Keduanya saling memeluk satu sama lain dan mulai menikmati suasana romantis yang mereka ciptakan.
Adrian tidak akan melepaskan kesempatan malam ini.Dia pun melepaskan pagutan bibir mereka.Kedua tangannya menangkup wajah Clara dan menatapnya dengan sorot mata yang sangat dalam."Sebenarnya aku sudah lama ingin mengatakan ini, tapi aku tidak punya keberanian dan sekarang aku ingin bilang kalau … aku mencintaimu! Sejak pertama kali aku melihatmu! I love you, Clara!"Seketika itu juga mata Clara terbelalak lebar, pupilnya pun membulat.Dia tahu memang ada yang aneh dengan Adrian dan sekarang terbukti.Ternyata orang yang menikahinya selama ini menyimpan rasa yang sangat besar padanya.Lalu Clara tersenyum lalu memeluk Ardian dengan sangat erat.Adrian merasa lega karena sudah mengatakan hal yang sangat mengganjal di hatinya selama ini.Clara pun melerai pelukan mereka dan sekali lagi netra keduanya beradu sa"Apa katamu?!" pekik Cindy dengan mata melotot seolah tidak percaya.Adrian pun menatap Clara sama terkejutnya dengan Mama mertuanya. Dia tidak menyangka kalau Clara akan mengatakan hal itu. Adrian pikir dia sudah salah dengar. "Ma, apa Pak Mario tidak memberitahu Mama soal tadi malam?" Cindy tambah bingung dengan ucapan Clara. "Soal apa? Memangnya apa yang terjadi pada kalian?!" ujarnya ketus. Clara pun memejamkan mata mencoba untuk menguatkan dirinya menceritakan hal yang menyakitkan itu pada Mamanya. "Semalam Daniel datang dan dia hampir saja memperkosaku, Ma! Lalu saat itu Adrian pulang dan langsung menghajarnya. Pak Mario sudah menelpon polisi dan membawa pria brengsek itu ke penjara!" jelasnya dengan penuhi penekanan. "A-apa?!" pekiknya dengan suara yang lebih nyaring dari sebelumnya. Belum selesai rasa terkejutnya melihat Adrian ada di dalam ka
Joana terkejut mendengar kabar yang tidak mengenakkan di pagi hari ini. Pantas saja semalam suaminya itu tidak mengangkat telepon darinya, bahkan tidak pulang ke rumah. "Apa, Pak? Apa Bapak yakin kalau itu adalah suami saya?" tanya Joana masih tidak percaya. ["Benar, Bu. Silahkan datang untuk memberikan keterangan. Selamat pagi!" ucapnya tegas.]Setelah itu panggilan pun dimatikan sepihak oleh polisi. "Halo?! Halo, Pak? Saya belum selesai bicara!" teriaknya kesal. Dia bahkan tidak sempat menanyakan kenapa Daniel bisa ada di kantor polisi. "Apa yang sudah dia lakukan?" gumamnya penasaran. Tanpa membuang waktu lagi, wanita berambut pirang itu segera bersiap. Dia akan menitipkan anak mereka terlebih dahulu ke rumah orangtuanya. Di Kantor Polisi…Jantung Joana berdegup kencang, dia berharap kalau bukan Daniel suaminya yang ada di tangkap oleh polisi. Joana akan malu saat bert
Adrian pun terdiam mendengar pertanyaan Joseph. Dia juga sempat berpikir seperti itu, tapi entah kenapa masih belum berani mengambil keputusan. "Apa aku harus kembali ke rumah, Jo?" Adrian malah balik bertanya. Joseph pun tersenyum tipis. "Tentu saja, Tuan. Kenapa tidak? Justru itulah yang aku harapkan. Tuan kembali memimpin perusahaan! Kalau tidak, untuk apa aku mencari Tuan sampai kemari?" jawabnya tegas. Adrian pun mengangguk paham. Dia memang tidak menyalahkan Joseph dalam hal itu, tapi dia masih ragu untuk ikut rencana Joseph kali ini. Apalagi setelah hubungannya dengan Clara mulai menemui titik terang, tidak mungkin dia melepaskan semua yang ada di sini begitu saja. Clara juga sudah membuka hati untuknya, hal yang sangat Adrian harapkan selama ini. Joseph pun kembali membujuk Adrian agar mau mendengarkannya. "Lagipula Tuan sudah menghabiskan banyak waktu karena showroom kecil ini. Kita bi
