"Siapa ayah dari bayi itu, Melia? Biar Ayah yang menemuinya untuk meminta pertanggungjawaban," kata Farhan dengan pelan."Maksud Mas apa? Memintanya menikahi Melia, begitu ya? Mas mau membuat semua orang tahu masalah ini? Apa Mas siap jika semua orang akan mencibir kita?" Rosita emosi lagi."Itu sudah resiko atas perbuatan yang mereka lakukan.""Aku tidak setuju! Aku akan tetap menggugurkan kandungan Melia! Mas jangan ikut campur!" teriak Rosita."Ya sudah, urusi anakmu itu!" Farhan pun beranjak dari duduknya kemudian berjalan menuju ke kamar."Nggak usah dengerin omongan Ayah, ya? Nanti Ibu cari informasi dimana tempat yang bagus untuk menggugurkan kandunganmu itu," kata Rosita pada Melia yang tampak meneteskan air mata."Aku takut, Bu," jawab Melia dengan pelan.Rosita memeluk Melia sambil berbisik di telinga Melia."Jangan takut, Sayang. Ibu akan selalu mendampingimu."***“Ngapain kamu kesini?” tanya Rosita dengan sinis ketika membuka pintu rumah.“Ini rumah ayahku, terserah aku m
"Bu Rosita dan Melia mengajak Liqa ngobrol, Yah. Ternyata mereka berdua asyik juga diajak ngobrol," sindir Liqa sambil tersenyum menatap Rosita dan Melia. Kedua orang itu langsung melengos. "Bagus dong! Kalian harus sering-sering ngobrol biar tambah akrab." Farhan menimpali. Ia tahu kalau yang dikatakan Liqa tadi berupa sindiran. "Ayo kita makan bersama," ajak Farhan.Melia hendak berjalan menuju ke kamarnya."Mau kemana kamu, Melia?" tanya Farhan."Ke kamar, Yah. Lagi nggak enak badan." Melia menjawab dengan muka yang dibuat memelas. Sebenarnya ia malas untuk bertemu dengan Liqa. Ia juga sedang kesal dengan Farhan karena banyak hal. Mulai dari mobil hingga uang bulanan yang dipotong oleh Farhan."Ayo makan dulu, biar kamu cepat sehat," sahut Farhan."Biarkan dia istirahat, Mas," kata Rosita membela Melia."Kita ini satu keluarga. Sekali-kali makan bersama kan nggak ada salahnya. Ini momen langka. Lagipula aku sudah beli makanan banyak. Nanti kalau pas Aksa pulang, kita makan bersam
“Dari mana kamu, Liqa?” tanya Farida, tapi nada suaranya seperti orang yang menginterogasi.“Dari rumah Ayah.” Liqa menjawab dengan pelan.“Kasih salam dulu dengan Om Hendri,” kata Farida lagi.Mau tidak mau, Liqa mendekati Hendri yang tampak tersenyum padanya. Liqa mengulurkan tangannya, Hendri memegang erat tangan Liqa. Liqa berusaha melepaskan tangannya, ia menatap ke arah Hendri. Tampak Hendri dengan senyum menggoda, Liqa bergidik.“Jangan ganjen, Liqa, pegang tangan Om Hendri kok lama sekali.” Farida langsung menyeletuk melihat Hendri memegang erat tangan Liqa. Bukannya Hendri yang ditegur, tapi malah Liqa yang dimarahi.“Farida! Jangan bicara sembarangan kamu,” teriak Bu Tari.Liqa langsung menarik tangannya, kemudian segera masuk ke dalam kamarnya. “Ibu kenapa sih, kok marah kayak gitu,” kata Farida tanpa merasa bersalah.“Kamu itu, selalu mengejek Liqa. Seolah-olah Liqa itu melakukan kesalahan besar.”“Apa Ibu nggak lihat tadi, kalau Liqa memegang tangan Mas Hendri cukup lama
