Sandy pun mengepalkan kedua tangannya dengan erat.
Dia hampir saja gegabah dan salah dalam bertindak.Kali ini dia akan lebih hati-hati lagi. Tadi saat melihat Adrian bukanlah pria muda yang dulu terakhir kali ditemuinya.Keponakannya itu telah banyak berubah.Semua karena Adrian sudah ditempa di tempat yang berbeda dari asalnya dan hidup dalam perjuangan, itu sebabnya dia terlihat jauh lebih dewasa, kuat dan berpikiran luas.Sandy sangat tidak menyangka dengan perubahan itu."Sepertinya aku harus mengatur ulang rencanaku!" gumamnya memutuskan dengan menganggukkan kepala yakin.Dia tidak bisa menganggap remeh Adrian lagi.Sekarang pria paruh baya itu harus menyusun rencana dengan matang.Sorenya di Rumah Adrian…Setelah seharian berkeliling jalan-jalan dan belanja menghabiskan banyak uang, mereka pun tiba juga di rumah.Clara pun langsung terduduk di sofa. Dia benar-benar merasa lelah.Adrian pun berjalan dengan gagahnya di ikuti oleh Joseph di belakang. Semua karyawan yang berpapasan dengannya pun menundukkan kepala memberi hormat. "Selamat pagi, Tuan!""Selamat datang kembali, Tuan Nata!"Mereka sangat antusias menyambut kedatangan Adrian kembali ke perusahaan. Pagi ini melihat Adrian yang tiba tanpa kekurangan suatu apapun, benar-benar suatu kejutan untuk mereka. Banyak gosip yang beredar tentang Adrian selama dia menghilang. Ada yang bilang kalau Adrian sudah meninggal karena dibunuh, ada juga Adrian sedang melarikan diri karena suatu hal yang tidak jelas dan banyak pendapat lainnya. Sesuai dengan keinginan mereka yang menilai. Tapi tidak ada yang tahu pasti rumor itu benar atau tidak, karena Joseph tetap pergi ke kantor dan terlihat biasa saja. Jadi, mereka pikir semua gosip buruk itu tidak benar. Atau karena Joseph terlalu setia dengan perusahaan ini. Iya, Joseph tet
Gadis itu langsung berjalan cepat menghampiri Clara. Dia memiliki kulit putih dan berambut sedikit pirang bagian bawahnya. Dress ketat sepaha berwarna navy itu semakin menunjang penampilannya yang terkesan glamour dan seksi. Clara meletakkan selang air itu dan mematikannya. Dia pun mencoba memberikan senyuman terbaiknya pada tamu yang datang. Meskipun dia belum tahu, siapa sebenarnya gadis ini. "Halo! Apa Kakak istri Kak Adrian?" tanya gadis itu lagi saat sudah dekat dengan Clara. Clara pun menganggukkan kepalanya. "Iya, benar sekali! Perkenalkan namaku, Clara!" ujarnya sambil mengulurkan tangan. Gadis itu pun menyambut uluran tangan Clara dengan antusias. "Aku Kinan Anindya! Panggil saja Kinan! Aku adik sepupu, Kak Adrian!" ucapnya tersenyum lebar menampakkan jejeran giginya yang putih. 'Dia gadis yang ceria!' batin Clara kagum. "Oh, jadi kamu anak Paman Sandy? Selamat datang! Ayo, masuk!
