"Memangnya istri saya pinjam uang berapa?" tanya Farhan dengan tanpa basa-basi.Nisa tampak kaget, apalagi Rosita, ia sangat kaget sekali. Ia tidak menyangka kalau Farhan akan muncul disini."Eh, eh…""Bilang saja, Mbak. Saya nggak marah," sahut Farhan. "Sepuluh juta, Pak," jawab Nisa dengan pelan."Tunggu sebentar ya, Mbak. Saya ambilkan uangnya dulu." Farhan berjalan masuk ke dalam, mengambil uang yang ada di amplop coklat tadi."Ini Mbak uangnya, sepuluh juta. Dihitung, dulu.""Maaf ya, Pak. Saya hitung dulu uangnya," kata Nisa sambil menghitung uang dengan cepat. Rosita tampak curiga dengan uang yang ada di tangan Nisa. Karena ada kertas dari bank yang menunjukkan jumlahnya."Alhamdulillah cukup uangnya, Pak," ucap Nisa ketika selesai menghitung jumlah uangnya."Maaf kalau istri saya terlambat mengembalikannya," kata Farhan."Iya, Pak. Saya pamit pulang Bu Rosita, Pak Farhan.""Iya, Mbak." Nisa pun keluar dari ruang tamu rumah Farhan dengan hati yang gembira. Karena berhasil men
Liqa disini memang anak bawang karena masih baru, tapi ia sangat cekatan dan tidak pilih-pilih pekerjaan. Apapun yang disuruh, ia lakukan. Bahkan terkadang ia ikut membantu belanja ke pasar atau mengantarkan pesanan pelanggan.Kemudian Renata mengamati pekerjaan pegawai katering Feni. "Sudah lama, Ren?" tanya Feni yang baru muncul di dapur."Belum, Mbak. Baru saja datang. Ada anak baru ya Mbak.""Oh iya, namanya Liqa. Dia kost disini karena mau kuliah, tapi berhubung belum ada kegiatan kuliah, Mbak suruh membantu disini. Dia itu anak teman baiknya Mbak Esti." Feni menjelaskan."Oh," kata Renata sambil manggut-manggut.Sejak subuh tadi, semua pegawai Feni tampak sangat sibuk, termasuk Liqa. Liqa sibuk memasukkan makanan yang akan dibawa ke sebuah acara pernikahan. Akhirnya mereka berangkat ke acara pernikahan itu. Liqa bersemangat sekali, apalagi kalau acara resepsinya dilaksanakan di gedung. Ia selalu takjub melihat dekorasi pernikahan yang selalu bervariasi. Sampailah mereka di se
"Mbak Liqa, ada yang nyariin," kata Mang Ipul mengetuk pintu kamar Liqa."Iya, Mang. Sebentar lagi aku keluar," sahut Liqa dari dalam kamarnya."Siapa sih yang nyariin aku. Aku kan orang baru disini, belum ada yang mengenalku," gumam Liqa. Ia pun bergegas berpakaian rapi dan kemudian keluar dari kamar.Perlahan ia berjalan menuju ke ruang tamu, tempat para penghuni kos menerima tamu. Begitu sampai ruang tamu, Liqa membelalakkan mata melihat siapa yang datang."Ayah?" sapa Liqa.Sosok yang dipanggil ayah itu langsung menoleh ke arah Liqa. Liqa pun mendekati ayahnya dan mencium tangan ayahnya. Farhan tampak terharu dengan sikap Liqa. Anak yang sudah disia-siakan, masih menaruh hormat padanya."Liqa tidak membenci Ayah, tapi membenci kelakuan Ayah. Ayah tidak tegas terhadap Rosita. Bisanya hanya marah-marah pada Liqa, seperti memiliki dendam. Kok Ayah tahu kalau Liqa tinggal disini?" tanya Liqa yang kemudian duduk berhadapan dengan Farhan."Kamu kan tadi malam pakai seragam catering, gam
