Beberapa hari berlalu, Abigail tidak lagi memikirkan soal penawaran Benedict padanya. Abigail lebih memilih memulai hidup yang baru daripada harus berurusan lagi dengan Lucia, ia ingin mengumpulkan kembali uang untuk perbaikan panti asuhan suster Margaretha. Di pagi hari, Abigail dengan setelan formalnya pergi ke sebuah perusahaan properti yang baru saja buka di kota ini. Meski hanya di terima di bagian pemasaran alias membagikan brosur kepada orang-orang di jalan, Abigail tetap menerima pekerjaan ini dengan senang hati. Hingga nyaris sore hari Abigail masih belum juga menemukan seseorang yang berminat dengan apa yang ia tawarkan, Abigail tidak tau jika mencari client ternyata sesulit ini. Dulu yang ia tau bagian pemasaran lah yang paling mudah, karena hanya harus menawarkan produk tapi nyatanya itu tidak semudah yang ia kira. Akhirnya malam pun tiba, Abigail pulang dengan tangan kosong karena ia belum mendapatkan client hari ini. Perutnya terasa keroncongan namun uangnya tidak cuk
Hingga pagi hari Zach masih belum juga kembali ke rumah, sebenarnya Abigail merasa bersalah karena sudah berkata seperti itu terhadapnya. Disaat keadaan tersulitnya yang menolongnya adalah Zach, namun ia malah berani berkata seperti itu kepada orang yang sudah menyelamatkan hidupnya. Rainy menggonggong di bawah kaki Abigail, hidungnya menggeser tempat makannya seolah-olah tengah meminta diberi makan. "Anak malang, kamu pasti kelaparan semalaman." ujarnya sambil melihat Rainy yang begitu lahap memakan makanannya. Hujan mulai turun deras di luar, namun hingga kini Abigail masih belum melihat kedatangan Zach. Berbagai asumsi berkecamuk di dalam benaknya, yang membuat hatinya semakin merasa bersalah pada Zach. Abigail memutar pikirannya dan mencari cara agar Zach mau memaafkannya, namun sialnya ia tidak tau apapun tentang Zach. Hanya satu yang bisa ia lakukan, yaitu membuatkan makanan untuk Zach. Entah Zach akan menyukainya atau tidak, yang jelas ia sudah berusaha meminta maaf. Abigail
Di sebuah butik ternama, August membawa Abigail ke sebuah ruang ganti yang sudah di khususkan untuknya. Deretan pakaian mahal tergantung disana, mulai dari pakaian casual hingga pesta yang dulu hanya bisa Abigail tatap lewat luar kaca toko."Pilih beberapa pakaian yang kamu suka, terutama pakaian kantor dan juga satu gaun." titah August santai. "Apa ini tidak berlebihan? aku pikir membeli pakaian kantor di toko biasa sudah cukup, lagipula untuk apa aku membeli gaun?" tanya Abigail panjang lebar membuat August sedikit kesal."Aku tidak suka sekretarisku berpakaian lusuh dan membantah perintahku, jadi jangan cerewet dan pilih saja apa yang aku suruh pilih." ucapnya kesal."Tapi ini tidak dipotong gaji kan?" tanyanya lagi membuat August benar-benar geram. "Baiklah, jangan kesal begitu. Kamu nyaris berubah menjadi seperti hulk jika marah," Abigail pergi dengan membawa beberapa pasang pakaian ke dalam ruang ganti.August menaikkan satu alisnya, untuk pertama kalinya ada karyawannya yang