Clara pun mengangguk cepat. "Iya, Adrian! Aku ingin bicara padamu sekarang juga! Ini penting!" ucapnya dengan wajah serius. Dia bahkan tidak peduli dengan kejutan apa yang dibawa suaminya itu. Pikirannya sudah benar-benar tertuju pada satu titik saja. "Ada apa, Clara? Kenapa kamu terlihat tegang begitu?!" tanya Adrian khawatir dengan kening berkerut heran. "Aku ingin bicara berdua saja, bisa kan?" tanya Clara sekali lagi. Adrian pun menoleh ke arah Joseph dan memberi tanda dengan anggukan kepala. Joseph pun paham dan segera pergi untuk masuk ke dalam kamarnya. "Ayo, Clara! Kita bicara di kamar saja!" ajaknya dengan memasang senyuman manis. Clara pun mengangguk setuju. Setelah di dalam kamar dan Clara pun membawa Adrian untuk duduk di sofa panjang berwarna abu tua. Adrian pun langsung memberikan buket kecil bunga mawar putih yang dari tadi dia sembunyikan. "Surprise! Aku tadi mampir sebentar dan membelikan ini untukmu!" ucap Adrian bersemangat. Clara pun menerimanya dengan
Kening Joseph langsung berkerut karena heran mendengar itu. 'Hal penting apa yang mau mereka bicarakan?!' hatinya terus bertanya. Joseph yang sedang bekerja jadi tidak fokus. Dia pun memilih mendengarkan pembicaraan Adrian. Sangat tidak sopan memang, tapi dia sangat ingin tahu. Dia sangat penasaran kenapa Tuannya itu menelpon Sandy. Adrian pun terlihat sangat serius bicara dengan pamannya itu. ["Soal apa, Adrian? Apa ini ada hubungannya dengan istrimu?" tebaknya dengan menyunggingkan senyuman di sudut bibirnya.]"Iya, Paman! Tentu saja ini tentang aku dan juga Clara!" ujarnya dengan tersenyum tipis. Mereka berdua memang sangat cocok disebut paman dan keponakan.Penuh dengan kesan misterius saat bicara. "Apa Paman yang meminta Kinan kemari? Tidak biasanya gadis itu mau datang ke rumah ini kalau bukan karena Paman yang menyuruhnya!" ujar Adrian langsung. Dia tahu pasti pamannya yang sudah memberitahu putrinya itu soal kepulangannya. Dan tentang Clara juga tentunya. Sandy pun t
Sandy mengepalkan kedua tangannya dengan erat. Dia tidak boleh gagal lagi kali ini. Semua hal harus sesuai dengan keinginannya. "Aku harus mengubah rencanaku secepatnya! Dia tidak boleh tahu tentang hal ini!" ucapnya lagi sambil menghabiskan sisa minuman yang ada di gelas. Pria paruh baya itu tidak mau sampai kehilangan kesempatan hanya karena kehabisan akal, dia harus bertindak segera. Besok paginya…Mereka bertiga sarapan bersama lagi. Sepertinya mulai sekarang ini akan menjadi rutinitas mereka setiap harinya. Karena Adrian meminta Joseph untuk tinggal sementara waktu di rumahnya. Dan asistennya itu hanya menurut saja apa yang Tuannya inginkan. Setelah selesai, Clara pun melakukan tugasnya sebagai istri, seperti yang mamanya lakukan setiap harinya, yaitu mengantar suami bekerja. Setelah memastikan dasi yang dipakai Adrian terpasang rapi serta menyerahkan tas kerja Adrian, Clara pun menyalami tangan
Kedua alis Adrian menyatu mendengar penuturan Clara. Dia tidak menyangka kalau kata-kata yang keluar dari mulut istrinya itu sangat membuatnya terkejut. "Kenapa kamu bicara seperti itu, Clara?" tanya Adrian heran. Masalahnya mereka baru saja pindah beberapa hari yang lalu ke rumah ini. Tapi istrinya itu sudah minta untuk pulang kembali ke rumah orang tuanya. Tentunya hal itu membuat Adrian sedikit kecewa. "Aku merasa bosan, Adrian. Aku jenuh seharian hanya berdiam diri di rumah. Aku ingin melakukan pekerjaan apapun di rumah ini sambil membantu Bi Sari tapi mereka tidak mengizinkan. Aku tidak tahu harus melakukan apa, Adrian!" jelasnya dengan mata berkaca-kaca. Mendengar itu hati Adrian sedikit berdenyut. Dia merasa sangat bersalah pada Clara. Adrian terlalu sibuk memikirkan pekerjaan, sehingga dia lupa kalau istrinya di rumah butuh teman dan sedikit kegiatan untuk mengusir rasa jenuh. Dia tahu Clara buka
