Share

Bab 14.

Penulis: Skyy
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

     "Tentu saja aku ingin datang ke rumah sahabatku... Ehh, ups, sahabat? Apa kita memang bersahabat, ya?" kata Joey dengan wajah polosnya.

     "Berani-beraninya kau datang ke rumahku, anak culun." Sandi geram. Dan Joey mengerut dahinya.

     "Rumahmu? Perlu diralat kata-katamu, yang betul adalah rumah orang tuamu, dan kamu hanyalah anak dari orang tuamu, jadi bisa dianggap kamu salah satu penumpang di rumah orang tuamu." Kata Joey yang ia buat seperti layaknya guru mengajari muridnya.

     Sandi tertawa garing mendengarnya. Lalu ia tersenyum mengejek, "Wah... rupanya kau sudah berani ya? Kau datang kesini ingin mati?"

     Joey menghela nafasnya, sambil menggeleng-gelengkan kepalanya seakan lelah.

     "Tidak, aku tidak ingin mati. Aku datang kesini karena ingin makan," ucap Joey, "BUGH!" Tiba-tiba Joey memukul Sandi dengan keras.

     "Argghh!" Tubuh Sandi terjatuh dan duduk di lantai. Tangannya memegang lehernya.

     Lehernya sakit karena mendapat pukulan mendadak yang dilancarkan cepat oleh Joey.

     "Tenanglah, itu takkan membuatmu mati." ucap Joey sambil tersenyum.

     Sandi terbatuk-batuk. Joey berjongkok di hadapan nya, ia tersenyum menyeringai.

     "Sepertinya aku datang kemari bukan hanya ingin makan."

     Tangan Joey mencengkram wajah Sandi dan mendorongnya dengan keras, "BUGH!"!

     Seketika Sandi pingsan setelah Joey menghantamkan kepala belakangnya ke lantai.

     Joey menghela nafasnya melihatnya. "Ahhhh… gak seru, malah pingsan."

     "BYUR!" Sandi tersadar setelah diguyur air. Ia merasakan sakit di belakang kepalanya.

     Ia melihat sekelilingnya, ternyata ia duduk di kursi kayu di dalam kamarnya, lehernya masih sakit. Sandi Ingin berdiri, namun tak bisa bergerak. Ternyata kedua tangannya dan kedua kakinya terikat di kursinya. Ia melihat jam dinding yang ada di dalam kamarnya, jam sudah menunjukan jam setengah 12 malam.

     "Sudah bangun?"

     Sandi menolehkan kepalanya, ia terbelalak melihat Joey di depannya yang sedang duduk santai di kursi sofa single miliknya.

      "Hmpp… Hmpp terus..." ingin berkata kasar, tapi apa daya, mulutnya di lakban rapat.

     "Sial, kenapa dia bisa berbuat begini padaku?" batin Sandi.

     "Kamu bicara apa? Aku tidak mendengarnya," tanya Joey sambil meletakkan telapak tangannya di telinganya, seakan-akan ia tak mendengar.

     "Hmpp.. . Hmpp…"

     "Kalau punya mulut digunakan dong," kata Joey menggeleng-gelengkan kepalanya seakan ia lelah dengan lawan bicaranya.

     Sandi berontak, namun tak bisa, ia melotot ke arah Joey, "Hmpp... Hmpp…"

     "Kubunuh kau culun sialan!" Sandi membatin dengan tatapan bencinya.

     "Ahh... aku ingin bermain," lalu ia berdiri, ia berjalan mendekati meja belajar. Ia mengambil pisau dapur yang sudah ia ambil dari dapur.

     "Aku jadi teringat, awal pertama kali masuk kampus saat ospek. Dari situ, aku sudah mulai di bully oleh kalian." kata Joey sambil memutar-putar pisaunya.

     Ia kembali mengingat semua ingatan pemilik tubuhnya. Sungguh miris, bully tiada henti. Namun ia kadang kagum kepada sang pemilik tubuhnya.

     Selalu dibully tapi masih kuat untuk bertahan. Sungguh hebat, Demi meraih impian ia rela melewati rintangan, salut rasanya kepada pemilik tubuhnya. Kalau ia menjadi dirinya, sekali dibully pasti akan langsung dibalas.