Mereka semua sontak menoleh bersamaan ke arah sumber suara. Adrian sudah menduga kalau membahas hal ini pasti tidak mudah. Masih ada orang yang harus dia yakinkan di rumah ini. Dia harus berusaha sekuat tenaga dan memutar otak untuk membujuk mereka semua. "Mama!" gumam Clara sedikit terkejut.Cindy pun dengan cepat berjalan menghampiri mereka.Awalnya dia tidak tahu kalau Adrian dan Clara akan bicara dengan Baron. Namun saat melihat mereka bicara serius, dia pun segera menyusul.Dan benar saja sekarang dia mendengar suaminya mengijinkan putri mereka satu-satunya untuk ikut bersama Adrian. "Mama tidak setuju! Enak saja kalian mau pergi dari rumah ini! Ingat ya Adrian! Kamu itu menikah dengan anakku hanya sementara! Waktumu bersama dengan Clara tinggal berapa bulan lagi, jadi jangan bermimpi untuk membawa anakku pergi dari rumah ini! Mengerti kamu!" tunjuknya ke arah Adrian dengan nada ketus sambil berkacak pinggang.
Joana sampai menyipitkan mata mendengar teriakan dari mama mertuanya. Apalagi disertai dengan hinaan padanya. Padahal dia sama sekali tidak tahu apa-apa soal ini. Yang dia tahu semua karena Daniel masih saja berharap pada istri orang yaitu Clara. Dia berusaha sabar dan tetap tersenyum meskipun disalahkan. "Iya, Ma! Aku tidak tahu apa yang sebenarnya dilakukan Daniel! Ta-tapi dia dipenjara karena berusaha melakukan perbuatan tidak menyenangkan pada seseorang!" jelasnya berbohong.Joana tidak mungkin mengatakan yang sebenarnya, kalau dia melakukan itu Mama mertuanya pasti semakin membencinya dan memakinya lagi. "Lalu sekarang bagaimana? Apa dia tidak bisa keluar dari sana?" tanya wanita itu terlihat khawatir.Biar bagaimanapun juga Daniel itu anak mereka, sebagai seorang ibu tentu saja dia masih memikirkan anaknya. Meskipun sudah membuatnya kecewa. "Justru itu, Ma. A-aku kemari ingin meminta bantuan. Daniel juga
Dua orang petugas keamanan langsung bergegas menghampiri Joana dan memegang tubuhnya."Lepaskan aku! Aku bilang lepas!" pekiknya sambil berusaha meronta. Namun dia kalah tenaga dengan dua pria itu. Tubuhnya terkunci dan tidak bisa melawan. "Ibu sudah membuat kekacauan di tempat ini! Kami akan bawa Ibu ke kantor polisi!" ucap salah satu petugas itu sengaja mengancam Joana. Mata Joana seketika terbelalak, entah kenapa dia sedikit takut mendengar kata polisi sekarang. Mungkin karena suaminya sedang mendekam di sana sekarang. "Lepaskan aku! Aku harus bertemu dengan wanita murahan itu! Dia sudah membuat suamiku di penjara! Sekarang dia juga membunuh anakku!" pekiknya sambil tetap meronta berusaha melepaskan diri. Beberapa karyawan yang melintas berbisik satu sama lain, bahkan menganggap kalau Joana sudah kehilangan akal sehatnya. Karena ini bukan pertama kali dia datang dengan membuat kegaduhan di perusahaan. Tentu saja
"A-apa kau bilang?!" mulut Joana melongo. Matanya seketika terbelalak lebar mendengar ucapan Daniel yang tidak disangka dan sangat tidak diharapkannya. "Apa kau tuli? Aku tidak perlu mengulang sampai dua kali!" jawab Daniel terlihat acuh dan tidak peduli. Joana sampai tidak bisa berkata-kata lagi. Dia bahkan berhenti menangis karena shock. 'Yang benar saja?' hatinya tidak terima."A-apa maksudmu, Daniel?! Kau tidak bisa menceraikanku begitu saja!" pekiknya tidak terima. "Keputusanku sudah bulat!" jawabnya cepat dan menatap ke arah lain. Daniel tetap cuek dan tidak merasa bersalah sama sekali. Justru dia sangat senang saat ini. Karena anak mereka, salah satu penghalangnya sudah tidak ada lagi di dunia ini. Itu semakin memudahkannya dalam menceraikan Joana, karena tidak ada lagi yang bisa dijadikan alasan untuk mereka berdua bersama. 'Setelah bercerai dengannya aku bisa mendekati Clara lagi!'
