Pov Fandi.
Ini akan jadi malam panjang. Aku bisa mati berdiri jika tak bisa mengganti semua uang Bapak Kila. Bagaimana ini?Kuseka keringat yang menetes di pelipis. Beginikah rasanya dapat masalah dengan mertua?Selama ini, aku menikahi Sri yang hidup sebatang kara. Mau kuapakan juga tak akan ada yang membela. Tapi sekarang, Kila punya orang tua yang super banyak aturan.Gluduk.... gluduk...Suara gemuruh terdengar dari langit. Kilatan cahaya juga terlihat dari sisi kiri tempatku duduk. Gulungan awan hitam itu perlahan mendekati tempat kami berada.Jangan sekarang langit, aku mohon jangan menambah kesialan ini dengan air kirimanmu!"Mas, kok mau hujan?" Kila terlihat panik. Dia berdiri dan mengamati langit di atas teras rumah. Sementara aku, Tentu saja lebih panik. Harusnya hujan tak datang di hari sepenting ini, di musim kemarau juga.Apakah banyak orang yang berdo'a agar air langit itu segera turun?Belum juga kutemukan ide mengatasi masalah ini, tetesan air sudah jatuh ke tanah. Tamat sudah, riwayatku sebagai orang terpandang jatuh dalam Sekejap.Sejak rencana pernikahan ini tersiar, mereka terus bicara bahwa Kila akan menikah dengan lelaki sukses, tampan, mapan, direktur perusahaan teh ternama di Karanganyar. Karena itulah, keluarga Kila tak keberatan putrinya jadi istri kedua. Tapi sekarang, bagaimana direktur perusahaan besar membuat hajantan seperti pasar malam gagal!" Mas bagaimana ini? " Kila semakin panik. Hujan turun semakin lebat, membawa serta beban berat kedalam hidupku.Tamu undangan berhamburan mencari tempat berteduh, bahkan dekor tempat kami duduk tak luput jadi tempat mereka menghindari hujan.Tak ada akhlak memang. Bisanya raja dan ratu sekarang lihat pantat berjajar tepat di depan kami !" Sini, kita ke dalam. Ayo kita masuk mas!" Kila menarikku keluar dari situasi yang tak lagi kondusif. Dia membawaku kekamarnya yang sudah berhias bunga-bunga nan cantik, dengan selambu warna pink memutari semua ruangan.Aku duduk di ranjang yang bertabur bunga. Rasanya kepalaku berdenyut hebat sekarang. Kenapa sejak kedatangan Sri, semua hal tak ada yang berjalan benar."Semua ini karena Sri!" Kila melempar vas bunga kelantai. Untung Vas itu dari kayu, jadi tak menimbulkan bunyi pecahan yang nyaring. "Hancur sudah semua mimpiku. Bagaimana kau akan membayarnya mas? Sakit sekali rasanya hatiku ini!" Kila kembali berteriak, kini ia melempar bantal ke arah ku."Sakit Kila!" Aku memprotes sikapnya." Sekarang apa lagi yang ingin kau bela dari nya mas? Lihat kan apa yang sudah dia lakukan pada pernikahan impianku?" Kila bicara dengan berapi-api."Wanita yang kau bilang diam, penurut, santun, nyatanya membuat susah semua orang disini. Kau masih akan diam saja mas?" Kila berkacak pinggang. Nafasnya memburu, seperti baru saja ia selesai lari maraton.Namun jika di fikir benar juga, semua kesialan ini terjadi setelah kedatangan Sri. Mungkinkah catering itu juga ulah nya? Ah tak mungkin, bisa saja memang Kila pesan catering abal-abal."Sekarang aku minta kau beri istri tuamu itu pelajaran mas ! Jika tidak, selamanya mungkin kau tak akan pernah memiliki harga diri!" "Bagaimana aku akan memberinya pelajaran ! Dia kemana saja aku sudah tak tau."Kila terdiam sebentar, lalu kembali mendekatiku duduk di tepian ranjang. "Bagaimana jika dia ke rumah selingkuhan nya? Ke mana lagi dia akan tinggal. Dia bilang sudah menjual rumah mu di Karanganyar bukan ?"Aku menatap tajam pada Kila. "Jangan ngaco kamu! Sri itu wanita baik-baik mana mungkin dia menghianatiku !""Siapa