Ada Yang pernah merasakan bagaimana rasanya di tolak terus menerus, seperti Abian? tetapi, tetap berjuang terlebih lagi ada jalannya untuk mendapatkan Cintanya.
Semenjak pertengkaranku dengan Mas Akbar, aku tak pernah lagi melihat wajahnya selama tiga hari ini. Pria berwajah tampan itu belum juga menginjakkan kakinya di rumah sampai detik ini. Beberapa kali aku mengecek ponsel untuk melihat aktif tidaknya Mas Akbar di dunia Maya, dan siapa sangka ternyata suamiku itu masih terlihat aktif di laman I*******m dan nomer wa-nya. Aku meletakkan gelas berisi kopi yang kuminum, rasanya begitu manis untuk dikatakan kopi. Suasana hatiku juga masih belum terlalu baik dan aku merasa sangat tidak nyaman berada terus menerus di rumah sendirian. Saat ingin merebahkan tubuhku di sofa, terdengar suara mobil memasuki pekarangan rumah. Sepertinya itu adalah Mas Akbar. Dan benar saja, saat pintu rumah terbuka, sosok tubuh yang kukenal melangkah masuk ke dalam rumah.Aku membuang pandangan saat kedua mata kami bertemu. Melihat wajah Mas Akbar kembali terbayang saat aku meminta untuk dibuatkan pesta, namun tak kunjung dijawab dan ditinggal begitu saja."Aku suda
Napas yang sengaja kutahan berhembus. "Benarkah?" Suaraku terdengar tak yakin. Seperti kubuat-buat agar Mas Akbar terkecoh dengan sikapku.Mas Akbar mundur selangkah demi bisa menatapku dengan tatapan mata penuh kekesalan."Kau sudah mulai berubah, Mawar. Sikapmu yang dulu hangat sekarang berubah sedingin salju. Kau juga tidak pernah sekalipun bertanya tentang hari-hari yang kulewati beberapa hari ini. Kau asyik dengan kehidupan barumu untuk mengurus restoran dengan Abian. Dan sekarang, ada foto-foto yang memperlihatkan kemesraan kalian. Apakah itu semua wajar?"Aku tertawa "Ya, tapi sayangnya aku tak tahu apakah itu wajar atau tidak. Karena aku juga tidak tahu apa yang ada didalam hatimu, Mas. Kalau kau mengatakan aku berubah, cobalah bercermin pada diri sendiri. Bahkan kau tak pernah lagi mengajakku untuk makan malam di setiap malam Minggu. Alasannya adalah pekerjaan. Aku diam bukan berarti bodoh, jadi jangan lempar batu sembunyi tangan."Mas Akbar mendesah, " Oke, maafkan aku." Ia
Abian tersenyum masam. Bayangan wajah Mawar masih saja terus bersemayam dalam kepalanya. Penolakan wanita itu tak pernah menggoyahkan komitmen yang kuat dan merupakan batu semangat juangnya untuk mendapatkan wanita pujaannya itu.Abian kembali meneguk kopi luwak favoritnya. Rasanya begitu menenangkan hati dan pikirannya."Kenapa kau masih disini!" Abian terkejut saat menyadari Aslan datang dengan membanting pintu ruangannya."Apa kau mau aku hajar berani-beraninya…" Abian tak melanjutkan perkataannya. Hidungnya mencium bau terbakar dan ia baru menyadari ada kepulan asap di sekitarnya. "Ayo keluar sekarang!" Aslan tampak tak sabar dan hal itu membuat otak Abian berpikir cepat bahwa ada yang tak beres terjadi di kantornya."Lewat tangga darurat!" teriak Aslan memberikan instruksi.Abian mengikuti langkah kaki Aslan yang terbilang cukup cepat. Pria itu setengah berlari dan Abian baru sadar bahwa kali ini mereka sedang melawan ganasnya jilatan api yang sudah mulai merembet kemana-mana. T
