1
Seorang wanita bergaun putih turun dari sebuah mobil biru berjalan tertatih-tatih menuju sebuah rumah berlantai dua di sebuah perumahan baru.Suasana sepi tak ada seorang pun. Yang melintas di sana. Beberapa kali ia meringis, wajahnya sembab akan air mata."Sst ...." Menghentikan langkah menatap rumah sesuai alamat yang ia ingat.Hingga tangannya menyentuh bel di sebelah kanan atas. Bunyi mengema di dalam rumah tersebut. Suara langkah kaki terdengar.Seketika itu juga, tubuh wanita itu ambruk di depan pagar. Aliran noda merah mengalir perlahan dari bagian dalam.Suara histeris dari sang pelayan, para pelayan lain menghampirinya. Mereka panik dan bingung. Siapa wanita di depan pagar. Namun, wajahnya seperti tak asing bagi mereka."Cepat panggil non Angel!"Angel menatap tubuh kaku adik kembarnya terbaring di atas ranjang rumah sakit. Belum sempat ia saling berbagi cerita, adiknya sudah pergi pulang ke alam lain.Satu pesan dari adiknya sebelum menghembuskan napas terakhirnya."A-angel ... Balas mereka yang membuatku menderita," ucap Tiara--adik Angel lirih. Matanya sembab, tubuhnya penuh luka cabik dan memar. Belum sempat Tiara berkata lebih banyak ia sudah pergi selamanya kembali ke Sang Pencipta.Pemakaman dilakukan di rumah Angel. Tak seorang pun tahu kamatian adiknya. Tiara datang ke rumah Angel yang letaknya cukup jauh dari rumah suaminya dengan jalan tertatih-tatih. Pahanya mengalir darah segar ketika ia sampai di pagar rumah berlantai dua. Tiara melarikan diri dari kebiadapan orang-orang itu. Beruntung masih memiliki uang yang ia selipkan di kantung dress yang ia kenakan saat itu.Dokter melakukan tes visum kepada jasad Tiara."Apa yang terjadi dengan adik saya?" Angel melipat tangan di dadanya. Berharap mendapatkan jawaban dari dokter keluarga tersebut--Dokter Ardian. Setetes demi setetes air mata mengalir perlahan. Keluarga satu-satunya hanya Tiara seorang."Tiara mengalami luka fisik akibat pukulan dan keras di bagian wajah, badannya juga memar, bagian pergelangan tangan seperti diikat berhari-hari dan ...." Dokter Ardian berhenti berucap dan menarik napas.Angel menatap Ardian tajam." Dan apa?" Angel tak sabar mendengar penjelasan dari dokter itu."Katakan!" Ia tahu pasti terjadi sesuatu dengan adiknya yang membuat wajah dokter tersebut sedih. "Bagian alat vitalnya, dimasukkan sesuatu benda yang sangat keras. Bagian tersebut terlihat hancur dan penuh luka." Lelaki itu tak kuat menahan rasa sedih suaranya bergetar. Mengatakannya saja sangat sulit apalagi membayangkannya. Belum pernah menemukan pasien separah ini. Sebagai manusia, ia mengutuk perbuatan keji orang tersebut. Siapa pelakunya? Mereka tak tahu. Karena Angel selama ini tinggal di Inggris sedangkan Tiara di Indonesia dengan keluarga yang berbeda.Seminggu yang lalu Angel memberitahukan Tiara melalui aplikasi biru menggunakan messenger kalau ia akan pulang ke tanah air. Namun, beberapa minggu di Indonesia Angel tak mendapatkan kabar dari adiknya. Tak ada yang tahu kalau Tiara memiliki saudara kembar kecuali ibu panti asuhan dan pengurus panti yang telah wafat. Panti tersebut sudah tak berjalan dan telah ditutup.Angel telah mantap untuk membongkar kematian Tiara. Ia tak mau menghubungi polisi, yang ia inginkan adalah mencari pembunuh adiknya dengan tangannya sendiri. ~~~Sebulan kemudian,Angel berdiri di depan pagar rumah suami Tiara. Ia adalah Antoni, Angel melihat foto lelaki itu di aplikasi biru milik adiknya. Hujan turun dengan