tau, dia ingin membalas dendam? Bukankah mas yang mengkhianatinya lebih dulu !"Deg !Entah mengapa, mendengar ucapan Kila, hatiku menjadi sakit. Mungkinkah ini baru awal dari semua karma yang akan aku terima atas pengkhianatan ku pada Sri? Ah tidak, mana ada hal semacam itu !Kila kini mendekatkan bibirnya ke telingaku. "Coba mas fikir, masak iya tiba-tiba Sri bisa punya uang sebanyak itu? Jika bukan karena jadi simpanan Orang kaya, mana mungkin mobil milyaran menjemputnya kemari?"Ucapan Kila ada benarny, Mungkin saja Sri punya laki-laki lain. Awas saja kamu Sri ! Aku ceraikan baru tau rasa kamu.Aku berdiri dan melepas baju pengantin ku. Segera berganti dengan kaus dan celana panjang, mungki ada baiknya aku mencari tau dulu dimana Si Sri berada."Lho.. Lho, Mas mau kemana?" Kila terkejut melihatku berganti pakaian."Cari Sri, ada yang mau aku tanyakan!""Tanya apa?" "Tentang semua yang terjadi disini, dan uang di rekeningku yang tiba-tiba menghilang!"Kila menarik tanganku dengan kencang. Tubuh ini terjatuh di atas tempat tidur. Gila, besar juga tenaga wanita satu ini !"Coba katakan lagi mas?" "Katakan apa?""Yang barusan kau bilang tadi. Coba ulangi lagi"Aku terdiam sebentar. Menyadari kebodohanku sendiri. Harusnya aku tak mengatakan apapun tentang rekeningku. Tapi kenapa, mulut ini tak bisa menjaga ucapan ya sendiri !"Sudah lah sayang, mas harus kembali ke Karanganyar dulu." Aku berdiri, berusaha mengalihkan pembicaraan."Gak...gak mas. Jelas-jelas tadi aku dengar, kau bilang rekeningmu tiba-tiba menghilang ! Jawa mas, apa yang aku dengar itu betul?"Baiklah, sepertinya aku tak bisa lagi mengelak."Ya, dan yang membayar semua makanan itu Bapakmu. Jadi biarkan aku pergi mencari Sri dulu. Aku harus tanya banyak hal padanya, Kila !"" Bapak yang bayar? keterlaluan kamu mas ! Tidak bisa kalau begitu, aku juga ikut!" Kila tiba-tiba berdiri dan mengganti juga bajunya.Aku Menghentikannya dan menarinya duduk kembali. " Masih ada banyak tamu, Kita tak bisa pergi berdua dulu.""Gak mas. Aku juga harus bertemu Sri, istrimu itu juga harus tau, aku juga punya hak atas uang suamiku. Seenaknya saja dia kosongkan seluruh isi rekeningmu. Mau makan apa kita setelah ini?"Saking pusingnya, Kutarik rambutku sendiri. Kenapa begitu sulit mengendalikan perempuan satu ini. Kenapa pernikahan ini justru membawa banyak sejali masalah baru. Terlebih melihat Mila sekarang, yang ada di dalam otak ya hanya uang dan uang. Ah, kenapa aku bisa jatuh hati pada wanita materialistis seperti nya ? Tapi mau bagaimana, aku sudah terlanjur jatuh hati padanya."Mas ! Kenapa kau melamun terus? Kau sedang memikirkan Sri? Menyesal sudah membuat istrimu itu marah besar pada pernikahan kita ?""Bukan begitu Kila, mas sendiri tak tau apa yang sedang terjadi, jangan menambah mendidih otakku yang sedang panas!"Ingin rasanya aku menghindar dulu dari banyaknya masalah yang ada malam ini. Segera saja aku ambil tasku di atas meja dan mengambil kunci mobil Kila. Mobil yang baru saja aku belikan untuknya beberapa hari lalu."Sudah, aku harus mencari Sri dulu. Kau disini saja, mengurus semua tamu orang tuamu!" Kali ini aku berkata dengan tegas. Kila nampak menatapku pias. Sementara tangan ini masih menunjukknya dengan sangat serius. Wanita ita tak berani sedikitpun membantah."Mas...!" Dia belum selesai bicara, namun aku sudah menutup mulutnya dengan jari telunjuk. "Mas mohon mengertilah, mas akan segera kembali Kila, jadi percayalah apa kata mas. Paham " Kila mengangguk pelan. "Tapi, bagaimana kita