Angelica pergi berlari dalam keadaan shock setelah melihat Joey menusuk bola mata salah satu preman dengan pulpen. Hingga saat ini pikiran Angelica masih terbayang-bayang aksi penyelamatannya oleh Joey yang tak biasa.
Angelica pun menepis pikirannya, ia lebih baik fokus dengan pelajarannya.
—
Berita pembunuhan misterius mulai menyebar. Dari berbagai media membahas dua laki-laki yang disangka preman telah mati di jalan gang kecil dekat mini market.
Kematian dua laki-laki itu sangat mengenaskan. Dalam berita di TV, segala media sosial membahas pembunuhan itu. Kasus dalam selidikan, tak ada sisa-sisa jejak sang pelaku pembunuhan itu.
Angelica yang mendengarnya pun terkejut tak main, di dalam jalan gang kecil dekat minimarket. Bukankah tadi malam ia ada disana. Dan itu tentu saja membuat pikiran Angelica tertuju kepada Joey. Sedangkan Joey sendiri, ia terlihat santai saja tanpa merasa bersalah sama sekali.
Hari demi hari. Semua orang melakukan aktivitas mereka seperti pada umumnya. Terlihat Joey yang baru pulang kuliahnya dan kini sedang menaiki angkutan umum.
Joey menaiki angkutan umum, karena motor bebek yang ia dapat hasil rampasannya dulu, telah dijual secara apa adanya.
Yang penting cair, sekarang adalah waktunya seperti biasa. Joey setelah pulang kuliahnya, ia akan berangkat ke tempat caffe untuk bekerja, sudah 2 minggu ia bekerja. Setelah sampai di lokasi, ia pun masuk ke dalam. Banyak karyawan caffe lainnya menyapa, Joey hanya tersenyum.
Setelah di ruang ganti, ia mengganti pakaiannya dengan seragam pelayan. Mulai lah iaa bekerja sebagai pelayan. Joey melayani semua pelanggan dengan senyuman ramah miliknya. Lalu ia menerima pesanan dari salah satu meja.
Joey dipanggil oleh salah satu teman caffe yang perempuan yang merupakan seorang koki. "Jo... bersiaplah, antarkan pesanan ini."
"Baik." sahut Joey, sambil melepas kacamata, dan membersihkannya.
Jujur ia, akui dengan tubuhnya yang sekarang ia. Ia tak suka kedua matanya yang rabun jauh. Meski ukuran minus kecil tapi tetap saja, pada dasarnya dari dulu ia tak suka memakai kacamata.
Tapi mau tak mau, ia harus memakai kacamatanya untuk membantunya memperjelas penglihatannya. Dan sekaligus menjaga image-nya agar tak mudah dicurangi oleh siapapun. Saat sedang mengelap kacamatanya, tanap disadari Joey, para karyawan memperhatikannya.
Tatapan mereka bukan tatapan risih, melainkan tak percaya melihat ketampanan milik Joey dibalik kacamatanya. Joey kembali memakai kacamatanya, makanan telah siap di nampannya ia antar. Ia mengambilnya dan mengantarnya ke arah meja seusai pesanannya.
—
Hari telah malam, jam juga telah menunjukan jam 9 malam, dan waktunya caffe tutup. Semua karyawan membersihkan caffenya sebelum pulang. Semua sudah selesai. Joey dan karyawan lainya saling berpamitan untuk pulang.
Ia memakai jaket, dan tak lupa memakai sarung tangannya. Kadang teman karyawan lainnya heran kenapa Joey selalu memakai sarung tangan, padahal tidak punya kendaraan.
Joey hanya menjawab, alergi udara dingin, karena ia bisa bersin-bersin jika terkena udara dingin, apalagi kalau hujan malam hari. Dan semua teman karyawannya percaya begitu saja. Joey berjalan kaki menuju halte.
Setelah sampai, ia duduk di kursi, dan menunggu angkutan umum datang.
Joey berbicara dalam hatinya, "Inilah kehidupan yang selama ini aku impikan, hidup dengan normal dan damai."