"Mas Keenan," gumam Liqa. Jantungnya terasa berdetak dengan kencang."Kok malah bengong?" jawab Keenan."Eh, enggak kok." Suara Liqa terdengar gugup, ia pun berjalan mendekati Keenan dan duduk berhadapan dengannya."Anak perawan kok magrib masih tidur. Sudah salat belum?" tanya Keenan."Lagi nggak salat kok, Mas.""Ooo." Keenan menjawab sambil membuka bungkusan yang ada di meja."Kamu pasti belum makan. Ayo kita makan," ajak Keenan sambil memberikan makanan untuk Liqa. "Nggak usah ambil minum, aku sudah beli," lanjut Keenan. Liqa hanya melihat apa yang dilakukan oleh Keenan. Sejujurnya ia rindu dengan semua ini, rindu dengan perhatian Keenan. Keenan menoleh ke arah Liqa yang tampak sedang termenung. Kemudian ia melambaikan tangannya di depan muka Liqa."Lho kok bengong lagi? Kata orang kalau kebanyakan bengong nanti malah kemasukan lho." Keenan meledek Liqa, membuat Liqa tersipu malu."Kemasukan setan maksudnya?" tanya Liqa."Haha… sebelum kemasukan apa-apa, lebih baik perutnya kema
[Liqa, ini mamanya Naren. Apa kabar Liqa? Sudah lama tidak bertemu ya? Pasti Liqa sudah semakin dewasa dan cantik. Tante tahu kalau kamu itu baik, Naren sering menceritakanmu pada Tante. Terima kasih kamu sudah menjadi teman baik Naren.][Maaf ya, Liqa, Tante memang menyukaimu karena kamu teman baik Naren. Bukan sebagai pacar Naren. Masa depan kalian masih panjang, fokus kuliah. Jangan memikirkan percintaan. Tante harap kamu dan Naren tetap bersahabat selamanya.][Naren sedang fokus kuliah demi masa depannya. Untuk saat ini, Tante tidak akan menyetujui Naren berpacaran dengan siapapun. Tante harap Liqa mengerti.]Jantung Liqa berdetak dengan kencang, ia tidak menyangka akan mendapatkan pesan dari mamanya Naren. Tapi ia bisa menduga kalau ini ada hubungannya dengan Farida. Untuk menghindari kesalahpahaman, Liqa pun membalas pesan dari mamanya Naren.[Iya, Tante, saya dan Naren hanya berteman saja. Saya belum memikirkan untuk pacaran. Fokus saya adalah kuliah. Semoga kuliah Naren lanca
"Ayah kok nggak bilang kalau mau kesini?" kata Liqa ketika melihat Farhan duduk di ruang tamu. Ia segera mencium tangan ayahnya. Kebetulan Liqa tidak ada jadwal kuliah hari ini."Mau bikin kejutan saja." Farhan tersenyum."Kapan Ayah sampai?" tanya Liqa."Kemarin sore." Farhan menjawab dengan pelan. Liqa duduk berhadapan dengan ayahnya. Ia melihat wajah ayahnya tampak lesu."Ayah kok terlihat lesu ya? Ah, mungkin Ayah kecapekan," kata Liqa dalam hati. Tapi ia lihat sepertinya ayahnya banyak beban pikiran, Liqa sangat penasaran."Ayah ada masalah apa?" tanya Liqa dengan hati-hati."Kenapa kamu bertanya seperti itu?" Farhan malah balik bertanya."Ayah terlihat lesu sekali, seperti banyak yang Ayah pikirkan." Liqa menatap wajah ayahnya yang sudah terlihat banyak kerutan halus. Tapi masih terlihat gagah seperti biasanya."Benar yang kamu katakan, memang sedang banyak yang Ayah pikirkan. Ayah sangat malu dan kecewa, semua tidak sesuai dengan yang diharapkan. Selama ini Ayah mengabaikan ka
"Mas Farhan?" Rosita sangat terkejut dengan kehadiran Farhan."Kenapa kamu kaget seperti itu?" tanya Farhan sambil menatap Rosita, Rosita tampak salah tingkah."Hanya kaget saja, Mas." Rosita menjawab dengan pelan untuk menutupi kegugupannya. Ia menatap ke arah Melia dengan penuh selidik. Seketika ia merasa takut kalau sampai Melia menceritakan yang sesungguhnya terjadi.Farhan berjalan menuju ke pintu, tanpa mengucapkan sepatah kata pun, ia berusaha membuka pintu."Mas, mau kemana?" tanya Rosita."Apa perlu aku jawab?" Farhan balik bertanya dengan ketus."Aku bertanya baik-baik tapi Mas malah menjawab seperti itu." Rosita malah mengomel. Farhan menghentikan langkahnya kemudian menoleh ke arah Rosita."Kalian berdua sudah tidak menganggapku lagi. Aku mau pulang, nanti barang-barang kalian aku kemasi dan aku kirim ke rumah Ibu. Jadi kalau kalian pulang, langsung pulang ke rumah Ibu. Jangan pulang ke rumahku." Farhan berkata dengan tegas dan penuh amarah.Rosita terkejut mendengar kata
