Saya baru up 1 bab siang ini, sisanya akan di up sore, terima kasih
“Meski kakakku menerimamu begitu juga dengan kedua orang tuaku, tapi aku takkan langsung menerimamu,” ucap Dhira saat sedang duduk berdua dengan Briana setelah mereka makan malam.Briana menatap Dhira yang bicara sambil menatap tak senang, bahkan setelah menerima hadiah ratusan juta, ternyata adik kembar Dharu itu tak mudah diluluhkan.“Tidak masalah, yang akan hidup bersamaku nantinya kakakmu, bukan kamu. Aku akan fokus ke kakakmu saja, tidak perlu memikirkan yang lain,” balas Briana hanya agar Dhira paham jika dia takkan menjilat agar wanita itu menyukainya.Dhira terkejut mendengar balasan Briana, hingga teringat akan ucapan sang kakak soal bagaimana dulu Briana diperlakukan buruk di keluarga mantan suami.“Meski kamu fokus ke Dharu, tapi dia akan selalu mengutamakanku. Jadi jangan nangis kalau dia lebih menuruti ucapanku daripada kamu,” ucap Dhira tak mau kalah dari Briana.Briana hanya tersenyum mendengar ucapan Dhira, hingga kemudian membalas, “Aku takkan berusaha membujuk atau
“Kamu bilang Dharu kalau mau pergi?” tanya Medha sambil menatap Briana yang sedang bersiap-siap.“Tidak usah, penting aku tidak kabur. Kita ‘kan mau healing, apalagi setelah ini aku nikah, kapan lagi kita bisa pergi berdua,” balas Briana yang sedang menyisir rambut.“Kupikir kamu akan mengajaknya? Bagaimana kalau dia nyari?” tanya Medha sambil menatap penasaran ke Briana.Briana menoleh Medha, lantas membalas, “Tidak akan nyari kalau tidak ada hal penting. Urusan pentingnya sudah dibicarakan kemarin malam, jadi sudah aman.”Medha mengangguk-angguk, lantas kembali bicara.“Apa keluarga Dharu baik? Aku penasaran karena kamu menerima tawarannya begitu saja?” tanya Medha ingin mengulik soal keluarga calon suami sahabatnya itu.Briana menoleh Medha, lantas menjawab, “Baik, mamanya lemah lembut, meski aku harus menghadapi rasa tidak suka kembarannya.”Medha mengangguk-angguk, agak lega jika memang keluarga Dharu lebih baik dari keluarga Farhan.“Semoga saja memang mereka benar-benar baik ag
"Seharusnya kamu cari hotel lain saja."Briana menatap Dharu yang berada satu kamar dengannya.Dharu menoleh Briana, menatap wanita itu yang berdiri tak jauh darinya."Kita sebentar lagi akan menikah, nantinya juga akan tinggal sekamar. Lantas, kenapa sekarang keberatan? Menurutku, anggap saja ini simulasi," balas Dharu dengan santainya sambil menatap Briana yang terlihat kesal."Tapi kita hanya sandiwara," ucap Briana sambil mendekat ke Dharu."Tapi tetap saja, kalau tidak sekamar, orang lain pasti akan menyadarinya," balas Dharu takkan kalah berdebat dari Briana.Briana hendak membalas, tapi terhenti dan terlihat berpikir sejenak. Hingga dia akhirnya bisa membalas Dharu."Kita takkan tinggal di rumah orang tuamu, pastinya takkan ada yang tahu," ucap Briana, "aku juga mau mengajukan syarat, setelah menikah kita hidup di rumahku.""Deal," balas Dharu mengiakan syarat Briana."Meski tinggal di rumahmu, tapi tetap saja ada pelayan yang melihat. Kamu tidak mau mereka curiga, kan?"Briana
