“Kenapa tiba-tiba ngajak jalan?” tanya Briana ketika Dhira memaksanya ikut padahal dia ingin di rumah karena weekend.“Aku bosan di rumah, jadi sepertinya jalan-jalan akan sedikit menghilangkan rasa jenuhku,” jawab Dhira dengan santainya.Dhira sampai tak berpikir, mungkin saja kakak iparnya itu ingin berduaan dengan sang kakak, tapi malah diajak pergi keluar.Briana hanya mengikuti saja, sekali-kali menyenangkan Dhira karena bagaimanapun adik iparnya itu sudah bersedia menerima dirinya setelah ada drama sebelumnya.“Kamu suka apa? Aku akan mentraktirmu,” ucap Dhira dengan jemawa.Briana sampai menaikkan kedua sudut alis mendengar ucapan Dhira.Dhira menoleh Briana karena tak ada tanggapan, lalu kembali bicara.“Kenapa? Tidak percaya aku mau mentraktirmu?” tanya Dhira.“Bukan,” jawab Briana jadi tidak enak karena tatapan Dhira penuh curiga.“Lalu?” tanya Dhira karena Briana tidak menjelaskan.“Aku hanya merasa aneh, sebagai yang lebih tua, seharusnya aku yang mentraktir, kenapa jadi k
“Jaga mulut kalian!” Dhira langsung emosi karena mendengar ucapan Rani dan Litta.Dhira hendak maju, tapi ditahan oleh Briana. Bukannya Briana tak ingin memberikan balasan untuk Rani dan Litta, tapi ini bukan saatnya.“Kami hanya bicara fakta. Keluarga kalian hanya ditipu olehnya,” balas Rani tak merasa bersalah sama sekali.Bahkan Rani seperti memandang remeh ke Dhira yang terlihat emosi.Dhira menoleh Briana yang menahan tangannya. Dia keheranan kenapa kakak iparnya itu malah menahannya.“Lihat, dia saja tidak bisa membalas. Bukankah apa yang kami katakan memang benar,” cibir Rani lagi.Dhira ingin maju, tapi kembali ditahan lengannya oleh Briana.Rani tertawa mengejek, lantas pergi bersama Litta.Litta memberikan lirikan tajam ke Briana, kemudian melewati Briana begitu saja.Dhira benar-benar gemas, ingin sekali dia menjambak Rani karena mulut mantan ipar Briana itu sangat pedas.“Kenapa kamu menahanku untuk membalas ucapan mereka?” tanya Dhira yang kesal.“Kita terlalu berkelas un
“Banyak sekali belanjaanmu?” tanya Dharu langsung menutup laptop ketika melihat Briana pulang.Briana meletakkan barang bawaannya di sofa, lantas melepas sepatu yang dipakai. Berjalan-jalan dengan Dhira membuatnya sangat lelah, sampai-sampai kaki Briana terasa sangat pegal.“Ternyata jalan-jalan bersama Dhira, lebih capek dari jalan bareng Medha,” ucap Briana sambil duduk lantas meluruskan kaki.Dharu ingin membalas ucapan Briana, tapi lebih dulu melihat paper bag yang tadi diletakkan istrinya jatuh ke lantai, membuat beberapa barang di dalamnya jatuh di lantai.Dharu berinisiatif memungut barang-barang itu, saat akan memasukkan barang kembali ke paper bag. Dharu melihat sesuatu yang membuatnya mengulum bibir.“Kamu beli ini? Untuk apa?” tanya Dharu sambil mengangkat baju tidur kurang bahan yang transparan ke udara.Briana menoleh saat mendengar pertanyaan Dharu, hingga sangat terkejut saat melihat lingerie tipis berwarna hitam itu.“Tunggu! Siapa yang beli itu?” Briana terkejut sampa