"Yah, mampir minimarket ya? Beli makanan untuk Aksa," kata Liqa."Siap, Bos!" Liqa tertawa, Farhan tersenyum bahagia melihat anak perempuannya itu bisa tertawa lepas. Entah sudah berapa lama tawa itu hilang.Akhirnya sampai juga di pesantren tempat Aksa belajar, Liqa turun dari mobil dengan membawa beberapa kantong plastik yang berisi makanan dan keperluan pribadi untuk Aksa. Liqa dan Farhan menunggu di tempat yang sudah disediakan, nanti Aksa yang akan mendatangi mereka. Ini kali kedua Liqa kesini. Ia bersyukur bisa kuliah di kota ini, sehingga bisa menjenguk Aksa ketika ada waktu untuk kunjungan. Tidak setiap hari bisa dikunjungi, ada jadwal yang sudah ditentukan oleh pihak pesantren."Mbak Liqa," panggil Aksa yang muncul dengan mengenakan kaos dan sarung.Liqa dan Farhan menoleh ke arah datangnya suara Aksa. Aksa dan Farhan sama-sama terkejut."A-Ayah?" Aksa seakan tidak percaya dengan penglihatannya.Farhan mengangguk dan matanya tampak berkaca-kaca. Aksa segera mendekati Farhan
Ia sangat syok melihat kenyataan di depan matanya."Melia," gumam Liqa. Ia melihat Melia sedang bergandengan tangan dengan om-om yang sepertinya seumuran dengan Farhan.Sesekali laki-laki itu menyentil hidung Melia. Liqa segera merekamnya. "Pantas saja kalau Melia itu bergaya hidup mewah. Ternyata ia begini," kata Liqa dalam hati. "Kamu lihat apa Liqa? Kok wajahmu tegang seperti itu," kata Salsa mengagetkan Liqa."Ih, kamu ngagetin aku aja deh," kata Liqa. "Aku cuma nanya, kamu lihat apa?" tanya Salsa yang sedang memegang beberapa lembar nota dan pakaian."Melihat seseorang yang aku kenal." Liqa berkata dengan pelan."Kok nggak kamu sapa?" "Enggak usah. Sudah dapat bajunya?" tanya Liqa mengalihkan pembicaraan."Ini bagus nggak?" tanya Salsa sambil memamerkan pakaian yang ia pilih."Bagus! Kamu itu cantik, jadi pakai pakaian apa saja cantik." Liqa memuji Salsa karena memang Salsa itu cantik."Terima kasih atas pujianmu.""Sama-sama cantik."Liqa mengikuti langkah kaki Salsa menuju
"Siapa?" Andin dan Mira berkata secara bersamaan."Ibunya Melia." Liqa tersenyum dengan liciknya. Ketiga teman Liqa itu tampak heran melihat wajah Liqa yang terlihat dipenuhi dengan emosi. Padahal biasanya tampak sangat kalem, pendiam dan tidak banyak bicara."Apa kamu ada masalah dengan Melia?" tanya Salsa."Ada! Aku akan melakukan pembalasan untuk Melia dan ibunya. Lihat saja, mereka akan merasakan seperti yang ibuku rasakan.""Kenapa?" tanya Mira."Ibunya Melia itu juga pelakor. Ia merebut ayahku dan membuat ibuku terusir dari rumahnya," kata Liqa dengan pelan dengan mata berkaca-kaca.Ketiga teman Liqa tampak sangat kaget mendengar penuturan Liqa. Liqa yang pendiam ternyata memiliki banyak permasalahan dalam hidupnya."Kok bisa? Bukannya ibunya Melia itu kakak sepupunya ibumu?" tanya Mira dengan penasaran.Liqa pun menceritakan permasalahannya, walaupun tidak secara detail. Sesekali ia mengusap air mata yang menetes. Salsa memegang tangan Liqa untuk menenangkan Liqa."Maaf kalau
Farhan tampak pucat dan jantungnya berdetak dengan sangat kencang. Sesekali ia mengusap wajahnya. Ia sedang melihat video di ponselnya yang dikirim oleh Aris. Video tentang Melia dan laki-laki hidung belang. Ia sangat syok, bingung mau melakukan apa. “Bagaimana kalau bapak dan ibu tahu tentang video ini? Pasti mereka akan mengejekku habis-habisan.”Ia tidak menyadari kalau ada yang dari tadi memperhatikan perubahan wajahnya. Terlihat sekali kalau Farhan sangat cemas. "Kenapa, Mas?" tanya Tama, teman satu ruangannya.Farhan kaget dan menoleh ke arah Tama."Enggak apa-apa, memangnya kenapa?" Gantian Farhan yang bertanya."Dari tadi wajah Mas Farhan tampak tegang sambil melihat ponsel. Sepertinya mencemaskan sesuatu. Apakah ada masalah?”"Nggak apa-apa kok, aku hanya capek saja."Drtt…drtt..ponsel Farhan berdering, sebuah panggilan dari Aris, teman baiknya.“Maaf aku mau menerima telpon ini.” Farhan berkata dengan pelan.“Iya, silahkan,” sahut Tama, kemudian ia pergi meninggalkan Farha
