Merasa ada yang aneh, Anya pun menatap bagian kiri. Di sana ada Hantoro tengah menatap sinis, tapi kembali sibuk berbincang dengan komandan pemadam kebakaran serta Pak RT dan beberapa orang yang dihormati di lingkungan rumah.Saat seperti ini Anya yakin tidak mungkin bertanya pada papanya. Tidak mungkin juga bertanya pada Kirana yang seakan mampu menelannya bulat-bulat. Ia memilih kembali bertanya pada Hantari yang duduk lemas."Ma, bagaimana rumah kita bisa kebakaran?" tanyanya pelan. Namun Hantari tidak menjawab. Bibirnya terlalu lemah untuk bergerak. Wanita tua itu masih syok. Ia takut kehilangan sang cucu karena insiden beberapa jam lalu yang menghanguskan bagian belakang rumah. Pasalnya saat kejadian Soya tengah tertidur dan pintu terkunci dari dalam. Mereka sampai panik dan mendobrak pintu."Ma, kenapa bisa ada api?" tanya Anya lagi yang membuat Kirana gemas dan langsung melayangkan tamparan di pundaknya."Kak, aku ini sedang bertanya. Kenapa rumah kita kebakaran? Apa sebabnya?
Hantoro berdengkus kesal karena pertanyaan Pak RT tapi tidak bisa memperlihatkan perasan itu. Dia hanya bisa menanggapi perkataannya dengan kekehan."Bukan, mereka hanya berteman. Lagi pula Anya masih muda tidak ada calon-calonan."Pak RT juga menanggapi ucapan Hantoro dengan anggukan. Mereka kembali membahas sesuatu yang penting.Setelah semua nampak baik-baik saja, para tetangga mulai pulang karena memang waktu sudah menunjukkan hampir jam dua pagi. Namun meski begitu tidak ada yang terlihat mengantuk di keluarga Hantoro terkecuali Soya. Bocah kecil itu terlelap dan ditidurkan di sofa setelah lama berada dalam gendongan sang papa."Kasian Soya, dia pasti takut," gumam Mike, lalu merapikan helaian rambut sang putri yang menutupi mata. Bibirnya seketika membentuk lengkungan. Soya adalah anaknya yang paling berharga. Otak putrinya itu bekerja tidak sama dengan bocah lain. Maka tidak heran jika Soya melakukan hal diluar dugaan walau agak disayangkan dan bisa menyebabkan kemalangan."Sem
"Sudah siap?"Siang itu, Kartika nampak berdiri di ambang pintu kamar Airin. Ia mendekat dan melihat Airin yang begitu luwes mengganti baju Rey. Putri tunggalnya itu terlihat lebih dewasa setelah memiliki bayi."Bentar, Ma. Sebentar lagi selesai," sahut Airin yang terus saja memasang celana, lalu kaus kaki untuk Rey. Senyumnya mengembang kala semua selesai, begitu juga Kartika yang seakan puas melihat cucunya tertawa dan mengoceh seolah sedang berbicara dengan sang mama."Wah, anak Mama sudah tampan. Senang sekali kelihatannya. Sudah tidak sabar ya pergi ke Spa?”Seolah mengerti dengan apa yang sang ibu katakan, Rey pun balas mengoceh dan tertawa."Ma, tolong jaga Rey. Aku mau ke toilet sebentar," lanjut Airin yang diiyakan dengan anggukan kepala oleh Kartika. Wanita tua berumur lima puluhan itu terlihat senang dan beberapa kali mengajak Rey bermain hingga Airin keluar dari toilet dengan wajah lega."Sayang, apa kamu tidak akan memberitahu keberadaan Rey ke ayah kandungnya?" tanya Kar