“Siang nanti, datanglah ke perusahaanku,” ucap Dharu sambil mengancingkan manik ujung kemeja.Briana terkejut mendengar ucapan Dharu. Dia sampai menoleh ke suaminya itu.“Kenapa?” tanya Briana.“Datang saja,” jawab Dharu.“Iya tapi kenapa?” tanya Briana lagi.Briana menarik laci, lantas mengambil dasi. Dia berjalan mendekat ke Dharu, kemudian meminta suaminya itu menghadap ke arahnya karena ingin dipakaikan dasi.“Kamu memintaku datang, pasti ada alasannya. Jadi, alasannya apa memintaku ke sana?” tanya Briana yang merasa harus tahu secara detail apa pun yang akan dilakukannya.Dharu memandang Briana yang sedang mengikat dasi, memperhatikan wanita itu yang sekarang sangat perhatian semenjak mereka kembali bersama.“Kamu akan tahu ketika datang nanti,” jawab Dharu.Briana mengerutkan alis mendengar ucapan Dharu, kenapa juga suaminya itu pakai main rahasia-rahasiaan seperti itu.“Tinggal ngomong, kenapa pakai acara rahasiaan?” tanya Briana sambil mengikat dasi, lantas merapikannya dengan
Briana berjalan dengan penuh amarah. Bahkan saat beberapa staff perusahaan memandangnya dengan rasa heran, dia mengabaikan semua itu.Briana terus berjalan dengan gaya angkuh agar tak ada yang menginjaknya. Hingga akhirnya dia sampai di depan pintu ruangan yang dituju, Briana masuk begitu saja meski staff berusaha mencegahnya.“Maaf, Pak. Beliau tiba-tiba saja masuk,” ucap sekretaris Farhan.Farhan cukup terkejut melihat Briana datang. Dia membuat gerakan tangan agar sekretarisnya itu meninggalkan ruangan.Briana menatap kesal, benci, juga eneg melihat wajah mantan suaminya itu. Namun, jika dia tak melabrak, rasanya masih ada yang mengganjal di dada.“Kenapa kamu tiba-tiba datang kemari, hm? Apa kamu butuh bantuanku?”Farhan bicara dengan nada ledekan, bahkan menyeringai mengejek Briana.Briana menatap Farhan penuh emosi. Dia berjalan mendekat ke meja pria itu, saat sudah sampai di depan meja Farhan, Bria
“Ada apa? Kenapa kamu terlihat kesal?” tanya Dharu saat siang itu melihat ekspresi wajah istrinya tak seperti biasanya.Briana menarik napas panjang, lantas menghela kasar.“Tidak ada, hanya tidak sengaja bertemu Farhan dan itu membuatku benar-benar muak,” jawab Briana.Briana belum berani jujur jika dulu dia pernah hamil. Dia merasa belum siap mengungkap semua rahasianya ke Dharu.“Apa dia menyakitimu?” tanya Dharu langsung cemas.“Tidak, aku takkan membiarkannya menyakitiku lagi,” jawab Briana.Dharu mengangguk-angguk lega mendengar jawaban Briana. Andai saja Farhan berani menyakiti Briana, tentunya dia takkan tinggal diam.“Oh ya, kenapa kamu minta aku datang ke sini?” tanya Briana penasaran karena Dharu belum memberitahunya sama sekali.Dharu hendak menjawab, tapi terdengar suara ketukan pintu lebih dulu.“Masuk!” Dharu mempersilakan, hingga terlihat Dika yang membuka pintu.“Sudah waktunya menghadiri rapat,” ujar Dika mengingatkan.Briana terkejut karena Dharu ada rapat. Dia pun
“Kenapa kamu melakukan ini?” tanya Briana saat berada di ruang kerja Dharu.“Melakukan apa?” tanya Dharu seolah tak paham dengan yang dimaksud Briana.Briana menatap Dharu yang sudah memandangnya, menunggu suaminya itu menjelaskan.Dharu mendekat ke Briana, lantas menyentuh kedua lengan wanita itu. dia menatap penuh keseriusan saat akan menjelaskan apa yang hendak dikatakan.“Dengarkan aku. Saham itu aku berikan agar kamu mempunyai kekuasaan di sini. Saat aku bergerak untuk membalas dendam, aku ingin kamu ambil andil dalam jatuhnya perusahaan Farhan,” ujar Dharu ingin Briana berdiri saat Farhan jatuh.Briana menatap Dharu dengan rasa tak percaya. Pria itu begitu totalitas membantunya, melakukan segala cara untuk memenuhi apa yang diinginkannya.“Seharusnya kamu tak perlu melakukan semuanya sejauh ini. Bagaimana jika orang tuamu tahu niatan aslimu membantuku?” tanya Briana cemas.Dia tak pernah bisa jika membuat Dharu ikut terseret dalam masalahnya.“Mereka tahu,” jawab Dharu sambil me
