Acara keluarga di sekolah pun dimulai.Visha sudah siap dengan kamera di tangannya, sementara Javier dengan penuh semangat menjalankan perannya sebagai 'Papa'."Ayo! Dante! Kamu pasti menang!" seru Javier yang tidak peduli pada Visha yang menatapnya dengan terpesona.Bukan hanya terpesona dengan penampilan pria itu, tapi juga pada totalitasnya, ketika mengerjakan sebuah tugas.'Baginya, ini hanya tugas. Tapi bagi Dante, ini adalah kebahagiaannya,' ungkap Visha dalam hati.Diam-diam Visha bersyukur karena sang ayah tidak jadi datang sekarang.Luca bermaksud untuk datang di awal acara, tapi apa daya, pria tua itu malah harus menghadiri pertemuan dengan klien penting yang tak bisa dibatalkan.Demikianpun sebagai gantinya, Luca masih berharap bisa datang sebelum acara berakhir.Kegiatan awal adalah perlombaan-perlombaan yang dilakukan oleh para murid. Jadi, untuk orangtua bisa menjadi pendukung anak-anak mereka di pinggir lapangan."Papa Javier! Aku menang!" seru Dante, sambil berlari me
'Hah?! Tapi aku belum punya istri! Aku harus gendong siapa?' tanya Javier dalam hatinya. Detik berikutnya, Javier baru ingat kalau ia sedang menjabat sebagai papa dari anak majikannya.'Aku adalah Papa Dante ... berarti aku ... harus menggendong Nona Visha?! Apa sekolah ini sudah gila?!' raung Javier sambil berbalik dan berlari ke arah Visha seperti banteng yang melihat kain merah di hadapannya. Di seberang lapangan, Visha yang melihat Javier berlari cepat ke arahnya, mulai panik.Visha tidak tahu apa yang sedang dilakukan Javier, karena wajahnya terlalu serius, sehingg visha tidak bisa membaca raut wajahnya.Tiba di depan Visha, Javier pun berkata dengan napas tersengal, "Maaf, Nona. Percaya saja pada saya."Kerutan di dahi Visha mulai muncul. Namun, wanita itu tidak sempat bertanya, karena Javier sudah mengangkat dan membopongnya dalam dekapan erat. "Javier?! Apa yang kau lakukan?!" pekik Visha dengan nada tertahan.Alih-alih menjawab pertanyaan Visha, Javier meminta pada wanita
"Aku akan menarik Javier dan Madoka, sementara waktu," ujar Luca tiba-tiba.Mereka baru saja duduk di sofa ruang tamu apartemen Visha untuk membicarakan sesuatu.Namun, Visha tak pernah menduga kalau 'sesuatu' yang dimaksud adalah untuk meminjam bodyguardnya.Netra hulat Visha semakin bulat karen kaget."Apa ada kejadian yang mendesak, sampai harus Javier dan Madoka yang turun?" tanya Visha, seolah ingin mempertanyakan, 'Di mana ratusan pengikut Cavallo yang lain?!'Luca menganggguk sebagai jawaban.Ia kemudian menjelaskan, "Ada beberapa klan yang membuat rusuh dengan menggunakan nama Javier dan Madoka. Lawan mereka setara dengan Javier."Setelah terdiam lama, Visha pun akhirnya mengangguk. "Mm. baiklah, Yah. Aku mengerti."Luca menatap Visha dengan sedikit gugup, sambil menambahkan, "Dan lagi ... Visha. Jangan terlalu dekat dengan Javier. Banyak rekan Ayah yang menyangka bahwa kalian ... punya hubungan khusus."Kini Visha mengerutkan keningnya lalu mendengus geli. "Serius? Dia itu b
