["Apa? Wah, lihat siapa yang bicara! Berani sekali kau mengancamku. Kemana Clara yang lemah lembut itu? Apa suamimu Si tukang kebun itu tidak mengajarimu sopan santun?" jawabnya dengan diselingi tawa, sengaja memanasi Clara.]
Clara pun memejamkan matanya untuk tetap tenang supaya tidak terpengaruh dan juga berusaha untuk menguatkan diri.Kali ini dia tidak akan tertipu lagi dengan muslihat dari Kakak sepupunya itu.Ya, Clara yakin kalau Ronald adalah orang yang berada di balik semua ini.Hatinya sangat yakin kalau Ronald yang membayar orang-orang itu."Sudahlah, Kak. Aku tahu apa yang kau perbuat! Toko bungaku hancur berantakan dan itu semua ulahmu kan? Mengaku sajalah!" desisnya dengan suara penuh penekanan.Ronald pun semakin kesal karena sekarang Clara sudah terlihat berani dengannya.["Tokomu hancur? Heh, dengar ya? Untuk apa aku melakukannya? Aku sama sekali tidak peduli dengan apa yang terjadi padamu jadi jangan sembaraAdrian pun langsung terkejut dan berdiri dari kursinya. "Benarkah? Siapa mereka, Jo? Cepat katakan padaku sekarang!" serunya dengan semangat berapi-api. "Tuan pasti tidak akan percaya atau mungkin juga Tuan sudah menduga siapa orang itu," jawab Joseph dengan tersenyum miring di sudut bibirnya. Dia senang karena tidak perlu waktu yang lama baginya untuk mengungkap identitas para penjahat itu. Joseph pun membuka tabletnya dan menunjukkan hasil dari pencarian identitas para pelaku yang menghancurkan toko Clara. "Ini, Tuan. Mereka semua adalah para preman bayaran dan polisi sudah menangkap mereka berdasarkan hasil sidik jari dan juga ciri-ciri dari rekaman CCTV. Saya juga berhasil melacak nomor yang digunakan untuk berkomunikasi dengan orang yang menyewa mereka," jelasnya dengan rinci. "Jangan membuatku semakin penasaran, Jo. Cepat katakan saja siapa namanya!" pinta Adrian semakin tidak sabar.
Flashback Sebelum Nayla tahu…Adrian menghembuskan napas dengan kasar. Dia mengepalkan kedua tangannya dengan erat. Sudah dua kabar yang tidak mengenakkan didengarnya hari ini. Tapi untuk sementara waktu dia harus mengalah dan menunggu sampai di rumah supaya bisa bicara secara perlahan, agar istrinya tidak terkejut dan semakin sedih mendengar fakta itu. "Joseph!!!" Suara teriakan Adrian yang memanggil asistennya menggema di dalam ruangan. Pria berbadan tegap itu langsung bergegas masuk mendengar teriakan Tuannya. “Ya, Tuan?” Dia sudah siap siaga saat melihat wajah Bosnya yang sedang murka. Kedua tangannya mengepal erat dengan napas memburu, “Para wartawan gadungan itu masih berulah! Mereka malah mendatangi toko bunga Clara dan mengajukan pertanyaan! Pasti untuk membuat berita sensasi yang lain. Cari siapa orang yang berani bermain-main denganku, Jo! Akan aku bunuh mereka!” dadanya naik turun karena emosinya sudah memuncak. “A-apa? Maafkan aku, Tuan. Aku pikir mereka sudah pe
Clara sedikit terkejut melihat gadis cantik yang berdiri di depannya saat ini. “Sore, Kak! Apa kabar?” sapa gadis itu ramah. Clara yang masih bingung menjawab dengan gugup, “So-sore juga, Kinan. Masuklah!” ajaknya tersenyum sedikit canggung. Dia pikir siapa orang bertamu ke rumah mereka, apalagi suasana tadi sedikit genting. Kinan pun mengangguk dan masuk dengan langkah ceria. Adrian yang melihat istrinya bersama Adik sepupunya berjalan ke arahnya, mau tidak mau harus ikut tersenyum juga. Meskipun tadi sempat kaget karena obrolan mereka terganggu oleh orang lain, dia akan maklum karena Kinan adalah keluarganya. “Bi, buatkan minum ya!” Adrian sedikit berteriak yang langsung dijawab oleh Bi Asti dari arah dapur. “Baik, Tuan!”Kedua wanita cantik itu menghampirinya. “Hai, Kinan. Kamu baru pulang kuliah?” tanya Adrian basa basi. Gadis itu mengangguk semangat lalu duduk di sofa berseberangan dengan pasangan suami istri itu. “Iya, Kak. Tadi aku lewat sekitar sini jadi sekalian de