     Mungkin kalau orang lain pasti ingin pindah kampus atau bunuh diri, karena tak tahan dibully terus.

     "Tapi sekarang, aku ingin memberitahumu rasa sakit yang nyata. Dan kamu pasti akan menikmati rasa sakitnya." Joey perlahan mendekati dengan tangannya yang masih memutar-putarkan pisaunya.

     Kedua mata Sandi melebar sempurna, ia menggeleng-gelengkan kepalanya saat melihat Joey yang sudah berjongkok di depannya.

     "Hmpp… Hmpp…"

     "Jangan-jangan!"

     Dengan perlahan Joey menusuk kecil dengan ujung pisaunya di salah satu punggung kaki Sandi. Lalu ia memutar-putarkan pisaunya dengan pelan.

     "Hmp... Hmp..."

     "Arrggghhh kakiku...."

     Kemudian pisaunya pindah, Joey mengores sebuah garisan di salah satu lengan tangannya Sandi. Dan tentunya saja Sandi berontak kesakitan. Joey meletakan telunjuk jarinya di bibirnya.

     "Sssttt... Jangan bergerak, nanti lenganmu tambah sakit. Jadi kamu tahan ya." ucapnya dengan nada pelan, namun menyeramkan.

     Joey tersenyum simpul dengan wajah polosnya, ia membuat luka garisan di kulit lengan Sandi. Sandi berontak kesakitan, Joey menghentikan aktivitasnya, Ia melihat luka di punggung kaki dan di lengan Sandi, memang tak dalam, tapi lukanya cukup mengeluarkan darah, ia terkekeh.

     Dengan jari telunjuknya, Joey menyentuh tetesan darah Sandi yang keluar, lalu ia menjilatnya.

     "Hmm… darahmu rasanya lumayan juga. Tidak seperti darah orang yang kubunuh 2 hari yang lalu."

     Sandi terdiam, beberapa detiknya, ia terbelalak mengingat berita tentang pembunuhan yang telah diberitakan 2 hari yang lalu.

     Joey terkekeh melihatnya, "Kenapa? Kamu kaget?"

     "Tidak mungkin." batin Sandi menatap sosok Joey yang benar-benar sangat berbeda yang ia kenal.

     Joey berdiri dari jongkoknya, salah satu tanganya memegang dagunya, dan tangan satunya masih menggenggam pisau.

     Joey terlihat sedang berpikir, "Sekarang, aku bingung, tubuhmu layaknya dilukis apa ya?"

     Sandi terbelalak, ia menggeleng-gelengkan kepalanya. Sandi ketakutan. Sosok yang ia kenal, sekarang benar-benar mengerikan, ia jadi teringat cerita Rangga dan Hendrik. Namun sekarang, melihat sosok Joey yang sekarang.

      Sandi jadi teringat salah satu film, tokoh utamanya punya musuh yang bernama Joker, "Orang Jahat adalah Orang Baik yang Tersakiti, benarkah itu?"

     "Psychopath." Sandi membatin, ia benar-benar ketakutan yang amat luar biasa.

     Joey kembali duduk di sofa, ia terkekeh melihat Sandi.

     Lalu ia menghela nafasnya, ia memasang wajah polosnya dengan senyuman, "Aku punya penawaran untukmu."

Bab terkait

  • Pembalasan Dendam Sang Psikopat   Bab 15.

    Keesokan Harinya. Seperti biasa, Joey berangkat ke kampusnya untuk kuliah. Semua pandangan yang melihatnya adalah hal yang sudah tak asing, dari penampilannya khas dirinya sebagai laki-laki culun. Semua mahasiswa dan mahasiswi hanya menatapnya lalu mengalihkan pandangan mereka. Semua mengabaikannya. Hal itu benar-benar sudah biasa bagi Joey. Di tempat Parkir. Rifky dan gengnya seperti biasa nongkrong di parkiran sebelum jam masuk, hanya saja Sandi belum terlihat. Rifky dan gengnya menatap mengejek saat melihat Joey sudah masuk ke kelasnya. "Anak itu, masih berani menampakan dirinya. Padahal sudah berkali-kali kita mengganggunya." ucap Richard terkekeh. Rifky mengangguk kepalanya. "Ya, aku salut keberaniannya." Rangga, dan Hendrik tertawa kecil, tapi tertawa mereka berdua hanya dibuat-buat, karena mereka masih heran dengan kelakuan Joey. Beberapa saat kemudian, sebuah mobil datang. Pintu belakang terbuka. Ternyata Sandi, yang turun dari mobil.

