentuh meja dapur itu untuk memerangkap gadis itu. Svetlana yang gugup tampak kesulitan menelan ludahnya sendiri.“Kamu tidak akan menyakiti perasaanku karena sebenarnya aku adalah Ares, Svetlana. Atau aku harus memanggilmu Lucia?”Seketika Svetlana melotot kaget mendengar ucapan Karl. “Ka-kamu tahu jika aku adalah Lucia?”Karl menganggukkan kepalanya. “Ya, aku tahu.”“Sejak kapan?”“Sebenarnya aku sudah mulai curiga saat dulu kamu
Ares : Karena semalam tidak bisa bermain bersama, bagaimana jika malam ini?Svetlana membaca pesan itu dan mengela nafas berat. Pasalnya seharusnya semalam dia bermain game bersama dengan Ares. Tapi karena Karl berada di rumahnya sehingga gadis itu tidak memiliki kesempatan untuk bermain game. Gadis itu tidak tahu apakah dia bisa main bersama Ares malam ini atau tidak.Svetlana : Aku tidak bisa janji. Tapi jika bisa, aku akan menghubungimu.Ares : Apakah kamu sangat sibuk? Atau kamu sedang menjalin hubungan dengan seseorang? Sepertinya aku sulit sekali menghubungimu.Gadis itu langsung melotot membaca pesan itu. Dia tidak menyangka jika Ares akan menebak situasinya dengan tepat sasaran. Svetlana hendak membalas pesan dari kekasih dalam gamenya, tiba-tiba gadis itu kembali dikejutkan dengan pesan dari Ares yang baru saja masuk.Ares : Kamu mengatakan jika kamu tidak mau pacaran di dunia nyata. Tapi sekarang kamu justru pacaran di dunia nyata. Apakah kamu tidak menyayangiku lagi, Lucia?
Sedikit pelajaran yang dimaksud oleh Karl adalah membiarkan Ravil dan kedua anak buahnya berlari hanya dengan menggunakan celana pendek. Di belakang mereka ada enam anjing German Shepherd yang terlihat garang sedang mengejar mereka. Akhirnya Karl bisa mengeluarkan anjing peliharaan milik keluarga Matvey.Anjing German Shepheard memiliki indera penciuman yang tajam. Sehingga ketika Karl menyodorkan pakaian mereka ke hidung anjing dengan rambut berwarna coklat hitam itu, mereka akan terus mengejar orang yang memiliki bau yang sama. Mereka tidak akan berhenti sampai mendapatkannya. Karena itu ketika Ravil memutuskan untuk berbelok dan memisahkan diri dari anaki buahnya, tetap saja ada dua anjing yang mengejarnya. Karena dua anjing itu sudah menciu bau Ravil. Tentu saja pemandangan ini menjadi bahan tertawaan orang. Termasuk Zoya, Liev dan semua orang yang berada di kafe itu. Zoya tidak menyangka Ravil yang biasanya terlihat begitu arogan dan menampilkan penampilan terbaiknya sekarang b
Ravil tampak kesal karena perkiraannya meleset. Dia begitu senang saat Zoya mengatakan akan menemuinya. Tapi dia tidak menyangka jika Zoya tidak datang sendirian. Tidak hanya membawa Liev tapi juga membawa beberapa anggota mafia Zeno yang dipimpin oleh Valdo. Sebenarnya Zoya sendiri juga tidak tahu akan berakhir seperti ini. Dia juga terkejut saat melihat Liev datang bersama beberapa pria yang mengenakan setelan gelap.Zoya mencondongkan tubuhnya untuk berbisik di telinga Liev. "Apakah tidak masalah membawa banyak orang seperti ini? Mereka bahkan memenuhi kafe ini.""Tenang saja, aku sudah menyewa kafe ini. Jadi tidak masalah dengan pemilik kafe." Tatapan Liev tertuju pada Irina yang mengacungkan dua jempol tangannya. Setelah mengetahui jika Zoya akan menemui mantan suaminya yang berbahaya, Karl menyarankan Liev untuk menyewa kafe tempat Svetlana bekerja. Dengan begitu Karl juga bisa ikut mengawasi pertemuan itu. "Zoya, tidak bisakah kita membicarakannya di tempat yang lebih tenang