Drtt…drtt ponsel Farhan bergetar lagi, sebuah nama terpampang di layar ponselnya."Pasti ini masih berhubungan dengan Video itu." Farhan bermonolog dalam hati.Drtt …drtt…Farhan pun mengangkat panggilan itu."Mas, sudah lihat videonya Melia?" tanya Farida, adik Farhan."Video apa ya?" Farhan pura-pura tidak tahu."Melia dilabrak sama anak pacarnya. Ternyata Mas, Melia itu jadi simpanan om-om. Kecil-kecil jadi pelakor, kayak ibunya. Memalukan sekali.""Sudah selesai?" tanya Farhan."Selesai apanya?""Ngocehnya! Kalau sudah selesai, aku tutup telponnya." Farhan pun mengakhiri percakapan itu. Kepalanya terasa sangat berdenyut. "Farida memang keterlaluan. Sudah tahu aku sedang ada masalah malah menghinaku.""Sebentar lagi pasti ada yang bertanya lagi tentang video itu. Mau ditaruh dimana mukaku ini? Apakah ini karmaku?"Farhan hanya bermonolog dalam hati, ia memikirkan apa yang mungkin terjadi nanti."Mimpi apa aku semalam?" kata Farhan dalam hati.Farhan pun berjalan menuju ke kamar ma
Farida terdiam mendengar kata-kata Liqa, tapi ia masih penasaran dengan keluarga Keenan.Tiba-tiba muncul Keenan, ia mendengar Liqa berkata dengan suara yang agak keras. Ia khawatir jika Liqa sedang marah. Ia pun mendekati Liqa, yang tampak terengah-engah karena berbicara panjang lebar.“Sabar, Sayang,” bisik Keenan. Mata Liqa sudah berkaca-kaca, ia sudah sangat kesal dengan Farida.“Ajak Liqa masuk ke kamar, biar dia tenang,” kata Sari pada Keenan.“Ayo Sayang,” ajak Keenan sambil menggandeng tangan Liqa. Mereka berdua berjalan menuju ke kamar.Sampai di kamar Liqa langsung menangis tersedu-sedu.“Kenapa Tante Farida sangat jahat pada Liqa dan Ibu? Selalu saja menghina dan mengejek kami. Nanti kalau aku buka semua aib suaminya, bisa stroke dia.” Liqa berkata dengan pelan.“Aib suaminya? Om Hendri?”Liqa mengangguk. Dengan perlahan Liqa menceritakan tentang Hendri. Ketika dulu Hendri mendekati Sari. Keenan mendengarkan dengan seksama, walaupun ia sangat terkejut dengan fakta yang ia d
Terdengar suara orang mengucapkan salam, Hendri dan Liqa langsung menoleh ke arah pintu. “Waalaikumsalam,” sahut Liqa, ia tidak terkejut karena ia hafal betul suara itu. Hendri sangat terperanjat melihat siapa yang datang, begitu juga dengan Farhan. Ia tak kalah syoknya melihat Hendri ada disini.“Kok kamu ada disini, memangnya pernah kesini ya, dengan siapa? Farida mana?” Farhan memberondong Hendri dengan beberapa pertanyaan. Farhan baru saja pulang dari menemui Rosita, diantar oleh Aksa.“Aku memang pernah kesini, mengunjungi Liqa. Farida sedang bertemu dengan teman-temannya.” Hendri menjawab pertanyaan Farhan. Ia merasa heran dengan kehadiran Farhan disini, apalagi ini rumahnya Sari. Ia ingin bertanya, tapi takut nanti malah menjadi bumerang bagi dirinya.Farhan merasa kalau ada yang aneh dengan sikap Hendri, ia pun menemani Hendri ngobrol. Kesempatan ini dimanfaatkan Liqa untuk masuk ke dalam.“Kok Hendri kamu tinggal?” tanya Pak Umar.“Ayah sudah pulang, biar ngobrol sama Ayah s