Sekarang Clara yang bingung mendengar mamanya bicara seperti itu. Bukannya menyambut kedatangannya dengan tangan terbuka dan bahagia, malah bicara ngawur. "Mama, aku baru saja tiba. Kenapa bilang begitu?" tanya Clara tak kalah herannya. Pak Bagas mengikuti Clara dari belakang sambil membawa dua paper bag. Dia membeli beberapa barang sebagai hadiah untuk orang tuanya. Cindy pun memasang wajah masam.Dia melihat Clara hanya membawa tas kecil miliknya. "Mana kopermu? Mana barang-barangmu yang lain?" ucapnya ketus dengan mata mendelik tajam. Clara pun semakin heran dengan pertanyaan mamanya. "Mama bicara apa sih? Buat apa aku membawa koper, Ma?" tanya Clara dengan mencebikkan bibir kesal. "Kamu diusir Adrian ‘kan? Lihat! Baru juga beberapa hari pergi dari rumah ini, dia sudah berani mengusirmu! Awas saja kalau ketemu nanti! Mama pukul dia!" ujar Cindy geram sambil
Pria itu pun mengepalkan kedua tangannya dengan erat.Lagi-lagi dia yang disalahkan dalam hal ini. "Aku tidak akan menemuinya. Seharusnya kau juga bergerak bukan hanya diam saja! Brengsek!" ujarnya geram. Lalu pria itu mematikan panggilan telepon secara sepihak. ["Cih! Pengecut!" dia menatap layar ponselnya sambil melontarkan cibiran.]Pria yang menerima telepon itu pun kembali menghisap rokok cerutunya yang masih tersisa setengah. Bayangan tiga tahun lalu seketika itu juga memenuhi kepalanya. Kalau saja mereka tidak gagal, mungkin dia sudah menjadi orang nomor satu di kota itu. Menurut pikirannya. Karena itu adalah tujuannya dari awal. Besok paginya…Adrian dan Joseph tiba di kantor lebih cepat dari biasanya. Apalagi Clara pulang nanti sore, jadi dia bisa lebih fokus bekerja. Tiba-tiba terlintas di kepala Adrian sebuah gagasan baru. Dia pun meminta Joseph untuk
Adrian menatap lekat lembaran foto di tangannya secara bergantian.Sorot matanya yang tajam meneliti setiap detail petunjuk yang ada.Raut wajahnya penuh tanda tanya. “Siapa pria ini, Jo? Lalu apa yang dia lakukan dengan Pamanku?” Joseph pun duduk dan terlihat antusias sekali.“Aku yakin pria ini adalah orang penting sampai mereka harus bertemu di tempat tersembunyi, Tuan!” ungkapnya bersemangat.Kening Adrian berkerut mendengar itu. Masih tetap tidak puas dengan penjelasan Asistennya.“Tapi, kenapa kau memberikan foto ini padaku? Memangnya apa yang menarik dari dia?” ucapnya kesal dan melempar asal ke meja.Dia sudah pusing dengan masalah perusahaan dan sekarang harus mengurusi orang asing pula!“Nah itu dia, Tuan! Apa Tuan tidak penasaran siapa dia sebenarnya? Tapi, tenang saja karena aku sudah mencari tahu siapa pria itu!” ucap Joseph dengan senyuman misterius.Dia pun membuka Tab miliknya dan mendekatkan lay
Pria paruh baya itu memberikan tatapan menusuk.Sementara pemuda lajang di seberang sana tampak duduk dengan gelisah, susah payah menyembunyikan raut wajah kesal karena kembali mendengar kata-kata yang sangat ia benci.‘Huh! Lagi-lagi cuma bisa menyalahkanku!’ hanya berani menggerutu dalam hati.Tangan kanannya mengambil gelas whisky, menghabiskan sisa minuman itu hingga tandas dan meletakkannya kembali ke atas meja kaca.Butuh sesuatu yang menantang untuk berbicara dengan pria itu.“Aku sudah mengatur semuanya, Bos! Dia gadis yang bodoh. Bahkan tidak memberitahuku kalau si cecunguk itu punya rekaman videonya!” jelasnya berkelit.Yup!Sandy dan Bastian bertemu diam-diam hari ini.Tentu untuk membahas situasi yang makin rumit karena rencana pemuda itu yang hanya ampuh di awal dan menguap begitu saja setelah Adrian berhasil memutar balikkan keadaan.Sandy menyenderkan punggungnya ke sofa.Senyuman miring pun terbit di sudut bibirnya, “Hahaha! Kalian berdua itu sama-sama bodoh! Kau itu s