Medha menunggu di depan kamar Briana. Mereka sepakat untuk berjalan-jalan di pantai, tapi Briana belum juga keluar dari kamar.“Aku yakin Dharu takkan mengizinkan Briana keluar menggunakan bikini,” ucap Dika yang juga menunggu.Dika memakai kaus yang dipadukan dengan kemeja dan celana pendek.Medha menoleh ke Dika sekilas saat mendengar ucapan pria itu, lantas kembali menatap pintu.“Sepertinya iya,” balas Medha.“Padahal Dharu akan selalu kalah dari Briana ketika berdebat, tapi masih saja mengajak debat Briana,” ujar Dika.Medha mengembuskan napas kasar sampai kedua pundak melorot, dia mencoba mengetuk pintu lagi, tapi tak ada balasan dari dalam.“Kita keluar saja dulu. Jika Dharu sudah memperbolehkan, mereka pasti akan keluar,” ujar Dika memberi ide daripada menunggu lama di sana.Medha merasa itu ide bagus. Dia pun mengetik pesan untuk dikirimkan ke Briana.“Ayo!” ajak Medha tak ingin menyiakan kesempatan jalan-jalan di pantai.Di kamar, Dharu dan Briana benar-benar sedang berdebat
“Kupikir kamu akan menang dari Dharu, ternyata kalah.” Medha menatap Briana yang hanya memakai kaus ketat dengan celana pendek.“Mau bagaimana lagi, daripada dia mengancam,” balas Briana sambil menatap lautan dari balik kacamata hitamnya.Medha mendadak duduk mendengar balasan Briana. Dia membuka kacamata, lantas menatap Briana sekilas sebelum menoleh ke arah Dharu dan Dika yang sedang membeli minum.“Memangnya dia mengancam apa?” tanya Medha sangat penasaran.Briana menoleh Medha, hendak menjawab tapi mengurungkannya.“Ah … sudahlah, tidak perlu dibahas,” balas Briana agak kesal karena kalah dari Dharu.Medha agak kecewa karena Briana tak mau cerita. Dia kembali memakai kacamata hitamnya, lantas kembali merebahkan tubuh di kursi pantai.“Cuaca hari ini sangat indah. Lihat di sana, pria bertubuh sixpack sangat enak dipandang. Seperti vitamin penambah semangat,” ucap Medha sambil mengagumi tubuh pria yang baru saja selesai berenang di laut.Jika dilihat dari tempat mereka berada, para
“Kasihan sekali Dharu. Dia sangat setia seperti itu, tapi malah dibuat kecewa dengan keputusan Briana di masa lalu,” ucap Medha sambil mengajak duduk Dika di tepi pantai.“Entahlah, kupikir Dharu hanya bucin saja,” balas Dika sambil menatap ombak yang menghantam bibir pantai.“Apa kamu tahu alasan Briana mengakhiri hubungannya dengan Dharu?” tanya Dika tiba-tiba saja penasaran dan ingin mengorek informasi dari Medha.Medha malah mengembuskan napas kasar mendengar pertanyaan Dika.“Kok kamu, aku saja ingin tahu alasan Briana kenapa mengakhiri hubungan dengan Dharu,” balas Medha.“Kamu juga tak tahu?” tanya Dika menatap Medha yang mengembuskan napas kasar lagi.“Tidak, kalau aku tahu, andai Briana salah, aku pasti akan menasihatinya,” jawab Medha, “aku pernah bertanya kepadanya setelah Dharu pergi, jawabannya hanya merasa kalau Dharu pantas mendapatkan wanita yang lebih baik darinya.”Dika pun diam mendengar jawaban Medha.“Aku sempat bingung, apanya yang kurang baik dari Briana? Lagi p