Pria itu berdiri di depan pintu kamarnya dengan ekspresi terkejut. Bahkan tangan kanannya masih tergantung di kepala, memegang handuk yang digunakan untuk mengelap rambutnya yang setengah basah. Tadi dia baru saja selesai mandi dan mendengar pintunya diketuk berulang kali. Dia pikir orang itu adalah Adrian, jadi dengan secepat kilat tangannya mengambil celana boxer dan memakainya. Tapi setelah pintu terbuka, berdirilah gadis cantik yang tengah tersenyum padanya. “Ki-kinan? Apa yang kamu lakukan di sini?” Suara berat pria itu menyadarkan Kinan dari bengongnya karena terpukau melihat pemandangan indah nan langka seumur hidupnya. “Hah? Eh, apa? Anu … itu!” gadis itu mendadak gugup. Bagaimana tidak? Tubuh atletis Joseph yang terpahat sempurna dengan dada bidang dan otot perut rata berkotak-kotak terpampang nyata di depan matanya. Jangan lupakan bulir-bulir air yang masih mengalir di tubuhnya, pandangannya terhenti saat menuju area pusar ke bawah, refleks gadis itu memalingkan waj
“A-apa?!”Kinan yang kecewa semakin menangis terisak mendengar penuturan Joseph. Sangat menyakitkan baginya ditolak seperti ini. Joseph ingin sekali memeluk dan menghapus air matanya dan berusaha menenangkan gadis itu, tapi sisi dirinya yang lain menahannya. Lalu tak lama kemudian Kinan menghapus air matanya dan tertawa. Joseph sampai heran melihat perubahan gadis itu yang tiba-tiba. “Oh, jadi itu alasanmu menolakku? Klasik sekali!” ucapnya santai. “Aku berkata jujur!”Joseph memang mengatakan salah satu alasannya tidak bisa membalas perasaan gadis itu. Bukan karena sikapnya yang manja, dia menyukai semua kekurangan dan kelebihan Kinan. Tapi karena memang hidupnya terikat dengan Adrian. Kinan mengepalkan kedua tangannya dengan erat. Dia pikir alasan Joseph membenci keluarganya tidak jelas karena menurutnya, Papanya sangat baik dengan Adrian juga dengan pria itu. “Kenapa kau membenc
Besoknya…Sesuai janji Adrian akan melaporkan semua kejahatan Ronald, tapi tidak di kota ini. Joseph sudah menyiapkan semua bukti yang diperlukan. Pak Bagas sudah pergi dari pagi tadi ke kota kelahiran Clara. Mereka akan menyerahkan pria itu ke polisi di sana supaya keluarga dan semua orang yang mengenalnya di kota itu bisa menyaksikan saat pria licik itu ditangkap. Adrian akan pastikan Ronald cepat di penjara supaya istrinya bisa tenang. Clara memutuskan untuk kembali mengurus tokonya meskipun Adrian sudah melarangnya. Dia ingin cepat menyelesaikan semua yang tertunda supaya tokonya kembali beroperasi. Dia ingin membuktikan pada orang-orang kalau peristiwa itu tidak terpengaruh untuknya. Clara ingin tetap kuat, tidak ingin dipandang sebelah mata hanya karena dia istri dari Adrian. “Mama bilang apa, Sayang? Apa mereka baik-baik saja?” Adrian bertanya basa basi setelah mereka sampai di toko. Clara mengambil tasnya dan menatap suaminya dengan serius. “Mereka bilang setuju denga
