"Loh kok, kamu yang masak? Bi Inah ke mana, Sayang? Kenapa bukan Bi Inah saja yang menyiapkan masakannya?"
Nara terperanjat dengan hampir saja melempar sayur bayam yang masih mentah di tangannya. Andai saja uluran tangan yang melilit pinggangnya itu tak dibarengi dengan sebuah suara, pasti dirinya sudah sedari tadi menjerit berusaha memberontak.Siapa lagi pelakunya kalau bukan Dimas? Ya, pria itu sepertinya baru saja bangun dari tidur pulasnya setelah semalam puas tertawa dan bercanda bersama dengannya."Nara? Kok diam saja? Bi Inah ke man—""Saya di sini, Tuan! Maaf, tadi Nyonya Nara sempat memaksa untuk membantu saya di dapur. Saya tidak bisa menolaknya, apa lagi tiba-tiba saja tadi ada beberapa bumbu dapur yang habis. Jadi saya harus membelinya dulu di warung, dan terpaksa meninggalkan Nyonya Nara sendirian di sini," jelas Bi Inah cepat, sebelum nanti terjadi sebuah kesalah pahaman.Sebuah kantong plastik bening yang berisikan beberaGleghh!Untuk sesaat Darren jadi kesulitan membasahi tenggorokannya sendiri. Ia terdiam membeku, dengan dua pasang mata yang menatap curiga ke arahnya. Hingga sedetik kemudian dirinya pun langsung tergelak, yang mana hal tersebut langsung membuat kedua alis Nara dan Dimas mengerenyit."Hey! Aku bertanya serius padamu! Dari mana kau tahu semua itu?" tanya Dimas lagi, dengan rahang yang semakin mengeras.Andai saja tak ada Nara saat ini di hadapannya, pasti sudah sedari tadi ia memberikan sebuah pukulan telak pada saudara sepupunya yang gemar sekali bercanda di tengah situasi yang amat serius itu. Sungguh, Dimas memang tak pernah suka dengan sikap Darren yang selalu terkesan bermain dalam menghadapi setiap situasi apa pun."Kenapa kalian semua malah menatapku dengan tatapan aneh dan penuh curiga sih? Tenang saja, aku tahu hal ini karena tak sengaja mendengar percakapan beberapa pekerja yang ada di rumah ini. Hanya itu saja kok," jawab Darren dengan santai, yang kembali melanjutkan akti
Brakk!Beberapa lembar berkas penting langsung terbang melayang dan jatuh berserakan sedetik kemudian, hingga membuat sang empunya bergerak cepat mengambil dan merapikan itu semua."Maaf, maaf! Aku tidak sengaja!" ucap Darren yang seketika merasa bersalah.Tanpa menanggapi ucapan Darren, suami dari Nara itu langsung kembali bergegas berdiri tegak. Ia menggenggam erat beberapa dokumen penting yang akan digunakannya pada rapat di kantor nanti, seraya merapikan sejenak jas hitam yang tengah dikenakannya."Kau nampaknya sangat terburu-buru sekali? Ada meeting ya? Makanya kalau sudah tahu ada meeting, jangan sibuk bermain di atas ranjang saja dengan is—""Hushh! Siapa yang seperti itu? Aku terburu-buru karena jadwal meeting tiba-tiba dimajukan! Salah satu investorku akan mempercepat jadwal kepulangannya hari ini, jadi aku harus memajukan semua jadwal!" potong Dimas cepat seraya mengecek kembali beberapa dokumen pentingnya sekilas.Ber
Nara menggeleng tak percaya, tepat setelah ia melihat Darren berdebat langsung dengan salah satu orang kepercayaan suaminya.Siapa lagi kalau bukan Marvori? Pria itu baru saja pulang dari kampung halamannya, setelah hampir seminggu kurang ini mengambil cuti.Ya, pria itu baru saja dijodohkan oleh kedua orang tuanya. Namun sayang bukannya sebuah sambutan atau ucapan selamat yang didapatkan, melainkan sebuah perdebatan yang tak kunjung usai atau bahkan hampir terjadi baku hantam."Darren! Please, stop it! Dia Marvori! Dia yang sudah menjagaku, bahkan sebelum aku menikah dengan saudara sepupumu!"Genggaman erat tangan Darren yang ingin melayangkan sebuah pukulan keras, tiba-tiba saja terhenti berkat perkataan Nara. Sejenak, Darren seolah kembali disadarkan oleh keadaan sekelilingnya. Hingga akhirnya langsung dengan cepat ia mengalihkan arah pukulannya ke tempat lain, atau yang lebih tepatnya lagi ke arah sebuah tembok yang ada di sampingnya."Maaf, Tuan. Saya di sini, berkat perintah Tua