  • Pembalasan Dendam Sang Psikopat   Bab 16.

    Spontan dengan wajah lesunya, Sandi pasrah mengangguk kepalanya. Joey tersenyum melihatnya, "Wah, tak terduga, ternyata kamu mau." Joey berjalan mendekati Sandi, dengan pisaunya ia melepaskan tali rafia yang mengikat Sandi. Tatapan mata Sandi langsung menatap Joey. Tapi Joey sudah bergerak cepat lebih dulu. Ujung pisaunya sudah didepan mata Sandi dengan jarak 1 cm. "Kamu ingin melawan?" tanya Joey dingin, tatapan kedua matanya adalah tatapan pembunuh. Terasa seperti aura membunuh yang mencengkram yang dirasakan oleh Sandi. Ia menelan salivanya. Sandi sudah terlepas dari ikatannya. Sandi masih duduk di kursi kayunya. Joey berdiri dihadapannya, ia juga telah selesai menghubungkan GPS hpnya dengan hp milik Sandi. "Besok langsung saja kerjakan tugasmu. Cari alasan jika teman-temanmu bertanya tentang kondisimu. Tapi kalau kamu berniat menceritakan semua tentang pertemuan kita ini, silahkan saja. Mungkin Rangga dan Hendrik sedikit percaya, tapi bagaimana dengan

  • Pembalasan Dendam Sang Psikopat   Bab 17.

    Entah apa yang dirasakan istrinya itu, Wanita itu merasa tak asing dengan wajah Joey, dan merasa ada hubungan. Tapi apa hubungan itu? Sekilas wanita itu teringat masa lalunya, tapi ia harus menepisnya. Karena tak ingin suaminya kecewa padanya, karena telah berjanji untuk melupakan masa lalunya. Sedangkan di sisi Joey, ia dari tadi merasa tak asing dengan wanita tadi. Namun ia risih saat dirinya ditatap secara intens olehnya. "Cih, diliat-liat seperti itu, rasanya aku ingin melempar air cucian piring ke wajahnya." batin Joey. — Hari telah malam. Acara ulang tahun dari anak gadis orang kaya telah selesai. Semua pengunjung telah pulang. Semua karyawan membereskan sisa-sisa dari acara. Setelah selesai, jam juga telah menunjukan jam 11 malam. Semua karyawan telah siap untuk pulang. Mereka akan mendapat bonus saat gajian, semua kembali pulang dengan kendaraan mereka masing-masing. Joey memilih berjalan kaki, ia kini sudah duduk di kursi halte. Ia seda

  • Pembalasan Dendam Sang Psikopat   Bab 18

    Sarah menjalankan mobilnya. Sarah mengendarai mobilnya dengan kecepatan standar, hari memang sudah malam. Tiba-tiba di dari jaraknya, Sarah bisa melihat ke depan. Yang ia lihat suasana ramai, dan jalan macet. "Sepertinya jalannya macet deh." kata Sarah. "Iya, sepertinya ada kecelakaan." kata Nita. "Terus bagaimana?" tanya Angelica. "Kayaknya kita harus muter, lewat jalan yang itu." kata Sarah. "Kamu yakin, kita lewat sana, jam segini jalan sudah sepi loh." kata Nita. "Dari pada kita ikut kejebak macet." ucap Sarah. Angelica dan Nita hanya mengiyakan, karena hari sudah malam, terpaksa mereka harus lewat jalan lain. Sarah pun membalikan mobilnya ke arah jalan lain, meski jauh, tapi ia juga tak mau terjebak macet. Jalan itu tidak ramai, melainkan sepi. Tidak lewat kota, melainkan mereka akan lewat pinggir kota, dan jalannya seperti lewat hutan. — Saat ditengah perjalanan, Sarah menghentikan mobilnya. Ia melihat ada orang laki-lak