lebat, Angel tak mempedulikan tubuhnya yang sudah basah kuyub. Seorang penjaga keamanan rumah melihat Angel terkejut." Non Tiara! Ke mana saja kami mencari Anda," ucap lelaki itu. Ia terlihat khawatir. Angel bergeming melihat lelaki berumur empat puluhan menyapanya. Angel tersenyum, ia masuk ke dalam ditemani oleh penjaga tersebut yang tak tahu siapa namanya. Angel memilih diam. Pakaiannya ia buat sederhana karena Tiara adalah wanita sederhana dengan makeup tipis berbeda dengannya yang selalu menggunakan barang mewah. Seorang lelaki berwajah campuran Jerman-Indonesia membuka pintu. Ia adalah suami Tiara, Antoni. Matanya terbelalak,"Tiara ...." Memeluk tubuh Angel yang berganti nama menjadi Tiara. Terdengar suara isakan dan kerinduan terdalam. Lelaki itu membawa istrinya masuk. Angel diam tanpa kata mengikuti langkah Antoni."Tiara! Ya Tuhan Tiara! Kamu masih hidup," teriak wanita berambut pirang. Memeluk tubuhnya dan menatap manik Tiara dalam. Ia tak tahu siapa wanita yang berada di depannya. Wanita itu menghampiri Antoni dan memeluk pinggangnya. "Mama! Mama!" teriak wanita itu. Ia memakai dress yang sangat tipis. "Ros, kamu hampiri mama di kamar," usul Antoni. Tiara mengerti ternyata wanita itu bernama Ros. Wanita separuh baya menghampirinya dan matanya terkejut. Dengan langkah cepat, ia melayangkan tangan ke udara dan berakhir di pipi Tiara. Tiara menundukkan kepala dan kembali mendongkakkan kepala. Menatap tajam wanita tua itu.****Wanita tua berbadan gemuk menghampiri Angel dan matanya terlihat memerah. Dengan langkah cepat, ia melayangkan tangan dan mendarat di pipi Tiara. Tiara menundukkan kepala dan kembali mendongkakkan kepala. Tamparan tersebut tidak membuat Angel sakit. "Tiara! Mengapa kamu pergi tanpa izin? Kami semua panik," teriak wanita tua itu. Angel berpikir, mungkin wanita ini adalah Ibu Mertua Tiara. Terlihat kasar perlakuannya, namun ketika wanita itu memeluk tubuh rampingnya Angel menemukan kehangatan. Tapi, bukan berarti orang baik tidak bisa membunuh, pikir Angel saat itu. "Tiara, kamu ke mana saja. Mengapa tak bisa Mama hubungi nomer kamu? Jawab, Nak. Mengapa kamu diam saja?" cerca mama mertua. "Ma-maaf Ma, aku pergi tanpa izin." Angel berusaha berbicara menyerupai suara adiknya. Jantungnya berdegup kencang. Wajahnya terlihat pucat, ia berusaha bersikap baik seperti Tiara yang pendiam dan sopan. "Tiara, maafkan Mama. Mama tahu kamu kecewa. Antoni begitu mencintaimu, tapi ...." ucapnya ter
Saat Angel melangkahkan kaki di depan pintu kamar ketiga, sebuah tangan kekar membekap mulutnya dan menyeret tubuh ramping masuk ke dalam kamar pintu tersebut. Angel melawan tubuh kekar tersebut, namun ia tak sanggup. Tubuh ramping yang selalu dirawat dan dijaga pola makannya di lempar ke atas kasur. Matanya menatap tajam Angel. Ia mengunci tubuh Angel dengan tangannya."Siapa kamu? Jawab!" hardik lelaki itu.Angel melihat sorot mata yang penuh kemarahan."Lepas, kamu mau apa?" "Aku tahu kamu bukan Tiara, siapa kamu? Mengapa wajahmu mirip sekali Tiara?" Ia berbicara tepat di wajah Angel. Otot lengannya terlihat menonjol dan tato bergambar naga di lengan kanannya."Aku Tiara." Angel menutup matanya ketika lelaki itu menghirup tubuhnya."Bukan, kamu bukan Tiara. Aroma tubuhmu berbeda. Tiara memiliki tubuh beraroma vanila sedangkan kamu bunga lily."Angel menatap wajah lelaki itu, ia meronta untuk segera dilepaskan namun pemuda itu tak mau. "Katakan siapa kamu? Aku akan melepaskanmu."