menganti uang Bapak mas?"Ku putar mataku kesal. Rupanya itu yang membuatnya tak ingin aku pergi. Aku menariknya duduk di atas tempat tidur dan membelai rambutnya. " Kila punya uang?" Dia menggelengkan kepala. " Bagaimana jika kita pakai dulu uang sumbangan masyarakat dulu, kita pakai untuk membayar makanan tamu Bapak, nanti mas ganti."Kila hanya terdiam. Tak memberi jawaban. Kuanggap saja dia setuju. Aku segera bergegas meninggalkannya keluar kamar, sebelum semakin. banyak pertanyaan dari mulutnya yang tak bisa diam itu.Aku menyelinap di antara kerumunan, lalu berjalan menerobos hujan yang lebat, menuju mobil Kila diseberang, ter parkir di salah satu rumah tetangganya.Baiklah Sri, mari kita bertemu! Aku ingin tau, dari mana juga kau dapat semua hart melimpah itu. Benarkah kau jadi simpanan lelaki kaya?"Nyonya baik-baik saja?" Suara Arman membuyarkan lamunanku."Baik, aku baik man, hanya entahlah, mungkin begini rasanya patah hati." Aku mencoba tersenyum. Meski sesak masih menjalar, siapa yang tak terluka, datang di dalam pernikahan suami sendiri.Berusaha memejamkan mata, tapi sungguh aku tak dapat merasakan kedamaian. Bagaimana akan aku katakan pada Lala, tentang apa yang sudah terjadi. Mungkinkah bijak, membagi kisah ini pada gadis sekecil dia."Jika boleh saya bertanya nyonya." Kembali Arman membuatku melihatnya."Iya, katakan?" "Siapa orang yang memakai baju pengantin tadi?"Aku tersenyum. "Kau lupa man, Lelaki kurus kering yang Bapak bilang mirip Cacing kremi itu" Aku menjelaskan. Aku tak pernah memperkenalkan Mas Fandi pada Bapak angkatku, sejak awal beliau tak pernah setuju. Tak adakah lelaku lain yang lebih pantas untuk menyandingmu nduk? Lelaki macam cacing kremi begitu mau menikahimu ?Kalimat itu terucap saat aku baru menunjukkan selembar foto mas Fandi. Namun Bapak
Memiliki Bapak seperti Tuan Lee, tak pernah sedikitpun terlintas dalam imajinasi seorang yatim piatu sepertiku. Aku bahkan tak tau siapa dirinya, saat pertama kali kami bertemu dulu.Saat duduk di bangku sekolah dasar. Aku berjualan pukis setelah selesai sekolah, uang hasil jualan biasa ku beli kan sesuatu yang begitu aku inginkan. Baju , sapatu atau apapun yang anak seusiaku inginkan. Sebagai anak panti, uang jajanku di jatah dan tak akan bisa bertambah meski kami terus merengek meminta. Bagi kami, memiliki uang lebih adalah sebuah kemewahan."Makan ini om" Kusodorkan dua pukis pada lelaki dengan Baju lusuhnya. Ia menatapmu sekilas dan melahap juga pukis itu tanpa jeda. Tangannya menegadah lagi. Kuberikan saja pukis terakhir di dalam Keranjang."Thankyou..." Hanya kata itu terucap. Dia lalu berdiri mendekati kran air di ujung taman kota. Menenggak dengan segarnya air yang keluar.Aku yang hanya anak kecil sebatang kara, bahkan tak tau apa arti kalimat yang di ucapkan lelaki itu. S
Mas Fandi melepaskan ku. Aku bisa melihat tangan kosongnya mengepal kuat. Urat nadi nya keluar, menahan amarah yang pasti sangat bergejolak.Kurapikan jilbab dan gamisku. Sementara Arman masih mengacungkan pistol nya. Ternyata, mas Fandi sedang cemburu buta pada pengawal ku sendiri. Arman memang bukan lelaki jelek. Dia lebih gagah dari mas Fandi. Tingginya hampir 180 cm. Dengan garis rahang yang tegas, dan potongan rambut pendeknya, siapapun bisa melihat bahwa dia orang yang sangat serius."Turunkan pistol mu Man." Aku menarik tangan Arman kebawah. Dia dengan sigap memasukkan kembali pistol ke belakang tubuhnya. Namun matanya. Bagai elang, berkilat tajam menatap gerak-gerik mas Fandi.Mengerikan ! Beginikah pembunuh bayaran beraksi? Bapak tak akan sembarangan menerima anak buah. Mereka haruslah memiliki kemampuan di atas rata-rata. Paling tidak, kemampuan bela diri nya sudah mempuni. Dan Arman adalah satu, dari ratusan anak buah Bapak yang b