"Tidak ... apanya, Nona?" tanya Javier.Ia merasa apa yang akan diputuskan Visha, tidak akan disetujuinya.Netra Javier kini meruncing, sementara kulit di dahinya berkumpul membentuk kerutan, seolah menuntut penjelasan lanjutan dari jawaban Visha yang hanya sepotong tadi.Visha pun melanjutkan, "Aku akan menempatkan mereka berdua—Nigel dan Kahlun, untuk Dante saja. Aku tak ingin putraku kenapa-napa.""Tapi nona sendiri—""Aku sudah bisa bela diri. Lagipula, ada Lucas juga. Kurasa cukup. Tidak akan ada yang terjadi," potong Visha.Keputusan Visha semakin membuat Javier tak ingin menyetujui perintah dari Luca.Javier mengepalkan tangannya. Sebenarnya ia sudah tahu alasan lain di balik penarikannya dari posisi bodyguard. Nigel sudah memberitahu Javier, bahwa selain alasan kalau mereka harus mengurus pengacau itu, Luca sepertinya keberatan dengan kedekatan Javier terhadap Dante dan Visha. Ia merasa tidak mungkin memberitahu Visha mengenai hal itu. Javier tidak tahu kalau sebenarnya Vi
Keesokan harinya, di kediaman Visha."Hm? Kau siapa?" Dante yang baru saja terbangun, terkejut melihat seorang pria bertubuh kekar, berjaga dengan kaku di samping ambang pintu kamarnya."Selamat pagi, Tuan muda Dante. Perkenalkan saya Kahlun, yang akan menemani Tuan muda mulai hari ini." Kahlun menunduk sambil meletakkan tangan kanan di atas dadanya.Dante mengusap-usap kedua matanya yang masih kesulitan untuk melek sambil bertanya pelan, "Uncle Madoka? Di mana?"Dante bahkan tidak menggubris perkenalan Kahlun. Pikirannya sibuk bertanya-tanya, kenapa pria cantik yang biasanya sudah duduk di samping tempat tidurnya itu, hari ini tidak terlihat."Ah ... senior Madoka sedang menjalankan tugas untuk beberapa hari ke depan—""Di mana Uncle Madoka?" tanya Dante lagi yang tidak paham dengan ucapan Kahlun. Netranya mulai tertutup dengan air mata ketika ia sadar kalau Madoka benar-benar tidak ada. Mata berair Dante membuat Kahlun panik. Ia mencoba menjelaskan, namun isakan Dante yang mulai
Dante bangun pagi-pagi, seperti biasanya.Walau masih dalam suasana liburan—seperti janjinya seminggu yang lalu, ia tetap bangun pagi supaya bisa mengantar sang mama ke kantor."Selamat pagi, Mama!" seru Dante dengan nada ceria.Anak laki-laki itu selalu merasa lega, setiap kali ia menemukan wanita muda yang cantik itu duduk di meja makan, sambil mengutak atik ponselnya.Mendengar sapaan putranya, Visha langsung meletakkan ponselnya dan berbalik. Ia membuka lebar kedua tangannya, untuk menyambut Dante."Dante! Pagi, Sayang. Ayo sarapan?" ajak Visha sambil mengangkat putranya ke atas pangkuan.Dante mengangguk sambil berceloteh panjang lebar soal mimpinya semalam, sementara Sonya sibuk menghidangkan sarapan mereka di atas meja makan.“Jam berapa kau bertemu dengan teman-temanmu, Nak?" tanya Visha, sementara mereka menikmati makan pagi berdua."Jam 10,” jawab Dante riang. Ia kemudian bertanya, “Apa aku boleh menunggu di kantor Mama dulu? Apa ada Papa Javier di sana?”Visha mengangguk. “
“Uhm … maaf, Ma. Dante hari ini ada janji dengan teman-temannya. Makanya anak itu ikut ke kantor. Ia janjian jam 10 nanti.” Visha tersenyum sambil menjelaskan.Bianca terlihat kaget, tapi kemudian ia tersenyum. “Wah! Cucu Mama sudah besar ya. Sudah bisa pergi main dengan teman-temannya. Tak apa, Nak. Lain waktu saja,” ujarnya, yang lalu menghabiskan isi cangkir.“Kalau begitu, Mama pamit ya. Mama ada janji sarapan dengan istri walikota. Beliau membuat panekuk yang enak sekali.” Bianca pun memeluk Visha dan saling bertukar cium pipi sebelum akhirnya ia keluar dari ruang kerja Luca.Visha akhirnya bisa bernapas lega, sepeninggalan Bianca. Ia tak menduga akan kedatangannya, yang sampai akhir pun tidak tahu tujuannya apa mendatangi kantor suaminya yang jelas belum berpenghuni.‘Apa ia ingin mengambil sesuatu dari ruangan Ayah?’ batin Visha menebak-nebak. ‘Ugh! Aku jadi menuduh yang tidak-tidak. Aku tidak boleh demikian.’Visha tengah sibuk dengan pikirannya, ketika Luca datang bersama den