Kaisar menggeleng perlahan. "Aku tidak apa-apa. Aku paham kenapa dia seperti itu dan aku akan mengambil hikmahnya saja. Dengan begini aku jadi punya waktu luang. Aku bisa menghabiskan waktu bersama Mauri." Kaisar menjeda kata, lalu kembali menatap Mauri dan mengelus kepala anaknya itu. "Dengan begini aku bisa dekat dengan dia. Dia sangat cantik. Terima kasih karena telah menjaganya dan menjadi ibu yang baik.""Hei … jangan berkata seperti itu! aku yang mengandungnya selama sembilan bulan, aku yang melahirkannya dan itu memang sudah menjadi tugasku," jawab Agni."Aku merasa bersalah pada kalian." Kaisar menoleh dan menatap Agni sendu. "Tapi meski begitu terima kasih karena telah memberi aku kesempatan untuk dekat dengan Mauri.""Omonganmu ngelantur. Mauri juga putrimu jadi untuk apa aku mencegah kalian dekat. Sudahlah. " Agni berdiri. Lalu mengetik sesuatu di ponselnya dan tak lama ponsel Kaisar pun bergetar."Itu alamat baby spa yang harus kamu kunjungi bersama Mauri,” ujar Agni."Teri
"Airin?"Kaisar mencoba mendekat, lelaki itu bahkan menerabas beberapa orang yang menghalangi. Namun, Airin yang sudah yakin tidak ingin bertemu Kaisar segera menutup bagian atas stroller Rey, lalu memutar tumit dan bergegas pergi dari sana.Anya yang melihat itu pun seketika berdiri dan ingin menyapa Airin, tapi wanita itu melengos pergi tanpa menoleh sama sekali, seperti baru saja melihat hantu."Aneh," batin Anya. Dia putuskan duduk lagi dan mengajak Mauri bermain."Ayo." Kaisar berkata lalu meraih stroller Mauri. Keduanya berjalan beriringan keluar dari tempat spa baby. Dari sana Anya sudah merasakan ada yang beda pada Kaisar. Pria itu terlihat diam dan seperti banyak pikiran."Om tidak apa-apa?" tanya Anya.Kaisar pun menoleh dan terlihat memaksakan senyum, dia terdiam lagi hingga akhirnya mereka pun tiba di depan sebuah restoran. Anya baringkan Mauri yang tertidur ke dalam stroller. Bayi itu terlihat lelap karena mungkin badannya terasa lebih enak setelah mendapat pijatan, terle
Setelah makan siang Kaisar pun mengantarkan Anya ke studio. Kaisar sadar Anya butuh waktu untuk berpikir, maka dari itu dia memilih tidak banyak bicara. Sepanjang perjalanan keduanya nampak membisu.Demi profesionalitas dalam bekerja. Anya tetap melakukan apa yang harus dia kerjakan. Ia masih bisa memberikan pose terbaik dalam beberapa sesi foto. Senyuman juga terus terukir dengan indah di wajahnya. Maski semua itu tidaklah mudah bagi Anya. Ia terganggu, kehadiran Airin dan Rey. Hubungannya dan Kaisar yang baru saja direstui oleh sang papa. Kenapa malah jadi begini?Anya pun meminta waktu untuk istirahat. Kepalanya hampir meledak memikirkan jalan apa yang harus ditempuh. Haruskah tutup mata dan tetap bersama Kaisar saat mantan selingkuhan dari kekasihnya hadir? Atau mundur secara perlahan karena memikirkan ada kemungkinan Rey adalah anak hasil perselingkuhan mereka."Minum, Nya." Martha datang membawa sebotol minuman dingin. Dia serahkan ke Anya yang duduk selonjoran di sofa."Kamu ad
"Dit, Apa kamu bisa menemaniku? Aku butuh seseorang untuk diajak bicara," ucap Anya. Tangan kanannya memegang ponsel sedang tangan kiri membuka pintu mobil. Penjelasan dan kejujuran Kaisar tentang siapa Airin membuatnya tidak tenang seharian ini. Sumpek, pikirannya semrawut dan Anya tidak bisa menguraikan isi yang ada di kepalanya dengan mudah. Maka dia berpikir butuh teman dan seperti biasa yang terlintas di kepalanya hanyalah Adit."Baiklah. Aku tunggu kamu di sana," lanjutnya.Anya pun memutus panggilan dan dengan tenang membelah jalanan ibu kota yang memang langitnya mulai berubah oranye. Jalanan terasa padat karena bersamaan dengan jam pulang kerja, Anya pun merasa kembali diuji dengan kemacetan itu.Setelah hampir satu jam berkutat dengan padatnya jalanan sampai juga Any di rumah. Gadis itu bergegas naik ke lantai atas untuk mandi. Setelah itu berdandan seadanya dan turun kembali. "Nya, mau ke mana?" tanya Hantari heran, sebab baru saja melihat Anya pulang, anaknya itu sekarang