Abigail terkejut mendengar ucapan Zach, "Apakah kamu yakin dia adalah kakak dari Lucia Walton?""Ya, dia adalah August Walton. Putra sulung dari James Walton, kamu mungkin tidak menyadarinya karena dia memiliki perusahaannya sendiri. Dia tidak bergabung dengan perusahaan ayahnya dan tidak mencantumkan nama Walton di belakang namanya, tapi dia tetap pewaris Walton group." jelas Zach semakin membuat Abigail tidak berdaya.Ia sangat menghindari Lucia, tapi sekarang ia malah menjadi karyawan untuk putra sulung James Walton. Ini seperti mimpi buruk untuknya, bahkan sekarang ia juga berpikir apakah August sama jahatnya dengan adiknya mengingat mereka adalah adik dan kakak."Abigail, tapi kamu tidak perlu terlalu khawatir. Setahuku dari seluruh anggota keluarga Walton hanya Augustlah yang paling waras, tapi kamu juga jangan lengah karena aku tidak mau kamu terlibat masalah lagi dengan keluarga psikopat itu." ucap Zach berusaha menenangkan Abigail."Zach, haruskah aku mengundurkan diri? tapi
Abigail menutup kedua matanya lalu meringkukkan kedua tangan dan menutupi wajahnya, namun bukan perlakuan kasar yang Abigail dapatkan melainkan pelukan dari August. Pria itu memeluknya erat, seperti tidak ingin kehilangannya. "Abigail bisa kita bicara baik-baik?" tanyanya tepat di telinga Abigail. "Jangan pergi dariku, aku mohon." pintanya membuat Abigail sedikit iba. "Apa alasanmu tidak ingin aku pergi? aku bukan siapa-siapamu, bahkan kamu baru saja mengenalku," "Aku tidak tau, entah mengapa aku merasa memiliki ikatan batin denganmu. Bukan perasaan cinta, tapi aku merasa kamu adalah seseorang yang sangat berarti untukku Abigail." ucapnya sendu, Abigail bisa melihat kejujuran dari raut wajah August. August melepas pelukannya, lalu mengikat dasi itu ke tangannya juga ke tangan Abigail. Bukan tanpa sebab August melakukan hal ini, ia hanya tidak ingin jika Abigail kabur darinya dengan kesalahan pahaman yang tidak terselesaikan. Ikatan ini tidak erat, namun tetap membuat Abigail tida
"Zach," panggil Abigail dari luar karena rumah masih nampak gelap. 'Apa Zach belum pulang?' gumam Abigail. Dalam kegelapan, Abigail merogoh seluruh barang di luar rumah untuk mencari kunci rumah Zach karena kunci sandi sedang eror. Setelah sekian lama mencari keberadaan kunci Abigail akhirnya menemukan kunci tersebut disimpan dibawah kotak penyimpanan bibit bunga, saat ia hendak bangkit kepalanya nyaris mengenai pot gantung di atasnya dan beruntungnya seseorang segera melindungi kepalanya. "Zach?"Zach menarik Abigail ke sisinya dan mengambil kunci yang Abigail pegang, setelah lampu menyala Abigail baru bisa melihat sosok Zach yang membuat Abigail terpukau. Zach mengenakan setelan tuxedo yang dipadukan dengan sepatu hitam, rambutnya yang biasanya acak-acakan kini tertata rapih dengan wangi khas pomade yang Abigail bisa taksir harganya cukup mahal."Zach? ini benar-benar kamu kan?" tanya Abigail. "Tentu, ini aku. Ada apa memangnya?""Tidak, aku hanya agak bingung sesaat. Tapi kenap
Dalam keadaan saling mendiamkan satu sama lain, mereka pergi mengunjungi panti asuhan sebelum kembali ke rumah untuk menjenguk suster Margaretha dan anak-anak. Saat mereka tiba disana, beberapa mobil konstruksi juga bahan baku untuk membangun rumah sudah berjejer di halaman panti asuhan. Suster Margaretha nampak sibuk menyiapkan beberapa cemilan untuk para pekerja, wajahnya terlihat begitu bahagia karena pada akhirnya panti asuhannya mendapatkan donatur dan bersedia merenovasinya sampai selesai. "Suster, apa yang terjadi disini?" tanya Abigail karena ia tidak tau soal masalah renovasi ini."Oh, Aby! kapan kamu datang nak?""Aku baru saja tiba suster Margaretha, jadi ada apa sebenarnya?""Ada seorang pengusaha dari kota lain yang ingin menjadi donatur tetap disini, dia juga menawarkan renovasi agar anak-anak bisa hidup dengan baik." jawab suster Margaretha, senyum tidak kunjung memudar dari wajahnya. "Dia pasti sangat kaya, kalau boleh tau siapa orang itu?" tanya Zach penasaran. "Ak