"Nyonya baik-baik saja?" Arman bertanya padaku yang masih berusaha mencari ketenagan.Kugeser dudukku agar lebih nyaman. '" aku baik man, tenanglah." "Menurutmu man, apakah fisik yang sempurna itu penting untuk semua lelaki?" Arman diam sebentar, lalu kembali melihat kearah ku. "Apa bedanya manusia dan hewan, jika hanya sebatas mengandalkan fisiknya untuk membuat pasangan kita tertarik?" Aku mengerutkan alis. " Maksudnya?""Burung merak mengepakkan sayap cantiknya untuk mencari pasangan di musim kawin, beberapa hewan bahkan memberikan bau khas agar pasangannya tertarik. Tapi hanya beberapa yang setia seperti merpati dan pinguin kan?""Otakku tak sampai man, jangan membuatku berfikir keras.""Mereka hewan nyonya, sah saja berganti pasangan dan berhubungan dimanapun. Tapi manusia? Kita ini diberi akal lebih, begitu rendahnya nilai kita bila hanya melihat sesuatu dari fisiknya !"Aku terdiam, meski kenyataan dil
Aku belum berani menjawab tanya Lala tentang ayahnya, Selalu saja kualihkan pembicaraan untuk membuatnya sibuk dengan sesuatu. Sekuat apapun aku berusaha, nyata nya masih saja ada rasa takut untuk menyakiti hatinya.Hingga pagi ini, aku yang harusnya pulang kerumah besar tadi malam, harus tidur disini karena alasan menghindari pertanyaan Lala. Sampai kapan. . ." Jangan menipunya lagi Sri, Lala berhak tau." Raya memberiku nasihat.Kutatap Lala yang sedang bermain di taman rumah ini. Aku tau, memang sebuah kesalahan menyembunyikan semua dari Lala."Sri, anakmu gadis yang cerdas. Jika tak mendengarnya darimu, dia bisa saja mendengarnya dari orang lain. Bukankah itu akan lebih menyakitkan?"Raya menggenggam tanganku. Mencoba menguatkan ku. "Kau benar Ray, harusnya aku katakan saja yang terjadi." Aku mencoba mengumpulkan kekuatanku sendiri."Percayalah, jika dia belum mengerti, bukan berarti dia tak akan mengerti " Raya memegang pundak ku. Dia tau, aku sedang mencoba mengumpulkan keberan
POV KilaSemalaman aku tak tidur. Mas Fandi tak pulang kerumah, bahkan di malam pernikahan kami. Semua itu karena Sri si kumal. Nika saja dia tak membuat begitu banyak masalah, aku rasa pernikahan ini akan berjalan seperti yang aku impikan. Sayangnya semua hancur karena wanita jelek itu."Mau kemana kamu La?""Nyusul mas Fandi pak!" Aku ambil kunci motor di lemari depan."Memangnya Fandi kemana?"Aku diam, lupa jika Bapak pasti tak tau kepergian mas Fandi. Aku lalu berjalan mendekati Bapak. "Kila pergi dulu pak." "Tunggu la, Fandi kemana?"Aku menggigit bibir sendiri, takut jika bapak menanyakan alasan kepergian mas Fandi. Masak aku harus bilang isi rekeningnya hilang. Bisa marah besar Bapak."Mungkin Fandi ambil uang pak, kan dia tau pakai uang Bapak buat bayar konsumsinya." Ibu memberi alasan yang menyelamatkan ku sementara waktu."Iya, benar juga. Yasudah, ini kasihkan Fandi." Bapak merogoh saku dan