  • Pembalasan Dendam Sang Psikopat   Bab 19

    Sarah tak menjawab, ia menangis, tapi ia menurut. Sarah berdiri, Joey langsung menggenggam tangannya. Mereka berjalan mendekati Nita dan Angelica yang masih duduk di tanah. Joey menyuruh Sarah untuk duduk bersama Angelica dan Nita. Kini ketiga gadis mahadewi tengah duduk di tanah. Dan Joey tengah berdiri di hadapan mereka bertiga. Sosok Joey yang sekarang bukanlah sosok culun yang mereka kenal saat di kampus. Saat di kampus yang mereka kenal adalah laki-laki culun. Tapi sekarang, sisi lain dari laki-laki yang terkenal culun. "Kalian bertiga, bisakah jangan menundukkan wajah kalian?" kata Joey melihat ketiga gadis itu menunduk tak berani melihatnya. Ketiga gadis itu diam, tak berani menjawab, dan tak merespon kata-kata Joey. Joey pun berjongkok, "Bukankah kalian tidak tuli? Sepertinya kalian memang ingin kubuat tuli beneran ya?" Seketika mereka bertiga mendongak mendengar kata-kata Joey yang menyeramkan didengar. Kini mereka tak menunduk wajahnya. Ket

  • Pembalasan Dendam Sang Psikopat   Bab 20.

    Seketika Angelica menegang mendengar kata-kata Joey. Bahkan Nita, dan Sarah terkejut bukan main. Joey memegang dagunya seakan ia sedang berpikir. "Hmm... Tapi sepertinya lebih asik kalau aku memperkosa kalian bertiga sebelum kubunuh." "DEG!" Mendengar kata-kata Joey yang begitu santai tanpa dosa, seketika Angelica, Nita, dan Sarah menegang. Joey tersenyum melihat ketegangan yang dirasakan ketiga gadis yang dikenal the most wanted di kampusnya itu. Joey terkekeh melihatnya, "Lihatlah, kalian bertiga cuma mendengar kata-kata sederhana saja kalian sudah terdiam membisu, hahaha..." ucap Joey sambil tertawa. Kata-kata sederhana? Yang benar saja. Kata-kata Joey itu sudah sangat terdengar mengerikan di telinga mereka bertiga. Hahaha… baiklah, cukup sampai disini saja. Aku ingin pulang, ini sudah malam." Ucap Joey setelah menghentikan tawanya. Joey mengembalikan ponsel mereka bertiga, lalu membuka pintu mobil. Ia pun turun, namun sebelum menutupnya kemb

  • Pembalasan Dendam Sang Psikopat   Bab 21.

    "DEG!" Seketika, wajah mereka bertiga menegang. Perlahan mereka menoleh kepalanya ke arah sumber suara itu. Terlihat Joey sedang berdiri santai di ujung parkiran sambil tersenyum. Ditambah penampilannya yang dibuat-buat untuk mencerminkan penampilannya. Laki-laki berpenampilan culun itu bersuara, "Cobalah, cek ponsel kalian, ada berita heboh." Joey terkekeh, kebetulan tempat parkir sangat sepi, hanya mereka berempat. Joey masih diam di tempatnya, ia ingin melihat reaksi ketiga gadis cantik itu. Angelica cepat-cepat membuka ponselnya, ia browsing untuk melihat berita terbaru. Seketika Angelica terbelalak setelah membaca berita, Sarah dan Nita penasaran. Sarah mengambil ponsel Luara lalu ia membacanya, dan Nita juga ikut membacanya. Ternyata berita pembunuhan dua preman langsung menjadi berita utama. Para polisi dan pihak lainnya menangani kasus itu. Mereka menemukan sidik jari di pakaian dan di lengan salah satu mayat. Dan mereka juga menemukan rekaman CCTV

  • Pembalasan Dendam Sang Psikopat   Bab 22.

