Aira yang terkejut mendengar bunyi pintu di kunci, segera berbalik dan mendapati dua sosok wanita yang sedang berdiri menatapnya sinis. "Ini dia, si janda yang gak tahu diri itu? Cantik juga! Tapi sayang, gak nyadar diri!" ujar dua wanita yang baru masuk dan sengaja mengunci pintu agar tidak ada lagi yang masuk ke sana. "Maaf, kalian siapa yah?" Aira mengeryit bingung, karena tidak mengenali siapa kedua sosok yang mengenakan hoodie, dan kepala yang sengaja di tutup tudung hoodie agar tidak mudah dikenali. "Gak perlu tahu siapa kita, intinya jauhi RK, kalau gak mau is dead!" ancam salah seorang dari mereka. "Tahan Dia!" titah wanita yang berdandan ala anak punk, dengan lipstik hitam menghiasi bibir tipis nya. Aira memicingkan mata, berusaha menelisik wajah kedua wanita itu. Hal yang dirinya sesali, dia tidak membawa handphone, karena di tinggalkan di tas selempang nya yang Ia letakkan di kursi tempat duduk mereka saat beranjak ke toilet. Wanita yang mengenakan masker hitam
RK segera meraih Aira kedalam pelukanya. Ia mengangkat tubuh Aira dan disandarkan ke tubuhnya. Serangan panik tiba-tiba saja menghampirinya, Ia menjadi ketakutan, melihat darah Aira yang terbuang begitu banyak dilantai kamar mandi. "Aku baik-baik saja, jangan panik! Tolong antar aku ke rumah sakit," ucap Aira dengan suara yang semakin lama semakin tenggelam di lehernya dan tidak mampu keluar. "Jangan bicara lagi, Aira tolong bertahanlah!" "Mas, aku ngantuk," ucap Aira yang kemudian menutup mata dan tak sadarkan diri. Semakin panik, RK segera menelepon anak buahnya yang ternyata sudah berada di depan pintu toilet. Mereka segera masuk dan menerima perintah dari sang Boss. "Segera siapkan mobil aku akan membawanya ke rumah sakit. Kalian yang lain, kejar dua wanita yang mengenakan hoodie hitam. Dan serahkan mereka padaku, segera!" Titah RK dengan suara bergetar karena panik dan takut sesuatu yang buruk terjadi pada Aira. *** Setelah tiba di depan Emergency room, RK segera menggen
"Keluarga Bu'Aira!" panggilan dari seorang perawat membuat Donny menjedah kata-katanya. "Iyahh, ada apa Sus?" tanya Donny penasaran. "Bapak Suaminya?" "Iy ...," "Saya suaminya Sus! Ada apa?" sela RK yang membuat Donny terperangah tak percaya mendengar pengakuan dari pria pembenci wanita ini. Beberapa saat, Donny hanya ternganga, tak dapat berkata-kata, hanya memandang RK dengan banyak hal berseliweran dalam kepalanya. Setelah perawat itu berlalu, Donny pun masih terdiam. "Don ... Donny!" "Ahh, iya ada apa?" "Aku mau menghadap dokter, untuk mendengarkan keterangan tentang sakitnya Aira, kau tunggu disini! Bri dan Ibu mau kesini, biar mereka gak bingung nyari-nyari!" RK kemudian melangkah pergi tanpa menunggu persetujuan dan jawaban dari orang kepercayaannya itu. Setelah punggung RK menghilang dibalik pintu, wajah Donny segera berganti muram dan terlihat seperti orang bingung. Donny menghela nafas dalam-dalam dan menghembuskanya kasar. "Teman, kini aku tidak tahu, apa yang