Joey kembali mengingat kehidupannya kehidupan sebelumnya. Sebagai Jason yang kehidupannya penuh dengan misi dan segala pembunuhan. Di kehidupan sebelumnya, ia selalu bekerja kerasnya saat menjalankan misinya sebagai anggota mafia.
Misi yang Jason kerjakan, selalu berhasil. Berkat itu, ia menjadi salah satu anggota yang termuda yang hebat. Dan Jason diakui oleh ketua mafianya yang pertama. Bahkan dianggap sebagai anggota emas. Sebenarnya Jason tidak berniat mencari perhatian kepada ketuanya.
Karena ia hanya menjalankan kewajibannya sebagai anggota dalam menjalani tugasnya. Tapi, semenjak ketua kelompok mafianya digantikan oleh anaknya yang bernama Bram. Kelompoknya menjadi tak terkendali. Dikelompok mafianya memang menjual obat-obatan terlarang.
Namun ia tak pernah mengkonsumsinya. Tapi semenjak Bram yang memimpin kelompok mafianya. Jason menjadi menjadi mengkonsumsinya.
Bram ternyata melakukan itu kepada Bram karena iri kepada Jason yang selalu dijadikan anak emas oleh ayahnya. Bram tak terima, itu sama saja menganggap ia sebagai ketua baru yang tak dianggap.
Segala cara paksa Bram memerintah Jason untuk meminum segala macam obat-obatan terlarang Hingga pada akhirnya. Itu membuat jiwa Jason menjadi tak normal, yang awalnya ingin menghancurkan hidup Jason dengan segala macam obat-obatan terlarang.
Tapi yang ada itu bukan membuat Jason menjadi hancur, melainkan menjadi manusia yang penuh nafsu membunuh. Melihat itu Bram memanfaatkan keadaan Jason seperti dan membuatnya menjadi senjatanya.
Jason yang terus kecanduan segala macam obat-obatan, dan pada akhirnya ia menjadi Psychopath. Jason yang sudah benar-benar Psychopath membawa nama kelompok mafia menjadi ditakuti.
Sampai-sampai polisi yang ingin menangkapnya harus membuat rencana berkali-kali. Bukannya bangga, tapi Bram tak terima, ayahnya malah membanggakan Jason meski sudah dikenal sebagai Psychopath.
Bram mulai merasa posisinya sebagai ketua, akan di geserkan. Hingga akhirnya, setelah kematian ayahnya, Bram memulai rencana untuk menjatuhkan Jason masuk ke jebakannya. Bram sengaja membuat misi menjadi gagal. Dan itu membuat Jason jadi disalahkan oleh anggota lainnya.
Pada akhirnya Jason pun mati dibakar hidup-hidup.
Joey menghela nafasnya setelah mengingat-ngingat masa lalunya di kehidupan sebelumnya. Meski sudah hidup lagi di dalam tubuh sosok laki-laki yang culun. Tapi tetap saja, sisa-sisa jiwa Psychopathnya masih terbawa.
Setidaknya tak ada keinginan untuk mengkonsumsi obat-obatan terlarang. Tak ada misi, hidup normal dengan damai adalah impiannya.
Saat di tengah-tengah duduk di kursi halte, dan melamun, tiba-tiba ada seorang yang berdiri di hadapannya sambil menodongkan pisau. Joey mendongak wajahnya dan melihat siapa yang sudah berani mengganggu ketenangannya.
Ternyata hanya seorang laki-laki memakai pakaian biasa saja dan di wajahnya ditutup oleh kain hitam.
"Ikutlah denganku." ajaknya.
