Di sebuah rumah sederhana, di dalamnya, terlihat Joey tengah duduk di santai sambil minum kopi. Rumah itu adalah rumah yang dibeli oleh Joey. Ia membelinya dengan yang dari hasil uang yang ia rampas dari salah satu koruptor. Tentu saja nasib koruptor itu telah ia bunuh dengan cara sama sadisnya. Semua trik untuk tak dicurigai, dengan mudah ia lakukan. Kini ia terkekeh, sambil mengingat kejadian beberapa jam yang lalu, saat ia di introgasi di kantor Polisi. Dengan mudah dan pandainya ia bersandiwara. Di kehidupan sebelumnya, hal itu sudah biasanya. Ditambah tubuh yang ia tempati adalah laki-laki culun yang berprestasi. Dengan pikiran liciknya dan otak cerdas dari pemilik tubuhnya. Sudah pasti ia bisa merencanakan hal sesuatu yang mudah. Dengan penampilan polosnya, itu bisa menutupi sosok aslinya. Saat tengah-tengah menikmati kesendiriannya dengan segelas kopi, tiba-tiba ponselnya berbunyi. Joey segera membuka ponselnya, dan membaca pesan masuk, ternyata dari Sand
Seketika Angelica menoleh. "Kamu jangan bicara seperti itu." "Tapi bukankah kamu juga melihat sikapnya yang begitu santai. Jelas-jelas dia pelaku pembunuhan, tapi dia bisa dinyatakan tak memiliki hubungan apapun dengan kasusnya. Sudah kupastikan dibalik wajah polosnya, dia seorang Psychopath." kata Sarah panjang lebar. "Tidak mungkin, aku sangat mengenalnya." ucap Angelica, Sarah dengan tajam menatapnya. Angelica kembali bersuara. "Sebenarnya, dulu sebelum aku dan orang tuaku pindah ke Kota ini...." Angelica mulai menceritakan masa lalunya, yang baru kali ini ia tahu. Dulu saat Angelica kecil ia memiliki teman. Mereka selalu bermain bersama dan teman masa kecilnya yang tak lain adalah Joey. Tak hanya sering bermain bersama, dari TK sampai SD, mereka berdua selalu satu sekolah yang sama. Namun setelah lulusan SD, Angelica ikut kedua orang tuanya pindah ke kota yang sekarang. Dia bahkan belum berpamitan kepada Joey sebelum berpisah. Dan entah takdir
"Sial pemandangan macam apa ini? Apa dia dipihaknya dan menghianatiku, Rifky, dan yang lainnya?" tanya Hendrik dalam hati. Joey mendekati Hendrik. Ia berjongkok di hadapan laki-laki itu. "Kalo ngomong yang jelas." Nafas Hendrik memburu, ingin sekali rasanya memukul wajah Joey. Namun apa daya, ikatan yang mengikat kedua tangan dan kedua kakinya sangat erat. Joey menoleh kepalanya sedikit, ia melirik ke arah Sandi yang berdiri di belakangnya. "Sandi, berikan korek Api-mu!" Hendrik mengerut dahinya. "Korek Api?" Dengan sangat terpaksa, Sandi memberikan korek gasnya kepada Joey. Joey menerimanya, lalu ia simpan di saku celananya. Joey menatap Hendrik dengan senyumannya. "Kita langsung saja. Kamu ingin dipihak Rifky, atau dipihakku?" tanya Joey sambil mengangkat alis sebelah nya sambil tersenyum. Hendrik tidak menjawab, namun matanya sedikit gerak, seakan memberi kode. Joey dapat melihat itu, dan ia paham. Joey langsung menggulingkan tubuhnya ke sam