"Aira ... Aira, heyy, tidak ada Laura disini, tenanglah!" Ujar RK sembari menggenggam erat tangan Aira. Aira segera membuka matanya, dan mendapati sosok tampan itu sedang memegang dan mengusap lembut punggung tangannya. Aira berusaha menyisir setiap sudut ruangan itu, mencari tahu kebenaran kata-kata majikannya ini. Dan ternyata memang benar, wanita bernama Laura itu tidak tampak batang hidungnya, yang artinya Dia memang tidak berada disana. "Heyy ... Tenanglah, kamu hanya mimpi," ucap RK lembut. "Tapi, rasanya nyata banget, aku sampai gemetaran ini, jantungku juga masih berdetak tak karuan, coba rasain dehh!" dalam kepanikan, Aira segera meraih tangan RK dan meletakkannya di dadanya, untuk lebih meyakinkan RK. Seketika wajah hingga ke telinga RK memerah padam, RK tersenyum jengah, kala mendapati wajah cantik itu menatapnya intens, menanti tanggapannya. "Iyaa Ai, kamu gak bohong kok, tapi aku juga tidak berbohong, kamu hanya mimpi. Tidak akan kubiarkan, siapapun menyentuhmu lag
"itu bukan urusan kami, tepati saja janjimu!" ketus wanita punk itu. "Ohh yaa? Mengapa kau berbicara, seakan-akan kau tidak pernah melakukan kesalahan?" Petugas polisi itu mencebik. "Aku yang salah, lepaskan dia!" balas wanita punk itu. "Tidak bisa! Kau tidak kenal Pak RK, dia tidak akan melepaskan kalian!" "Lalu mengapa kau berjanji akan melindungi kami?!" "Ini caraku melindungi kalian! Dengan tetap berada disini kalian akan aman." Wanita punk itu hanya terdiam, banyak hal yang ingin dia utarakan, namun dirinya tidak memiliki hak untuk mengatur petugas kepolisian ini. "Ada cara agar kalian bisa bebas dari sini, yakni Pak'RK mencabut laporannya. Namun, kalian akan bekerja untuknya, mengungkap pelaku sebenarnya dan kalau kalian beruntung, dia akan melepaskan kalian. Tapi, kalau tidak. Kami tidak tahu! Jadi keputusan ada pada kalian, apa kalian mau membantunya, atau ingin diproses secara hukum dan jalani hukuman tahanan." "Setelah masa tahanan, tidak ada perlindungan untuk kal
"Ikut aku, aku mau bicara beberapa hal penting denganmu!" balas RK. Rubby mengerutkan dahi dan hanya terdiam ditempatnya berdiri, yakni di depan pintu masuk kamar Aira. "Heyy ... Ayo!" Panggil RK yang sudah berjalan pergi dan berada agak jauh dari Rubby. Rubby enggan untuk mengikuti langkah kaki RK, namun dia juga penasaran, sebenarnya siapa RK, dan ada hubungan apa dia sama Aira. Mereka berjalan ke arah luar klinik dan menuju sebuah cafe yang berada di seberang jalan dari klinik tempat Aira di rawat. Rubby mengikuti langkah RK tanpa sepatah katapun. Mereka berdua tenggelam dalam pikiran mereka masing-masing, dan fokus pada bunyi derap langkah kaki mereka yang beradu dengan aspal jalan. Rubby yang berjalan di belakang, menatap punggung pria gagah dengan penampilan khas seorang CEO. Yakni kemeja putih yang dibalut rompi dengan warna senada dengan celananya, dan juga jas yang bertengger dilengannya membuat RK terlihat begitu berwibawa di pandangan Rubby. Namun, ketika mengingat
RK yang baru saja masuk ke dalam ruangan disambut dengan wajah kesal Aira. Aira juga terus melihat ke arah pintu yang membuat RK bingung dan juga menoleh ke arah pintu, ingin melihat apa sebenarnya yang Aira lihat. "Apaan sii,?" ujar RK setelah menoleh dan tidak mendapati sesuatu yang aneh disana. Pintu sudah di tutup, apa masalahnya, pikir RK. "Kok gak dibawa?" tanya Aira mencebik. "Apanya?" "Bri, kok gak bareng, datangnya?" kesal Aira. "Ya ampun, kirain apaan." RK terkekeh melihat tingkah wanita yang sedang sakit dan belum boleh banyak bergerak ini. "Ya udah, kalau kangen lihat Papanya ajah!" ujar RK genit, yang membuat Aira berusaha menahan tawanya. Sebab tertawa membuat bekas jahitan diperutnya terasa sakit. Ia berusaha mencari sesuatu untuk dilemparkan ke RK, karena RK pun tidak dapat menghentikan tawanya melihat perjuangan Aira menahan tawa. "Mas udah, aku kesakitan ini!" "Lagian kalau di tahan-tahan entar malah kentut!" candaan RK membuat Aira tidak sanggup lagi menah