Joey mengerut dahinya, "Kemana?" "Pokoknya, kamu ikut aku. Atau kubunuh sekarang juga !!" ancamnya. Joey memasang wajah takutnya. Ia pun menuruti perkataan orang itu. Mereka berjalan berdampingan, Joey dirangkul orang itu. Orang itu membawa Joey ke tempat sepi yang letaknya di belakang gedung perhotelan. Tempatnya sepi, cukup ada 10 pohon di tempat itu. Mungkin bisa dikatakan tempat itu adalah kebun milik orang yang tak terawat, buktinya banyak sekali semak-semak yang tumbuh. Setelah membawa Joey ke tempat itu. Orang itu mendorong tubuh Joey hingga jatuh ke tanah. "Berdiri kamu!" Joey berdiri, ia menundukan kepalanya tanpa memandang orang itu. Orang itu melangkah mendekati Joey, kini mereka berdua saling berhadapan. "Jangan memandangku dengan tatapan culunmu, apa kamu lupa posisimu? Sekarang serahkan semua uangmu atau kubunuh." kata orang itu sambil menodongkan pisaunya. Joey menurutinya membuka tasnya. Saat sedang sibuk mencari-cari isi tasnya
"Sstttt, jangan keras-keras." kata Angelica. Sarah memutar bola mata karena sifat Nita yang memang seperti itu. Sarah sendiri terkejut mendengar cerita Angelica, tapi ia masih bisa menjaga sikap sesuai keadaan sekitar. "Angelica, yang benar kamu, Joey berani menusuk mata preman itu ?" tanya Sarah berbisik. Angelica mengangguk-angguk cepat kepalanya. "Beneran, aku gak bohong." "Jadi berita pembunuhan 2 minggu lalu di gang dekat minimarket, apa Joey yang membunuhnya?" tebak Nita. Angelica menggeleng-gelengkan kepalanya. "Aku gak tau pasti, soalnya waktu itu aku lari ketakutan melihat apa yang dilakukan Joey. "Yang jelas, yang kutahu, Joey hanya menusuk bola mata preman itu dengan pulpennya." Nita memegang dagunya. "Kayaknya mustahil kalo Joey bisa membunuh. Secara dia kan culun dan penakut." Sarah mengangguk-angguk kepalanya, ia setuju dengan perkataan Nita. Sedangkan Angelica, ia masih bingung, ingin menepis pikirannya. Tapi mana sanggup,
"Tentu saja aku ingin datang ke rumah sahabatku... Ehh, ups, sahabat? Apa kita memang bersahabat, ya?" kata Joey dengan wajah polosnya. "Berani-beraninya kau datang ke rumahku, anak culun." Sandi geram. Dan Joey mengerut dahinya. "Rumahmu? Perlu diralat kata-katamu, yang betul adalah rumah orang tuamu, dan kamu hanyalah anak dari orang tuamu, jadi bisa dianggap kamu salah satu penumpang di rumah orang tuamu." Kata Joey yang ia buat seperti layaknya guru mengajari muridnya. Sandi tertawa garing mendengarnya. Lalu ia tersenyum mengejek, "Wah... rupanya kau sudah berani ya? Kau datang kesini ingin mati?" Joey menghela nafasnya, sambil menggeleng-gelengkan kepalanya seakan lelah. "Tidak, aku tidak ingin mati. Aku datang kesini karena ingin makan," ucap Joey, "BUGH!" Tiba-tiba Joey memukul Sandi dengan keras. "Argghh!" Tubuh Sandi terjatuh dan duduk di lantai. Tangannya memegang lehernya. Lehernya sakit karena mendapat pukulan mendadak yang dilancar
Keesokan Harinya. Seperti biasa, Joey berangkat ke kampusnya untuk kuliah. Semua pandangan yang melihatnya adalah hal yang sudah tak asing, dari penampilannya khas dirinya sebagai laki-laki culun. Semua mahasiswa dan mahasiswi hanya menatapnya lalu mengalihkan pandangan mereka. Semua mengabaikannya. Hal itu benar-benar sudah biasa bagi Joey. Di tempat Parkir. Rifky dan gengnya seperti biasa nongkrong di parkiran sebelum jam masuk, hanya saja Sandi belum terlihat. Rifky dan gengnya menatap mengejek saat melihat Joey sudah masuk ke kelasnya. "Anak itu, masih berani menampakan dirinya. Padahal sudah berkali-kali kita mengganggunya." ucap Richard terkekeh. Rifky mengangguk kepalanya. "Ya, aku salut keberaniannya." Rangga, dan Hendrik tertawa kecil, tapi tertawa mereka berdua hanya dibuat-buat, karena mereka masih heran dengan kelakuan Joey. Beberapa saat kemudian, sebuah mobil datang. Pintu belakang terbuka. Ternyata Sandi, yang turun dari mobil.