"Kamu mau? Ini agak sedikit asin rasanya." Joey menawarkan kedua bola mata Sandi yang sudah dipotong kecil-kecil. Spontan Hendrik langsung menggeleng-gelengkan kepalanya dengan cepat. Jelas mana sudi ia memakan salah satu bagian dari tubuh manusia, apalagi itu adalah sahabat sendiri. Ingin muntah rasanya. Joey terkekeh, lalu ia melanjutkan memakannya. Selesai sudah memakannya, kini Joey berdiri di hadapan Hendrik. Terlihat ia sedang memegang dagunya seakan ia sedang berpikir. "Apa kamu ingat sudah berapa lama kamu membully tubuh ini?" Hendrik langsung menggeleng-gelengkan kepalanya, ia tidak mengingatnya. Lalu ia tersadar, ada kata-kata yang ganjal yang diucapkan oleh Joey barusan. "Tubuh ini?" Joey kembali bersuara. "Ahh benar, kalau di hitung-hitung, mungkin sudah hampir 2 tahun lebih kamu dan teman-temanmu membully tubuh ini zemenjak awal ospek." Joey dapat melihat kebingungan dari raut wajah Hendrik. Joey terkekeh, "Asal kamu tau, aku
"Belum, Tuan, anak buah saya masih belum menemukan tanda-tanda orang ini." "Sial! Kenapa mencari satu orang saja kalian tidak becus! Baru kali ini kalian membuatku kecewa hanya untuk mencari orang itu!" "Maaf tuan, sebenarnya kami menemukan satu rekaman cctv dari salah satu koruptor yang dibunuhnya." "Kirimkan padaku." "Baik, Tuan." Beberapa menit kemudian ada email masuk di laptopnya. Marc membuka email itu, dan mengklik hasil rekaman cctv. Rekaman itu, merekam seorang yang jelas laki-laki dari penampilannya. Laki-laki itu mengenakan masker, kacamata, dan topi serba hitam. Laki-laki itu baru saja menyelesaikan membunuh salah satu koruptor di dalam ruangan. Setelah aki-laki misterius itu menatap ke arah cctv, dan melambai-lambaikan tangannya. Setelah itu ia menunjukan jari tengahnya. Waktu terus berjalan, sore hari. Kini Rifky hanya memiliki dua teman saja semenjak Hendrik dan Sandi telah meninggal satu bulan yang lalu. Entah ingin mencar
Joey memasang wajah polosnya, karena orang yang ada di hadapannya adalah salah satu pengunjung cafe tadi. Joey masih mengingat wajah orang ini. "Ada perlu apa?" tanya Joey sambil menggaruk-garuk kepalanya. "Kita bicara di dalam mobil saja." kata orang itu. Joey hanya menuruti saja, setelah masuk, ia duduk dengan tenang. Ia duduk di belakang bersama orang itu dan dua orang berbadan besar yang ternyata adalah anak buah dari Marc. Mobil pun berjalan, Joey menolehkan kepalanya ke orang yang duduk disebelahnya. Orang itu tersenyum. "Namaku Ribery, aku kesini ingin membawamu ke bos kami." Joey mengerut dahinya. "Bos?" "Ya, bos ingin kamu menjadi anggota kelompok nya, aku adalah asisten nya, dan mereka berdua adalah anak buahku," sambil menunjuk 2 anak buahnya. Joey mengangguk-angguk kepalanya. "Kenapa bos menginginkanku menjadi anggotanya?" "Karena dia tertarik dengan aksimu." jawab Ribery. "Aksiku? Sebagai pelayan cafe?" sahut Joey.