Adit menelan ludah karena bingung harus menjawab apa, sedangkan dia sendiri tahu bagaimana perangai orangtuanya. Mereka pasti syok jika tahu sebenarnya Anya adalah anak angkat.Anya menghapus air matanya yang terus berderai. Ia berusaha menenangkan diri, tapi tetap saja air mata itu keluar lagi dan lagi, hingga gadis itu kuwalahan dan memilih membiarkan hingga air mata itu kering dengan sendirinya"Apa kamu tahu? orangtua kandungku sebenarnya hanyalah karyawan biasa. Aku dari keluarga biasa. ayahku meninggal karena kecelakaan yang disebabkan oleh kesalahan perusahaan milik pria yang kamu panggil Om Hantoro itu. Tapi perusahaannya seperti tidak mau tahu, seperti tidak mau mengakui kalau kesalahan memang berasal dari sistem mereka.”Mata Adit makin terbuka lebar. "Ja-ja-jadi?"Anya mengangguk, lalu terkekeh ironi. "Kepergian ayah kandungku merupakan pukulan terbesar untuk ibuku, dia yang sudah sakit keras semakin sakit dan setelah itu menyusul ayahku." Anya makin sesenggukan. Kepalanya
Rumah Hantoro yang biasanya sepi kini tampak ramai. Banyak orang berlalu-lalang dan semuanya memakai pakaian yang nyaris seragam. Yang lebih mengesankan lagi halaman rumah pria itu juga sudah di sulap sedemikian rupa oleh sang empunya hingga siapa saja yang melihat sudah bisa menerka apa yang terjadi di sana. Pernikahan? Ya, itu benar. Anya dan Kaisar menikah. Akad nikah digelar tepat sebulan setelah Kaisar mengutarakan niat hendak menikahi Anya. Mereka memakai halaman sebagai tempat mengucap janji suci. Kursi, meja prasmanan serta ornamen lainnya semua bernuansa putih, memberi kesan sakral untuk acara yang akan di laksanakan sebentar lagi. Acara itu hanya dihadiri oleh keluarga dekat saja. Bahkan media tidak mengetahui soal pernikahan ini. Mengenai alasannya, itu semua karena Anya masih terikat kontrak, dia juga masih sibuk dengan beberapa proyek yang akan digarap. Jika mengadakan resepsi besar-besaran takutnya selain membuat khalayak gaduh, juga akan membuat kesehatan Anya tergang
"Memangnya kenapa?" tanya Anya. Dia turunkan jari tangan Kaisar dan menarik kemeja pria itu agar merebah kembali.Kaisar menurut meski debaran di dadanya sudah menggila. Dia emosi melihat adegan itu. Ingin rasanya dia layangkan tinju ke wajah pria yang menjadi lawan main Anya."Itu, kenapa kamu mau melakukan adegan ciuman? Apa harus berciuman? Berapa kali adegan itu diambil saat proses syuting?" lanjut Kaisar masih bernada sama. Dadanya bahkan naik turun karena emosi.Namun, bukannya menjawab Anya justru terbahak, dia terpingkal-pingkal melihat ekspresi lucu Kaisar yang sedang cemburu. Ya, Anya yakin sekarang Kaisar tengah cemburu."Tidak perlu marah-marah. Itu hanya akting. Tidak ada rasa, bukan sungguhan.""Tapi tetap saja dia sudah menciummu." Kaisar masih saja kesal. Dan saat seperti itu tiba-tiba saja ada satu ide gila yang Anya pikirkan. Gadis itu pun menutup mata sambil berkata- "Kalau begitu hilangkan jejaknya dari bibirku!"Kaisar pun kaget mendengar permintaan Anya, terlebi