Tiara dan Angel adalah saudara kembar yang dipisahkan. Orang tua mereka meninggal akibat kecelakaan pesawat terbang ketika mereka berumur delapan tahun. Tak ada sanak saudara dari kedua orang tuanya. Mereka tak tahu ke mana keluarga papa dan mamanya. Sejak kecil, orang tua mereka tak pernah memberi tahu keluarga besar mereka. Entah apa yang terjadi. Mungkin, Tiara dan Angel terlalu kecil mengetahui rahasia orang tuanya.Angel diadopsi oleh sahabat papa-nya Om Rich. Ia tak memiliki istri, namun dalam hati sangat menyayangi Angel. Om Rich menganti nama Angel yang sebelumnya adalah Tara Alexandra agar gadis itu tidak teringat dengan masa lalu dan masa kelam. Om Rich mendidik Angel dengan disiplin. Ia terlahir sangat sempurna sehingga semua orang terpana dengan kecantikan dan kecerdasan yang dimiliki. Gadis itu selalu mendapatkan nilai tertinggi di sekolahnya. Angel, gadis yang cerdas dan sombong. Ia akan membuat semua orang tunduk kepadanya. Tak ada satu orang pun yang berani bertindak
Angel berjalan di kegelapan, ia terus melangkah mendekati tawa seseorang. "Ha ... ha ... ha ... mati kau!" Pria bertopeng berbaju hitam menyiksa perempuan yang duduk di kursi. Tangannya diikat ke belakang kursi. Kakinya mengakang hingga ke samping sisi kanan dan kiri kursi hitam kayu tersebut. Wanita itu merintih kesakitan, matanya basah dan sembab. Mulutnya di tutup lakban hitam yang lebar. Ia mengelengkan kepala kepada lelaki tersebut. Tubuh perempuan itu penuh dengan pilu."Ha ... ha ... Bagaimana rasanya?" Senyum sinis terlihat di bibirnya. Ia menatap perempuan itu puas dan bahagia. Perempuan berbaju putih sama dengan milik Tiara yang digunakan untuk terakhir kali.Angel berdiri tak jauh dari mereka. Menyaksikan aksi lelaki itu dengan brutal. "Hentikan! Jangan sakiti dia!" teriak Angel. Matanya melotot, napasnya terputus-putus. Ketika lelaki bertopeng itu hendak menusuk suatu benda tumpul dan keras ke arah bawah tubuh perempuan tersebut. Lelaki misterius itu menoleh, wajahnya
Mereka berkumpul di ruang makan, setiap hari mereka akan makan bersama kecuali berada di luar kota. Antoni membantu Angel menuruni tangga, tubuhnya lemas dan lunglai. "Pelan-pelan, Tiara. Apa perlu aku gendong?" Antoni menahan tubuh Angel yang hampir terjatuh. "Tidak usah, aku masih kuat." Melangkah perlahan menuruni anak tangga. Tangannya mengenggam Antoni.Tatapan Angel menelusuri meja makan. Tak ada Ros, biasanya ia akan menyapa Angel ramah. Merasa sesuatu menganjal di hati. Menurut informasi yang diterima Angel dari salah satu anak buahnya. Antoni memiliki tiga istri yaitu Tiara sebagai istri pertama Antoni. Sejak SMP mereka sudah saling kenal. Tiara sangat akrab dengan Black. Antoni sangat terobsesi dengan Tiara. Selalu saja mengejar-ngejar Tiara. Ros, istri Antoni yang kedua. Ia dijual oleh pamannya karena utang yang mencapai ratusan juta rupiah kepada rentenir. Antoni dengan senang hati menerima tawaran pamannya Ros. Ia gadis berumur dua puluh tahun harus rela menjual dirin