Di Perusahaan Baron… Baron memegang file di tangannya dengan erat. Senyum penuh kemenangan mengembang sempurna menghiasi wajahnya yang tak lagi muda. “Akhirnya! Aku berhasil merebut semua klien penting! Ini seharusnya memang milikku dari awal! Mati kau, Bryan!”Dia akan memberitahu kabar bahagia ini pada istri dan putrinya. Sekarang keluarganya tidak perlu lagi takut pada Bryan, bahkan bisa menegakkan kepala, berani dan tertawa puas saat berhadapan dengan mereka nanti. “Tidak sia-sia aku menikahkan Clara dengan Adrian! Mungkin ini jalan dari Tuhan untukku.”Ya, sekarang Baron akhirnya mengakui dan yakin kalau Adrian adalah menantu yang berguna dan bisa diandalkan. Padahal dulu dia selalu meremehkan Adrian karena miskin dan asal usul yang tidak jelas. Tapi sekarang semua sudah berubah semenjak identitas Adrian yang sebenarnya terkuak. Dia sangat senang karena berkat bantuan modal dari Adrian kemarin membuatnya bisa mewujudkan ide dari proposal yang bagus sehingga negosiasi berh
Joseph mengatupkan mulutnya sementara meskipun sebenarnya sudah tidak sabar menunggu Tuannya selesai bicara. Dia tentu tahu siapa orang yang menelpon Adrian. “Apa yang dia katakan, Tuan?” Joseph tidak tahan lagi untuk bertanya. Adrian meletakkan ponselnya dan menyandarkan punggungnya ke kursi lalu kedua matanya terpejam. Berusaha menetralkan perasaan yang berkecamuk di hatinya saat ini. “Entahlah, Jo. Ronald menelpon untuk meminta maaf dan bilang kalau ingin bertemu denganku dan juga Clara, untuk terakhir kalinya.”Kedua alis Joseph menyatu mendengar penjelasan Tuannya.Sangat tidak mungkin seorang pria seperti Ronald mengatakan itu. “Apa Tuan yakin dia berkata jujur? Mencurigakan sekali!” sambil menopang dagu dia menggerutu. “Entahlah, Jo. Aku harus memikirkan hal ini sebelum memberitahu Clara!” desahnya dengan mata menerawang. Dia tidak mungkin membawa Clara menjenguk Ronald. Pasti pria itu akan membuatnya menangis lagi. Adrian tidak ingin istrinya kembali terluka atau lulu
Adrian menatap lekat lembaran foto di tangannya secara bergantian.Sorot matanya yang tajam meneliti setiap detail petunjuk yang ada.Raut wajahnya penuh tanda tanya. “Siapa pria ini, Jo? Lalu apa yang dia lakukan dengan Pamanku?” Joseph pun duduk dan terlihat antusias sekali.“Aku yakin pria ini adalah orang penting sampai mereka harus bertemu di tempat tersembunyi, Tuan!” ungkapnya bersemangat.Kening Adrian berkerut mendengar itu. Masih tetap tidak puas dengan penjelasan Asistennya.“Tapi, kenapa kau memberikan foto ini padaku? Memangnya apa yang menarik dari dia?” ucapnya kesal dan melempar asal ke meja.Dia sudah pusing dengan masalah perusahaan dan sekarang harus mengurusi orang asing pula!“Nah itu dia, Tuan! Apa Tuan tidak penasaran siapa dia sebenarnya? Tapi, tenang saja karena aku sudah mencari tahu siapa pria itu!” ucap Joseph dengan senyuman misterius.Dia pun membuka Tab miliknya dan mendekatkan lay
Pria paruh baya itu memberikan tatapan menusuk.Sementara pemuda lajang di seberang sana tampak duduk dengan gelisah, susah payah menyembunyikan raut wajah kesal karena kembali mendengar kata-kata yang sangat ia benci.‘Huh! Lagi-lagi cuma bisa menyalahkanku!’ hanya berani menggerutu dalam hati.Tangan kanannya mengambil gelas whisky, menghabiskan sisa minuman itu hingga tandas dan meletakkannya kembali ke atas meja kaca.Butuh sesuatu yang menantang untuk berbicara dengan pria itu.“Aku sudah mengatur semuanya, Bos! Dia gadis yang bodoh. Bahkan tidak memberitahuku kalau si cecunguk itu punya rekaman videonya!” jelasnya berkelit.Yup!Sandy dan Bastian bertemu diam-diam hari ini.Tentu untuk membahas situasi yang makin rumit karena rencana pemuda itu yang hanya ampuh di awal dan menguap begitu saja setelah Adrian berhasil memutar balikkan keadaan.Sandy menyenderkan punggungnya ke sofa.Senyuman miring pun terbit di sudut bibirnya, “Hahaha! Kalian berdua itu sama-sama bodoh! Kau itu s