"Kenapa tidak ada pegunjung lain?" tanya Kaisar. Kepalanya menoleh ke kanan kiri. Ia heran karena studio bioskop kelas premier yang dimasukinya bersama Anya sangat sepi. Padahal di luar sana banyak orang, mana mungkin tidak ada satu orang pun yang ikut menonton di kelas itu."Sepi karena aku menyewa satu studio ini hanya untuk kita," balas Anya. Ia sunggingkan tawa jenaka dan berhasil membuat Kaisar menggaruk bagian belakang kepalanya yang tidak gatal.Namun, pria itu tetap mengikuti langkah Anya. Kekasihnya itu sudah mengalungkan tangan di lengan dan menariknya masuk lebih jauh. Keduanya pun memilih duduk di barisan tengah."Kenapa harus disewa?" tanya Kaisar sesaat setelah pantatnya menempel ke kursi."Karena aku ingin berduaan denganmu menikmati film ini. Aku tidak ingin ada yang mengganggu kita," seloroh Anya lagi. Matanya bahkan mengedip genit dan kembali membuat Kaisar geleng-geleng kepala dan tertawa.Kaisar pun tak banyak bicara lagi, terlebih mengingat sifat Anya yang memang
"Anya, maukah kamu menikah denganku?"Pemintaan Kaisar itu bagai nyanyian merdu nan syahdu yang merasuk ke dalam telinga Anya. Kalimat itu tak ayal membuatnya menitikkan air mata karena tak sanggup menahan haru."Om?" Anya menutup mulut dengan dua tangan, sedang matanya bergerak liar ke sana kemari menatap takjub pada Kaisar. Sungguh dia tak menyangka Kaisar melamarnya di bawah terbitnya sang mentari."Maukah kamu menikah denganku? Menghabiskan sisa hidupmu dengan mantan laki-laki brengsek dan punya banyak kekurangan seperti aku?"Tak mampu lagi menahan perasaan di hatinya, Anya pun membiarkan air matanya meluruh. Dan sebagai jawaban atas pertanyaan Kaisar, gadis itu mengangguk mantap dan menghambur ke dalam pelukan pria itu. Lisannya benar-benar terkunci, dia bahagia sampai tak bisa berkata-kata.Disela isak tangis yang mengharu biru, Anya pun mengulurkan tangan kirinya. Ia membuat Kaisar tersenyum lebar lantas menyematkan cincin itu ke jari manis lalu menciumnya. "Aku berjanji akan
Pertanyaan Kaisar soal wanita mantan selingkuhannya itu pun mau tak mau harus Anya jawab."Alasannya karena aku sadar kalau aku salah. Aku terlalu cemburu waktu itu. Aku takut kalau kamu akan terpengaruh dengan adanya Rey. Tapi sekarang tidak lagi, aku yakin anak-anakmu tidak akan mengganggu keharmonisan hubungan kita. Selama beberapa bulan ini aku terus menerus berpikir dan menyayangkan, kenapa sampai harus putus denganmu hanya karena alasan ini. Dan setelah aku pikirkan lagi, aku menyesal melepaskanmu. Aku terlalu menyukaimu," jelas Anya yang diakhiri dengan senyuman manis."Benarkah?"Anya mengangguk sambil membetulkan jaket milik Kaisar yang kini membalut tubuhnya. “Mauri dan Rey adalah buah dari masa lalu yang merupakan bagian dari hidupmu yang tidak akan pernah bisa dipungkiri sampai kapan pun, Jadi aku harus berdamai dengan itu.""Apa kamu akan menyayangi mereka? apa kamu tidak akan pilih kasih? Sedangkan kamu bilang tidak menyukai Rey karena dia anak seorang pelakor."Anya men
Setelah aksi peluk-pelukannya dan Kaisar tadi. Anya pun akhirnya tetap datang ke acara makan malam itu. Dia hadir di pesta dengan pikiran yang tidak fokus. Sepanjang acara, Anya lebih sering menatap ponsel di tangan. Sesekali senyumnya mengembang, matanya juga berbinar saat menatap layar benda pipih itu.[Bersabarlah, sebentar lagi aku akan pergi dari pesta]Pesan itu Anya kirim ke Kaisar dan tidak lama kemudian ponselnya bergetar.[Tenang saja, aku akan menunggu. Nikmatilah acaranya.]Anya langsung merengut. Kembali dia mengirim pesan untuk membalas pria itu.[Bagaimana bisa aku fokus ke acara sedang hati dan pikiranku ke kamu? Harusnya kamu ikut masuk]Kejujuran Anya hanya dibalas Kaisar dengan emoji tawa dan lambang cinta. Ajaibnya itu membuat Anya tersenyum lagi. Gadis itu memilih menyesap soda yang ada di tangan dan mengedarkan pandangan mencari keberadaan Martha.Namun, bisik-bisik aneh terdengar sampai ke telinga Anya. Ia jelas sudah tahu topik apa yang dibahas. Mereka membicar