“Aku memang menaruh mata-mata di perusahaannya, terutama di pabriknya. Di sana aku mendapatkan kalau Farhan sudah memanipulasi barang untuk kliennya,” ujar Dharu menjelaskan bukti yang dimilikinya untuk menjatuhkan perusahaan Farhan.Dharu memberitahukan itu semua setelah Briana agak tenang. Dia ingin melihat bagaimana Briana akan menanggapi data yang dimilikinya.Briana pun mengambil data yang dipegang Dharu, lantas mengecek satu persatu informasi yang ada.“Kamu yakin kalau dia memang memanipulasi bahannya?” tanya Briana memastikan.“Tentu saja. Bahkan aku sudah mendapatkan sampelnya, lantas melakukan pengetesan. Grade A yang sekarang tak seperti Grade A seperti sebelumnya, ada pengurangan komposisi juga hasilnya sama dengan Grade B.”Dharu pun menjelaskan agar Briana yakin kalau data yang diterimanya valid.Briana diam berpikir, lantas memandang Dharu yang sedang menunggunga bicara.“Apa yang akan kamu lakukan dengan bukti ini?” tanya Briana penasaran.Dharu sekarang ikut memandang
Dhira dan Sean pergi ke IGD rumah sakit mereka berada sekarang. Renata di sana karena mengantar Briana yang mau melahirkan.“Ma.” Dhira langsung memanggil sang mama.“Kenapa kamu cepat sekali ke sini?” tanya Renata keheranan.“Karena aku baru periksa, jadi waktu Mama telepon, aku ada di sini,” jawab Dhira.“Periksa? Kamu sakit?” tanya Renata dengan kepanikan berlipat karena ucapan Dhira.Dhira melebarkan senyum, lantas menunjukkan hasil USG. “Tidak sakit, tapi sedang hamil. Ini, cucu kedua Mama dan Papa.”Dhira memberitahu dengan bangga, sampai membuat Renata sangat syok dan senang.“Ya Tuhan, mama tak percaya. Mama senang sekali mendengar kabar ini.” Renata langsung memeluk karena sangat bahagia.Dhira juga bahagia karena bisa menyenangkan hati sang mama.Saat keduanya saling berpelukan, tiba-tiba terdengar suara bayi yang membuat mereka terkejut.“Sudah lahir? Cepat sekali?” Dhira terkejut, apalagi melihat perawat keluar masuk ruang penanganan.Briana sudah melahirkan di ruang IGD se
“Dhira, kamu di mana?”Sean keluar dari ruang ganti mencari keberadaan Dhira yang tak menyahut padahal dia sudah memanggilnya sejak tadi. Dhira keluar dari kamar mandi, tentu saja hal itu membuat Sean keheranan.“Kenapa masuk kamar mandi lagi?” tanya Sean karena Dhira sudah mandi sejak tadi.Dhira menutup mulutnya seolah merasakan sesuatu yang ingin keluar, tapi dia tetap berjalan menghampiri Sean.Usia pernikahan mereka sudah berjalan tiga bulan. Sean sudah menerima Dhira sepenuhnya, hingga hubungan rumah tangga mereka berjalan dengan sangat baik.“Kamu baik-baik saja?” tanya Sean karena Dhira agak pucat.“Entah, sejak tadi rasanya pusing dan mual,” jawab Dhira.Sean langsung menyentuh kening Dhira, tapi tak merasa panas.“Apa sangat pusing?” tanya Sean memastikan.Dhira sibuk mengikat dasi Sean saat mendengar pertanyaan itu.“Iya lumayan, tadi seperti berputar lalu aku mual,” jawab Dhira kemudian menatap Sean dengan wajah memelas.“Kita ke rumah sakit untuk memastikan kamu sakit apa