Spontan dengan wajah lesunya, Sandi pasrah mengangguk kepalanya. Joey tersenyum melihatnya, "Wah, tak terduga, ternyata kamu mau." Joey berjalan mendekati Sandi, dengan pisaunya ia melepaskan tali rafia yang mengikat Sandi. Tatapan mata Sandi langsung menatap Joey. Tapi Joey sudah bergerak cepat lebih dulu. Ujung pisaunya sudah didepan mata Sandi dengan jarak 1 cm. "Kamu ingin melawan?" tanya Joey dingin, tatapan kedua matanya adalah tatapan pembunuh. Terasa seperti aura membunuh yang mencengkram yang dirasakan oleh Sandi. Ia menelan salivanya. Sandi sudah terlepas dari ikatannya. Sandi masih duduk di kursi kayunya. Joey berdiri dihadapannya, ia juga telah selesai menghubungkan GPS hpnya dengan hp milik Sandi. "Besok langsung saja kerjakan tugasmu. Cari alasan jika teman-temanmu bertanya tentang kondisimu. Tapi kalau kamu berniat menceritakan semua tentang pertemuan kita ini, silahkan saja. Mungkin Rangga dan Hendrik sedikit percaya, tapi bagaimana dengan
Entah apa yang dirasakan istrinya itu, Wanita itu merasa tak asing dengan wajah Joey, dan merasa ada hubungan. Tapi apa hubungan itu? Sekilas wanita itu teringat masa lalunya, tapi ia harus menepisnya. Karena tak ingin suaminya kecewa padanya, karena telah berjanji untuk melupakan masa lalunya. Sedangkan di sisi Joey, ia dari tadi merasa tak asing dengan wanita tadi. Namun ia risih saat dirinya ditatap secara intens olehnya. "Cih, diliat-liat seperti itu, rasanya aku ingin melempar air cucian piring ke wajahnya." batin Joey. — Hari telah malam. Acara ulang tahun dari anak gadis orang kaya telah selesai. Semua pengunjung telah pulang. Semua karyawan membereskan sisa-sisa dari acara. Setelah selesai, jam juga telah menunjukan jam 11 malam. Semua karyawan telah siap untuk pulang. Mereka akan mendapat bonus saat gajian, semua kembali pulang dengan kendaraan mereka masing-masing. Joey memilih berjalan kaki, ia kini sudah duduk di kursi halte. Ia seda
Sarah menjalankan mobilnya. Sarah mengendarai mobilnya dengan kecepatan standar, hari memang sudah malam. Tiba-tiba di dari jaraknya, Sarah bisa melihat ke depan. Yang ia lihat suasana ramai, dan jalan macet. "Sepertinya jalannya macet deh." kata Sarah. "Iya, sepertinya ada kecelakaan." kata Nita. "Terus bagaimana?" tanya Angelica. "Kayaknya kita harus muter, lewat jalan yang itu." kata Sarah. "Kamu yakin, kita lewat sana, jam segini jalan sudah sepi loh." kata Nita. "Dari pada kita ikut kejebak macet." ucap Sarah. Angelica dan Nita hanya mengiyakan, karena hari sudah malam, terpaksa mereka harus lewat jalan lain. Sarah pun membalikan mobilnya ke arah jalan lain, meski jauh, tapi ia juga tak mau terjebak macet. Jalan itu tidak ramai, melainkan sepi. Tidak lewat kota, melainkan mereka akan lewat pinggir kota, dan jalannya seperti lewat hutan. — Saat ditengah perjalanan, Sarah menghentikan mobilnya. Ia melihat ada orang laki-lak