Adrian pun dengan cepat menjawab sebelum Clara salah paham, "Tidak! Bukan itu maksudku! Aku memang akan secepatnya kembali, tapi aku ingin bicara dulu dengan Papa, supaya kamu tidak usah lagi bekerja. Jadi, Papa bisa mencari penggantimu atau asisten dengan segera. Itu yang akan aku bicarakan nanti," jelasnya rinci. Clara pun manggut-manggut paham. "Oh, begitu? Oke, aku mengerti. Nanti aku akan langsung memberitahu Papa soal ini. Kamu tenang saja!" ucapnya yakin. Adrian pun kembali berpikir sejenak. "Tidak usah, Clara! Biar aku saja yang mengatakan hal ini pada Papa!" ucap Adrian tiba-tiba. "Oh, begitu? Baiklah, terserah kamu saja, Adrian!" jawabnya tersenyum manis. Adrian lega karena Clara begitu penurut dan mengerti kegelisahan hatinya. "Apa kamu keberatan kalau aku memintamu untuk berhenti bekerja?" tanya Adrian memastikan sekali lagi agar tambah yakin. Clara pun tersenyum lebar, "Iya, Adrian. Kalau ka
Adrian menatap lekat lembaran foto di tangannya secara bergantian.Sorot matanya yang tajam meneliti setiap detail petunjuk yang ada.Raut wajahnya penuh tanda tanya. “Siapa pria ini, Jo? Lalu apa yang dia lakukan dengan Pamanku?” Joseph pun duduk dan terlihat antusias sekali.“Aku yakin pria ini adalah orang penting sampai mereka harus bertemu di tempat tersembunyi, Tuan!” ungkapnya bersemangat.Kening Adrian berkerut mendengar itu. Masih tetap tidak puas dengan penjelasan Asistennya.“Tapi, kenapa kau memberikan foto ini padaku? Memangnya apa yang menarik dari dia?” ucapnya kesal dan melempar asal ke meja.Dia sudah pusing dengan masalah perusahaan dan sekarang harus mengurusi orang asing pula!“Nah itu dia, Tuan! Apa Tuan tidak penasaran siapa dia sebenarnya? Tapi, tenang saja karena aku sudah mencari tahu siapa pria itu!” ucap Joseph dengan senyuman misterius.Dia pun membuka Tab miliknya dan mendekatkan lay
Pria paruh baya itu memberikan tatapan menusuk.Sementara pemuda lajang di seberang sana tampak duduk dengan gelisah, susah payah menyembunyikan raut wajah kesal karena kembali mendengar kata-kata yang sangat ia benci.‘Huh! Lagi-lagi cuma bisa menyalahkanku!’ hanya berani menggerutu dalam hati.Tangan kanannya mengambil gelas whisky, menghabiskan sisa minuman itu hingga tandas dan meletakkannya kembali ke atas meja kaca.Butuh sesuatu yang menantang untuk berbicara dengan pria itu.“Aku sudah mengatur semuanya, Bos! Dia gadis yang bodoh. Bahkan tidak memberitahuku kalau si cecunguk itu punya rekaman videonya!” jelasnya berkelit.Yup!Sandy dan Bastian bertemu diam-diam hari ini.Tentu untuk membahas situasi yang makin rumit karena rencana pemuda itu yang hanya ampuh di awal dan menguap begitu saja setelah Adrian berhasil memutar balikkan keadaan.Sandy menyenderkan punggungnya ke sofa.Senyuman miring pun terbit di sudut bibirnya, “Hahaha! Kalian berdua itu sama-sama bodoh! Kau itu s