Sekarang, kamu sedang duduk berempat di sebuah cafetaria yang lumayan jauh dari perusahaan Abian. Beberapa saat lalu, polisi mengatakan bahwa kebakaran yang terjadi disebabkan oleh korsleting listrik dan hal itu membuat diriku maupun Abian ragu. Sudah seminggu semenjak kejadian kebakaran yang membuat kerugian lumayan besar pada keuangan perusahaan Abian, namun pria itu sama sekali tidak menampakkan wajah gelisah sedikitpun.Aku yang tak sengaja bertemu dengan ketiga orang yang kukenal ini terpaksa harus ikut serta karena permintaan Siti."Jadi, apa yang kau dapatkan?" Abian memandang kearah Aslan yang sedang sibuk dengan ponselnya."Kecurigaanku masih sama, ada orang dalam yang sengaja melakukannya." Jawab Aslan yang masih asyik melihat layar ponselnya.Abian memandang tak suka saat Aslan terlihat lebih memilih melihat layar ponsel ketimbang harus menatapnya."Apa lebih baik aku pergi saja?" bisikku pada Siti. Gadis cantik itu menggeleng tak suka karena permintaanku.Aku hanya dapat t
"Seperti biasa, Papamu selalu makan masakan yang mama buat. Tapi, hari ini Papa mendapatkan surprise yang mengatasnamakan mama.""Mawar masih bingung dengan penjelasan mama…" Dengan hati yang masih belum bisa menerima kenyataan bahwa papaku berada di rumah sakit karena campur tangan manusia tak bertanggung jawab, Mama mengelus lembut kepalaku dan mencoba untuk menenangkan diriku yang pastinya sudah terlihat panik luar biasa. Niat hati ingin menenangkan Mama, justru dirikulah yang tak dapat mengendalikan diri."Kau paham sayang, tapi kau mencoba menepis semua hal yang Mama katakan. Mama sudah menyuruh seseorang untuk menyelidiki hal ini. Kau tenang saja," aku merengkuh tubuh Mama berharap agar rasa yang membuat hatiku sakit ini sedikit menghilang."Sudah, tidak apa. Papamu pasti akan sehat kembali." Ucap Mama sambil terus mengelus lembut kepalaku. Rasanya damai sekali.***"Kalau begitu, aku akan menjenguk Papa mertuaku." Ucap Akbar saat sedang menyantap makanan di sebuah restoran ber
"Apa maksudmu mengatakan hal itu padaku?" Mas Akbar terlihat tidak suka dengan pernyataan yang aku katakan."Bukankah ini perbuatanmu Mas?"Mas Akbar mendengus kesal mendengar hal itu."Aku tidak melakukan apa-apa Mawar, jadi jangan sembarangan menuduhku."Aku ingin mengatakan sesuatu, namun hal itu tidak dapat aku lakukan karena kedatangan Mama bersama dengan Ayah mertuaku. Keduanya nampak begitu serius menatap ke arah kami."Mawar, ayo cium tangan Ayah mertuamu." Ucapan Mama membuatku tersadar dari lamunanku.Walaupun sedikit ragu, Segera aku mencium telapak tangan Ayah mertuaku. Suasana terasa begitu menegangkan saat Ayah mertuaku menatap kearah Abian."Abian. Lama tidak bertemu, apa kabarmu?"Abian mengambil langkah sejajar dengan diriku. Pria itu terlihat menatap wajah Sandy dengan tatapan dinginnya."Lama tidak berjumpa," jawab Abian terdengar dibuat-buat."Apakah Papamu sudah sadar, sayang?" Mama berjalan mendekati diriku dan berusaha memisahkan tubuhku yang berada tepat di samp
Kenyataan bahwa Mas Akbar dan Abian datang bersamaan merupakan hal yang tidak wajar. Kedua pria itu terlihat duduk di Sofa yang berbeda tapi tetap menghadap ke arahku. "Katakan, apa yang membuat kalian datang kemari?" tanyaku penasaran."Bukankah wajar bagiku datang untuk menjenguk Papa mertuaku?" Mas Akbar mengulas Senyuman mencoba untuk menarik perhatianku."Abian?""Ada hal yang ingin aku sampaikan soal Restoran." jawab Abian dengan wajah datarnya."Mas Akbar, jika kau ingin menjenguk Papa, langsung saja ke kamar kebetulan Mama juga sedang bersama dengan Papa.""Lalu, kau akan berduaan dengan Abian?""Sudahlah Mas, jangan mulai lagi. Sebenarnya kau ingin bertemu dengan Papa atau tidak?" ucapku yang mulai tak sabar dengan sikap kekanakan Mas Akbar. Selalu saja mencari-cari kesalahan diriku dengan dikaitkan pada Abian. Padahal aku tahu dialah pelaku perselingkuhan yang membuat rumah tangga kami berantakan."Baiklah, tapi kalian disini saja. Jangan meninggalkan diriku dengan alasan a