Joey sudah menduga, kalau ada orang yang dinilai rendah masuk ke dalam markas mafia. Dipastikan takkan bisa pulang dengan mudah, tepatnya mustahil untuk keluar dengan selamat. Joey memilih memasang wajah paniknya, Marc yang melihatnya hanya bisa menatap datar. "Kau hanyalah sampah di dunia ini. Bisa-bisanya sosok yang kuinginkan, malah yang datang sosok laki-laki yang culun sepertimu. Sungguh tidak lucu." Kedua anak buahnya memegang Joey. Joey mencoba berontak. Itupun hanya pura-pura. "Om, jangan bunuh aku." "Aku janji tidak akan melaporkan ini kepada siapapun." lanjutnya sambil menampilkan wajah sedihnya yang ia buat-buat. Marc terkekeh. "Kamu kira aku akan percaya?" Joey dibawa paksa oleh kedua anak buahnya, Marc menghela nafasnya. Ia berjalan mendekati kursi kebesarannya, dan mendudukinya. "Bisa-bisanya membawa anak culun ke markas." Sementara Disisi Lain. Joey yang sudah di dalam mobil, ia duduk di kursi belakang. Dan dua orang yang m
Sarah dan Nita pasrah dengan apa kemauan Angelica. Mereka berdua sudah memberitahunya berkali-kali untuk tidak berurusan lagi dengan Joey. Dan Sarah maupun Nita, mereka sudah tak ingin apapun yang berkaitan dengan Joey. Mungkin berita pembunuhan sudah banyak yang mereka dengar. Tapi jika ada berita pembunuhan yang tak masuk akal, dan tidak ada jejak sang pelaku pembunuhan itu. Sarah dan Nita maupun Angelica sudah bisa menebak siapa pelaku dibalik pembunuhan itu. Sarah maupun Nita, sudah benar-benar tidak ingin ada kaitannya dengan Joey. Meski mereka tau Joey adalah pelaku pembunuhan, tapi tetap saja. Polisi pasti menyatakan kalau Joey tidak ada hubungan kejadian pembunuhan itu. Yang ada, Sarah dan Nita yang kena, karena telah menjelekan nama baik orang lain. Padahal jelas-jelas Joey 'lah pelaku yang sebenarnya. Sisi Psychopath-nya, ditutupi oleh penampilannya yang culun. Sarah dan Nita kembali fokus dengan makanan mereka. Tiba-tiba Rifky dan kedua temannya data
Ia benar-benar harus membasuh wajah nya dan membersihkan kedua matanya dengan air mengalir. Joey kembali menutup mulut Alan dengan lakban. Ia mengabaikan apa yang dialami oleh Alan. Lalu kini, tatapan Joey beralih ke arah Jerry. Jerry yang dari tadi diam melihat Joey menyiksa dengan sadis kepada dua orang barusan. Joey tersenyum pada nya, lalu ia berjalan mendekati Jerry. Kini Joey berjongkok di hadapannya Jerry sambil menatap nya dengan senyuman khas nya. Jerry sudah berwajah pucat dan ia membayangkan siksaan apa yang ia dapat dari laki-laki ini "Statusmu dengan ibuku masih bersuami istri ya?" ucap Joey sambil mengusap dagu nya seakan ia berfikir. Joey menatap Jerry dengan tatapan terkejut. "Berarti kamu ayah tiriku dong?" Ahh, sungguh rasa nya ingin menjitak kepala Joey. Jerry melotot ke arah nya. Bisa-bisa nya Joey bergurau disaat keadaan seperti ini. Joey menghela nafas nya. "Tapi sayang nya, aku tidak sudi memiliki ayah tiri. Ayahku cukup satu, yaitu ayah kandungku." "Sungg
kecepatan untuk mengikuti tuan nya. Joey terus mengendarai mobilnya dengan kecepatan diatas rata-rata. Meski jarak sudah dekat, ia tidak ingin membuang-buang waktu nya. Ia mengabaikan rasa lelah agar ia bisa menemukan keberadaan istri lnya. Beberapa lama kemudian, ia telah sampai di lokasi. Dan benar saja, ia telah dibawa ke tempat yang tidak jauh dari pedesaan, banyak sekali pohon, tepat nya bekas pabrik kecil yang sudah lama ditutup. Joey melihat ada dua laki-laki berbadan besar berjaga di depan pintu di sebuah bangunan yang sangat kotor, tepat nya sebuah gudang. Joey segera turun dari mobil nya setelah ia mengambil peralatan nya. Tanpa bersembunyi-sembunyi, Joey berjalan ke arah dua laki-laki itu. Tentu saja kedua laki-laki itu menatap ke arah nya, mereka berdua tidak diam saja. Mereka tidak akan membiarkan orang asing masuk tanpa persetujuan tuan mereka. Joey berjalan mendekati dua laki-laki itu dan perlahan kedua pupil warna matanya menjadi coklat gelap.BKini mereka saling berd