"Kenapa kamu kabur dari acara makan malam perencanaan pertunangan Ethan dan Lucia, Noah?" tanya Abraham. "Itu bukan acara penting, lagipula aku juga tidak akan datang jika sebelumnya aku tau itu acara khusus untuk anak kesayanganmu." sahut Zach ketus. "Berhenti menyebutnya anak kesayanganku, kalian berdua sama berartinya bagiku. Kamu saja yang sangat keras kepala dan lebih memilih meninggalkan keluargamu sendiri, Noah." Zach tertawa terbahak-bahak mendengar ucapan Abraham, "Sepertinya otakmu benar-benar sudah dicuci bersih oleh wanita itu, ayah. Sejak kapan aku dan Ethan sama berartinya untukmu? tidak ingatkah kamu kalau aku pernah kamu buang ke jalan hanya karena Ethan terjatuh dari perosotan saat kecil? dan bahkan bukan aku pelakunya."Abraham menarik nafas panjang, ia tidak dapat mengelak soal kejadian itu karena yang saat itu ia lihat Ethan memang benar-benar terjatuh dari perosotan saat bermain dengan Zach. Tapi Abraham tidak memiliki bukti jika Zach tidak bersalah, begitupun
Belum selesai masalah penangkapannya, kini Abraham harus menelan pil pahit setelah hartanya disita dan perusahaannya mengalami kebakaran karena korsleting listrik. Tidak ada yang bisa diselamatkan, semua hancur lebur bersama api dan meluluh lantahkan gedung mewah itu. Abraham kini tidak memiliki apapun, hanya pakaian yang menempel di tubuhnya harta satu-satunya yang ia miliki itupun sebentar lagi akan berganti dengan baju tahanan. Jennifer dan Ethan terusir tanpa membawa apapun, semua harta Abraham disita polisi dan mereka tidak diizinkan untuk membawa apapun selain pakaian. Jennifer menangis tersedu-sedu ketika semua kemewahan yang ia miliki tidak lagi berada dalam genggamannya, begitupun Ethan yang merasa usahanya selama ini untuk membangun Christeus sia-sia. Semua karena ulah Noah, begitulah yang Ethan dan Jennifer pikirkan. Sebelum Noah kembali, hidup mereka begitu tenang dan ketika Noah kembali dengan seluruh permasalahannya kehidupan keluarga Christensen mulai tidak beres. "Ny
Hari belum terlalu pagi ketika Abraham yang sedang tertidur pulas di kamarnya didatangi pihak kepolisian, ia diseret tanpa ampun atas kejahatan penggelapan dana sebuah mega proyek juga atas kejahatan karena bekerja sama dengan seorang gembong narkoba kelas kakap. Tidak hanya itu, Abraham juga ikut ditetapkan sebagai tersangka atas penjualan gadis di sebuah klub malam terkenal di kota I. Abraham tidak tau bagaimana bisa semua kejahatannya terbongkar semua dalam satu malam, ia mencari semua anak buahnya tapi sayangnya semua anak buahnya juga sudah diringkus oleh pihak kepolisian. Di tengah kekacauan, Jennifer dan Ethan yang tidak mengetahui apapun soal kejahatan Abraham mencoba meminta kejelasan kepada kepolisian tetapi tidak ada satupun yang menanggapi pertanyaan mereka. Mereka melihat Abraham diseret, tanpa mereka tau apa yang sudah Abraham lakukan. Sejak Jennifer memergoki Abraham di toko perlengkapan bayi bersama dengan seorang wanita, Jennifer tidak pernah lagi berbicara dengan A