“Kalian sudah dapatkan CCTV? Black box?” tanya Nigel yang sedikit lebih sehat ketimbang Kahlun.Pria itu—Kahlun, terkena luka tusuk di perutnya beberapa kali, dan sekarang sudah dilarikan ke rumah sakit terdekat. Ia sempat menelepon Visha tadi, untuk memberitahu apa yang terjadi.Sementara menunggu Visha datang, mereka sudah mencoba mengumpulkan rekaman CCTV dan black box di sekitar area di mana Dante terlihat bermain bersama teman-temannya.Sayangnya, CCTV sudah dimatikan sejak setengah jam sebelum kejadian berlangsung. Jelas sekali mereka sudah merencanakan ini dengan sangat rapi. Dan tentu saja tidak ada kendaraan di dalam taman bermain.Kalaupun ada, itu adalah truk makanan, dan truk itu tidak memiliki black boxDengan kata lain, pencarian mereka sia-sia.Tak lama kemudian Visha tiba di tempat kejadian. Ditemani Lucas, ia langsung mencari Nigel.Visha menyuruh Lucas yang menanyakan segala sesuatu, karena ia tahu dengan kondisi emosinya saat ini, ia akan sangat mudah marah dan tida
10 tahun berlalu.Pemandangan gedung sekolah dasar yang ramai dengan hamburan murid pulang sekolah sudah menjadi kesenangan Dante sejak sang ibu—Navisha, menambah cabang Viensha Co. di negara lain.Tahun ini, putra pertama Visha tersebut sudah menginjak usia 18 tahun. Dan minggu ini, seorang gadis muda Italia yang berbeda dari minggu lalu, menempel lagi padanya.“Dante ... kapan kita pulang? Di sini panas sekali,” rengek gadis yang sudah mengekornya sejak dari gedung SMA.Dante menghela napas singkat. Netranya tak kuasa untuk tidak berputar lelah. “Aku sudah bilang akan menjemput adikku. Kau yang bersikeras untuk ikut Danny, jangan rewel.”“Kau pasti bohong! Kau—““Dante!” suara lantang yang memanggil Dante itu adalah milik seorang gadis kecil.Wajahnya mirip seperti Visha. Netranya yang biru pun persis seperti Dante dan ibu mereka.“Ammy!” seru Dante yang langsung meninggalkan teman perempuannya untuk menyambut kepulangan sang adik.Buk!Pukulan kecil dari sang adik pun mendarat di b
“Cantik sekali ....”Javier ternganga di depan kaca besar yang menampilkan puluhan tempat tidur bayi. Netranya terfokus pada satu kreatur mungil yang diletakkan paling dekat dengan kaca tersebut.Putrinya. Buah hatinya dengan Navisha.“Kau belum lihat matanya, Jav. Biru langit sepertiku!” seru Ernesto dengan nada bangga.Javier mendengkus geli. Tentu saja. Matanya pasti seperti sang ibu. Keturunan dari Luca yang matanya juga berwarna biru.Tiba-tiba wajah Javier mengkerut kesal. Ia berpaling pada Ernesto dan bertanya, “Kau sudah menggendongnya?!”Nada cemburu terselip di setiap kalimat tanya yang dilontarkan Javier barusan. Ernesto pun tergelak.“Cemburu?! Aku bahkan sudah melihatnya mandi!” ledek Ernesto dengan wajah tenang, sementara Javier terlihat kesal, merasa kalah.“Bohong lah!” seru Ernesto tiba-tiba. “Aku tadi diseret Papa ke sana ke mari. Mencari baju untuk cucu perempuannya. Belum lagi sepatu bulu-bulu dan banyak lagi.”Mendengar pengakuan Ernesto, Javier pun terkekeh. “Ter