"Halo, Bu Rosita," sapa Liqa."Li..Liqa?" Rosita kaget mendengar suara Liqa."Iya, Bu. Ini Liqa.""Ada ayahmu disitu?""Ayah tidak mau menerima telepon dan menyuruh Liqa yang menerimanya. Ada pesan apa, nanti Liqa sampaikan.""Nggak ada, hanya tanya saja." Rosita mengakhiri panggilannya.Liqa memberikan ponsel pada Farhan."Ada apa?" tanya Farhan Liqa hanya mengangkat bahu saja."Nggak jelas, Yah! Ayah berantem dengan Bu Rosita ya?" tanya Liqa.Farhan menghela nafas panjang, kemudian menceritakan inti masalah saja. Tidak sampai detailnya."Terus apa yang akan Ayah lakukan?" tanya Liqa. "Sebelum mereka jujur pada Ayah, Ayah tidak akan menerima mereka.""Apa Ayah tidak kasihan dengan Melia yang sedang hamil?""Untuk apa dikasihani? Melia tidak menyayangi dirinya sendiri. Kamu tahu Liqa, kalau waktu bisa diputar kembali, Ayah tidak akan membuat ibumu dan kalian hidup menderita. Ayah bukanlah suami dan ayah yang baik." Nada suara Farhan penuh dengan penyesalan."Tapi menyesal pun sekara
Farida terdiam mendengar kata-kata Liqa, tapi ia masih penasaran dengan keluarga Keenan.Tiba-tiba muncul Keenan, ia mendengar Liqa berkata dengan suara yang agak keras. Ia khawatir jika Liqa sedang marah. Ia pun mendekati Liqa, yang tampak terengah-engah karena berbicara panjang lebar.“Sabar, Sayang,” bisik Keenan. Mata Liqa sudah berkaca-kaca, ia sudah sangat kesal dengan Farida.“Ajak Liqa masuk ke kamar, biar dia tenang,” kata Sari pada Keenan.“Ayo Sayang,” ajak Keenan sambil menggandeng tangan Liqa. Mereka berdua berjalan menuju ke kamar.Sampai di kamar Liqa langsung menangis tersedu-sedu.“Kenapa Tante Farida sangat jahat pada Liqa dan Ibu? Selalu saja menghina dan mengejek kami. Nanti kalau aku buka semua aib suaminya, bisa stroke dia.” Liqa berkata dengan pelan.“Aib suaminya? Om Hendri?”Liqa mengangguk. Dengan perlahan Liqa menceritakan tentang Hendri. Ketika dulu Hendri mendekati Sari. Keenan mendengarkan dengan seksama, walaupun ia sangat terkejut dengan fakta yang ia d
Terdengar suara orang mengucapkan salam, Hendri dan Liqa langsung menoleh ke arah pintu. “Waalaikumsalam,” sahut Liqa, ia tidak terkejut karena ia hafal betul suara itu. Hendri sangat terperanjat melihat siapa yang datang, begitu juga dengan Farhan. Ia tak kalah syoknya melihat Hendri ada disini.“Kok kamu ada disini, memangnya pernah kesini ya, dengan siapa? Farida mana?” Farhan memberondong Hendri dengan beberapa pertanyaan. Farhan baru saja pulang dari menemui Rosita, diantar oleh Aksa.“Aku memang pernah kesini, mengunjungi Liqa. Farida sedang bertemu dengan teman-temannya.” Hendri menjawab pertanyaan Farhan. Ia merasa heran dengan kehadiran Farhan disini, apalagi ini rumahnya Sari. Ia ingin bertanya, tapi takut nanti malah menjadi bumerang bagi dirinya.Farhan merasa kalau ada yang aneh dengan sikap Hendri, ia pun menemani Hendri ngobrol. Kesempatan ini dimanfaatkan Liqa untuk masuk ke dalam.“Kok Hendri kamu tinggal?” tanya Pak Umar.“Ayah sudah pulang, biar ngobrol sama Ayah s