Mimi sudah menyelesaikan pekerjaanya, ia menghampiri Angel di meja makan. Mengeringkan tangan setelah mencuci piring. "Ayo, Non. Pekerjaanku sudah selesai." Mimi mengandeng lengan Angel seperti seorang teman. Angel membulatkan mata. Ia belum pernah di sentuh oleh seorang pelayan. Mimi sadar dengan tatapan istri Antoni. "Maaf, Non Tiara." ucapnya sopan. Ia melepaskan tangannya dari lengan Angel. Memberikan jarak dengan majikan. "Ah, kamu seperti sama orang lain saja. Ayo!" Angel mengandeng Mimi dan tersenyum. Mereka terlihat akrab dan bersahabat. "Apa kamu sudah lama bekerja di sini?" tanya Angel. Ia harus mendapatkan informasi yang lebih banyak. "Lima tahun aku bekerja di sini." Memperlihatkan jari letiknya sebanyak lima. "Apa kamu betah di sini?" "Mau tidak mau harus betah. Karena aku butuh biaya buat keluargaku di kampung." Raut wajah Mimi berubah sedih. Sejak bapaknya meninggal, Mimi yang menjadi tulang punggung keluarga. "Kamu tadi lihat tidak, pelayan yang menumpahkan kop
"Tunggu, kalian mau ke mana?" teriak Silvia mencegah langkah mereka agar tak mengelilingi halaman belakang selebar lapangan bola. "Ada apa lagi? Menganggu saja!" sungut Angel. Ia melipat tangan di dada.. Pelayan tak tahu diri masih saja tak pergi. "Ka-kalian tidak boleh ke sana!" Silvia terlihat gelagapan. Sebutir keringat sebesar biji jagung mengalir di dahi putih nan mulus. Hati Silvia was-was dan cemas. "Mengapa? Aku ingin lihat kolam ikan itu." Angel menyadari sesuatu telah dirahasiakan dekat kolam ikan dengan jembatan kecil sebagai hiasan. dan beberapa bunga juga ada di sana. "Tidak boleh! Itu perintah tuan besar." Silvia melirik kolam ikan. Wajahnya gusar terlihat seperti maling yang tertangkap basah. Angel menatap curiga.'Ada yang ia sembunyikan, aku yakin itu.' Monolog dalam hati. Angel tak memedulikan teriakan Silvia, wajah cantiknya menatap rendah. Pelayan itu berlari ke arah Angel merasa tak dihargai. "Nona, Anda harus pergi dari sini dan kembalilah ke kamar." "Hei
Pembalasan Saudara Kembar (Tiara) "Tiara, tangkap ini. Bunuh dia!" Mama mertua melemparkan kayu kepada Angel. Angel menerimanya, ia melayangkan kayu tersebut ke arah wajah Silvia. Pelayan itu juga meraih batu besar dekat dengan dirinya."Non Tiara!" pekik Mimi. Ia mendorong tubuh Angel hingga terjatuh ke samping. Silvia sudah sangat marah, ia memukul kepala Mimi hingga berdarah. Mimi tak mau Tiara terluka, dan ia tak mau Tiara masuk penjara karena membunuh Silvia. Hanya Tiara yang mau berteman dan bercerita dengannya. Mimi sangat menyayangi wanita itu. Silvia terus memukul kepala Mimi. Angel menahan tangan pelayan jahat itu. Merebut batu tersebut dan membuangnya. Silvia mendorong tubuh Mimi, namun pelayan itu masih sadar dan menahan tubuh Silvia agar tak menyakiti Tiara. "Hentikan!" teriak papa mertua. Tubuh Mimi terbaring di tanah, Silvia mendorong tubuhnya. Pandangan Mimi berubah gelap dan ia memejamkan matanya. "Mimi ...." Angel menatap wajah Mimi yang tertutup cairan merah.