    Di sebuah rumah sederhana, di dalamnya, terlihat Joey tengah duduk di santai sambil minum kopi. Rumah itu adalah rumah yang dibeli oleh Joey. Ia membelinya dengan yang dari hasil uang yang ia rampas dari salah satu koruptor. Tentu saja nasib koruptor itu telah ia bunuh dengan cara sama sadisnya. Semua trik untuk tak dicurigai, dengan mudah ia lakukan. Kini ia terkekeh, sambil mengingat kejadian beberapa jam yang lalu, saat ia di introgasi di kantor Polisi. Dengan mudah dan pandainya ia bersandiwara. Di kehidupan sebelumnya, hal itu sudah biasanya. Ditambah tubuh yang ia tempati adalah laki-laki culun yang berprestasi. Dengan pikiran liciknya dan otak cerdas dari pemilik tubuhnya. Sudah pasti ia bisa merencanakan hal sesuatu yang mudah. Dengan penampilan polosnya, itu bisa menutupi sosok aslinya. Saat tengah-tengah menikmati kesendiriannya dengan segelas kopi, tiba-tiba ponselnya berbunyi. Joey segera membuka ponselnya, dan membaca pesan masuk, ternyata dari Sand

Bab terbaru

  • Pembalasan Dendam Sang Psikopat   Bab 116

    Ia benar-benar harus membasuh wajah nya dan membersihkan kedua matanya dengan air mengalir. Joey kembali menutup mulut Alan dengan lakban. Ia mengabaikan apa yang dialami oleh Alan. Lalu kini, tatapan Joey beralih ke arah Jerry. Jerry yang dari tadi diam melihat Joey menyiksa dengan sadis kepada dua orang barusan. Joey tersenyum pada nya, lalu ia berjalan mendekati Jerry. Kini Joey berjongkok di hadapannya Jerry sambil menatap nya dengan senyuman khas nya. Jerry sudah berwajah pucat dan ia membayangkan siksaan apa yang ia dapat dari laki-laki ini "Statusmu dengan ibuku masih bersuami istri ya?" ucap Joey sambil mengusap dagu nya seakan ia berfikir. Joey menatap Jerry dengan tatapan terkejut. "Berarti kamu ayah tiriku dong?" Ahh, sungguh rasa nya ingin menjitak kepala Joey. Jerry melotot ke arah nya. Bisa-bisa nya Joey bergurau disaat keadaan seperti ini. Joey menghela nafas nya. "Tapi sayang nya, aku tidak sudi memiliki ayah tiri. Ayahku cukup satu, yaitu ayah kandungku." "Sungg

  • Pembalasan Dendam Sang Psikopat   Bab 115

    kecepatan untuk mengikuti tuan nya. Joey terus mengendarai mobilnya dengan kecepatan diatas rata-rata. Meski jarak sudah dekat, ia tidak ingin membuang-buang waktu nya. Ia mengabaikan rasa lelah agar ia bisa menemukan keberadaan istri lnya. Beberapa lama kemudian, ia telah sampai di lokasi. Dan benar saja, ia telah dibawa ke tempat yang tidak jauh dari pedesaan, banyak sekali pohon, tepat nya bekas pabrik kecil yang sudah lama ditutup. Joey melihat ada dua laki-laki berbadan besar berjaga di depan pintu di sebuah bangunan yang sangat kotor, tepat nya sebuah gudang. Joey segera turun dari mobil nya setelah ia mengambil peralatan nya. Tanpa bersembunyi-sembunyi, Joey berjalan ke arah dua laki-laki itu. Tentu saja kedua laki-laki itu menatap ke arah nya, mereka berdua tidak diam saja. Mereka tidak akan membiarkan orang asing masuk tanpa persetujuan tuan mereka. Joey berjalan mendekati dua laki-laki itu dan perlahan kedua pupil warna matanya menjadi coklat gelap.BKini mereka saling berd

  • Pembalasan Dendam Sang Psikopat   Bab 114

    "Ada apa?" ucap Joey datar. Dari raut wajah keempat perempuan itu seakan panik. Terutama Salsa, ia yang terlihat sangat panik sekaligus ketakutan. Joey dan Tomy menduga ada yang tidak beres selama mereka pergi. "Kamu tenang dulu." ucap Angelica. "Kenapa?" sahut Joey datar. Angelica menghela nafas nya. Lalu ia berkata. "Anatasya hilang." Joey melangkah mendekat, dan menatap dingin ke arah Angelica. "Kamu bercanda?" "Kamu tenang dulu. Baru saja kak Roni, kak Dika, kak Ragil, kak David bahkan kak Shinta dan kak Selly juga mencari nya." ucap Angelica. Tomy yang berdiri, ia hanya diam, ia juga heran kenapa Angelica tidak memberitahu nya. Begitu juga dengan Nada dan Nadien yang juga ada di dalam ruangan itu. Angelica memejamkan kedua mata nya. Ia menggeleng-gelengkan kepala nya. Sebisa mungkin Joey untuk tetap tidak panik. Ka pun bersuara. "Jadi, kapan hilang nya?" Salsa yang tadinya duduk dan mendengarkan, perlahan ia berdiri dari duduk nya. Ia berjalan mendekati Joey. "Sebenarnya