Aira menatap nanar, sosok yang bergelayut manja di atas tubuh RK. RK pun terlihat mengeratkan pelukannya. Meskipun Aira tahu, karena telah mendengar sendiri, RK melakukan itu karena menyangka wanita itu adalah dirinya, namun bagaimanapun Aira berusaha, bayangan pengkhianatan Ivan semakin mendominasi pikirannya. "Apa yang kau harapkan Aira? Kau bukan siapa-siapa, dan akan tetap seperti itu!" gumam Aira sembari berbalik dan hendak pergi meninggalkan ruangan itu. Namun, Donny segera menahan tangannya. "Jangan pergi!" ucap Donny yang kemudian menarik tangan Aira dan membawanya ke hadapan RK yang sedang mencumbu Laura dengan buasnya. "Boss, ini Aira sudah datang!" ujar Donny dengan suara yang sengaja di buat sebesar mungkin untuk mengagetkan RK yang sedang dikuasai nafsu yang semakin meninggi. "Apa-apaan sih kamu Donn!" kesal Laura pada Donny, karena merasa terganggu. "Apa maksudmu, mengaku-ngaku sebagai Aira?" ketus Donny. "Tidak kah kau merasa malu? RK menganggapmu seperti saudara,
Aira sangat terkejut dengan apa yang dirinya dengar, dia tidak pernah menyangka kalau RK melakukan semua ini. Meskipun dalam hatinya, dia tahu pasti bahwa RK bukanlah seseorang yang akan memilihnya, tanpa tahu latarbelakang dirinya, namun dengan menjadikan Selena, putri CEO PT.Bintang Laut itu seorang tukang kebun, itu out of mind banget, pikirnya. "Kamu kenal dia, Mas?" tanya Aira pelan. "Musuh istriku, adalah musuhku!" jawab RK singkat, namun membuat Aira terperangah. "Udahh, lupakan Dia, nanti besok aku akan memperkenalkan Nyonya Mension ini secara resmi pada semua Pekerjaku, termasuk si siapa namanya tadi?" "Selena, Mas!" "Iyah, Dia!" ucap RK sembari tersenyum semanis madu pada Aira yang masih bingung dengan apa yang sudah diperbuat suaminya ini. Ada rasa bahagia yang perlahan merayapi hati Aira, namun bersamaan dengan itu, ada rasa takut dan cemas jika sesuatu yang buruk terjadi pada suaminya karena hal ini. Aira memandang RK lekat-lekat, perlahan tangannya terangkat dan
Aira terkejut dengan sosok yang sedang berdiri kikuk dihadapannya. Wanita itu terlihat tertunduk sedalam-dalamnya karena takut pada Aira. Namun, Aira yang masih tidak dapat mencerna hal ini semakin bingung. Selena bisa berada satu atap dengan dirinya adalah satu keanehan, ditambah dengan tingkahnya yang menurut Aira sedikit aneh, tidak seperti Selena yang Ia kenal. "Ma-maafkan saya nyonya, saya sedikit merasa pusing, jadi kesini untuk mengambil Air. Saya tidak akan melakukannya lagi. Permisi!" jawabannya membuat Aira segera mencubit tangannya sendiri. "Mami gak lagi mimpi kok, sini menunduk!" ucap Brian sembari menarik tangan Aira agar menunduk ke arahnya. Brian melayangkan sebuah kecupan hangat, di Pipi ibunya. "Kan? Berasa gak?" tanya Bri sembari terkekeh geli, karena senang bisa menggoda sang Mami. "Idih, anak Mami genit banget sii!" "Saya permisi Nyonya!" "Selena tunggu!" Aira mengeryitkan kening, karena wanita itu terlihat bingung dengan panggilannya. "Bu' Aira, saya