Sidang selanjutnya atas kasus kematian Noah dimulai kembali hari ini, tetapi semua orang di ruang pengadilan nampak terlihat murung tidak seperti sidang kemarin terutama Flint. Pria itu tidak banyak bicara dan lebih banyak menghabiskan waktunya untuk melihat ponselnya, dengan harapan sang cucu tersayang akan mengabarinya dan memberitahukannya jika ia baik-baik saja. Tidak ada kabar apapun tentang Amberley hingga saat ini, bahkan hingga kini Flint masih belum menemukan jejak keberadaan Amberley. Terakhir kali ia melacak keberadaan Amberley lewat foto yang dikirim orang tidak dikenal, ternyata ketika Flint sampai disana untuk mengeceknya ternyata tidak ada siapapun disana. Tempat itu kosong, entah karena Flint terlambat datang atau memang mereka sudah pergi sebelum Flint berhasil melacak keberadaan mereka. Sejak hilangnya Amberley, Matthias juga semakin rewel tidak seperti biasanya. Berkali-kali Jessica dan Darren mencoba menenangkannya, namun bayi itu tetap menangis seolah ia sangat
"Apa kalian sudah menemukan keberadaan cucuku atau jejaknya?" tanya Flint dengan raut wajah cemas dan gelisah. Mereka serentak menggeleng, mereka benar-benar menutup jejak rapat-rapat sampai tidak terlihat sedikitpun bukti kehadiran mereka di tempat ini. Flint menggeram kesal, ia membanting apapun yang ada di hadapannya untuk melampiaskan kekesalannya. Disaat semua orang sedang sibuk pada pemikirannya sendiri tentang keberadaan Amberley, tiba-tiba suara tembakan dari senjata api terdengar menggelegar di luar gerbang mansion Moore. Semua orang serentak keluar dari mansion untuk memastikan apa yang mereka dengar barusan, saat tiba disana mereka menemukan satu orang penjaga sudah tergeletak bersimbah darah dengan sebuah amplop tergeletak tidak jauh darinya. Flint memungutnya dan mengeluarkan isi dari amplop tersebut, beberapa lembar foto yang ia lihat berhasil membuatnya syok. "Tuan Flint," ujar Roberto dengan wajah memucat. "Roberto, menurutmu siapa yang berani melakukan ini?" tanya
Di sebuah ruangan temaram, Frank menyesap cerutunya begitu berat karena negosiasinya dengan orang di hadapannya ini sangat sulit. Frank tidak bisa serta merta menemuinya dengan mudah, ada beberapa hal yang harus ia lakukan demi bisa bertemu dengan orang ini. Bahkan ketika mereka sudah bertemu Frank masih harus melakukan negosiasi sengit demi tujuannya, kalau bukan demi Flint Frank tidak akan mau berurusan dengan orang seperti ini. "Apa kamu yakin bisa memberikan yang aku inginkan sebagai kesepakatan? aku hanya ingin mengingatkan, ketika kita sudah sepakat maka tidak ada jalan untukmu membatalkan perjanjian kita." ucapnya membuat Frank cukup gelisah di dalam hatinya, tapi tidak ia tunjukkan itu."Ya, aku menyetujuinya. Asal kamu bisa memberikan semua yang aku inginkan juga, aku ingin imbalan yang adil." "Apa kamu tidak percaya kepadaku Frank Moore?" "Jika aku tidak percaya kepadamu untuk apa aku harus bersusah payah untuk bisa duduk disini," Pria itu tertawa, "Baiklah, silahkan tan
Setelah mengasingkan Amberley, Flint langsung pergi menemui Frank untuk meminta bantuannya. Flint harus menyusun rencana baru untuk melawan Abraham, dan tentunya tidak dengan cara lurus seperti kemarin. Abraham tidak bisa dilawan dengan cara hukum, meskipun Flint bisa memenangkan Zionathan tapi Flint yakin Abraham akan bertindak gila jika ia kalah di pengadilan. "Frank tolong bantu aku, keselamatan cucuku terancam sekarang." ucap Flint setelah membuka pintu ruangan pribadi Frank.Di dalam sana, Frank tengah sibuk bercinta dengan seorang wanitanya di meja kerjanya. Melihat ekspresi Flint yang begitu gelisah, Frank menyudahi kesenangannya dan menyuruh wanitanya itu untuk pergi. Wanita itu terlihat sedikit jengkel karena ia hampir mencapai klimaksnya, tapi ia bukan siapa-siapa untuk bisa membantah perintah Frank. "Katakan kepadaku, apa yang harus aku lakukan Flint." "Cari celah kebusukan Abraham agar aku bisa menjebloskannya ke penjara selamanya, dia berusaha melenyapkan cucuku dan Zi