“A-apa? Ti-tidak mungkin!” ucapnya dengan bibir bergetar. “Kalian pasti salah orang!”[“Tidak, Pak. Kami sudah memeriksa di dalam selnya dan memastikan informasi ini dengan dokter terkait,” jelasnya lagi.]Tangan Bryan lemas dan ponselnya pun jatuh ke lantai.Pria di seberang sana masih bicara, tetapi pria paruh baya itu sudah tidak peduli.“Ti-tidak! Putraku tidak mungkin mati! Ronald … tidak mungkin! Tidaakkkkk!!!”Suaranya menggema di ruangan kerjanya.“Tidak mungkin! Hu-hu-huaaaaa!” Tangis pria itu akhirnya pecah.Kedua bahunya berguncang karena terisak pilu.Setelah semua kejadian yang dialaminya, dia selalu berusaha untuk kuat.Namun, sekarang adalah puncaknya.Putra satu-satunya dan kebanggaan baginya sudah pergi untuk selamanya.Dan dalam beberapa jam saja, berita kematian Ronald langsung laris manis mengisi stasiun televisi.Semua orang pun membicarakan berita itu dengan berbag
Sementara itu…Seorang pria paruh baya baru saja ingin merebahkan badan karena lelah seharian bekerja.Namun atensinya teralihkan saat mendengar bunyi ponsel yang ada di samping ranjang.Saat melihat nama yang ada di layar, raut wajahnya langsung berubah menjadi masam.“Halo! Untuk apalagi kau menelponku?” jawabnya ketus.Pria di seberang sana mencoba bersabar walaupun juga sama kesalnya.[“Tidak usah ketus begitu, Baron! Aku hanya ingin minta keringanan hukuman untuk Ronald! Kau bisa kan bicara pada polisi?” ucapnya sedikit memaksa.]Ya, Bryan menghubungi Baron untuk minta potongan masa tahanan putranya dan mereka tidak tahu sama sekali soal kedatangan Adrian dan rencana licik Ronald yang terbongkar.Belum ada yang memberitahu kedua pria ambisius itu.Jadi, apapun akan dia lakukan meskipun mengemis pada Adik satu-satunya.Baron merasa sangat emosi mendengarnya tetapi berusaha tetap tenang demi kesehatannya
Semua orang di ruangan terkejut mendengar ucapannya barusan.Tanpa banyak basa-basi lagi, Adrian melangkah mendekat ke arah pria yang dulu sangat sombong padanya.Orang yang menghancurkan keluarga istrinya, meskipun ada satu pengecualian karena berkat hal itu dia bisa menikah dengan Clara.Dengan cepat kedua tangannya menarik kerah baju berwarna oranye itu.Wajahnya berbalik ke belakang menatap Asistennya, “Berikan pisaunya, Jo!” teriak Adrian murka.Joseph yang tersadar langsung menaikkan celana kainnya di kaki kiri dan terlihat di balik kaos kaki itu sebuah benda tajam terbungkus dengan kulit khusus berwarna coklat.Dia pun mengambil bilah pisau lipat itu dan tanpa ragu memberikan pada Adrian.“Ini, Tuan!” ucapnya pelan.Adrian langsung mengambilnya dengan cepat dan kasar tanpa peduli kalau tangannya akan terluka.Dia langsung mengarahkan ke leher Ronald.Melihat itu salah satu petugas melarang Adrian untuk melakukan niatnya.“Jangan lakukan apapun, Pak Adrian! Ini kantor polisi dan