“A-apa? Ti-tidak mungkin!” ucapnya dengan bibir bergetar. “Kalian pasti salah orang!”[“Tidak, Pak. Kami sudah memeriksa di dalam selnya dan memastikan informasi ini dengan dokter terkait,” jelasnya lagi.]Tangan Bryan lemas dan ponselnya pun jatuh ke lantai.Pria di seberang sana masih bicara, tetapi pria paruh baya itu sudah tidak peduli.“Ti-tidak! Putraku tidak mungkin mati! Ronald … tidak mungkin! Tidaakkkkk!!!”Suaranya menggema di ruangan kerjanya.“Tidak mungkin! Hu-hu-huaaaaa!” Tangis pria itu akhirnya pecah.Kedua bahunya berguncang karena terisak pilu.Setelah semua kejadian yang dialaminya, dia selalu berusaha untuk kuat.Namun, sekarang adalah puncaknya.Putra satu-satunya dan kebanggaan baginya sudah pergi untuk selamanya.Dan dalam beberapa jam saja, berita kematian Ronald langsung laris manis mengisi stasiun televisi.Semua orang pun membicarakan berita itu dengan berbag
Sementara itu…Seorang pria paruh baya baru saja ingin merebahkan badan karena lelah seharian bekerja.Namun atensinya teralihkan saat mendengar bunyi ponsel yang ada di samping ranjang.Saat melihat nama yang ada di layar, raut wajahnya langsung berubah menjadi masam.“Halo! Untuk apalagi kau menelponku?” jawabnya ketus.Pria di seberang sana mencoba bersabar walaupun juga sama kesalnya.[“Tidak usah ketus begitu, Baron! Aku hanya ingin minta keringanan hukuman untuk Ronald! Kau bisa kan bicara pada polisi?” ucapnya sedikit memaksa.]Ya, Bryan menghubungi Baron untuk minta potongan masa tahanan putranya dan mereka tidak tahu sama sekali soal kedatangan Adrian dan rencana licik Ronald yang terbongkar.Belum ada yang memberitahu kedua pria ambisius itu.Jadi, apapun akan dia lakukan meskipun mengemis pada Adik satu-satunya.Baron merasa sangat emosi mendengarnya tetapi berusaha tetap tenang demi kesehatannya
Semua orang di ruangan terkejut mendengar ucapannya barusan.Tanpa banyak basa-basi lagi, Adrian melangkah mendekat ke arah pria yang dulu sangat sombong padanya.Orang yang menghancurkan keluarga istrinya, meskipun ada satu pengecualian karena berkat hal itu dia bisa menikah dengan Clara.Dengan cepat kedua tangannya menarik kerah baju berwarna oranye itu.Wajahnya berbalik ke belakang menatap Asistennya, “Berikan pisaunya, Jo!” teriak Adrian murka.Joseph yang tersadar langsung menaikkan celana kainnya di kaki kiri dan terlihat di balik kaos kaki itu sebuah benda tajam terbungkus dengan kulit khusus berwarna coklat.Dia pun mengambil bilah pisau lipat itu dan tanpa ragu memberikan pada Adrian.“Ini, Tuan!” ucapnya pelan.Adrian langsung mengambilnya dengan cepat dan kasar tanpa peduli kalau tangannya akan terluka.Dia langsung mengarahkan ke leher Ronald.Melihat itu salah satu petugas melarang Adrian untuk melakukan niatnya.“Jangan lakukan apapun, Pak Adrian! Ini kantor polisi dan