"Sayang, apa kamu sedang memikirkan sesuatu?" tanya Amberley karena sedari tadi Zionathan lebih banyak diam. Zionathan menarik nafas panjang, seperti tengah memikul beban berat di dadanya. Amberley tau jika Zionathan pasti sedang tidak baik-baik saja sekarang, prianya itu selalu ceria di hadapannya meskipun sedang berada di penjara sekarang tapi kini ia lebih banyak diam. "Amberley, bisakah kamu melakukan sesuatu untukku?" "Melakukan sesuatu? apa yang harus aku lakukan untukmu?" "Amberley, jika aku kalah di pengadilan pergilah sejauh-jauhnya dari tempat ini atau kalau perlu pergilah ke negara lain. Pergilah ke tempat dimana tidak ada seorangpun bisa menemukanmu," pinta Zionathan tangannya menggenggam erat jemari Amberley. Amberley mengernyitkan kening, "Permintaan konyol macam apa itu, jika kamu kalah aku tetap akan disini menemanimu Zio." "Amberley, aku mohon. Pergilah, mulailah hidup baru tanpaku. Jika memang kita ditakdirkan bersama kita pasti akan bertemu lagi," ucap Zionath
"Buka pintunya!" teriak seseorang dari luar unit orang tua Rosalyn. Mereka mengejutkan Rosalyn yang masih tertidur di dalam, kedua orang tuanya sudah pergi bekerja sejak pagi hari. Rosalyn tidak langsung membuka pintu, ia lebih dulu mengecek siapa yang ada di luar lewat doorbell camera. Rosalyn memperhatikan dua orang yang ada di depan pintu unit, setelah memperhatikannya cukup lama Rosalyn akhirnya tau jika mereka adalah anak buah Frank. "Buka pintunya nona Rosalyn! atau anda ingin kami mengacak-acak tempat ini!" ancam mereka lagi. Rosalyn kebingungan di dalam sana, ia tidak memiliki nyali untuk berhadapan dengan anak buah Frank tapi ia juga tidak mau mereka mengacau di tempat ini. "Baiklah, anda menantang kami nona Rosalyn. John, dobrak unitnya!" "Tunggu! jangan di dobrak! baiklah aku akan membuka pintunya," ucap Rosalyn lewat doorbell. Rosalyn membuka pintu untuk mereka namun setelah itu mereka malah masuk dan menggeledah seluruh isi unit, entah apa yang mereka cari karena Ro
Zionathan terpaku sesaat, tapi akhirnya ia bisa mengendalikan dirinya lagi dan mencoba bersikap tenang. Ia tidak boleh terpancing dengan ucapan Abraham, karena sekali ia terpancing maka usahanya untuk tetap membuat Amberley aman akan sia-sia. "Apa sekarang anda sedang bermain tebak-tebakan denganku tuan Abraham?" ujar Zionathan dengan tawa sinis. "Zionathan, aku bukan anak kecil yang bisa kamu tipu. Pelaku sebenarnya adalah Amberley, kamu hanya mengorbankan diri untuk membuat Amberley tetap aman. Sidik jari Amberley terlekat jelas di pistol itu," Zionathan maju mendekati Abraham yang tengah berusaha mengintimidasinya, "Tidak perlu berbasa-basi, anda sedang berusaha membuat Amberley menjadi pelakunya demi merebut Matthias bukan? tapi maaf tuan Abraham, pelakunya memang aku karena aku sangat membenci putramu." Abraham menanggapi ucapan Zionathan dengan tawa, "Ucapanmu ada benarnya juga, tapi selain itu aku juga memang ingin menyingkirkan kalian berdua. Nyawa dibayar nyawa, sebagai g