Sekarang, aku memaksakan diri untuk menatap kertas fotocopy perjanjian Pranikah yang telah ditandatangani oleh Papa. Betapa bodohnya dulu diriku mau saja melakukan hal bodoh seperti ini. Dalam surat perjanjian itu, bukan hanya tanda tangan Papa saja, melainkan dari pihak keluarga Mas Akbar. Mungkin, diluar sana pasangan yang melakukan perjanjian seperti ini hanya membutuhkan tanda tangan pasangan suami istri, tidak dengan surat perjanjian pranikah aku dan Mas Akbar. Karena ini menyangkut bisnis keluarga, Kedua orang tua kami yang menandatangani kontrak perjanjian ini. Dan betapa naifnya diriku yang melupakan hal ini.Flashback on"Apa kau lupa?" Papa mengubah posisi tubuhnya agar bisa bersandar pada kepala Ranjang rumah sakit."Apa Pa?" kataku penasaran dengan hal yang ingin diucapkan oleh Papa."Sampai kapanpun kau tidak bisa menuntut cerai pada Akbar."Aku mencoba untuk meresapi pernyataan yang baru saja membuat telingaku berdenging dan dadaku terasa begitu nyeri. Walaupun belum sep
Perasaanku saat ini sedang dalam keadaan kurang nyaman. Setelah Abian pamit akan melakukan sesuatu yang berkaitan dengan keluarga Akbar, entah mengapa perasaan ini tak menentu."Belum ada kabar?" tanya Mama yang saat ini duduk di sebelahku.aku menggeleng sambil terus mencoba untuk menghubungi nomer telpon Abian."Sebentar lagi juga Abian memberi kabar. Jangan terlalu mengkhawatirkan keadaan ini. Polisi juga sudah memiliki bukti yang cukup kuat untuk menangkap Sandoro." Papa memotong pembicaraan kami. Pria paruh baya itu terlihat asyik menikmati teh hangat dan pisang goreng buatan Mama."Tapi, Pa…tidak biasanya Abian bersikap seperti ini." Jawabku sambil memaksakan senyum."Coba cek ponselmu, siapa tahu saja sudah ada berita penangkapan Sandoro."Aku menuruti kemauan Papa dan melihat berita terbaru yang menyuguhkan video penangkapan Sandoro.Mama yang melihat ekspresi wajahku menyimpulkan sesuatu dan segera menyalakan layar televisi. "Benar dugaan Papa," lirih Mama sambil mengelus lem
Dunia Akbar runtuh dalam hitungan detik. Kedua matanya masih menatap tak percaya dua tubuh yang tanpa busana saat ini saling melekat dan berkeringat bersama menapaki gairah cinta yang tiada tara.Tak ada yang bersuara, semuanya tenggelam dalam pikiran masing-masing."Mas Akbar…" lirih Mulan, dengan linangan air mata yang membasahi pipinya.Akbar ambruk begitu saja, tubuhnya terasa begitu lemah. Kalau dimasa lalu, Ia menyakiti Hati Mawar dengan menyetubuhi wanita lain, kini Akbar harus menanggung beban derita yang entah bisa disembuhkan atau tidak selama sisa umurnya, karena melihat dengan jelas tubuh istrinya kini disetubuhi oleh Ayahnya sendiri."Akbar!" teriak Sania panik melihat anaknya jatuh terduduk di lantai.Sania hanya mampu memeluk tubuh Akbar sambil menangis menjerit pilu, merasakan rasa sakit yang akan Akbar tanggung seumur hidupnya."Apa ini, Bu? Kenapa nasibku Seperti ini? Aku memiliki ayah monster dan wanita yang…" tangisnya pecah. Pria tegap itu menangis dalam pelukan Sa