“Apa kabar Rosita,” sapa Farhan ketika mengunjungi Rosita di rumah Citra, sehari setelah Liqa menikah. Rosita dan Yana yang sedang duduk tampak kaget dengan kedatangan Farhan. Farhan datang kesini diantar oleh Aksa.“Mas Farhan.” Dengan terbata-bata Rosita memanggil nama Farhan. Farhan tampak tersenyum, walaupun dalam hatinya ia sangat terkejut melihat kondisi Rosita dan Yana. Farhan duduk di kursi yang ada di kamar itu.“Aku kesini karena Melia bercerita padaku kemarin. O ya, kemarin Liqa sudah menikah. Alhamdulillah, anak yang dulu selalu kamu anggap musuh ternyata malah bisa membanggakan orang tuanya. Aku juga bangga dengan Melia, sejak ia putus komunikasi denganmu, jalan hidupnya menjadi terarah. Lihatlah Melia sekarang, ia menjadi anak yang berbakti dan penurut. Ia menuruti semua kata-kataku, akhirnya ia bisa selesai kuliah dan bekerja.” Farhan berkata dengan bangga.Rosita hanya terdiam.“Liqa menikah? Kapan pestanya? Kenapa Sari tidak mengundangku?” Yana yang mengomentari ucapa
"Kenapa sekarang? Bukankah rencananya hari Minggu?" protes Liqa. Ia tetap berusaha tersenyum, karena semua mata tertuju padanya."Lebih cepat lebih baik, Mbak," celetuk Aksa."Pantas saja, semua kok hadir disini," gumam Liqa. Ia tidak tahu apa yang ia rasakan sekarang. Kaget, shock, terharu atau bahagia, semua menjadi satu. Akhirnya sampai juga di meja yang sudah disediakan. Sudah ada Keenan yang tampak gagah mengenakan jas berwarna gelap. Juga penghulu dan dua orang saksi. Irwan sebagai saksi dari Liqa dan papanya Salsa sebagai saksi dari pihak Keenan.Liqa pun duduk disamping Keenan. Keenan tampak tersenyum bahagia melihat Liqa yang sangat cantik hari ini. Acara pun dimulai, Farhan sempat meneteskan air mata sebelum menikahkan Liqa. Ia sangat terharu melihat Liqa yang sebentar lagi akan istri orang. Anak yang pernah ia abaikan ternyata bisa menjadi seperti sekarang ini.Dengan lancar, Keenan mengucapkan ijab kabul. Setelah saksi berkata sah, semua yang hadir tampak lega. Dilanjutk
“Seperti dulu yang pernah ia lakukan pada Ibu. Dia mencoba untuk merayu Ibu dengan iming-iming materi. Itulah sebabnya kenapa kita dulu beberapa kali pindah kontrakan, karena untuk menghindari Om Hendri.” Sari berkata dengan pelan.Liqa merasa syok mendengar kata-kata yang terucap dari mulut ibunya. Walaupun ia sudah mengira kalau Hendri akan melakukan itu.“Apakah dulu Tante Farida tahu?” “Enggak. Makanya sebelum ia tahu, Ibu berusaha untuk pindah. Sampai akhirnya Ibu memutuskan untuk menjadi TKW. Selain karena Ibu butuh biaya untuk kehidupan kita, alasan lainnya juga untuk menghindari gangguan Om Hendri.”“Kenapa jadi janda selalu dipandang sebelah mata ya?” lanjut Sari dengan mata berkaca-kaca. Hatinya sangat sedih, karena sepanjang hidupnya sering dipenuhi dengan air mata. Liqa memeluk erat ibunya.“Biarlah orang memandang Ibu dengan sebelah mata. Yang penting kita baik di mata Allah. Jangan pedulikan penilaian orang lain. Liqa pernah mengalaminya, Bu. Penghinaan dan ejekan dari
“Maaf, sebenarnya apa maumu?” tanya Sari, ia memberanikan diri untuk menatap Hendri. Hendri sangat senang melihat Sari menatap dirinya, ia pun tersenyum menggoda, membuat Sari merasa jijik dengan Hendri.Sari merasa heran, kenapa Hendri selalu tahu dimana Sari berada? Bukankah jarak kota tempat Hendri tinggal sangat jauh dengan kota dimana Sari berada? Apakah Farida tidak merasa curiga ketika suaminya sering pergi ke kota? Pertanyaan-pertanyaan itu melintas dipikiran Sari.“Seperti yang aku bilang tadi, aku hanya ingin membantu meringankan bebanmu.” “Aku tidak merasa terbebani dengan jualanku ini. Tidak perlu mengasihaniku.”“Jangan angkuh seperti itu. Bagaimanapun juga seorang perempuan itu akan butuh laki-laki sebagai pelindung. Aku siap untuk melindungi mu.”Sari sudah dapat menebak apa yang ada di pikiran Hendri.“Hendri, kamu itu sudah memiliki istri. Lindungilah keluargamu sendiri. Untuk saat ini aku bisa melindungi diriku sendiri.”Hendri tersenyum.“Nggak usah malu-malu, Sari