Sarah tak menjawab, ia menangis, tapi ia menurut. Sarah berdiri, Joey langsung menggenggam tangannya. Mereka berjalan mendekati Nita dan Angelica yang masih duduk di tanah. Joey menyuruh Sarah untuk duduk bersama Angelica dan Nita. Kini ketiga gadis mahadewi tengah duduk di tanah. Dan Joey tengah berdiri di hadapan mereka bertiga. Sosok Joey yang sekarang bukanlah sosok culun yang mereka kenal saat di kampus. Saat di kampus yang mereka kenal adalah laki-laki culun. Tapi sekarang, sisi lain dari laki-laki yang terkenal culun. "Kalian bertiga, bisakah jangan menundukkan wajah kalian?" kata Joey melihat ketiga gadis itu menunduk tak berani melihatnya. Ketiga gadis itu diam, tak berani menjawab, dan tak merespon kata-kata Joey. Joey pun berjongkok, "Bukankah kalian tidak tuli? Sepertinya kalian memang ingin kubuat tuli beneran ya?" Seketika mereka bertiga mendongak mendengar kata-kata Joey yang menyeramkan didengar. Kini mereka tak menunduk wajahnya. Ket
Ia benar-benar harus membasuh wajah nya dan membersihkan kedua matanya dengan air mengalir. Joey kembali menutup mulut Alan dengan lakban. Ia mengabaikan apa yang dialami oleh Alan. Lalu kini, tatapan Joey beralih ke arah Jerry. Jerry yang dari tadi diam melihat Joey menyiksa dengan sadis kepada dua orang barusan. Joey tersenyum pada nya, lalu ia berjalan mendekati Jerry. Kini Joey berjongkok di hadapannya Jerry sambil menatap nya dengan senyuman khas nya. Jerry sudah berwajah pucat dan ia membayangkan siksaan apa yang ia dapat dari laki-laki ini "Statusmu dengan ibuku masih bersuami istri ya?" ucap Joey sambil mengusap dagu nya seakan ia berfikir. Joey menatap Jerry dengan tatapan terkejut. "Berarti kamu ayah tiriku dong?" Ahh, sungguh rasa nya ingin menjitak kepala Joey. Jerry melotot ke arah nya. Bisa-bisa nya Joey bergurau disaat keadaan seperti ini. Joey menghela nafas nya. "Tapi sayang nya, aku tidak sudi memiliki ayah tiri. Ayahku cukup satu, yaitu ayah kandungku." "Sungg
kecepatan untuk mengikuti tuan nya. Joey terus mengendarai mobilnya dengan kecepatan diatas rata-rata. Meski jarak sudah dekat, ia tidak ingin membuang-buang waktu nya. Ia mengabaikan rasa lelah agar ia bisa menemukan keberadaan istri lnya. Beberapa lama kemudian, ia telah sampai di lokasi. Dan benar saja, ia telah dibawa ke tempat yang tidak jauh dari pedesaan, banyak sekali pohon, tepat nya bekas pabrik kecil yang sudah lama ditutup. Joey melihat ada dua laki-laki berbadan besar berjaga di depan pintu di sebuah bangunan yang sangat kotor, tepat nya sebuah gudang. Joey segera turun dari mobil nya setelah ia mengambil peralatan nya. Tanpa bersembunyi-sembunyi, Joey berjalan ke arah dua laki-laki itu. Tentu saja kedua laki-laki itu menatap ke arah nya, mereka berdua tidak diam saja. Mereka tidak akan membiarkan orang asing masuk tanpa persetujuan tuan mereka. Joey berjalan mendekati dua laki-laki itu dan perlahan kedua pupil warna matanya menjadi coklat gelap.BKini mereka saling berd
"Ada apa?" ucap Joey datar. Dari raut wajah keempat perempuan itu seakan panik. Terutama Salsa, ia yang terlihat sangat panik sekaligus ketakutan. Joey dan Tomy menduga ada yang tidak beres selama mereka pergi. "Kamu tenang dulu." ucap Angelica. "Kenapa?" sahut Joey datar. Angelica menghela nafas nya. Lalu ia berkata. "Anatasya hilang." Joey melangkah mendekat, dan menatap dingin ke arah Angelica. "Kamu bercanda?" "Kamu tenang dulu. Baru saja kak Roni, kak Dika, kak Ragil, kak David bahkan kak Shinta dan kak Selly juga mencari nya." ucap Angelica. Tomy yang berdiri, ia hanya diam, ia juga heran kenapa Angelica tidak memberitahu nya. Begitu juga dengan Nada dan Nadien yang juga ada di dalam ruangan itu. Angelica memejamkan kedua mata nya. Ia menggeleng-gelengkan kepala nya. Sebisa mungkin Joey untuk tetap tidak panik. Ka pun bersuara. "Jadi, kapan hilang nya?" Salsa yang tadinya duduk dan mendengarkan, perlahan ia berdiri dari duduk nya. Ia berjalan mendekati Joey. "Sebenarnya