Dengan perasaan yang kacau, Akbar memutuskan untuk menemui orang tuanya yang saat ini berada di rumah. Ingatannya kembali pada saat pertama kalinya Ia bertemu dengan Mulan yang saat itu sedang diTawan oleh beberapa Orang yang mengaku telah membayar mahal gadis desa itu. Tidak ada kecurigaan sama sekali. Ia benar-benar merasa iba atas hal yang terjadi pada Mulan saat itu.Sampai pada akhirnya, dirinya mulai menyadari bahwa Ia jatuh cinta pada gadis desa yang sangat berbeda sekali dengan Mawar.Mulan sangatlah lembut dan selalu membutuhkan pertolongannya. Sebagai seorang Pria, Ia merasa sangat dibutuhkan dan dihargai."Sial!" teriaknya frustasi. Mobil yang dikendarainya melaju sangat cepat agar cepat sampai ke rumah orang tuanya.Sesampainya di rumah, Akbar segera memarkir mobilnya dan berlari ke dalam rumah, mencari sosok pria yang sangat ingin ia temui."Akbar?" Sania tersenyum menatap anak semata wayangnya itu. Wajah Akbar tampak begitu merah, Seperti menahan sesuatu."Dimana Ayah, Bu
"Aku belum selesai bicara!" cegah Akbar, merasa pernyataan Abian terdengar begitu mengusik hatinya."Apa lagi yang ingin kau dengar?" Abian berbalik dan menatap wajah Akbar. Dua pria tampan itu terlihat memiliki ekspresi sama-sama dingin dan hal itu membuat suasana semakin tegang saja."Ayahmu ada di balik semua ini. Cobalah untuk berpikir, apa yang membuat kehidupan rumah tanggamu dengan Mawar berantakan. Kalau kau selalu beralasan kau berselingkuh karena perilaku seksual yang menyimpang, lalu atas dasar apa seorang wanita seperti Mulan mau tinggal dengan orang yang tak normal seperti dirimu!"Akbar sama sekali tidak menyangka, ucapan Abian begitu menusuk hati dan pikirannya. Pria itu ingin sekali menghajar habis-habisan Abian, namun Ia berusaha untuk tetap tenang dan mendengarkan alasan, mengapa Abian begitu ngotot untuk menyalahkan ayahnya."Kita sama-sama seorang Pengusaha dan memiliki banyak uang untuk mengetahui hal-hal yang ingin kita ketahui. Kalau kau tidak begitu peduli denga
"Apa yang membuatmu datang kemari?"tanyaku penasaran pada sosok yang saat ini berdiri di hadapanku.Akbar tidak menjawab, kepalanya celingukan mencari keberadaan seseorang."Apa yang sebenarnya kau inginkan, Akbar? Lebih baik kau pulang saja."Saat hendak melewati tubuh Akbar, pria itu mencekal lenganku, membuatku terpaksa menghentikan langkah kaki dan kembali memandang wajahnya."Aku ingin kita memulai sebuah lembaran baru. Mulan Seperti hilang ditelan bumi. Wanita itu meninggalkan diriku begitu saja." Ucapnya sambil tersenyum menatap wajahku.Aku segera menepis tangan Akbar, dadaku bergemuruh menahan diri agar tidak mengucapkan kata-kata kasar. Aku tidak ingin pengunjung Restoran terganggu dengan kemarahanku.Tak ingin berlama-lama, aku bergegas meninggalkan Akbar. Berjalan keluar Restoran."Mawar, tunggu!"tak kusangka, Akbar masih saja mengejarku sampai ke tempat parkir."Apa sih yang kau inginkan!" sentakku dengan perasaan kesal setengah mati melihat polah tingkah Akbar yang kekan
Bab 172Luka dalam hati selamanya akan menjadi sesuatu yang tidak pasti, jika tidak terobati dengan baik. Semuanya akan terasa indah jika bisa menyikapi hal itu dengan baik.Seperti halnya dengan diriku, tiga buka pasca perceraianku dengan Akbar, hati ini seperti tanaman yang baru saja tumbuh dan akan memulai sebuah perjalanan yang panjang.Akbar?Terakhir kali aku mendengar kabarnya. Pria itu masih mencari keberadaan Mulan, istri keduanya yang sampai saat ini tidak diketahui keberadaannya. Setiap kali otakku kembali membayangkan masa lalu itu, bukan hanya rasa sakit, melainkan rasa kasihan.Kami bertiga memiliki alasan untuk menjadi korban. Ya, korban ketidakadilan atas keegoisan seorang Sandoro. Abian telah memiliki semua bukti yang mengarah pada mantan mertuaku itu.Pria paruh baya itu adalah alasan pertama, kenapa rumah tanggaku dan Akbar hancur berantakan. Walaupun, pada dasarnya kembali lagi pada diri sendiri akan sebuah kekuatan Cinta, yang Akbar tidak memiliki itu semua.Pria i