Riana memang bertindak kejam, tapi semua itu semata-mata dilakukan untuk melindungi Sean dari hal-hal yang tak diinginkan.Milia diam mendengar ucapan Riana. Dia hanya menunduk sambil meremas jemari karena tak bisa berbuat apa-apa.Ibu Milia juga diam karena takut, lalu memberanikan diri menatap Riana.“Kalau kami pergi dari kota ini, bagaimana dengan usaha pakaian kami? Masa mau ditinggal begitu saja? Misal mau dijual juga tidak bisa cepat laku,” ujar ibu Milia yang takut jika masih di kota itu akan dipersulit Riana.Milia terkejut mendengar ucapan sang ibu, apa itu artinya ibunya mau pindah karena ancaman Riana.“Aku akan membelinya, kalau perlu rumah sekalian akan aku beli dua kali lipat dari harga aslinya, asal kalian pergi dari kehidupan putraku!” Riana tak segan memuluskan keinginan ibu Milia asal pergi dari kota itu.Ibu Milia membayangkan uang sangat banyak yang akan diterimanya jika dijual ke Riana. Dia yang mata duitan langsung setuju begitu saja.“Baik, saya setuju menjualny
Saat sore hari, Sean pulang dan menemui Riana yang sedang bersantai di ruang keluarga.“Sudah pulang? Kamu sudah mengosongkan jadwal agar minggu depan tidak ada kendala, kan? Ingat, pernikahanmu itu minggu depan,” ucap Riana langsung mengingatkan, jangan sampai Sean lupa dan masih membuat jadwal kegiatan di perusahaan.“Mama tenang saja, Vino sudah mengatur semuanya,” balas Sean.Riana mengangguk-angguk senang karena sekarang Sean mudah diatur.“Ma, aku mau menceritakan sesuatu, tapi aku harap Mama tidak berpikiran buruk atau panik dulu,” ucap Sean ingin memberitahu soal Milia.Sean hanya ingin sang mama tahu saja, agar kelak jika terjadi sesuatu atau Milia membuat ulah, sang mama tak benar-benar syok karena sudah tahu dan mendengar sendiri darinya.Riana menoleh Sean saat mendengar apa yang dikatakan oleh putranya itu. Dia menurunkan satu kaki yang sejak tadi disilangkan, dahinya berkerut halus karena penasaran.“Memangnya kamu mau menceritakan apa?” tanya Riana dengan pikiran negati
Dhira langsung bicara tegas agar Milia sadar diri. Dia tak akan kasihan meski Milia sedang hamil, dia sadar kalau wanita seperti Milia, tidak akan puas jika hanya dikasih hati. Begitu mendapat kebaikan, wanita itu akan melunjak tak tahu diri.Milia terdiam mendengar ucapan Dhira, hingga Dhira kembali bicara.“Kamu pikir dengan datang menemui Sean, kamu bisa memintanya bertanggung jawab atas janin yang bukan miliknya? Kamu mungkin tak tahu, Sean sudah tahu segalanya tentang kebusukanmu.” Dhira terus bicara untuk menyadarkan Milia.Milia sangat terkejut mendengar ucapan Dhira, hingga Dhira kembali bicara.“Bahkan tahu kalau kamu selama ini sering tidur dengan pria lain. Sungguh aku ingin tertawa, baru kali ini melihat wanita tak tahu diri sepertimu, sudah selingkuh dan tidur dengan pria lain, tapi minta pertanggungjawaban ke pria yang kamu buang.” Dhira menjejali telinga Milia dengan fakta bahkan tak peduli itu bisa mempengaruhi pikiran dan janin Milia.