Setelah menjawab panggilan Bent, dalam sekejap wajah sumringah RK hilang entah kemana. Kini tampilan dingin dengan sorot mata yang tajam, seperti mampu melihat hingga ke kedalam jiwa seseorang. Aira yang paham dengan sikap itu, tidak ingin bertanya. Dirinya takut akan salah berucap, dan pria bengis disebelahnya ini akan marah. Ya, meskipun telah resmi menjadi istri pria dingin itu, Aira masih tetap saja menganggap dirinya Bossnya yang dingin dan sangat ditakuti seluruh pekerja di Mension mewah yang sekarang sudah menjadi miliknya juga. Aira hanya terdiam dan meraih tangan suaminya untuk di pegang erat-erat, sambil terus menatap jalanan yang mulai dipenuhi cahaya lampu jalan, sebab malam mulai perlahan menyapa mereka. Brian yang mengetahui ayahnya sedang dalam mode yang tidak boleh diganggu, hanya terdiam ditempatnya duduk. "Bri, Mami pangku yahh?" Bujuk Aira, sebab Brian sangat membenci di pangku karena merasa dirinya sudah besar. Namun, pria kecil itu tahu kegelisahan hati ibun
Refleks RK menghadang pria yang menyapa Aira itu. Pria dengan tampilan awut-awutan, rambut yang diikat ke belakang, tanda tak pernah dipotong. Wajah yang kusam dan tubuh yang kurus, menjelaskan betapa memprihatinkannya, keadaan pria itu. "Ai ... Tolong maafin Mas, kita pulang yukk! Mas kangen Ai," ucap pria itu yang adalah Ivan, mantan suami Aira, sambil berusaha meraih tangan Aira dari balik tubuh RK yang menjulang tinggi dihadapannya. "Jangan berfikir untuk menyentuh tangannya, atau aku akan mematahkan tanganmu!" ketus RK. "Menyingkir kau, aku hanya ingin bicara dengan istriku," ucap Ivan penuh percaya diri. RK mengeraskan rahangnya, tatapan membunuh, dirinya tujukan pada Ivan. Rasanya, jika tidak ada istri dan anaknya saat ini, mungkin Ivan sudah pergi bertemu putrinya Kayla sekarang. Aira tahu, RK sedang dalam kemarahan yang jika Ivan melanjutkan dramanya, maka dirinya akan berakhir tragis. "Mas, aku mau pulang," ucap Aira sembari meraih tangan RK dan memberikan Bri padany
"Apa ...?" RK menatap istri yang sangat dirindukan ini dengan tatapan sendu. "Sayang, ini aku suamimu, tolong jangan lupakan aku, Ai!" ucap RK sembari meraih tangan Aira, dan mengecupnya dalam-dalam, sambil menutup mata, meresapi kebahagiaan yang datang, namun hanya setengah. "Mas ...!" ucap Aira lembut sambil mengusap rambut coklat yang sudah terlihat besar karena tidak dipotong itu, dengan penuh kasih sayang. "Bagaimana aku bisa melupakan, satu-satunya alasan aku bertahan dan kembali kesini. Dirimu dan Bri lah kekuatan dan alasanku. Aku cinta kamu, Mas!" ucap Aira sembari mengecup tangan suaminya. "Maafkan aku, aku hanya bercanda!" tambah Aira. RK terdiam cukup lama dan segera memeluk Aira erat-erat. "Tidak masalah sayang, asalkan itu hanya tipuan, aku tidak akan mempedulikannya, sebab aku sedang sangat bahagia karena dapat mendengar suara istriku dan tatapan sayang darinya seperti saat ini." RK tak henti-hentinya menciumi tangan pasien wanita itu yang adalah istrinya. "Ming
Pesan singkat disertai foto itu, membuat Andi kebingungan. Disisi lain, anak dalam kandungan Tantri yang terancam meninggal sebab sudah memasuki bulan ke 8, sedangkan diseberang sana sedang terjadi sesuatu yang membuat Andi mematung ditempatnya berdiri. "Apa ini, Mah?" Andi meremas rambutnya kuat-kuat. Dia berjalan gontai dan terduduk di kursi-kursi taman, yang berada dekat dengan parkiran. "Selena ... Dimana kamu, Nak! Papa bingung harus bagaimana," lirih Andi sembari menunduk. "Maaf Tuan, apa yang harus saya lakukan?" ucap salah satu orang kepercayaannya yang masih belum memahami apa yang dilihat Andi di handphonenya, sehingga dirinya bereaksi seperti ini. "Tolong, hubungi siapa saja yang ada dirumah, tolong selamatkan istriku, tolong!" Andi memohon untuk istri yang tadi telah Ia abaikan. Seluruh tubuhnya bergetar, bagaikan kilatan petir yang menyambar dengan kecepatannya beberapa detik, namun mampu menghancurkan. Dirinya menerima kiriman pesan dari istrinya yang mengatakan,