Duduk dengan Bapak di balkon rumah. Menikmati udara yang tak akan pernah berubah dinginnya. aku selalu suka menghabiskan waktuku disini. Menikmati pemandangan yang sungguh memanjakan mataku sendiri."Bapak tak ingin berkeluarga?" Aku kembali bertanya. Entah kapan terakhir aku menanyakan ini padanya."Berapa kali kau akan bertanya, jawaban Bapak tetaplah sama. bapak tak lagi memikirkan sebuah pernikahan."Aku menghela nafas. Bapak pernah bercerita, beliau pernah menikah dulu, sat belum mengenalku. Memiliki seorang gadis cantik yang selalu membuatnya bahagia.Hinga suatu hari, sebuah serangan menghancurkan keluarganya. Bapak yang seorang mavia, dengan banyak musuh besar yang siap menghancurkan nya kapanpun, ternyata di khianati pengawalnya sendiri. Anak dan Istrinya terbunuh dalam serangan itu, Bapak sendiri, di bawa pergi oleh anak buahnya yang lain. Meninggal akan Negara tempatnya tinggal. Mereka pergi sejauh mungkin.Bapak terbang ke Indonesia, melewati jalur Kapal, Bapak datang ke
Aku belum memutuskan apapun, tentang tawaran Bapak padaku tadi. Banyak yang harus aku pertimbangkan lagi. Dan aku meminta waktu lebih banyak. Setelah menemui Bapak dan bicara, aku putuskan mencari tau apa yang terjadi di rumahku karanganyar. Arman bilang, mereka berdua sedang ada disana.Mobil kami sudah berhenti di depan rumahku. Dan ku lihat memang mobil yang di pakai mas Fandi semalam masih ada di halaman rumah kami, bersama motor yang asing bagiku."Man, tunggulah disini.""Tapi Nyonya.""Biar aku kedalam sendiri. Bila terjadi sesuatu, aku akan berteriak memangilmu. Dan kau boleh masuk. Mengerti ! "Aku tak ingin apa yang akan aku bicarakan, justru hanya tertuju tentang bagaimana aku bisa memiliki banyak uang, siapa pengawalku ini, apa kau selingkuh. Aku sudah lelah menjelaskannya kemarin, tak ingin lagi mengulang nya kali ini. Sebab yang ada di kepala mereka hanyalah uang dan siapa yang lebih berkuasa." Aku masuk dulu." Aku berjalan masuk sendiri. Membuka gerbang rumah yang namp
Jani mengambil foto di tangan Leon dan memperhatikan lebih jelas, gadis bermata abu itu memang nampak sanggat bahagia bersanding dengan seorang anak lelaki kecil dengan rambut menutup poninya."Ini_" Jani menghentikan kalimat nya dan menatap ke arah Leon."Ya, itu aku. Meski tak kamu ingat kita adalah sahabat kecil Jani..Kata Jani berkaca menatap ke arah Leon, memperhatikan setiap lekuk wajah lelaki nan tampan itu dengan seksama."Benarkah itu dirimu? sahabat yang kadang hadir dalam mimpiku, aku selalu bertanya itu kisah siapa, sebab ta ada yang aku ingat dari masa lalu ku selain karena sepenggal kisah yang ku denggar dari bapak yang membesarkan ku."Jani berkata dalam hati, air mata nya turun tanpa sadar, membuat wajahnya yang putih merona kemerahan sekarang."Ada apa sayang?" "Sekarang aku tau kenapa kamu begitu baik padaku." Ucap nya lirih.Ya, selama ini Jani selalu merasa bersyukur sebab masih di beri hidup lebih lama, mengucap terimakasih pada Leon dalam hatinya sebab memberin
"Karena kamu tau segalanya Jani, kamu kehilangan ingatanmu saat mengalami kecelakaan setelah bertemu dengan Lenzia, itu pertemuan terakhirmu, sebab Lenzia menghilang setelahnya." Leon menjelaskan dengan gamblang"Jadi aku pernah bertemu dengan Lenzia?""Ya, dan Aini mencoba juga untuk membunuhmmu."Sri dan Jani sama-sama terkejut, menghadapi kenyataan yang teramat berat sekarang. ""Dan wanita tadi adalah Aini? ." Ucap Jani membuat Sri menatap nya serius."Kalian sudah bertemu Aini?""Iya, kami tak sengaja bertemu dengannya saat aku turun membeli minum, dia hampir membunuh Jani.""Dia terus menyebut ku Lusia.""Ya karena itu yang dia tau, dia hanya mengenal nama Lenzia Jani." Leon kembali menjelaskan dan membuat Jani semakin diam."Dimana kalian bertemu Aini?" Sri penasaran."Di minimarket tengah hutan.""Begitu? aku harus segera mencarinya." Sri berdiri, dia ingin bicara lebih banyak namun Sepertinya Aini jauh lebih Penting sekarang."Sepertinya aku harus permisi dulu, kami sudah lam