“Apa kabar Rosita,” sapa Farhan ketika mengunjungi Rosita di rumah Citra, sehari setelah Liqa menikah. Rosita dan Yana yang sedang duduk tampak kaget dengan kedatangan Farhan. Farhan datang kesini diantar oleh Aksa.“Mas Farhan.” Dengan terbata-bata Rosita memanggil nama Farhan. Farhan tampak tersenyum, walaupun dalam hatinya ia sangat terkejut melihat kondisi Rosita dan Yana. Farhan duduk di kursi yang ada di kamar itu.“Aku kesini karena Melia bercerita padaku kemarin. O ya, kemarin Liqa sudah menikah. Alhamdulillah, anak yang dulu selalu kamu anggap musuh ternyata malah bisa membanggakan orang tuanya. Aku juga bangga dengan Melia, sejak ia putus komunikasi denganmu, jalan hidupnya menjadi terarah. Lihatlah Melia sekarang, ia menjadi anak yang berbakti dan penurut. Ia menuruti semua kata-kataku, akhirnya ia bisa selesai kuliah dan bekerja.” Farhan berkata dengan bangga.Rosita hanya terdiam.“Liqa menikah? Kapan pestanya? Kenapa Sari tidak mengundangku?” Yana yang mengomentari ucapa
"Kenapa sekarang? Bukankah rencananya hari Minggu?" protes Liqa. Ia tetap berusaha tersenyum, karena semua mata tertuju padanya."Lebih cepat lebih baik, Mbak," celetuk Aksa."Pantas saja, semua kok hadir disini," gumam Liqa. Ia tidak tahu apa yang ia rasakan sekarang. Kaget, shock, terharu atau bahagia, semua menjadi satu. Akhirnya sampai juga di meja yang sudah disediakan. Sudah ada Keenan yang tampak gagah mengenakan jas berwarna gelap. Juga penghulu dan dua orang saksi. Irwan sebagai saksi dari Liqa dan papanya Salsa sebagai saksi dari pihak Keenan.Liqa pun duduk disamping Keenan. Keenan tampak tersenyum bahagia melihat Liqa yang sangat cantik hari ini. Acara pun dimulai, Farhan sempat meneteskan air mata sebelum menikahkan Liqa. Ia sangat terharu melihat Liqa yang sebentar lagi akan istri orang. Anak yang pernah ia abaikan ternyata bisa menjadi seperti sekarang ini.Dengan lancar, Keenan mengucapkan ijab kabul. Setelah saksi berkata sah, semua yang hadir tampak lega. Dilanjutk
“Seperti dulu yang pernah ia lakukan pada Ibu. Dia mencoba untuk merayu Ibu dengan iming-iming materi. Itulah sebabnya kenapa kita dulu beberapa kali pindah kontrakan, karena untuk menghindari Om Hendri.” Sari berkata dengan pelan.Liqa merasa syok mendengar kata-kata yang terucap dari mulut ibunya. Walaupun ia sudah mengira kalau Hendri akan melakukan itu.“Apakah dulu Tante Farida tahu?” “Enggak. Makanya sebelum ia tahu, Ibu berusaha untuk pindah. Sampai akhirnya Ibu memutuskan untuk menjadi TKW. Selain karena Ibu butuh biaya untuk kehidupan kita, alasan lainnya juga untuk menghindari gangguan Om Hendri.”“Kenapa jadi janda selalu dipandang sebelah mata ya?” lanjut Sari dengan mata berkaca-kaca. Hatinya sangat sedih, karena sepanjang hidupnya sering dipenuhi dengan air mata. Liqa memeluk erat ibunya.“Biarlah orang memandang Ibu dengan sebelah mata. Yang penting kita baik di mata Allah. Jangan pedulikan penilaian orang lain. Liqa pernah mengalaminya, Bu. Penghinaan dan ejekan dari
“Maaf, sebenarnya apa maumu?” tanya Sari, ia memberanikan diri untuk menatap Hendri. Hendri sangat senang melihat Sari menatap dirinya, ia pun tersenyum menggoda, membuat Sari merasa jijik dengan Hendri.Sari merasa heran, kenapa Hendri selalu tahu dimana Sari berada? Bukankah jarak kota tempat Hendri tinggal sangat jauh dengan kota dimana Sari berada? Apakah Farida tidak merasa curiga ketika suaminya sering pergi ke kota? Pertanyaan-pertanyaan itu melintas dipikiran Sari.“Seperti yang aku bilang tadi, aku hanya ingin membantu meringankan bebanmu.” “Aku tidak merasa terbebani dengan jualanku ini. Tidak perlu mengasihaniku.”“Jangan angkuh seperti itu. Bagaimanapun juga seorang perempuan itu akan butuh laki-laki sebagai pelindung. Aku siap untuk melindungi mu.”Sari sudah dapat menebak apa yang ada di pikiran Hendri.“Hendri, kamu itu sudah memiliki istri. Lindungilah keluargamu sendiri. Untuk saat ini aku bisa melindungi diriku sendiri.”Hendri tersenyum.“Nggak usah malu-malu, Sari