"Lihatlah Liqa, banyak orang yang menyayangimu dan mendukungmu. Hapuskan rasa benci dan dendam di dalam hatimu. Kalau kamu biarkan dendam itu, lama kelamaan akan menggerogoti mentalmu. Yang rugi kamu sendiri. Masa depanmu masih panjang, banyak impian yang ingin kamu raih. Bukankah kamu mau punya usaha dan menikah muda?" Sari menggenggam tangan Liqa. "Tarik nafas panjang, masukkan sugesti positif di pikiranmu. Ibu tahu kalau kamu mampu melakukan semua ini."Liqa menuruti semua kata-kata ibunya. Perlahan ia mulai bisa tenang."Ayo, kita kesana, biarkan Bu Rosita istirahat dan memikirkan semua yang telah ia lakukan." Citra mengajak Liqa keluar dari kamar Rosita. Liqa dan Sari berjalan melewati Yana yang duduk di kursi roda. Ada Clara yang mendorong kursi roda Yana. Sari pun berhenti sejenak menghampiri Yana."Apa kabar, Wak Yana?" sapa Sari sambil memegang tangan Yana."Ba-baik," sahut Yana dengan mata berkaca-kaca, sepertinya ia tadi juga mendengar kemarahan Liqa. "Alhamdulillah, semo
Hari ini Sari mengajak Liqa untuk mengunjungi Yana dan Rosita. Sari berusaha untuk tidak membenci mereka, tapi untuk memaafkan perbuatan mereka, masih butuh waktu.Rosita sudah mulai bisa duduk, kata Sita tadi. Ia sudah mulai bisa berbicara walaupun masih terbatas. "Halo Rosita, apa kabar?" sapa Sari yang masuk ke kamar Rosita bersama dengan Liqa. Tampak Melia duduk di pinggir tempat tidur ibunya sedangkan Rosita duduk bersandar. Melia kaget melihat Sari dan Liqa datang mengunjungi ibunya."Ba-baik," sahut Rosita dengan suara yang terbata-bata. Wajah Rosita lebih cerah dari waktu Sari menjenguknya.Liqa tampak terkejut melihat Rosita, ia memang baru pertama ini menjenguk Rosita. Liqa seakan tak percaya, dari tadi matanya menatap Rosita tanpa berkedip. Tadi ibunya bilang hanya menjenguk Yana, jadi Liqa benar-benar tidak tahu kondisi Rosita.Rosita tampak tertunduk, menghindari tatapan mata Liqa."Ini Bu Rosita ya, Bu. Kok lain sekali? Yang Liqa tahu Bu Rosita itu penampilannya glamor
Hari ini pertama kali warung Sari buka, butuh waktu dua Minggu untuk mempersiapkan semuanya. Sari dan Liqa tinggal di rumah sebelah warung, setelah sedikit direnovasi. Rumah dengan tiga kamar itu dicat ulang, begitu juga dengan warung makan. Dengan sentuhan Keenan, warung berubah menjadi lebih kekinian. Sebelum subuh tadi, Sari sudah menyiapkan berbagai bumbu masakan. Liqa ikut membantu karena hari ini ia tidak ke kampus. Kemarin Sari dan Dewi, karyawan Sari, belanja ke pasar untuk membeli sayuran dan bahan-bahan yang diperlukan di warung. Warung mulai sibuk, beberapa pelanggan mulai berdatangan. Mereka adalah pelanggan lama, tapi mereka tahu kalau terjadi pergantian pemilik. Liqa menunggu di meja kasir, sesekali ia membantu membuatkan minuman yang dipesan. Liqa mulai memikirkan untuk menambah minuman yang kekinian.Liqa sangat bahagia melihat ibunya tampak bersemangat menjemput rezeki. Memang ibunya hobi memasak, jadi wajar saja kalau bisnis yang dirintisnya ini berhubungan dengan