Briana sangat syok. Dia pun buru-buru membalikkan tubuhnya dengan jantung yang berdegup sangat cepat.“Kenapa kamu bertelanjang dada?” tanya Briana yang sangat terkejut.Dharu hanya mengerutkan alis mendengar pertanyaan Briana. Dia menatap wanita itu yang memunggunginya.“Kenapa? Bukankah tadi kamu biasa saja melihat para pria memamerkan otot mereka, kenapa sekarang melihatku malu?”Dharu berjalan ke lemari sambil mengusap rambutnya yang basah. Dia tentunya melewati Briana yang juga berdiri di dekat lemari.Briana memutar badan lagi saat menyadari Dharu berjalan ke arah lemari. Dia lantas bergeser agar tak terlalu dekat dengan pria itu.“Jelas saja beda. Aku biasa saja melihat mereka karena tak sekamar, berbeda denganmu. Jadi buruan pakai baju!” Briana tak berani menatap Dharu saat bicara.Dharu mengambil pakaian sambil menatap Briana yang masih memungunginya. Dia malah tersenyum karena melihat Briana yang sedang panik.“Kamu sudah memakai pakaianmu?” tanya Briana karena sejak tadi ta
“Bri! Briana!” Dharu menepuk pipi Briana agar bangun karena wanita itu terus menangis.Briana tiba-tiba membuka mata karena terkejut. Wajahnya sudah sangat basah, dia bingung sambil menatap Dharu yang terlihat panik.“Kamu mimpi apa?” tanya Dharu saat melihat Briana sampai sesenggukan.Briana masih terkejut hingga menatap Dharu cukup lama. Dia pun menggelengkan kepala saat sadar jika sudah terbangun dari mimpi buruknya.“Tidak ada,” ucap Briana lantas mengusap air mata di wajah.Dharu menatap Briana sejenak, lantas turun dari ranjang untuk mengambil air putih.Dharu kembali mendekat sambil membawa segelas air putih. Dia pun meminta Briana untuk minum agar lebih tenang.Briana pun duduk dengan mata sembab. Dia menerima gelas pemberian Dharu.“Terima kasih,” ucap Briana lantas menenggak isi di gelas.Dharu berdiri sambil memperhatikan Briana. Dia yakin ada sesuatu yang sampai membuat Briana mimpi buruk hingga menangis.“Kamu tidak mau cerita?” tanya Dharu seraya mengambil gelas dari tan
Dhira dan Sean pergi ke IGD rumah sakit mereka berada sekarang. Renata di sana karena mengantar Briana yang mau melahirkan.“Ma.” Dhira langsung memanggil sang mama.“Kenapa kamu cepat sekali ke sini?” tanya Renata keheranan.“Karena aku baru periksa, jadi waktu Mama telepon, aku ada di sini,” jawab Dhira.“Periksa? Kamu sakit?” tanya Renata dengan kepanikan berlipat karena ucapan Dhira.Dhira melebarkan senyum, lantas menunjukkan hasil USG. “Tidak sakit, tapi sedang hamil. Ini, cucu kedua Mama dan Papa.”Dhira memberitahu dengan bangga, sampai membuat Renata sangat syok dan senang.“Ya Tuhan, mama tak percaya. Mama senang sekali mendengar kabar ini.” Renata langsung memeluk karena sangat bahagia.Dhira juga bahagia karena bisa menyenangkan hati sang mama.Saat keduanya saling berpelukan, tiba-tiba terdengar suara bayi yang membuat mereka terkejut.“Sudah lahir? Cepat sekali?” Dhira terkejut, apalagi melihat perawat keluar masuk ruang penanganan.Briana sudah melahirkan di ruang IGD se
“Dhira, kamu di mana?”Sean keluar dari ruang ganti mencari keberadaan Dhira yang tak menyahut padahal dia sudah memanggilnya sejak tadi. Dhira keluar dari kamar mandi, tentu saja hal itu membuat Sean keheranan.“Kenapa masuk kamar mandi lagi?” tanya Sean karena Dhira sudah mandi sejak tadi.Dhira menutup mulutnya seolah merasakan sesuatu yang ingin keluar, tapi dia tetap berjalan menghampiri Sean.Usia pernikahan mereka sudah berjalan tiga bulan. Sean sudah menerima Dhira sepenuhnya, hingga hubungan rumah tangga mereka berjalan dengan sangat baik.“Kamu baik-baik saja?” tanya Sean karena Dhira agak pucat.“Entah, sejak tadi rasanya pusing dan mual,” jawab Dhira.Sean langsung menyentuh kening Dhira, tapi tak merasa panas.“Apa sangat pusing?” tanya Sean memastikan.Dhira sibuk mengikat dasi Sean saat mendengar pertanyaan itu.“Iya lumayan, tadi seperti berputar lalu aku mual,” jawab Dhira kemudian menatap Sean dengan wajah memelas.“Kita ke rumah sakit untuk memastikan kamu sakit apa