"Lihatlah Liqa, banyak orang yang menyayangimu dan mendukungmu. Hapuskan rasa benci dan dendam di dalam hatimu. Kalau kamu biarkan dendam itu, lama kelamaan akan menggerogoti mentalmu. Yang rugi kamu sendiri. Masa depanmu masih panjang, banyak impian yang ingin kamu raih. Bukankah kamu mau punya usaha dan menikah muda?" Sari menggenggam tangan Liqa. "Tarik nafas panjang, masukkan sugesti positif di pikiranmu. Ibu tahu kalau kamu mampu melakukan semua ini."Liqa menuruti semua kata-kata ibunya. Perlahan ia mulai bisa tenang."Ayo, kita kesana, biarkan Bu Rosita istirahat dan memikirkan semua yang telah ia lakukan." Citra mengajak Liqa keluar dari kamar Rosita. Liqa dan Sari berjalan melewati Yana yang duduk di kursi roda. Ada Clara yang mendorong kursi roda Yana. Sari pun berhenti sejenak menghampiri Yana."Apa kabar, Wak Yana?" sapa Sari sambil memegang tangan Yana."Ba-baik," sahut Yana dengan mata berkaca-kaca, sepertinya ia tadi juga mendengar kemarahan Liqa. "Alhamdulillah, semo
Hari ini Sari mengajak Liqa untuk mengunjungi Yana dan Rosita. Sari berusaha untuk tidak membenci mereka, tapi untuk memaafkan perbuatan mereka, masih butuh waktu.Rosita sudah mulai bisa duduk, kata Sita tadi. Ia sudah mulai bisa berbicara walaupun masih terbatas. "Halo Rosita, apa kabar?" sapa Sari yang masuk ke kamar Rosita bersama dengan Liqa. Tampak Melia duduk di pinggir tempat tidur ibunya sedangkan Rosita duduk bersandar. Melia kaget melihat Sari dan Liqa datang mengunjungi ibunya."Ba-baik," sahut Rosita dengan suara yang terbata-bata. Wajah Rosita lebih cerah dari waktu Sari menjenguknya.Liqa tampak terkejut melihat Rosita, ia memang baru pertama ini menjenguk Rosita. Liqa seakan tak percaya, dari tadi matanya menatap Rosita tanpa berkedip. Tadi ibunya bilang hanya menjenguk Yana, jadi Liqa benar-benar tidak tahu kondisi Rosita.Rosita tampak tertunduk, menghindari tatapan mata Liqa."Ini Bu Rosita ya, Bu. Kok lain sekali? Yang Liqa tahu Bu Rosita itu penampilannya glamor
Hari ini pertama kali warung Sari buka, butuh waktu dua Minggu untuk mempersiapkan semuanya. Sari dan Liqa tinggal di rumah sebelah warung, setelah sedikit direnovasi. Rumah dengan tiga kamar itu dicat ulang, begitu juga dengan warung makan. Dengan sentuhan Keenan, warung berubah menjadi lebih kekinian. Sebelum subuh tadi, Sari sudah menyiapkan berbagai bumbu masakan. Liqa ikut membantu karena hari ini ia tidak ke kampus. Kemarin Sari dan Dewi, karyawan Sari, belanja ke pasar untuk membeli sayuran dan bahan-bahan yang diperlukan di warung. Warung mulai sibuk, beberapa pelanggan mulai berdatangan. Mereka adalah pelanggan lama, tapi mereka tahu kalau terjadi pergantian pemilik. Liqa menunggu di meja kasir, sesekali ia membantu membuatkan minuman yang dipesan. Liqa mulai memikirkan untuk menambah minuman yang kekinian.Liqa sangat bahagia melihat ibunya tampak bersemangat menjemput rezeki. Memang ibunya hobi memasak, jadi wajar saja kalau bisnis yang dirintisnya ini berhubungan dengan