"Ada apa?" ucap Joey datar. Dari raut wajah keempat perempuan itu seakan panik. Terutama Salsa, ia yang terlihat sangat panik sekaligus ketakutan. Joey dan Tomy menduga ada yang tidak beres selama mereka pergi. "Kamu tenang dulu." ucap Angelica. "Kenapa?" sahut Joey datar. Angelica menghela nafas nya. Lalu ia berkata. "Anatasya hilang." Joey melangkah mendekat, dan menatap dingin ke arah Angelica. "Kamu bercanda?" "Kamu tenang dulu. Baru saja kak Roni, kak Dika, kak Ragil, kak David bahkan kak Shinta dan kak Selly juga mencari nya." ucap Angelica. Tomy yang berdiri, ia hanya diam, ia juga heran kenapa Angelica tidak memberitahu nya. Begitu juga dengan Nada dan Nadien yang juga ada di dalam ruangan itu. Angelica memejamkan kedua mata nya. Ia menggeleng-gelengkan kepala nya. Sebisa mungkin Joey untuk tetap tidak panik. Ka pun bersuara. "Jadi, kapan hilang nya?" Salsa yang tadinya duduk dan mendengarkan, perlahan ia berdiri dari duduk nya. Ia berjalan mendekati Joey. "Sebenarnya
"Cih, sejak lahir aku juga tidak memiliki keluarga." batin Joey. Joey menghela nafas nya. Ya, karena di kehidupan sebelumnya, ia memang tidak memiliki keluarga. Ia tumbuh besar di panti asuhan, namun ia teringat dulu kalau diri nya ingin sekali memiliki keluarga. Dan sekarang pemilik tubuh nya masih memiliki sisa keluarga. Kini semua keadaan tidak begitu tegang seperti sebelumnya. Setelah berfikir, Joey menurunkan ego nya. Kini semua orang duduk di ruang tamu. Joey duduk di sofa dan berhadapan dengan Nada dan Nadien, hanya meja kaca yang membatasi mereka. Sedangkan Jerry, ia diikat lagi dan mulut nya ditutupi lakban oleh Tomy di lantai dekat ketiga orang itu. Dan Tomy yang menjaganya karena awalnya Jerry berontak, dan berteriak kepada Nada dan menyumpahi nya. Seakan ia tak ingin Nadien mendengar nya. Disitulah Joey dan Tomy sudah curiga ada sesuatu yang disembunyikan. Awal nya Nadien menolak, ia tak ingin Jerry diperlakukan seperti itu. Dan hanya Nada tidak membantah atas apa yang
Jerry memandang benci ke arah Joey. "Apa maksudmu, kau telah berani memperlakukanku seperti ini!" "Aku hanya memberimu sedikit pelajaran padamu, agar tidak mencari masalah padaku. Apa kamu kira aku tidak tau kalau kamu telah menyuruh seseorang untuk mencuri data-data perusahaanku?" ucap Joey tersenyum. Jerry terdiam membeku mendengar. Ia benar-benar tidak menyangka kalau laki-laki yang berdiri di hadapan bisa mengetahui nya. Joey kembali bersuara. "Tapi sungguh menyedihkan sekali dirimu, orang yang kau suruh belum mendapat bayaran. Apa kamu sudah tidak punya uang?" Jerry melotot ke arah Joey, ia benar-benar malu dikatakan seperti itu. Apalagi ada Nada dan Nadien di dekat nya dan mereka mendengar nya. Sebenarnya perusahaan nya masih berdiri, namun ia lakukan itu karena keserakahan nya. Nada dan Nadien yang sedang merangkul Jerry di sisi kanan dan kiri nya. Menatap Jerry secara bersamaan setelah mendengar kata-kata Joey. Joey tersenyum menyeringai melihat nya. "Setelah apa yang tel