Bab 88"Angel," sapa Tiara dengan suara tegas. Angelica menatap manik kembarannya. Ia bangkit dari duduk yang disediakan oleh petugas polisi untuk para pengunjung. Bagaimana bisa Tiara mengenalnya. "Angel? Aku Angelica." Wanita berparas manis tersenyum tipis. Bibirnya bergetar. Tak mungkin Tiara mengenalinya. Wajahnya saja tak seperti dulu lagi. "Kamu Tara, saudara kembarku. Aku yakin kamu Tara." "Siapa Tara. Siapa Angel?" Angelica berusaha untuk tenang. Ia tak boleh gegabah hingga Tiara curiga mimik wajahnya pasrah. "Tara kembaranku." "Loh, bukankah ia sudah kamu bunuh?" Tiara terdiam, ia ingat kejadian itu tapi penjelasan dari polisi membuat dirinya yakin kalau Angelica adalah Tara. "Ia tidak mati. Saudaraku masih hidup. Aku yakin itu kamu. Kamu adalah Tara." Suara Tiara meninggi, ia mengungkapkan apa yang dilihat dengan matanya sendiri. Walau wajahnya berbeda, ciri-ciri Angelica sama dengan Angel atau Tara. Ketika mereka berada di laut, Tiara merasa tak asing dan dekat d
Bab 87Luka Tiara sudah tak terlalu parah. Ia dapat berjalan seperti biasa. Para petugas berjaga di pintu masuk ruang inap Tiara. Mereka tetap mengawasi wanita itu. "Hai, bagaimana keadaanmu?" tanya Angelica menyapa Tiara. Ia membawa boneka beruang berwarna coklat. Tiara dan Lola mendapatkan izin khusus untuk keluar masuk ruangan Tiara. "Baik. Lebih baik." Tiara menyungingkan senyum. Ia menatap boneka di tangan wanita yang mengenakan dress coklat di atas lutut. Rambut panjangnya digerai indah hingga wajahnya semakin memesona. "Boneka ini?" tanya Tiara mengingat momen semasa kecil. Ia suka dengan boneka beruang. Entah ke mana boneka itu. Boneka pemberian almarhum ibunya. "Untukmu. Hanya ada warna ini tak ada yang lain." Tiara mencium aroma boneka berbau rosberry. Aroma yang ia sukai. "Dari mana kamu tahu aku menyukai boneka beruang dengan aroma rosberry?" "Hanya menebak saja. Tipe wanita sepertimu pasti suka boneka." Tiara hanya tersenyum simpul. Ia merasa ada teman dalam deka
Bab 86"Angelica!" panggil Lola melambaikan tangan. Gadis itu senang ketika teman barunya selamat. Angelica meletakkan tangan kanannya di bahu Tiara. Langkah Tiara terseok-seok. "Tolong bantu dia!" ujar Angelica kepada Lola."Ayo Non Tiara kita ke sana!" Tiara memilih diam, ia mengikuti langkah Lola ke sebuah tempat lebih aman. Lola melihat luka bakar Tiara. Ia segera berlari ke mobil dan mengambil kotak P3K. Lola menyobek celana panjang orange Tiara agar bisa melihat luka lebih jelas. "Astaga, lukanya terlihat parah. Kejam sekali pria itu." Tangan Lola mengunting celana panjang Tiara hingga ke paha. Tiara meringis ketika Lola menyentuh luka bakarnya. "Rumah sakit jauh, kita harus mengobatinya lebih dulu." Angelica berdiri dekat Lola, memperhatikan luka Tiara. Ia meringis melihat kulit Tiara melepuh seperti balon. "Aku kasih salep saja. Ini ada salepnya." Tiara tak berkata sepatah katapun. Ia hanya menatap kedua perempuan yang ada dihadapannya. "Ayo Nona kita ke mobil." L