Sean mulai nyaman bersama Dhira. Sikap Dhira yang apa adanya saat bicara, membuat Sean merasa tenang.Sean keluar dari lift sambil menatap ponsel, dia mencoba menghubungi Dhira karena ingin mengajak makan siang, tapi Dhira tak menjawab panggilan darinya.“Ke mana dia?” Sean bertanya-tanya karena Dhira mengabaikan panggilan darinya.Sean berpikir apa mungkin Dhira sedang rapat atau bertemu klien, membuatnya memilih mengirim pesan kalau akan datang ke perusahaan Dhira.Saat Sean baru saja keluar dari lobi, Sean terkejut karena ada yang mencegah langkahnya.“Sean.” Milia muncul di sana dengan mata bengkak dan wajah penuh linangan air mata.“Apa lagi yang kamu inginkan?” tanya Sean mulai malas, apalagi dia sudah tahu semua kebusukan Milia.“Sean, kumohon maafkan aku. Saat ini aku tidak tahu harus bagaimana, aku membutuhkanmu,” ucap Milia sambil menggenggam telapak tangan Sean.Sean me
Milia terduduk lemas di kursi selasar yang ada di poliklinik rumah sakit. Dia menatap hasil pemeriksaan akan kondisinya sekarang ini.Milia sangat syok dan bingung karena dia ternyata sedang hamil sembilan minggu.“Bagaimana ini?” Milia mengguyar kasar rambutnya ke belakang menatap hasil tes itu.Milia mencoba menghubungi Ryan tapi sayangnya panggilannya tidak dijawab. Akhirnya Milia memutuskan pergi ke perusahaan Ryan untuk membahas masalah kehamilannya. Apalagi Ryan pernah berjanji akan menikahinya setelah Milia putus dari Sean.Milia pergi ke perusahaan Ryan, lalu menemui bagian respsionis.“Pak Ryan ada di kantornya?” tanya Mila saat bertemu resepsionis.“Maaf, apa Anda sudah membuat janji sebelumnya?” tanya resepsionis.Milia bingung karena belum membuat janji. Kalau dia jujur belum membuat janji, dia pasti akan diusir dari sana. Dia kemudian mengeluarkan ponsel, lalu memperlihatkan chat lamanya saat Ryan mengajak bertemu tanpa memperlihatkan tanggal yang tertera.“Dia memintaku
Sean masih mencoba meminta maaf, dia sudah menyadari kesalahan dan ingin hubungannya dengan sang mama membaik.Riana akhirnya menatap Sean saat mendengar permintaan maaf putranya itu."Aku benar-benar sudah sadar, aku selama ini memang salah karena tak mempercayai apa yang Mama katakan," ucap Sean lagi."Kamu benar-benar sudah paham dengan apa yang mama lakukan?" tanya Riana sambil menatap Sean.Sean mendongak lalu menatap Riana sambil menganggukkan kepala.Riana lega saat melihat Sean sungguh-sungguh meminta maaf, dia lalu meminta Sean agar bangun."Aku sungguh-sungguh meminta maaf," ucap Sean.Riana tersenyum mendengar permintaan maaf dari Sean."Mama lega kalau memang benar kamu sudah sadar. Feeling orang tua itu tidak salah, Sean. Sejak awal, mama sebenarnya tak pernah masalah kamu mau sama siapa. Tapi, saat melihat attitude Milia yang buruk, mama langsung mundur. Bukan karena dia miskin, tapi karena memang dia memiliki sifat dan perilaku yang tidak baik. Jadi, kamu sekarang paham
Dhira pergi ke taman sesuai dengan permintaan Sean. Dia sebenarnya merasa agak aneh karena Sean meminta bertemu tak seperti biasanya.Dhira melihat Sean yang sudah duduk di taman menunggunya. Dia mendekat lalu duduk di samping Sean tanpa menyapa. Keduanya diam cukup lama tak ada yang bicara, Dhira sendiri tak mau buka suara sampai Sean yang mengawalinya.Setelah lama diam, Sean akhirnya menghela napas kasar. Dhira mendengar suara helaan itu tapi sengaja tak menoleh ke Sean.“Ternyata sekarang aku sadar jika sudah salah dan terlalu buta karena cinta,” ucap Sean lalu tersenyum getir.Dhira terkejut mendengar Sean tiba-tiba bicara seperti itu. Dia menoleh Sean, lalu membalas, “Memang benar, kenapa baru sadarnya sekarang?”Sean menoleh Dhira yang bicara blak-blakan, meski kesal tapi dia sadar jika Dhira hanya jujur saja.“Mama marah besar karena sikapku. aku merasa bersalah sudah membuat Mama sedih, padahal sebenarnya Mama selalu memberikan yang terbaik,” ucap Sean lagi lalu sedikit menun