"Cih, sejak lahir aku juga tidak memiliki keluarga." batin Joey. Joey menghela nafas nya. Ya, karena di kehidupan sebelumnya, ia memang tidak memiliki keluarga. Ia tumbuh besar di panti asuhan, namun ia teringat dulu kalau diri nya ingin sekali memiliki keluarga. Dan sekarang pemilik tubuh nya masih memiliki sisa keluarga. Kini semua keadaan tidak begitu tegang seperti sebelumnya. Setelah berfikir, Joey menurunkan ego nya. Kini semua orang duduk di ruang tamu. Joey duduk di sofa dan berhadapan dengan Nada dan Nadien, hanya meja kaca yang membatasi mereka. Sedangkan Jerry, ia diikat lagi dan mulut nya ditutupi lakban oleh Tomy di lantai dekat ketiga orang itu. Dan Tomy yang menjaganya karena awalnya Jerry berontak, dan berteriak kepada Nada dan menyumpahi nya. Seakan ia tak ingin Nadien mendengar nya. Disitulah Joey dan Tomy sudah curiga ada sesuatu yang disembunyikan. Awal nya Nadien menolak, ia tak ingin Jerry diperlakukan seperti itu. Dan hanya Nada tidak membantah atas apa yang
Jerry memandang benci ke arah Joey. "Apa maksudmu, kau telah berani memperlakukanku seperti ini!" "Aku hanya memberimu sedikit pelajaran padamu, agar tidak mencari masalah padaku. Apa kamu kira aku tidak tau kalau kamu telah menyuruh seseorang untuk mencuri data-data perusahaanku?" ucap Joey tersenyum. Jerry terdiam membeku mendengar. Ia benar-benar tidak menyangka kalau laki-laki yang berdiri di hadapan bisa mengetahui nya. Joey kembali bersuara. "Tapi sungguh menyedihkan sekali dirimu, orang yang kau suruh belum mendapat bayaran. Apa kamu sudah tidak punya uang?" Jerry melotot ke arah Joey, ia benar-benar malu dikatakan seperti itu. Apalagi ada Nada dan Nadien di dekat nya dan mereka mendengar nya. Sebenarnya perusahaan nya masih berdiri, namun ia lakukan itu karena keserakahan nya. Nada dan Nadien yang sedang merangkul Jerry di sisi kanan dan kiri nya. Menatap Jerry secara bersamaan setelah mendengar kata-kata Joey. Joey tersenyum menyeringai melihat nya. "Setelah apa yang tel
Sementara itu, terlihat empat orang gadis berpakaian SMA, baru saja keluar dari kantor polisi. Mereka berempat baru saja melaporkan kejadian yang menimpa mereka. Setelah nya, mereka segera kembali masuk ke dalam mobil. Bela mengambil alih untuk mengemudikan mobil nya, awal nya Nadien dan kedua teman nya lagi menolak. Namun tetap saja Bela ingin mengemudikan mobil nya, ketiga teman nya pun pasrah akan kemauan nya Bela. "Kalau kamu gak sanggup, bilang aku. Biar aku yang mengemudikan mobilmu." ucap Nadien. Ia khawatir kepada Bela. Mungkin terlihat biasa-biasa saja, namun pasti rasa nya tidak biasa, apalagi di bagian hidung nya. Pasti akan mengganggu konsentrasi nya saat mengemudikan mobil nya. "Kamu tenang saja, luka segini, tidak ada apa-apa. Aku masih bisa." jawab Bela sambil tersenyum. Bela terlihat tersenyum puas, karena ia tak sabar melihat laki-laki berkacamata yang sudah berani memukul nya akan ditangkap. Ditambah laki-laki berkacamata itu, juga memegang senjata pistol. Ia sud