“A-apa? Ti-tidak mungkin!” ucapnya dengan bibir bergetar. “Kalian pasti salah orang!”[“Tidak, Pak. Kami sudah memeriksa di dalam selnya dan memastikan informasi ini dengan dokter terkait,” jelasnya lagi.]Tangan Bryan lemas dan ponselnya pun jatuh ke lantai.Pria di seberang sana masih bicara, tetapi pria paruh baya itu sudah tidak peduli.“Ti-tidak! Putraku tidak mungkin mati! Ronald … tidak mungkin! Tidaakkkkk!!!”Suaranya menggema di ruangan kerjanya.“Tidak mungkin! Hu-hu-huaaaaa!” Tangis pria itu akhirnya pecah.Kedua bahunya berguncang karena terisak pilu.Setelah semua kejadian yang dialaminya, dia selalu berusaha untuk kuat.Namun, sekarang adalah puncaknya.Putra satu-satunya dan kebanggaan baginya sudah pergi untuk selamanya.Dan dalam beberapa jam saja, berita kematian Ronald langsung laris manis mengisi stasiun televisi.Semua orang pun membicarakan berita itu dengan berbag
Sementara itu…Seorang pria paruh baya baru saja ingin merebahkan badan karena lelah seharian bekerja.Namun atensinya teralihkan saat mendengar bunyi ponsel yang ada di samping ranjang.Saat melihat nama yang ada di layar, raut wajahnya langsung berubah menjadi masam.“Halo! Untuk apalagi kau menelponku?” jawabnya ketus.Pria di seberang sana mencoba bersabar walaupun juga sama kesalnya.[“Tidak usah ketus begitu, Baron! Aku hanya ingin minta keringanan hukuman untuk Ronald! Kau bisa kan bicara pada polisi?” ucapnya sedikit memaksa.]Ya, Bryan menghubungi Baron untuk minta potongan masa tahanan putranya dan mereka tidak tahu sama sekali soal kedatangan Adrian dan rencana licik Ronald yang terbongkar.Belum ada yang memberitahu kedua pria ambisius itu.Jadi, apapun akan dia lakukan meskipun mengemis pada Adik satu-satunya.Baron merasa sangat emosi mendengarnya tetapi berusaha tetap tenang demi kesehatannya
Semua orang di ruangan terkejut mendengar ucapannya barusan.Tanpa banyak basa-basi lagi, Adrian melangkah mendekat ke arah pria yang dulu sangat sombong padanya.Orang yang menghancurkan keluarga istrinya, meskipun ada satu pengecualian karena berkat hal itu dia bisa menikah dengan Clara.Dengan cepat kedua tangannya menarik kerah baju berwarna oranye itu.Wajahnya berbalik ke belakang menatap Asistennya, “Berikan pisaunya, Jo!” teriak Adrian murka.Joseph yang tersadar langsung menaikkan celana kainnya di kaki kiri dan terlihat di balik kaos kaki itu sebuah benda tajam terbungkus dengan kulit khusus berwarna coklat.Dia pun mengambil bilah pisau lipat itu dan tanpa ragu memberikan pada Adrian.“Ini, Tuan!” ucapnya pelan.Adrian langsung mengambilnya dengan cepat dan kasar tanpa peduli kalau tangannya akan terluka.Dia langsung mengarahkan ke leher Ronald.Melihat itu salah satu petugas melarang Adrian untuk melakukan niatnya.“Jangan lakukan apapun, Pak Adrian! Ini kantor polisi dan
“Apa?!” teriaknya dengan raut wajah terkejut.Dia sampai bangkit berdiri dari kursi.Helaan napas panjang langsung keluar dari mulutnya.'Ini tidak mungkin!’ hatinya menolak percaya.Tentu saja!Bagaimana caranya dia membayar orang?Karena Joseph yakin kalau saat itu Ronald sedang berada di dalam penjara.“Kenapa pria itu masih bisa … ah, sudahlah. Cepat berikan semuanya pada kantor polisi atas nama Tuan Adrian. Aku akan menyusul ke sana!” putusnya cepat.[“Baik, Bos!”]Napas Joseph memburu lalu secepat kilat melangkah masuk ke dalam ruangan Tuannya.“Tuan, a-aku ada kabar buruk!” ucapnya sedikit ragu.Adrian memijat keningnya yang pusing karena dari pagi moodnya sudah jelek, ditambah informasi yang diterima dari Asistennya itu semua adalah masalah.“Ada apalagi, Jo?” jawabnya dengan ketus.Adrian terlihat malas meladeni Asistennya itu.Joseph pun duduk di kursi yang ada di depan meja kerja Adrian.“Orangku bilang, kalau pria yang menabrak Tuan kemarin dibayar oleh Ronald. Dia pelaku