Aku menatap wajah pria yang kini tengah menatap wajahku dengan sorot mata penuh harap. Wajah tampannya yang terlihat dingin seperti hilang ditelan bumi saat berhadapan dengan diriku. Cintanya bagaikan sebuah air yang terus mengalir membasahi seluruh isi hatiku."Mawar?" kembali Abian menyadarkan diri ini untuk mendapatkan jawaban yang diinginkannya."Apakah harus secepat ini?" aku mencoba untuk mengulur waktu yang ada. Bukan bermaksud untuk menyakiti hati Abian, hanya saja aku merasa masalahku dengan Akbar belum selesai sepenuhnya. Lagipula, Masa iddahku belum sepenuhnya selesai.Abian terlihat tersenyum. Lebih tepatnya memaksakan senyumannya.Merasa tidak nyaman, aku memalingkan wajah ke arah lain. Berlama-lama bertatap muka langsung dengan Abian membuat kesehatan jantungku berdegup kencang sekali."Baiklah, ayo aku antar pulang." Abian mengalihkan pembicaraan dan lebih memilih untuk membuat diriku merasa nyaman berada di dekatnya.***Mulan meremas ujung roknya, menyalurkan rasa tid
"Lagi pula, istrimu itu Mulan bukan Mawar! Pikiranmu Mulan, tapi mulutmu menyebut nama Mawar. Akbar, cobalah untuk mengerti dan pahami hal-hal yang akhir-akhir ini terjadi."Akbar menghempaskan tubuhnya pada Sofa empuk dan menyandarkan tubuhnya. Pikirannya benar-benar kacau. Mendapatkan kabar bahwa Ia telah resmi bercerai dalam kondisi kehilangan Mulan, membuat otaknya terasa begitu berat untuk berpikir."Kenapa tidak bertanya pada ayahmu?" Sania menatap wajah Akbar dan berusaha untuk meyakinkan anak semata wayangnya itu untuk dapat melihat sebuah kenyataan bahwa Ayahnya selama ini telah mempermainkan kehidupannya secara tidak langsung."Apa hubungannya dengan Ayah?" Akbar menegakkan tubuhnya dan menatap wajah Ibunya itu.Sania memutar bola matanya, malas untuk berdebat tentang persoalan yang sebenarnya sepele tapi begitu memuakkan untuk dibahas."Ibu, tolong katakan yang sebenarnya terjadi. Aku benar-benar tak paham atas semua yang terjadi.""Apa ingatanmu sudah tidak bekerja dengan b
Perlahan Abian melepaskan pelukannya dan memutar tubuhku agar berhadapan dengannya. Pria itu nampak begitu serius menatap wajahku dengan sorot mata yang tak dapat aku artikan."Aku akan menikah Mawar, apa kau mendengarnya?" sederet kalimat itu kembali mencuat keluar dari mulut Abian, menyisakan sedikit rasa perih di hatiku. Aku belum dapat mengetahui isi hatiku sebenarnya, namun akhir-akhir ini memang wajah Abian selalu berada dalam pikiranku."Mawar," sekali lagi. Pria itu terlihat begitu putus asa dengan kediamanku. "Abian, aku tahu selama beberapa tahun terakhir kau mencintaiku. Tapi, ini salah. Kau akan menikahi gadis itu. Jadi, tak lantas jika kau mengatakan bahwa kau mencintaiku." Jawabku tanpa berani memandang wajah Abian. Kepalaku tertunduk sambil sesekali mengusap keringat di keningku.Tangan Abian meraih tanganku, menggenggamnya begitu erat."Kaulah segalanya Mawar, orang yang akan aku nikahi adalah dirimu."Kepalaku mendongak menatap wajah Abian. "Apa maksudmu?""Orang yan