Sementara itu, terlihat empat orang gadis berpakaian SMA, baru saja keluar dari kantor polisi. Mereka berempat baru saja melaporkan kejadian yang menimpa mereka. Setelah nya, mereka segera kembali masuk ke dalam mobil. Bela mengambil alih untuk mengemudikan mobil nya, awal nya Nadien dan kedua teman nya lagi menolak. Namun tetap saja Bela ingin mengemudikan mobil nya, ketiga teman nya pun pasrah akan kemauan nya Bela. "Kalau kamu gak sanggup, bilang aku. Biar aku yang mengemudikan mobilmu." ucap Nadien. Ia khawatir kepada Bela. Mungkin terlihat biasa-biasa saja, namun pasti rasa nya tidak biasa, apalagi di bagian hidung nya. Pasti akan mengganggu konsentrasi nya saat mengemudikan mobil nya. "Kamu tenang saja, luka segini, tidak ada apa-apa. Aku masih bisa." jawab Bela sambil tersenyum. Bela terlihat tersenyum puas, karena ia tak sabar melihat laki-laki berkacamata yang sudah berani memukul nya akan ditangkap. Ditambah laki-laki berkacamata itu, juga memegang senjata pistol. Ia sud
Joey tersenyum sinis mendengar kata-kata perempuan itu. Belum sempat membalas, tiba-tiba ada suara perempuan lain yang baru turun dari pintu belakang mobil sisi kanan. "Maaf kak, atas kecerobohan teman saya." Ucap perempuan itu dengan sopan. Perempuan itu tak hanya cantik, panjang rambut nya sebahu, dia baru saja turun dari mobil yang sama. Lalu dari sisi kiri mobil ada 2 temannya yang juga turun dari mobil nya. Joey beralih ke arah perempuan yang berlaku sopan barusan. Dia dan perempuan berambut sebahu itu saling bertatapan. Dari sorot tatapan mata perempuan itu, Joey merasa ada kesamaan dengan dirinya. Joey dan perempuan itu saling bertatapan. Dari sorot tatapan mata perempuan itu, Joey merasa ada kesamaan dengan diri nya. Karena tak ingin berlama-lama, Joey memilih untuk pergi meninggalkan tempat itu. "Ayo Tomy, disini aku sama saja membuang-buang waktu." ajak Joey, lalu ia membalikkan tubuh nya dan melangkahkan kaki nya. "Baik Tuan Jo." balas Tomy yang juga berbalik dan mengik
Baru saja Johnny meraih ponsel nya, si perempuan itu bersujud. "Ampun Tuan. Aku mengaku salah." Dita bersujud sambil menangis ketakutan. Joey menghela nafas nya, lalu membatalkan niatnya. Johnny hanya bisa menggeleng-gelengkan kepala nya. Tak menyangka ancaman tuan nya sungguh ampuh. Dita pun mulai bercerita, yang dimana, suatu hari, ada seorang pria dewasa datang ke rumah. Menawarkan kerja sama dan memberi nya bayaran besar. Tentu saja dia mau, ditambah anak nya yang masih berusia 7 tahun tahun tengah sakit. Akhirnya nya dia terpaksa menerima tawaran orang itu. Dita yang merupakan Office Girl, ia menguping kalau data perusahaan tersimpan di ruangan David saat ia mengantar minuman. Malam nya ia melakukan aksi nya. Namun, hingga saat ini, ia belum mendapat bayaran nya dari orang itu. Dita juga menceritakan curi-curi orang itu. "Maaf tuan, jangan laporkan saya. Putri saya sakit, ia menderita leukimia. Saya ingin mendonorkan sumsum saya, namun saya tidak memiliki banyak biaya. Jadi, s
"Jangan membunuh lagi." jawab Anatasya. Joey mengangguk-anggukan kepala nya. "Aku tidak membunuh nya, bukankah aku sudah cerita? Kalau tidak percaya, kamu bisa bertanya kepada Roni, dan Tomy." Joey hanya menyuruh anak buah nya untuk membunuh kedua anak buah Andre. Setidak nya ia hanya menyiksa Andre, itulah pemikiran Joey. Meskipun begitu, tetap saja ada pembunuhan. Anatasya hanya tersenyum dan percaya. Meskipun ia sudah tau kalau suami nya sangat pandai bersandiwara, tetapi ia mencoba percaya. Dan ia yakin, suatu saat Joey perlahan bisa menghilangkan sisi gila nya. Hanya membutuhkan proses dan waktu. — Beberapa hari kemudian. Joey yang baru saja pulang dari kuliah nya, kini tengah dalam perjalanan nya ke kantornya. Setelah sampai, ia segera berjalan cepat-cepat ke ruangan nya. Karena sebelum nya, saat jam istirahat kuliah nya, Roni memberitahu hal yang penting. Setelah masuk di dalam ruangan nya, ia melihat Johnny, Tomy, Dika, David, dan Ragil sedang duduk di sofa menunggu ny