Sri tersenyum menyetujui, dirinya memang harus mengatakan banyak hal pada Jani sekarang."Saya janji tidak akan memaksa, bila nona Lusia berkenan saya pergi, saya akan pergi." Ucap Sri jujur, dia tak ingin mengusik Lusia yang sedang sakit namun jika wanita itu meminta penjelasan, Sri tentu saja lebih senang mendengarnya."Baiklah, hanya sebentar saja, tanyakan saja apa yang ingin kamu dengar dan setelah itu istirahatlah."Jani tersenyum dan mengganggukkan kepala. "Terimakasih sayang, terimakasih." Ucap Jani dengan wajah merona, mereka lalu masuk ke dalam kamar Leon.Leon meletakkan Jani ke atas tempat tidur, Jani bersandar pada tempat tidur nya dan Leon menyelimuti wanita itu hingga menutupi sebagian tubuhnya yang putih. Sri duduk di sisi ranjang, melihat betapa Leon memperlakukan Jani dengan istimewa, dia yakin lelaki ini memang tulus mencintai Jani."Katakan segera yang ingin anda katakan." Leon bicara dengan tegas, tak ingin Janin terusik lebih lama lagi.Jani menyentuh lengan keka
"Wanita ini menyebutku Lusia, Leon." Ucap Jani pada Leon membuat Leon juga merasa tak tenang."Dia menyebut Lusia, Leon! Dia tau Lusia!!" Jani terdengar panik, memeluk Leon dalam ketakutan.Leon mendekap mendekap erat Jani, menatap menatap marah pada apa yanh baru saja Aini lakukan, dia tak mengenal Aini, namunn beraninya wanita otu bahkan menyakiti orang yang sangat dia lindungi."Bawa dia pergi!" Ucap Leon kesal, dia ingin membuat. perhitungan pada Aini, namun menenangkan Jani jauh lebih penting sekarang.Leon melihat Aini di bawa paksa pergi, sementara Jani yang ketakutan merosot terduduk di lantai pelataran, dia terus menatap Aini yang menjauh, tak dapat lagi berpikir biaik, Jani berharap semua yang di lalukan bisa membuat nya mengingat sesuatu."Kamu baik-baik saja sayangku?" Leon tertunduk, mendekap Jani penuh penyesalan."Harusnya aku tak meninggalkan mu sendirian. sayang." Ucapnya merutuki kebodohan nya sendiri.Jani menangis kencang, tangisan yang entah kenapa tiba-tiba saja
"Jauhkan tanganmu, siapa kamu!" Jani berteriak histeris, tatapannya melihat ke arah dalam minimarket"Kenapa kamu cantik? Aku benci saat kamu cantik!'" Ucap Aini kesal, tangannya terus mencoba menyentuh wajah Jani."Kemari kami sialan!" Aini meremas kuat kerah baju Jani, membuat ia gemetar karena histeris."Tidak!.... tidak!" Ucapnya kencang dan sebuah ingatan masa lalu kembali muncul....Jani melihat wanita berparas mirip dirinya berlari letakutan dengan perut membesar, entah apa yang sudah di lalui hingga gaun putih yang di kenakan berlumur darah dan tanah, dinginya malam bukanlah musuh terbesarnya, dia lebih takut jika bayi dalam dekapan itu lepas dari pelukan. "Jangan mencoba lari Lusia!" Teriakan itu begitu nyaringo dan lantang terdengar.Lusia gemetar dalam tangis, berjongkok pada rimbunya dedaunan kecil dan ilalang, berharap diri nya tak di temukan."Lusia!" Teriakan itu kembali terdengar, tubuh kecil Lusia semakin gemetar."Sabarlah sayang, mama akan membawamu pulang, kita ak