Bab 85 Tubuh Angelica terjun ke dalam laut. Tangan dan kaki bergerak cepat mencari keberadaan sebuah mobil yang mulai tenggelam.Angelica menoleh ke sekitar, melihat bayangan hitam di kedalaman laut. Ia terus berenang menuju ke arah benda yang biasa di gunakan untuk menuju ke tempat lain dalam waktu singkat. "Tiara, bertahanlah!" ucapnya dalam hati. Tangan dan kaki berusaha mengapai mobil itu. Hingga ia berhasil mendekatinya. Angelica melihat isi mobil tak ada Tiara di dalamnya hanya ada bangku kosong tak berpenghuni.Ia melihat ke arah bagasi. Bisa jadi Tiara berada di dalamnya. Tangannya menyentuh pintu yang terbuka sedikit dan masuk ke dalam . Jari menyentuh tombol pembuka bagasi hingga seseorang keluar dari tempat itu. Tiara berusaha untuk berenang ke atas permukaan ketika mendapat cela. Angelica mengikuti tubuh adiknya hingga mereka berhasil muncul ke permukaan. Uhuk! Uhuk! Tiara menatap wanita yang berada dekat dengannya. Ia terkejut Angelica berusaha menolong. Padahal,
Bab 84 Angelica masih berusaha mencari keberadaan adiknya. Ia harus menemukan wanita itu sebelum Seno membunuh. "Ke mana lagi kita Nona?" tanya supir yang mengemudi di depan mereka. Sejak tadi hanya berkeliling saja tanpa tujuan jelas. "Jalan saja terus. Ikuti jalan ini hingga ke atas." Hanya ada satu jalan saja. "Baik, Nona." Pohon-pohon menjulang tinggi, jalan becek akibat hujan semalam. Tak ada rumah yang tinggal di daerah itu. Angelica dan Lola masih menatap jalan sekitar. Di kejauhan, Lola melihat sebuah mobil di antara pepohonan. Walau tak jelas benda itu berjalan menuju arah atas. "Lihat itu!" Tunjuk jari Lola. "Pak, kejar dia!" Jalan tanah dan bebatuan membuat kendaraan sulit untuk melaju. Kecepatan tak bisa ditambah lagi. Situasi dan keadaan tak mendukung. "Apa tak bisa cepat?" omel Angelica tak sabaran karena mobil Seno sudah tak terlihat. "Tidak bisa Nona. Jalannya hancur." Angelica hanya pasrah. Ia berpikir ke mana Seno membawa adiknya itu. "Seno pasti membawan
Bab 83 Setelah Angelica bekerja sama dengan polisi mencari mobil milik Seno. Mereka semua mencari keberadaan mobil itu dengan bantuan para polisi daerah lain terutama polisi lalu lintas. Angelica dan Lola mengikuti para polisi di belakangnya. "Kayaknya kita lewat jalan biasa saja jangan jalan tol. Aku yakin Seno tak lewat situ." "Tapi, para petugas bilang Seno menuju ujung kota." Lola menimpali ucapan Angelica. "Gak semua CCTV terpasang di jalan. Kita jalan lewat biasa saja, Pak," ucap Angelica kepada supir. "Kenapa kamu gak bawa anak buah?" "Gak mungkin aku bawa mereka sedangkan aku masih tahap penyamaran. Mereka gak akan kenal wajahku." "Itulah manusia kalau terfokus dengan dendam," sindir Lola. "Memangnya kamu tak dendam dengan adikku?" "Aku biasa saja. Karena aku tahu dendam itu akan membuat petaka." Angelica merasa tersindir. Sejak pertama penyamaran hingga sekarang hatinya penuh dengan dendam. "Bagaimana kamu bisa memaafkan mereka?""Biarkan saja karma yang akan memb