Joey tersenyum sinis mendengar kata-kata perempuan itu. Belum sempat membalas, tiba-tiba ada suara perempuan lain yang baru turun dari pintu belakang mobil sisi kanan. "Maaf kak, atas kecerobohan teman saya." Ucap perempuan itu dengan sopan. Perempuan itu tak hanya cantik, panjang rambut nya sebahu, dia baru saja turun dari mobil yang sama. Lalu dari sisi kiri mobil ada 2 temannya yang juga turun dari mobil nya. Joey beralih ke arah perempuan yang berlaku sopan barusan. Dia dan perempuan berambut sebahu itu saling bertatapan. Dari sorot tatapan mata perempuan itu, Joey merasa ada kesamaan dengan dirinya. Joey dan perempuan itu saling bertatapan. Dari sorot tatapan mata perempuan itu, Joey merasa ada kesamaan dengan diri nya. Karena tak ingin berlama-lama, Joey memilih untuk pergi meninggalkan tempat itu. "Ayo Tomy, disini aku sama saja membuang-buang waktu." ajak Joey, lalu ia membalikkan tubuh nya dan melangkahkan kaki nya. "Baik Tuan Jo." balas Tomy yang juga berbalik dan mengik
Baru saja Johnny meraih ponsel nya, si perempuan itu bersujud. "Ampun Tuan. Aku mengaku salah." Dita bersujud sambil menangis ketakutan. Joey menghela nafas nya, lalu membatalkan niatnya. Johnny hanya bisa menggeleng-gelengkan kepala nya. Tak menyangka ancaman tuan nya sungguh ampuh. Dita pun mulai bercerita, yang dimana, suatu hari, ada seorang pria dewasa datang ke rumah. Menawarkan kerja sama dan memberi nya bayaran besar. Tentu saja dia mau, ditambah anak nya yang masih berusia 7 tahun tahun tengah sakit. Akhirnya nya dia terpaksa menerima tawaran orang itu. Dita yang merupakan Office Girl, ia menguping kalau data perusahaan tersimpan di ruangan David saat ia mengantar minuman. Malam nya ia melakukan aksi nya. Namun, hingga saat ini, ia belum mendapat bayaran nya dari orang itu. Dita juga menceritakan curi-curi orang itu. "Maaf tuan, jangan laporkan saya. Putri saya sakit, ia menderita leukimia. Saya ingin mendonorkan sumsum saya, namun saya tidak memiliki banyak biaya. Jadi, s
"Jangan membunuh lagi." jawab Anatasya. Joey mengangguk-anggukan kepala nya. "Aku tidak membunuh nya, bukankah aku sudah cerita? Kalau tidak percaya, kamu bisa bertanya kepada Roni, dan Tomy." Joey hanya menyuruh anak buah nya untuk membunuh kedua anak buah Andre. Setidak nya ia hanya menyiksa Andre, itulah pemikiran Joey. Meskipun begitu, tetap saja ada pembunuhan. Anatasya hanya tersenyum dan percaya. Meskipun ia sudah tau kalau suami nya sangat pandai bersandiwara, tetapi ia mencoba percaya. Dan ia yakin, suatu saat Joey perlahan bisa menghilangkan sisi gila nya. Hanya membutuhkan proses dan waktu. — Beberapa hari kemudian. Joey yang baru saja pulang dari kuliah nya, kini tengah dalam perjalanan nya ke kantornya. Setelah sampai, ia segera berjalan cepat-cepat ke ruangan nya. Karena sebelum nya, saat jam istirahat kuliah nya, Roni memberitahu hal yang penting. Setelah masuk di dalam ruangan nya, ia melihat Johnny, Tomy, Dika, David, dan Ragil sedang duduk di sofa menunggu ny