Karena kesal dengan perkataan Tantri yang menyuruh ibunya untuk menelpon Andi, Tuti gegas merampas handphone Dewi dan membantingnya."Beraninya kalian, ingin menelepon suamiku! Seharusnya kalian itu malu!" geram Tuti."Kalau begitu, kamu ajah Ti, tolong antar Tantri ke rumah sakit! Kalau sampai nanti ada apa-apa sama anakku, kamu harus tanggung jawab, karena ini adalah salahmu!" ucap Dewi sedikit menekan.Tuti yang mendengar hal itu jadi serba salah, "ehh ... Iya juga, kalau ada apa-apa sama perempuan sialan ini, pasti aku yang bakal disalahin. Apalagi, anak itu adalah anak Mas'Andi, bisa kacau nanti masalahnya." Tuti membatin, sambil menatap kasar Tantri yang sedang sangat kesakitan.Namun, sebelum Tuti mengambil keputusan, tiba-tiba terdengar suara yang sangat dirinya kenali."Tantri kamu kenapa?" ucap Andi yang baru saja muncul dari balik pintu."Mas tolongin anak kita Mas, aku kesakitan ini! Aahhh ...," lirih Tantri.Tanpa menghiraukan keberadaan istrinya, Andi gegas menggendong T
"Kakak!" Gadis cantik itu gegas menenggelamkan tubuhnya kedalam pelukan hangat pria gagah yang sedang berdiri menatapnya dengan tatapan bahagia dan rindu. "Kakak ... Aku selalu menunggumu mengunjungiku di asrama, tapi kakak sudah tidak pernah muncul lagi! Aku rindu!" gadis itu menangis tersedu-sedu. "Heyy, tenangkan dirimu! Ody sudah sangat besar, dan sangat cantik, apa ada pria nakal yang menggangu adikku disekolah?" tanya pria itu. "Tidak, mereka selalu takut pada para bodyguard rahasiku. Aku sudah seperti tuan putri lemah yang selalu di kawal 24 jam." "Ohh ya? Ayahmu pasti melakukan hal itu, untuk memastikan kau tetap aman." "Bukan ayah, tapi kau, kakak! Berhentilah membodohiku. Meskipun aku seperti ini, aku selalu mendapatkan nilai bagus, meskipun tidak pernah mendapat juara kelas," ucapnya sambil terkekeh geli. Mereka akhirnya saling menatap dan tertawa terbahak-bahak. "Ya sudahlah, kau jangan terlalu pintar. Cukup kepintaran itu dimiliki RK saja. Kalau kau bisa menaklukk
RK terpaku menatap wajah gadis dihadapannya ini. Ada desiran aneh, RK terus menatap wajah cantik itu lekat-lekat. "Kak, kakak!" Audrey sedikit mengeraskan suaranya, sebab RK menatapnya dengan tatapan yang terlihat sendu dan begitu dalam. Mendengar suara melengking itu, RK terkaget dan segera melepaskan genggaman tangannya yang begitu kuat. "Kann ... tanganku kesakitan, Ayoo tiup! Sakit tahu," kesal gadis itu meniup dan memijat tangannya sendiri secara perlahan. RK kemudian berbalik menatap Bent yang berada di anak tangga dua tingkat di bawah dirinya. "Sudah kubilang," ucap Bent sembari memamerkan tawa terpaksanya. RK kemudian melanjutkan langkah kakinya, meninggalkan Audrey yang kesakitan. Namun, disaat yang bersamaan Audrey tertegun, mengingat tatapan sendu sang penguasa Starlight itu. 'ada apa dengan tatapan itu? meskipun mereka tidak pernah memberitahukan semuanya padaku. Tapi aku bukan anak kecil lagi, aku tahu kau adalah kakakku, dan sebagai adikmu, aku bisa merasakan kese