Klik!Panggilan telepon itu dimatikan sepihak oleh Bastian.“Ha-halo! Hei, aku belum selesai bicara!” teriaknya kencang.Nayla menatap layar ponselnya dengan nanar. Tanpa basa-basi lagi dia pun langsung membantingnya ke lantai.“Aarrgghhhh!!! Aku benci kalian semua! Dasar brengsek!”Tubuh gadis itu merosot ke lantai.Kedua bahunya berguncang karena menangis dengan histeris.Tidak ada lagi yang bisa membuatnya merasa aman di sini.Dengan cepat dia menghapus air matanya dan segera bangkit menuju kamarnya.Nayla akan melakukan rencana yang terakhir supaya bisa hidup dengan tenang.Di Apartemen Joseph…Baru saja pria itu ingin merebahkan badan setelah seharian berkutat dengan pekerjaan yang melelahkan.Tiba-tiba ponselnya berbunyi dan keningnya pun berkerut saat melihat nomor asing di layar.Meskipun ragu, ia akhirnya mengangkatnya juga.“Halo? Siapa ini?” ucapnya langsung.[“Halo, Bos. Maaf mengganggu malam-malam. Tapi, aku sudah mendapatkan lokasi gadis itu!” ungkap pria di seberang s
Pria itu menarik sudut bibirnya dan tetap santai saja. Setelah seharian sengaja mengabaikan semua pesan dan telepon yang masuk, sekarang barulah ia tertarik meladeni gadis itu.[“Aku tentu saja sedang di kantor. Ada apa?” pria itu bertanya dengan nada malas.]Nayla semakin geram mendengar Bastian yang bersikap cuek padanya. Bahkan dia yakin kalau pria itu pasti sudah menonton berita yang mengguncang dirinya.Meskipun memakai inisial tapi semua karyawan perusahaan Adrian bisa menebak siapa orang yang dimaksudkan. Dan bukannya mendukung, malah mereka semua pasti akan menyalahkan dirinya.Kedua kaki Nayla menghentak ke lantai, “Kenapa kau membuat berita gosip tanpa persetujuan dariku? Kenapa membawa namaku, hah? Aku tidak terima!” teriaknya dengan kencang.Bastian sampai harus menjauhkan ponsel itu dari telinganya.Tetapi, bukannya merasa bersalah malah menampilkan senyuman licik di sudut bibirnya.[“Memangnya aku harus minta pendapatmu kalau ingin melakukan sesuatu? Tidak ‘kan? Kau ti
"Baik, Tuan!" jawab Joseph patuh. Adrian membuka jasnya dengan cepat dan memberi perintah lagi, “Hapus berita murahan itu sekarang!”Pria itu pun mengangguk dan segera ke luar dari sana sebelum Tuannya semakin murka. Adrian pun mendudukkan tubuhnya di kursi dengan kasar. Dia pun memegang kepalanya yang berdenyut pusing dengan kedua tangannya. "Apalagi sekarang?!" teriaknya frustasi. Tentu saja karyawan di perusahaan ini tahu siapa yang dipecat secara tidak hormat olehnya. Sebagian orang pasti ada yang percaya dengan berita itu dan Adrian tidak ingin hal itu memperngaruhi kinerja mereka. Juga dengan inisial nama yang sudah jelas merujuk pada Nayla. Adrian tidak menyangka kalau gadis itu masih berani bermain api dengannya setelah apa yang terjadi. Padahal ia sudah sebisa mungkin menjauh dan tidak pernah memberikan celah pada wanita manapun untuk mendekatinya. Sedetik kemudian ia teringat kalau ponselnya masih dalam mode silent. Dengan terburu-buru Adrian merogoh saku jasnya.