Tak langsung menjawab pertanyaan Nara, Marvori lantas berdiri seraya meraih kembali sebuah kotak kosong yang sudah dibawanya. Ia melirik sesaat ke arah istri majikannya itu, hingga akhirnya benar-benar memuaskan berbalik hendak meninggalkan begitu saja."Marvori! Jangan bermain teka-teki padaku! Apa maksudmu?"Nara kembali bertanya, akan tetapi sayang pertanyaannya itu hanya dianggap bagai angin lalu saja. Ia mendengkus sebal, karena sedetik kemudian Marvori benar-benar menjauh dari pandangannya. Hingga helaan napas lelah muncul dari bibir, tepat sesaat setelahnya."Apa maksud Marvori itu Darren? Tapi kenapa harus lelaki itu? Bukannya dia bukan orang lain di rumah ini?" batin Nara bertanya-tanya dalam hati.Sungguh demi apa pun, Nara benar-benar sangat pusing saat ini. Ia memang tahu hubungan suaminya dengan Darren tak begitu baik, dan itu dapat dilihatnya dengan jelas beberapa hari kemarin. Namun satu hal yang masih membuatnya tak percaya adalah,
"Mas, kamu benar-benar bisa mengantarkanku untuk cek ke dokter? Kalau tidak bisa tidak apa-apa, Mas. Aku bisa pergi sendiri dengan diantar Marvori nanti," tanya Nara sekali lagi, sambil membereskan isi tasnya.Ditatapnya beberapa benda kecil seperti makeup dan peralatan ponsel yang keluar dari tasnya itu. Jujur ia sempat bingung mau memutuskan untuk membawa yang mana, karena tak bisa membawa semuanya. Jika membawa tas yang lebih besar, perutnya yang sudah mulai membuncit malah akan membuatnya semakin ribet sendiri. Akan tetapi jika tetap memutuskan untuk memakai tas yang kecil, dirinya malah jadi bingung sendiri untuk memilih yang mana harus dibawa dan ditinggalkannya.Ya, usia kandungan Nara saat ini memang sudah mulai memasuki trimester ketiga. Jelas beberapa bagian tubuhnya sudah tak lagi sama seperti dulu. Waktu seolah dengan cepat berlalu, hingga merubah semuanya menjadi berbeda."Astaga, Mas! Kamu mengangetkanku saja!" Nara sedikit mengangk
"Bagaimana kabar Darren, Mas? Apa dia baik-baik saja?"Hampir saja Dimas menghentikan laju kendaraannya secara tiba-tiba, tepat setelah mendengar pertanyaan istrinya itu. Dan untung saja dirinya masih bisa mempertahankan fokus, sehingga yang keluar setelahnya hanyalah embusan napas yang terdengar begitu berat. Sehingga situasi jalanan masih bisa berlangsung normal, tanpa hambatan atau pun sebuah kecelakaan ringan yang mungkin nanti bisa menyebabkan hambatan."Untuk apa kamu bertanya tentang dia lagi? Biar saja Darren berusaha untuk dirinya sendiri di luar sana," balas Dimas dengan nada dinginnya tanpa menoleh ke arah lawan bicara, yang biasanya ditatap dengan penuh cinta.Melihat perubahan itu, Nara pun seketika terkekeh. Ia meraih sebagian rahang tegas suaminya, dan mengusapnya sesaat. Dan melakukannya berulang kali, hingga membuat pria tersebut mengerenyitkan dahi dan bergerak menjauh."Kamu baru saja membuatku kesal dengan bertanya lelaki itu,
Sebuah rapat kecil, diadakan dadakan di kediaman utama rumah mewah seorang Dimas Aditya. Beberapa orang yang ada di sana terlihat tegang tak bisa bernapas dengan lega, terlebih setelahnya sang pemilik rumah hadir dengan rahang tegas yang mengeras dan tatapan matanya yang terlihat menyalang."Kenapa semua ini bisa terjadi? Kenapa tidak ada satu pun rekaman CCTV yang menangkap salah satu pelaku yang menyebabkan kebakaran itu?" tanya sang pemegang kuasa, yang seketika membuat seluruh orang yang ada di sekitar menutup rapat-rapat mulutnya.Nara yang bisa mendengar ucapan menggelegar suaminya itu dari ruangan lain, tentu merasa semakin penasaran. Ia sudah mengetahui kalau gedung tempat suaminya bekerja sempat mengalami kebakaran yang cukup serius, akan tetapi belum mengetahui lebih jelas lagi tentang apa dan siapa yang telah menyebabkan kebakaran tersebut.Kalau berdasarkan keterangan pihak kepolisian, untuk sementara mereka menduganya adalah karena korsleting
"Mas?"Nara membuka perlahan pintu ruang kerja suaminya. Kurang lebih sudah dua jam yang lalu para anak buahnya sudah pulang, akan tetapi sang atasan sampai detik ini masih berkutat sendirian di dalam sana. Entah sedang melakukan apa, Nara tak tahu. Yang jelas ia merasa sangat khawatir, apa lagi prianya itu sudah melewati jam makan siang."Sayang? Ada apa? Apa ada yang kamu butuhkan?"Nara menghela napas, sambil berjalan pelan mendengar pertanyaan itu. Ia tidak butuh apa-apa lagi, selain dari suaminya. Dirinya benar-benar merasa khawatir, apa lagi rambut hitam yang biasanya tertata rapi tersebut terlihat sangat berantakan saat ini.Siapa yang tidak pusing, kalau tiba-tiba saja kantornya kebakaran? Ya, itu memang musibah yang tak dapat ditebak dan dicegah. Akan tetapi, tetap saja hal tersebut membuat dampak yang cukup besar dan sedikit melelahkan untuk menangani semuanya."Aku hanya ingin tahu kabarmu, Mas. Kenapa tidak ikut makan siang ta