Riana memang bertindak kejam, tapi semua itu semata-mata dilakukan untuk melindungi Sean dari hal-hal yang tak diinginkan.Milia diam mendengar ucapan Riana. Dia hanya menunduk sambil meremas jemari karena tak bisa berbuat apa-apa.Ibu Milia juga diam karena takut, lalu memberanikan diri menatap Riana.“Kalau kami pergi dari kota ini, bagaimana dengan usaha pakaian kami? Masa mau ditinggal begitu saja? Misal mau dijual juga tidak bisa cepat laku,” ujar ibu Milia yang takut jika masih di kota itu akan dipersulit Riana.Milia terkejut mendengar ucapan sang ibu, apa itu artinya ibunya mau pindah karena ancaman Riana.“Aku akan membelinya, kalau perlu rumah sekalian akan aku beli dua kali lipat dari harga aslinya, asal kalian pergi dari kehidupan putraku!” Riana tak segan memuluskan keinginan ibu Milia asal pergi dari kota itu.Ibu Milia membayangkan uang sangat banyak yang akan diterimanya jika dijual ke Riana. Dia yang mata duitan langsung setuju begitu saja.“Baik, saya setuju menjualny
Saat sore hari, Sean pulang dan menemui Riana yang sedang bersantai di ruang keluarga.“Sudah pulang? Kamu sudah mengosongkan jadwal agar minggu depan tidak ada kendala, kan? Ingat, pernikahanmu itu minggu depan,” ucap Riana langsung mengingatkan, jangan sampai Sean lupa dan masih membuat jadwal kegiatan di perusahaan.“Mama tenang saja, Vino sudah mengatur semuanya,” balas Sean.Riana mengangguk-angguk senang karena sekarang Sean mudah diatur.“Ma, aku mau menceritakan sesuatu, tapi aku harap Mama tidak berpikiran buruk atau panik dulu,” ucap Sean ingin memberitahu soal Milia.Sean hanya ingin sang mama tahu saja, agar kelak jika terjadi sesuatu atau Milia membuat ulah, sang mama tak benar-benar syok karena sudah tahu dan mendengar sendiri darinya.Riana menoleh Sean saat mendengar apa yang dikatakan oleh putranya itu. Dia menurunkan satu kaki yang sejak tadi disilangkan, dahinya berkerut halus karena penasaran.“Memangnya kamu mau menceritakan apa?” tanya Riana dengan pikiran negati
Dhira langsung bicara tegas agar Milia sadar diri. Dia tak akan kasihan meski Milia sedang hamil, dia sadar kalau wanita seperti Milia, tidak akan puas jika hanya dikasih hati. Begitu mendapat kebaikan, wanita itu akan melunjak tak tahu diri.Milia terdiam mendengar ucapan Dhira, hingga Dhira kembali bicara.“Kamu pikir dengan datang menemui Sean, kamu bisa memintanya bertanggung jawab atas janin yang bukan miliknya? Kamu mungkin tak tahu, Sean sudah tahu segalanya tentang kebusukanmu.” Dhira terus bicara untuk menyadarkan Milia.Milia sangat terkejut mendengar ucapan Dhira, hingga Dhira kembali bicara.“Bahkan tahu kalau kamu selama ini sering tidur dengan pria lain. Sungguh aku ingin tertawa, baru kali ini melihat wanita tak tahu diri sepertimu, sudah selingkuh dan tidur dengan pria lain, tapi minta pertanggungjawaban ke pria yang kamu buang.” Dhira menjejali telinga Milia dengan fakta bahkan tak peduli itu bisa mempengaruhi pikiran dan janin Milia.