“Jav ... duduklah dulu. Kau membuatku ikut panik.” Luca menggeleng singkat sambil menghela napas pendek.“Ah! Sorry, Yah.”Javier kemudian duduk di samping Luca, tetapi tubuhnya tak berhenti bergerak. Kadang ia akan membungkuk, kadang bersandar. Bahkan pria muda itu tak berhenti menggerakkan kakiknya, seperti orang sedang menjahit pakaian dengan mesin manual.Ekor mata Luca menangkap gerakan berulang tersebut dan kembali menegur mantunya itu, “Jav.”“Ugh! Aku tak bisa tenang. Aku ingin masuk ke dalam sana, Yah. Aku khawatir apa kami terlambat. Air ketubannya keluar sangat banyak tadi. Kuharap tidak akan ada yang terjadi pada Visha.”Mereka tengah was-was menunggu proses c-section yang harus dilewati Visha. Kondisi bayinya tidak berada di jalur lahir, sementara air ketuban sudah pecah. Kalau dibiarkan terlalu lama, kemungkinan terburuk bisa menyapa sang jabang bayi.Akhirnya, Visha pun harus masuk ruang operasi. Walau ini adalah operasi Visha yang kedua, entah kenapa Javier merasa lebi
183“Javier, kau ada waktu siang ini?” Luca, tak diduga Javier, menghubunginya tiba-tiba. Tentu saja, Javier menyanggupinya. Tugas menjemput Dante ia serahkan sementara pada Madoka. Biasanya Javier akan ikut ke sekolah untuk menjemput. Javier pun merespon, “Tentu, Ayah. Kau mau aku membawa Visha atau?”“Nah ... kau saja. Kuharap Visha tak perlu tahu aku mengajakmu bertemu, Jav.”Suami sah Visha tersebut tertegun sesaat sebelum menyetujui ucapan Luca. ‘Mungkin ini soal Ernesto.’Setelah sambungan telepon itu terputus, Javier segera pamit pada Visha dengan alasan akan menjemput Dante bersama Madoka.Dominic berjaga di apartemennya bersama dengan beberapa anak buah. Tentu saja, Javier sudah sedikit lega, karena berita Ernesto menghabisi Gale semalam sudah sampai di telinganya. Semua orang kini membicarakan pria muda itu.“Aku titip kue tart tiramisu,” pesan Visha saat mengantar Javier sampai di ambang pintu. Hamil keduanya ini membuat Visha menginginkan makanan manis. ia bisa menghabis
Dhuar!Bang!Bang!Bang!“Ha! Ha! Ha! Mati kalian semua antek Cavallo!” raung Gale yang berdiri di atas kendaraan jeep terbuka.Mereka baru saja mengebom gerbang utama kediaman Luca dan melumpuhkan semua penjaga.Luca yang terbangun karena alarm dari gerbang utama pun langsung menyuruh semua staf rumah tangga membawa Bianca, bersembunyi di ruang bawah tanah.Ernesto dan Luca bersiap menghadapi mereka dengan anak buah yang ada. Tidak banyak mereka yang tinggal di dalam area Cavallo. Paling banyak mereka bisa mengumpulkan 50 orang untuk kejadian tak terduga ini.“Kau sudah memanggil anak-anak di luar sana?” seru Luca pada Ernesto, yang berjalan bersama menuju ke luar teras untuk melihat keadaan seperti apa yang menunggunya.“Beres, Pa. Mereka sudah dekat.”‘Andai ada Javier ... aku merasa lebih tenang. Kalau hanya Ernesto ... haaah ... aku harusnya bisa percaya pada anakku,’ batin Luca berkonflik.Luca tak punya muka untuk memanggil Javier, karena Ernesto dengan bodohnya sudah membuat C
"Uncle Madoka!" seru Dante yang baru saja keluar dari kelasnya.Tuan muda kecil Cavallo tersebut baru saja menyudahi proses belajarnya hari itu. Dari wajah Dante, Madoka bisa menebak kalau permintaan maaf dari Simon tadi sudah menghilangkan air muka sedihnya."Tuan Muda! Apa mau makan dulu di kantin? Dengan Simon?" tanya Madoka tanpa basa basi.Dante yang memang sudah terbiasa mengamati orang-orang dewasa itu di sekitarnya pun paham, bahwa ada hal yang ingin dibicarakan Madoka dengam Simon."Tentu! Akan kupanggilkan Simon." Dante tersenyum riang sambil berbalik kembali ke kelas untuk menghampiri anak tersebut."Simon, mau makan siang denganku? Kau sering lama menunggu di kelas, kan?" ajak Dante dengan senyum ramahnya.Simon sedikit tertegun mendapat perlakuan baik dari Dante. Walau ia sudah minta maaf, baginya tidak serta merta mereka menjadi teman. "Tidak ada alasan aku makan siang denganmu! Jangan urusi aku!" sentak Simon.Suara Simon yang keras sudah tentu membuat Madoka memunculk