"Aku ingin tau apa yang terjadi Leon, aku mohon katakan sesuatu." Ucapnya meminta, segala hal yang menimpanya begitu menyiksa dan membuat dirinya bertanya."Perlahan saja sayang, kita akan bicara nanti." Ucap Leon lalu membawa Jani masuk ke dalam mobil mereka.Meninggalkan rumah kosong yang serasa tak asing bagi jani, rumah yang sepertinya sangat dia kenal namun tak bisa di ingat lebih baik.Mobil Leon membelah malam sunyi, melewati hutan yang lebat dengan hanya satu, ldua penerangan minim, mereka hanya berdua saat datang dan pergi, menyisakan kesunyian nyata setiap kali tak ada suara di antara mereka."Kenapa diam?" Tanya Leon, ia masih Melihat Jani terdiam Menatap ke luar jendela."Rasanya aku pernah ada di sini." Ucapnya sembari melihat ke arah rumah kosong di sisi jalan.Leon berhenti mendadak, menatap ke arah rumah kosong di sisinkanan mereka, rumah tangga memang sejak lama tak di tempati, namun kenapa Jani merasa pernah ada di sana?"Kamu yakin pernah ada di sana?"Jani mengangg
Aini menjerit di depan toko, dia takut sebab Fandi sudah meninggalkan dirinya sendiri di tempat asing, pegawai toko juga ketakutan sekarang, Aini bisa saja melukai orang karena tertekan. "Wanita murahan!" Tiba-tibsa saja kalimat itu keluar dari bibir Aini, dia teringat pernah menyebut nama itu begitu sering dulu.Aini terduduk di trotoar jalan, uang yang di genggamnya ia lepas begitu saja, ia menatap nanar ke jalan yang sepi, seakan dirinya bisa saja tenggelam dalam gelap.Aini mengingat betul dia pernah hidup mewah, namun entah kenapa sekarang semua hanya bergantung pada saat orang memberinya perhatian dan cinta. "Kenapa kamu pergi mas!" Aini menangis lagi, kali ini bayang wajah Arka suaminya tergambar jelas, lelaki itu bahkan telah damai sekarang.Aini begitu mengingat bagaimana Arka yang tak pernah berbuat jahat padanya dulu, masih menjadi lelaki yang menempati hatinya selain Satria. Dia bahkan rela menyingkirkan semua rintangan yang ada hanya untuk menempati ruang yang tak lagi
Sementara Fandi dengan perasaan tak menentu memutuskan pulang ke Solo, dia tak ingin mendapat masalah dengan bertemu lelaki seperti tuan Cien. Bergegas dia berjalan ke kamar dan melihat Kila tertidur dengan baju terbuka."Ada apa Sayang?" Kila bertanya dengan cemas, melihat Fandi membuka lemari baju dan mengemasi barangnya."Ayo pulang sekarang." Ucapnya kesal terus di tanya namun Kila masih tak memahami situasi yang ada."Kenapa mendadak pulang?""Ya karena kita memang harus pulang Kila!" Ucap Fandi kesal. "Bantu aku berbenah dan jangan banyak tanya!" Ucapnya lagi lalu melanjutkan lagi menata pakaiannya.Dengan kesal Kila medekat, menarik kopernya juga ke depan lemari dan ikut memasukkan barang-barangnya."Padahal kita baru berapa hari di sini!" Ucapnya ketus."Kalau kau mau di sini terus, silahlan! aku mau pulang!" Ucap Fandi lagi dengan nada tinggi, dia benci sekali saat Kila merajuk tanpa alasan.Fandi menatap Kila dengan wajah tak suka."Harus nya kau malu bilang begitu, aku suda
"Kau tau tempat ini?" Leon bertanya dengan alis terangkat.Jani menggelengkan kepalanya, meski merasa tak asing namun dirinya tak dapat mengenali lingkungan tempatnya barada sekarang."Aku tak tau, ada sesuatu di sini?" Jani berusaha mengingat, namun tak dapat menemukan serpihan cerita dari tempatnya berada sekarang."Ayo kita masuk, mungkin kamu akan menemukan jawabannya. " Ucap Leon membuka pintu mobil nya dan segera berjalan ke sisi yang lain."Ayo keluar." Ucap Leon lagi, menarik jemari kecil Jani keluar dari dalam mobil mereka."Aku tak mengerti." Jani masih mematung di tempat, takut bila Leon berbuat sesuatu yang mungkin membuat dirinya merasa kecewa."Kau hanya perlu mengikuti kata hatimu, tak ada yang perlu di mengerti Jani, aku tak akan pernah membuatmu merasa terluka, percayalah!" Ucap Leon meyakinkan wanita di hadapannya itu.Mata Jani keluar menelisik ke sekitar tempatnya berdiri, sebuah pelataran kecil dengan pohon mangga besar di dekat pagar rumah itu, membuat hati kecil