Sean mulai nyaman bersama Dhira. Sikap Dhira yang apa adanya saat bicara, membuat Sean merasa tenang.Sean keluar dari lift sambil menatap ponsel, dia mencoba menghubungi Dhira karena ingin mengajak makan siang, tapi Dhira tak menjawab panggilan darinya.“Ke mana dia?” Sean bertanya-tanya karena Dhira mengabaikan panggilan darinya.Sean berpikir apa mungkin Dhira sedang rapat atau bertemu klien, membuatnya memilih mengirim pesan kalau akan datang ke perusahaan Dhira.Saat Sean baru saja keluar dari lobi, Sean terkejut karena ada yang mencegah langkahnya.“Sean.” Milia muncul di sana dengan mata bengkak dan wajah penuh linangan air mata.“Apa lagi yang kamu inginkan?” tanya Sean mulai malas, apalagi dia sudah tahu semua kebusukan Milia.“Sean, kumohon maafkan aku. Saat ini aku tidak tahu harus bagaimana, aku membutuhkanmu,” ucap Milia sambil menggenggam telapak tangan Sean.Sean me
Milia terduduk lemas di kursi selasar yang ada di poliklinik rumah sakit. Dia menatap hasil pemeriksaan akan kondisinya sekarang ini.Milia sangat syok dan bingung karena dia ternyata sedang hamil sembilan minggu.“Bagaimana ini?” Milia mengguyar kasar rambutnya ke belakang menatap hasil tes itu.Milia mencoba menghubungi Ryan tapi sayangnya panggilannya tidak dijawab. Akhirnya Milia memutuskan pergi ke perusahaan Ryan untuk membahas masalah kehamilannya. Apalagi Ryan pernah berjanji akan menikahinya setelah Milia putus dari Sean.Milia pergi ke perusahaan Ryan, lalu menemui bagian respsionis.“Pak Ryan ada di kantornya?” tanya Mila saat bertemu resepsionis.“Maaf, apa Anda sudah membuat janji sebelumnya?” tanya resepsionis.Milia bingung karena belum membuat janji. Kalau dia jujur belum membuat janji, dia pasti akan diusir dari sana. Dia kemudian mengeluarkan ponsel, lalu memperlihatkan chat lamanya saat Ryan mengajak bertemu tanpa memperlihatkan tanggal yang tertera.“Dia memintaku
Sean masih mencoba meminta maaf, dia sudah menyadari kesalahan dan ingin hubungannya dengan sang mama membaik.Riana akhirnya menatap Sean saat mendengar permintaan maaf putranya itu."Aku benar-benar sudah sadar, aku selama ini memang salah karena tak mempercayai apa yang Mama katakan," ucap Sean lagi."Kamu benar-benar sudah paham dengan apa yang mama lakukan?" tanya Riana sambil menatap Sean.Sean mendongak lalu menatap Riana sambil menganggukkan kepala.Riana lega saat melihat Sean sungguh-sungguh meminta maaf, dia lalu meminta Sean agar bangun."Aku sungguh-sungguh meminta maaf," ucap Sean.Riana tersenyum mendengar permintaan maaf dari Sean."Mama lega kalau memang benar kamu sudah sadar. Feeling orang tua itu tidak salah, Sean. Sejak awal, mama sebenarnya tak pernah masalah kamu mau sama siapa. Tapi, saat melihat attitude Milia yang buruk, mama langsung mundur. Bukan karena dia miskin, tapi karena memang dia memiliki sifat dan perilaku yang tidak baik. Jadi, kamu sekarang paham
Dhira pergi ke taman sesuai dengan permintaan Sean. Dia sebenarnya merasa agak aneh karena Sean meminta bertemu tak seperti biasanya.Dhira melihat Sean yang sudah duduk di taman menunggunya. Dia mendekat lalu duduk di samping Sean tanpa menyapa. Keduanya diam cukup lama tak ada yang bicara, Dhira sendiri tak mau buka suara sampai Sean yang mengawalinya.Setelah lama diam, Sean akhirnya menghela napas kasar. Dhira mendengar suara helaan itu tapi sengaja tak menoleh ke Sean.“Ternyata sekarang aku sadar jika sudah salah dan terlalu buta karena cinta,” ucap Sean lalu tersenyum getir.Dhira terkejut mendengar Sean tiba-tiba bicara seperti itu. Dia menoleh Sean, lalu membalas, “Memang benar, kenapa baru sadarnya sekarang?”Sean menoleh Dhira yang bicara blak-blakan, meski kesal tapi dia sadar jika Dhira hanya jujur saja.“Mama marah besar karena sikapku. aku merasa bersalah sudah membuat Mama sedih, padahal sebenarnya Mama selalu memberikan yang terbaik,” ucap Sean lagi lalu sedikit menun