"Saya sudah katakan pada Anda, bahwa Dante adalah keluarga Cavallo. Tapi Anda tidak menggubrisnya." Moses mengingatkan pria yang meneleponnya sambil mengamuk.Setelah kedatangan Javier yang sia-sia kemarin, hari ini ayah Simon—Richard Countesc, menghubungi sang kepala sekolah dan mengamuk.Richard menebak kalau orang yang sudah mengganggu bisnisnya pastilah orangtua Dante. Karena dalam pesan yang diterimanya, mereka menginginkan permintaan maaf dari Simon."Brengsek! Padahal Javier itu tidak ada urusannya dengan anak itu! Dari berita yang kudengar, anak itu hasil pemerkosaan! Tch! Keluarga berantakan!" raung Richard yang masih tidak paham dengan posisinya.Lagi, Moses menghela napas panjang. Ia tahu bahwa Richard adalah donatur terbesar di sekolah tersebut, tapi kalau selalu keras kepala seperti ini, tidak mungkin sang kepala sekolah mau pasang badan.Moses pun akhirnya berkata, "Tuan Richard, sebaiknya Anda selesaikan dengan baik-baik. Mau bagaimanapun masa lalu Dante, tidak akan per
“Well ... apa kau sudah siap untuk minta maaf pada temanmu? Dante?”Dante menelan ludah. Tidak siap untuk melakukan apa yang ditanyakan sang ayah. Javier sedikit was-was menantikan jawaban dari Dante. Ia cukup takut kalau-kalau putranya itu menolak dan memilih untuk mengabaikan saja masalah ini.“Ehem! Si—siap!” seru Dante dengan terbata.Kini mereka sudah berada di depan ruang kepala sekolah untuk membicarakan mengenai perkelahian Dante dengan temannya kemarin.Javier terkekeh pelan sementara buku jarinya mulai menghantam lembut pintu ruang kepala sekolah yang masih tertutup rapat.“Masuk!” Seruan dari dalam terdengar samar, sebagai izin untuk Javier menggeser terbuka pintu itu.“Selamat pagi, Mr. Moses,” sapa Javier dan Dante hampir berbarengan.Mendengar sapaan itu, pria tua bernama Moses itu pun segera berdiri dan membalasnya, “Ah ... selamat pagi, Tuan Javier, Dante. Ayo duduk dulu.”Masing-masing mereka pun mengambil posisi duduk berhadapan. Dante duduk di samping Javier dengan
“Ada apa?”Belum juga Javier membuka pintu ruang kerja Visha, sang istri ternyata sudah lebih dulu mempertanyakan percakapan telepon barusan.Padahal Javier masih butuh waktu untuk mengatur kata-katanya agar Visha tidak langsung marah karena Dante berkelahi.“Nana ... kau sudah selesai bekerja?” tanya Dante sambil mendorong Navisha kembali ke dalam dan mendudukkan sang istri di sofa.Yang didorong pun menurut saja. Ia duduk sementara manik matanya mengikuti tubuh Javier yang bergerak menyusulnya duduk di sisi kanan.Alih-alih menjawab pertanyaan Javier, Visha malah balik bertanya, “Kudengar kau seperti panik. Siapa tadi, Jav?”Javier masih butuh waktu lebih untuk memutuskan dari sisi mana ia akan mulai menjelaskan apa yang terjadi pada Dante.Kalau ia mulai dengan kalimat bahwa Dante dirundung di sekolah, jelas Visha akan mengamuk dan segera menuju ke sekolah.Namun, kalau dijelaskan bahwa Dante berkelahi, ia pasti akan marah pada Dante.‘Ugh! Sejak kapan membuat kalimat saja sulit bu