Sementara itu di waktu bersamaan Kemal dan Anisa benar-benar datang ke rumah Hantoro membawa beberapa hantaran. Keduanya datang bermodal nekat demi masa depan sang putra. Mereka sadar kalau Kaisar memiliki masa lalu kelam dan hal ini bisa dijadikan alasan Hantoro untuk menghina. Akan tetapi, demi Kaisar mereka akan berusaha lebih dulu. Berhasil atau tidak, diterima atau tidak, yang terpenting mereka sudah memiliki niat baik.Kedatangan mereka yang tiba-tiba seperti itu tentu saja membuat Hantari kaget. Dia spontan berjengket dan berusaha bersembunyi di belakang pilar. Matanya menyipit mencoba memastikan kalau yang dia lihat memang benar."Astaga, dia benar Anisa. Tapi kenapa ke sini?" gumam Hantari, wajahnya kebingungan dan dia semakin kaget saat melihat penampilannya sendiri. Ia masih memakai daster dan mukanya juga masih belepotan masker. Tak ingin membuang-buang waktu, Hantari pun ngacir ke dalam. Wanita itu membiarkan dua orang yang datang ke rumahnya disambut pembantu."Mbok, kal
"Ka-kamu, apa kamu marah?" tanya Kaisar tergagap."Tentu saja!" sahut Anya nyaring.Namun, beberapa detik kemudian isak tangis Anya terdengar dan membuat Kaisar merasa bersalah. Dia tidak menyangka Anya akan semarah itu sampai menangis. Padahal niatnya hanya ingin menunjukkan kesungguhan cintanya. Kaisar Ingin memperlihatkan ke Anya bahwa dirinya serius menyukainya dan hampir gila menahan rindu selama tiga bulan ini."Maaf," lirih Kaisar. Dia yang tengah berada di belakang kemudi mengusap wajahnya gusar. Hampir saja stir mobilnya berbelok sendiri."Untuk apa minta maaf?" sembur Anya lagi. Gadis itu menghapus air mata membuat sebagian make up luntur."Maaf karena hanya ini yang bisa aku lakukan untuk memperlihatkan kesungguhan. Aku serius, Nya. Jika kamu memberi aku kesempatan maka aku akan melakukan segala upaya agar bisa meyakinkanmu. Akan aku tunjukkan kalau aku bersungguh-sungguh. Akan aku buktikan kalau aku bisa menjadi pria yang baik, pria yang bisa melindungimu dan bisa membaha
Sementara itu, Kaisar diam-diam masih memantau keadaan Anya. Pria itu menggunakan orang dalam agensi tempat Anya bernaung untuk mencari informasi. Kaisar memang sudah berusaha menepis perasaan yang ada di hati, tapi nyatanya tidak mudah. Ia pun memutuskan untuk mencoba sekali lagi.Kaisar yang tahu Anya kembali hari itu diam-diam mengikuti mobil Martha dan langsung mencegat wanita itu di jalan yang sepi. Martha yang mengendarai mobil sambil berbincang via telepon pun kaget, dia menginjak pedal rem dan melotot saat melihat Kaisar turun."Kamu gila? Bagaimana kalau remku blong, kita pasti sudah tabrakan," sembur Martha geram sesaat setelah menurunkan kaca jendela mobil."Tapi nyatanya tidak ‘kan? Aku pikir kamu tidak gila sampai nekat membawa mobil yang remnya blong," balas Kaisar.Martha yang masih emosi pun bersedekap, matanya memincing menatap sengit Kaisar. Dia kesal, bukannya meminta maaf pria itu malah seolah menantang.“Ada apa? apa yang kamu inginkan sampai hampir membuat kita k