“Apa?!” teriaknya dengan raut wajah terkejut.Dia sampai bangkit berdiri dari kursi.Helaan napas panjang langsung keluar dari mulutnya.'Ini tidak mungkin!’ hatinya menolak percaya.Tentu saja!Bagaimana caranya dia membayar orang?Karena Joseph yakin kalau saat itu Ronald sedang berada di dalam penjara.“Kenapa pria itu masih bisa … ah, sudahlah. Cepat berikan semuanya pada kantor polisi atas nama Tuan Adrian. Aku akan menyusul ke sana!” putusnya cepat.[“Baik, Bos!”]Napas Joseph memburu lalu secepat kilat melangkah masuk ke dalam ruangan Tuannya.“Tuan, a-aku ada kabar buruk!” ucapnya sedikit ragu.Adrian memijat keningnya yang pusing karena dari pagi moodnya sudah jelek, ditambah informasi yang diterima dari Asistennya itu semua adalah masalah.“Ada apalagi, Jo?” jawabnya dengan ketus.Adrian terlihat malas meladeni Asistennya itu.Joseph pun duduk di kursi yang ada di depan meja kerja Adrian.“Orangku bilang, kalau pria yang menabrak Tuan kemarin dibayar oleh Ronald. Dia pelaku
Klik!Panggilan telepon itu dimatikan sepihak oleh Bastian.“Ha-halo! Hei, aku belum selesai bicara!” teriaknya kencang.Nayla menatap layar ponselnya dengan nanar. Tanpa basa-basi lagi dia pun langsung membantingnya ke lantai.“Aarrgghhhh!!! Aku benci kalian semua! Dasar brengsek!”Tubuh gadis itu merosot ke lantai.Kedua bahunya berguncang karena menangis dengan histeris.Tidak ada lagi yang bisa membuatnya merasa aman di sini.Dengan cepat dia menghapus air matanya dan segera bangkit menuju kamarnya.Nayla akan melakukan rencana yang terakhir supaya bisa hidup dengan tenang.Di Apartemen Joseph…Baru saja pria itu ingin merebahkan badan setelah seharian berkutat dengan pekerjaan yang melelahkan.Tiba-tiba ponselnya berbunyi dan keningnya pun berkerut saat melihat nomor asing di layar.Meskipun ragu, ia akhirnya mengangkatnya juga.“Halo? Siapa ini?” ucapnya langsung.[“Halo, Bos. Maaf mengganggu malam-malam. Tapi, aku sudah mendapatkan lokasi gadis itu!” ungkap pria di seberang s
Pria itu menarik sudut bibirnya dan tetap santai saja. Setelah seharian sengaja mengabaikan semua pesan dan telepon yang masuk, sekarang barulah ia tertarik meladeni gadis itu.[“Aku tentu saja sedang di kantor. Ada apa?” pria itu bertanya dengan nada malas.]Nayla semakin geram mendengar Bastian yang bersikap cuek padanya. Bahkan dia yakin kalau pria itu pasti sudah menonton berita yang mengguncang dirinya.Meskipun memakai inisial tapi semua karyawan perusahaan Adrian bisa menebak siapa orang yang dimaksudkan. Dan bukannya mendukung, malah mereka semua pasti akan menyalahkan dirinya.Kedua kaki Nayla menghentak ke lantai, “Kenapa kau membuat berita gosip tanpa persetujuan dariku? Kenapa membawa namaku, hah? Aku tidak terima!” teriaknya dengan kencang.Bastian sampai harus menjauhkan ponsel itu dari telinganya.Tetapi, bukannya merasa bersalah malah menampilkan senyuman licik di sudut bibirnya.[“Memangnya aku harus minta pendapatmu kalau ingin melakukan sesuatu? Tidak ‘kan? Kau ti
"Baik, Tuan!" jawab Joseph patuh. Adrian membuka jasnya dengan cepat dan memberi perintah lagi, “Hapus berita murahan itu sekarang!”Pria itu pun mengangguk dan segera ke luar dari sana sebelum Tuannya semakin murka. Adrian pun mendudukkan tubuhnya di kursi dengan kasar. Dia pun memegang kepalanya yang berdenyut pusing dengan kedua tangannya. "Apalagi sekarang?!" teriaknya frustasi. Tentu saja karyawan di perusahaan ini tahu siapa yang dipecat secara tidak hormat olehnya. Sebagian orang pasti ada yang percaya dengan berita itu dan Adrian tidak ingin hal itu memperngaruhi kinerja mereka. Juga dengan inisial nama yang sudah jelas merujuk pada Nayla. Adrian tidak menyangka kalau gadis itu masih berani bermain api dengannya setelah apa yang terjadi. Padahal ia sudah sebisa mungkin menjauh dan tidak pernah memberikan celah pada wanita manapun untuk mendekatinya. Sedetik kemudian ia teringat kalau ponselnya masih dalam mode silent. Dengan terburu-buru Adrian merogoh saku jasnya.