  • Pembalasan Dendam Sang Psikopat   Bab 113

    "Cih, sejak lahir aku juga tidak memiliki keluarga." batin Joey. Joey menghela nafas nya. Ya, karena di kehidupan sebelumnya, ia memang tidak memiliki keluarga. Ia tumbuh besar di panti asuhan, namun ia teringat dulu kalau diri nya ingin sekali memiliki keluarga. Dan sekarang pemilik tubuh nya masih memiliki sisa keluarga. Kini semua keadaan tidak begitu tegang seperti sebelumnya. Setelah berfikir, Joey menurunkan ego nya. Kini semua orang duduk di ruang tamu. Joey duduk di sofa dan berhadapan dengan Nada dan Nadien, hanya meja kaca yang membatasi mereka. Sedangkan Jerry, ia diikat lagi dan mulut nya ditutupi lakban oleh Tomy di lantai dekat ketiga orang itu. Dan Tomy yang menjaganya karena awalnya Jerry berontak, dan berteriak kepada Nada dan menyumpahi nya. Seakan ia tak ingin Nadien mendengar nya. Disitulah Joey dan Tomy sudah curiga ada sesuatu yang disembunyikan. Awal nya Nadien menolak, ia tak ingin Jerry diperlakukan seperti itu. Dan hanya Nada tidak membantah atas apa yang

  • Pembalasan Dendam Sang Psikopat   Bab 112

    Jerry memandang benci ke arah Joey. "Apa maksudmu, kau telah berani memperlakukanku seperti ini!" "Aku hanya memberimu sedikit pelajaran padamu, agar tidak mencari masalah padaku. Apa kamu kira aku tidak tau kalau kamu telah menyuruh seseorang untuk mencuri data-data perusahaanku?" ucap Joey tersenyum. Jerry terdiam membeku mendengar. Ia benar-benar tidak menyangka kalau laki-laki yang berdiri di hadapan bisa mengetahui nya. Joey kembali bersuara. "Tapi sungguh menyedihkan sekali dirimu, orang yang kau suruh belum mendapat bayaran. Apa kamu sudah tidak punya uang?" Jerry melotot ke arah Joey, ia benar-benar malu dikatakan seperti itu. Apalagi ada Nada dan Nadien di dekat nya dan mereka mendengar nya. Sebenarnya perusahaan nya masih berdiri, namun ia lakukan itu karena keserakahan nya. Nada dan Nadien yang sedang merangkul Jerry di sisi kanan dan kiri nya. Menatap Jerry secara bersamaan setelah mendengar kata-kata Joey. Joey tersenyum menyeringai melihat nya. "Setelah apa yang tel

  • Pembalasan Dendam Sang Psikopat   Bab 111

    Sementara itu, terlihat empat orang gadis berpakaian SMA, baru saja keluar dari kantor polisi. Mereka berempat baru saja melaporkan kejadian yang menimpa mereka. Setelah nya, mereka segera kembali masuk ke dalam mobil. Bela mengambil alih untuk mengemudikan mobil nya, awal nya Nadien dan kedua teman nya lagi menolak. Namun tetap saja Bela ingin mengemudikan mobil nya, ketiga teman nya pun pasrah akan kemauan nya Bela. "Kalau kamu gak sanggup, bilang aku. Biar aku yang mengemudikan mobilmu." ucap Nadien. Ia khawatir kepada Bela. Mungkin terlihat biasa-biasa saja, namun pasti rasa nya tidak biasa, apalagi di bagian hidung nya. Pasti akan mengganggu konsentrasi nya saat mengemudikan mobil nya. "Kamu tenang saja, luka segini, tidak ada apa-apa. Aku masih bisa." jawab Bela sambil tersenyum. Bela terlihat tersenyum puas, karena ia tak sabar melihat laki-laki berkacamata yang sudah berani memukul nya akan ditangkap. Ditambah laki-laki berkacamata itu, juga memegang senjata pistol. Ia sud