“Apa?!” teriaknya dengan raut wajah terkejut.Dia sampai bangkit berdiri dari kursi.Helaan napas panjang langsung keluar dari mulutnya.'Ini tidak mungkin!’ hatinya menolak percaya.Tentu saja!Bagaimana caranya dia membayar orang?Karena Joseph yakin kalau saat itu Ronald sedang berada di dalam penjara.“Kenapa pria itu masih bisa … ah, sudahlah. Cepat berikan semuanya pada kantor polisi atas nama Tuan Adrian. Aku akan menyusul ke sana!” putusnya cepat.[“Baik, Bos!”]Napas Joseph memburu lalu secepat kilat melangkah masuk ke dalam ruangan Tuannya.“Tuan, a-aku ada kabar buruk!” ucapnya sedikit ragu.Adrian memijat keningnya yang pusing karena dari pagi moodnya sudah jelek, ditambah informasi yang diterima dari Asistennya itu semua adalah masalah.“Ada apalagi, Jo?” jawabnya dengan ketus.Adrian terlihat malas meladeni Asistennya itu.Joseph pun duduk di kursi yang ada di depan meja kerja Adrian.“Orangku bilang, kalau pria yang menabrak Tuan kemarin dibayar oleh Ronald. Dia pelaku
Klik!Panggilan telepon itu dimatikan sepihak oleh Bastian.“Ha-halo! Hei, aku belum selesai bicara!” teriaknya kencang.Nayla menatap layar ponselnya dengan nanar. Tanpa basa-basi lagi dia pun langsung membantingnya ke lantai.“Aarrgghhhh!!! Aku benci kalian semua! Dasar brengsek!”Tubuh gadis itu merosot ke lantai.Kedua bahunya berguncang karena menangis dengan histeris.Tidak ada lagi yang bisa membuatnya merasa aman di sini.Dengan cepat dia menghapus air matanya dan segera bangkit menuju kamarnya.Nayla akan melakukan rencana yang terakhir supaya bisa hidup dengan tenang.Di Apartemen Joseph…Baru saja pria itu ingin merebahkan badan setelah seharian berkutat dengan pekerjaan yang melelahkan.Tiba-tiba ponselnya berbunyi dan keningnya pun berkerut saat melihat nomor asing di layar.Meskipun ragu, ia akhirnya mengangkatnya juga.“Halo? Siapa ini?” ucapnya langsung.[“Halo, Bos. Maaf mengganggu malam-malam. Tapi, aku sudah mendapatkan lokasi gadis itu!” ungkap pria di seberang s
Pria itu menarik sudut bibirnya dan tetap santai saja. Setelah seharian sengaja mengabaikan semua pesan dan telepon yang masuk, sekarang barulah ia tertarik meladeni gadis itu.[“Aku tentu saja sedang di kantor. Ada apa?” pria itu bertanya dengan nada malas.]Nayla semakin geram mendengar Bastian yang bersikap cuek padanya. Bahkan dia yakin kalau pria itu pasti sudah menonton berita yang mengguncang dirinya.Meskipun memakai inisial tapi semua karyawan perusahaan Adrian bisa menebak siapa orang yang dimaksudkan. Dan bukannya mendukung, malah mereka semua pasti akan menyalahkan dirinya.Kedua kaki Nayla menghentak ke lantai, “Kenapa kau membuat berita gosip tanpa persetujuan dariku? Kenapa membawa namaku, hah? Aku tidak terima!” teriaknya dengan kencang.Bastian sampai harus menjauhkan ponsel itu dari telinganya.Tetapi, bukannya merasa bersalah malah menampilkan senyuman licik di sudut bibirnya.[“Memangnya aku harus minta pendapatmu kalau ingin melakukan sesuatu? Tidak ‘kan? Kau ti
"Baik, Tuan!" jawab Joseph patuh. Adrian membuka jasnya dengan cepat dan memberi perintah lagi, “Hapus berita murahan itu sekarang!”Pria itu pun mengangguk dan segera ke luar dari sana sebelum Tuannya semakin murka. Adrian pun mendudukkan tubuhnya di kursi dengan kasar. Dia pun memegang kepalanya yang berdenyut pusing dengan kedua tangannya. "Apalagi sekarang?!" teriaknya frustasi. Tentu saja karyawan di perusahaan ini tahu siapa yang dipecat secara tidak hormat olehnya. Sebagian orang pasti ada yang percaya dengan berita itu dan Adrian tidak ingin hal itu memperngaruhi kinerja mereka. Juga dengan inisial nama yang sudah jelas merujuk pada Nayla. Adrian tidak menyangka kalau gadis itu masih berani bermain api dengannya setelah apa yang terjadi. Padahal ia sudah sebisa mungkin menjauh dan tidak pernah memberikan celah pada wanita manapun untuk mendekatinya. Sedetik kemudian ia teringat kalau ponselnya masih dalam mode silent. Dengan terburu-buru Adrian merogoh saku jasnya.