Bab 82 "Api! Panas!" Seno melihat Tiara tak merasa iba. Baginya kesakitan Tiara adalah kebahagiaan yang hakiki, harus ia resapi hingga masuk ke dalam hati. Suara penuh penderitaan terasa indah di telinga Seno. Pria itu tertawa terbahak-bahak menatap kesakitan Tiara. Tubuh Tiara merasakan panas di sekitarnya. Tiara bagai kambing yang siap di bakar. Asap tebal mulai memenuhi rumah tua itu. Tak ada yang tahu apa yang terjadi. Mereka hanya tahu ada seseorang yang membakar di sekitar rumah tua itu. Seno merekam Tiara yang kepanasan akibat ulahnya. Ia terkekeh berkali-kali. Adegan demi adegan ia rekam hingga wajah kesakitan Tiara terekam sempurna. Hingga Seno tak menyadari pakaian Tiara dibagian kaki mulai terkena api. "Api!" Tiara menatap api menyentuh celananya. Kulitnya terasa melepuh. Pria itu mengambil air untuk memadamkan api tersebut. Belum waktunya Tiara mati. Wanita itu harus mendapat siksaan secara perlahan. Uhuk! uhuk! Tiara terbatuk-batuk menghisap banyak asap. Kedua m
Bab 81 Seno mengikat tubuh Tiara di kursi kayu. Ia menatap wajah cantik mantan istrinya. "Cantik doang tapi hatinya busuk," maki Seno dengan tatapan benci. Seno tak pernah menyangka kalau dirinya akan seperti ini hanya karena cinta. Tangan kekar Seno melayang di udara dan berakhir di wajah Tiara. Wanita itu terbangun, merasakan perih di pipi kanan. Rintihan kecil terdengar di bibir Tiara."Bangun Tiara!" Wanita yang terikat di kursi kayu dengan pakaian serba orange membuka mata perlahan. Ia tahu hidupnya akan berakhir di tangan sang mantan. "Seno." "Selamat datang putri tidur. Sudah waktunya kamu bangun." "Aku di mana?" "Di istana yang akan menjadi tempat paling indah untukmu." Seno menyeringai menatap mangsa yang tak akan bisa pergi lagi dari hidupnya. Sudah waktunya untuk mengakhiri semuanya. "Seno aku ...." "Sst! Diam Sayang. Jangan berbicara. Sudah waktunya kamu menikmati indahnya dunia ini. Tanpa ada rasa sakit sedikitpun." Tiara menatap wajah Seno, pria yang dulu san
Bab 80 Angelica menetap beberapa barang yang diperlihatkan oleh Seno. Wanita itu tahu benda apa itu. Angelica harus menghentikan kegilaan Seno yang semakin merajalela. Ia takut Tiara akan mengalami hal yang lebih parah. Rasa benci Seno akan adiknya begitu besar. Hingga pria itu nekad melakukan hal gila. Angelica tak ingin Seno terjebak lebih dalam. Ia ingin Tiara mendapatkan hukum setimpal atas perbuatannya. "Ya Tuhan, semoga saja tak terlambat." Angelica menatap ponsel berharap ia bisa mencegah kejadian itu. Seno berdiri di tempat yang tepat. Ia menunggu sesuatu terjadi di kantor polisi itu. Tubuhnya terbalut jaket hitam. Seno memandang tempat Tiara berada, wanita yang telah membuat hatinya terluka. Menatap jam tangan yang melingkar di lengan. "Satu, dua, tiga, duar!" Seno tersenyum licik ketika dua mobil polisi meledak hingga terbakar. Semua petugas keluar dari dalam kantor. Mereka mencoba memadamkan api dalam mobil. "Cepat singkirkan kendaraan lain!" teriak salah satu petuga