  • Pembalasan Dendam Sang Psikopat   Bab 110

    Joey tersenyum sinis mendengar kata-kata perempuan itu. Belum sempat membalas, tiba-tiba ada suara perempuan lain yang baru turun dari pintu belakang mobil sisi kanan. "Maaf kak, atas kecerobohan teman saya." Ucap perempuan itu dengan sopan. Perempuan itu tak hanya cantik, panjang rambut nya sebahu, dia baru saja turun dari mobil yang sama. Lalu dari sisi kiri mobil ada 2 temannya yang juga turun dari mobil nya. Joey beralih ke arah perempuan yang berlaku sopan barusan. Dia dan perempuan berambut sebahu itu saling bertatapan. Dari sorot tatapan mata perempuan itu, Joey merasa ada kesamaan dengan dirinya. Joey dan perempuan itu saling bertatapan. Dari sorot tatapan mata perempuan itu, Joey merasa ada kesamaan dengan diri nya. Karena tak ingin berlama-lama, Joey memilih untuk pergi meninggalkan tempat itu. "Ayo Tomy, disini aku sama saja membuang-buang waktu." ajak Joey, lalu ia membalikkan tubuh nya dan melangkahkan kaki nya. "Baik Tuan Jo." balas Tomy yang juga berbalik dan mengik

  • Pembalasan Dendam Sang Psikopat   Bab 109

    Baru saja Johnny meraih ponsel nya, si perempuan itu bersujud. "Ampun Tuan. Aku mengaku salah." Dita bersujud sambil menangis ketakutan. Joey menghela nafas nya, lalu membatalkan niatnya. Johnny hanya bisa menggeleng-gelengkan kepala nya. Tak menyangka ancaman tuan nya sungguh ampuh. Dita pun mulai bercerita, yang dimana, suatu hari, ada seorang pria dewasa datang ke rumah. Menawarkan kerja sama dan memberi nya bayaran besar. Tentu saja dia mau, ditambah anak nya yang masih berusia 7 tahun tahun tengah sakit. Akhirnya nya dia terpaksa menerima tawaran orang itu. Dita yang merupakan Office Girl, ia menguping kalau data perusahaan tersimpan di ruangan David saat ia mengantar minuman. Malam nya ia melakukan aksi nya. Namun, hingga saat ini, ia belum mendapat bayaran nya dari orang itu. Dita juga menceritakan curi-curi orang itu. "Maaf tuan, jangan laporkan saya. Putri saya sakit, ia menderita leukimia. Saya ingin mendonorkan sumsum saya, namun saya tidak memiliki banyak biaya. Jadi, s

  • Pembalasan Dendam Sang Psikopat   Bab 108.

    "Jangan membunuh lagi." jawab Anatasya. Joey mengangguk-anggukan kepala nya. "Aku tidak membunuh nya, bukankah aku sudah cerita? Kalau tidak percaya, kamu bisa bertanya kepada Roni, dan Tomy." Joey hanya menyuruh anak buah nya untuk membunuh kedua anak buah Andre. Setidak nya ia hanya menyiksa Andre, itulah pemikiran Joey. Meskipun begitu, tetap saja ada pembunuhan. Anatasya hanya tersenyum dan percaya. Meskipun ia sudah tau kalau suami nya sangat pandai bersandiwara, tetapi ia mencoba percaya. Dan ia yakin, suatu saat Joey perlahan bisa menghilangkan sisi gila nya. Hanya membutuhkan proses dan waktu. — Beberapa hari kemudian. Joey yang baru saja pulang dari kuliah nya, kini tengah dalam perjalanan nya ke kantornya. Setelah sampai, ia segera berjalan cepat-cepat ke ruangan nya. Karena sebelum nya, saat jam istirahat kuliah nya, Roni memberitahu hal yang penting. Setelah masuk di dalam ruangan nya, ia melihat Johnny, Tomy, Dika, David, dan Ragil sedang duduk di sofa menunggu ny

DMCA.com Protection Status