“Tentu saja tid— ahhh!” Lyra memekik kaget ketika merasakan nyeri di pergelangan tangannya. Dia sangat terkejut saat Max Foster menarik dirinya menjauh dari John.Sejak kapan Max ada di sana? Apa Max mendengar semua yang baru saja John katakan?Melihat John menyeringai singkat, Lyra kini tahu alasan pria itu tiba-tiba bersikap lembut dan hangat padanya. ‘Rupanya, John tidak bersungguh-sungguh dengan kata-katanya dan hanya ingin memancing emosi Max,’ pikir Lyra tak senang.“Apa yang akan kau lakukan pada istriku, John?!” bentak Max.Tak ada rasa bersalah sedikit pun yang John tunjukkan kepada sang kakak. Dia justru tersenyum miring dan membuat Max kian meradang.“Lyra tidak mendengar kata-kataku. Aku harus berbisik padanya supaya dia bisa mendengar lebih jelas.” John menyeringai seakan menantang Max. “Ah, maaf … aku seharusnya memanggilnya kakak ipar.”Max marah besar. Baginya, Lyra merupakan aset pribadi yang tak boleh diusik siapa pun, terlebih oleh adiknya sendiri.Meski Max tak men
“Maaf, aku tidak punya banyak waktu hari ini. Kau bisa bertanya kepada Tuan John untuk mendiskusikan masalah tersebut.” Mark lantas pergi bersama beberapa pengawal yang datang bersamanya. Lyra duduk di ruang pertemuan sambil termenung membaca tawaran kerja sama yang diajukan perusahaan terbesar itu. Helaan napas terdengar berulang-ulang ketika Lyra memikirkan banyak hal yang tak dimengertinya. Bagaimana mungkin John, orang yang terkenal tidak kompeten bisa mengenal asisten pribadi pria terkaya di negaranya? Bahkan, Mark datang sendiri mengunjungi Lyra, di saat dia bisa menyuruh karyawan biasa untuk menyampaikan kerja sama itu. Semakin dipikirkan, John kian misterius dengan banyak hal yang dia sembunyikan. Teringat pula ketika John datang menemui dirinya di kafe waktu itu, John membawa banyak pengawal, yang tak mungkin mereka semua merupakan bagian dari Foster Corp. Perusahaan Foster tak mungkin menyediakan pengawal untuk manajer biasa seperti John. Bahkan, Max pun tak pernah me
Lyra memicingkan mata curiga. Apa lagi yang direncanakan Max dengan mengajaknya makan siang? “Pekerjaanku masih banyak. Ditambah lagi dengan semua furniture dan barang-barang yang kau gantikan ini. Aku perlu menata berkas-berkas di kantorku,” tolak Lyra dengan halus. Melihat beberapa karyawan melintas di samping mereka sambil tersenyum, Lyra melengkungkan mulut membentuk senyuman indah pada sang suami seraya mengusap lembut lengannya. “Kita masih bisa makan malam bersama nanti di rumah,” imbuhnya. Akan tetapi, Max justru menyentak tangan Lyra dengan kasar. Dia memalingkan wajah selagi berbalik. “Ya sudah.” Lyra menghela napas lega begitu melihat punggung Max Foster kian menjauh. Dia gegas kembali ke ruang kerja untuk membereskan pekerjaan. *** Setelah kehebohan di kantor perusahaan Bell yang dilakukan Max, Lyra tak bisa mencari-cari alasan agar bisa pulang larut malam. Beberapa karyawan Foster Corp masih tinggal di sana, seolah-olah sedang memantau gerak-gerik Lyra. M
Sekujur tubuh Lyra membeku. Ciuman beberapa detik itu membuat jiwanya seakan menghilang dari raga. Bukan karena bahagia, melainkan teringat oleh ketakutan malam pernikahan mereka kemarin. “Maaf mengganggu, Tuan Max. Tuan Peter menyuruh Anda untuk segera menemuinya di kantor.” Beruntung, seorang pelayan datang menghentikan Max yang hampir melumat bibir Lyra. Pelayan itu kaget ketika melihat tuanya sedang bermesraan dengan sang istri. Dia langsung menunduk untuk menghindari tatapan tajam Max Foster. Max segera melepaskan Lyra sambil memaki si pelayan yang menunduk ketakutan. Kendati demikian, Max gegas masuk meninggalkan Lyra, melupakan misinya untuk menunjukkan kemesraan bersama istri di depan si adik. Sementara itu, kaki Lyra seakan kehilangan tulang hingga melemas dan hampir terjatuh. Namun, John dengan sigap menangkap tubuhnya. Sekujur badan Lyra gemetaran. Tatapannya kosong, tetapi masih menunjukkan keterkejutan sekaligus rasa tak nyaman. “Aku ... ingin segera berpisah d
Lyra gegas melesat berdiri di depan pelayan paruh baya yang saat ini memegangi pipinya sendiri. Dia menghalangi Max Foster yang akan melayangkan tamparan lain pada wanita itu. “Minggir, Lyra Bell!” titah Max. Namun, Lyra tetap menjadi tameng bagi si pelayan. Meski takut, tetapi dia tak akan membiarkan Max menyakiti siapa pun, yang disebabkan karena dirinya. Setidaknya, tidak di depannya. “Cukup, Max! Apa kau kehilangan akal sehatmu?! Bagaimana bisa kau bersikap tidak sopan kepada orang yang lebih tua darimu?!” bentak Lyra tak terima. Sungguh, baru kali ini Lyra menyaksikan secara langsung, seorang pria dewasa tega berbuat kasar kepada orang yang lebih tua. Menjadi orang yang memiliki posisi tinggi, tak membuat Max terlihat mengagumkan dengan tingkah lakunya. ‘Orang ini benar-benar gila!’ jerit Lyra dalam hati karena tak bisa menyuarakan umpatannya. “Semua pelayan di rumah ini harus tunduk pada aturan dan para majikan mereka! Tidak peduli mereka masih remaja atau sudah menj
Hidangan lezat yang masuk di kerongkongan Lyra terasa akan keluar lagi. Setiap kali mengingat kata-kata dan tatapan penuh gairah sang suami, perutnya seperti diaduk-aduk. “Kau tidak suka dengan menu makanan malam ini?” tanya Max dengan lembut. Tampak jelas jika Lyra kesulitan menelan makanan. Setiap kali menginginkan sesuatu, Max akan bersikap baik kepada Lyra. Hal tersebut membuat Lyra ngeri oleh kebaikan Max. “Aku masih sedikit kenyang.” Bukan hanya tak nafsu makan, Lyra sengaja memperlambat aktivitas di ruang makan agar tidak perlu kembali ke kamar. Setidaknya, Lyra perlu memastikan jika John telah memberi obat tidur kepada Max seperti malam sebelumnya. Setelah itu, Lyra baru bisa merasa tenang. Akan tetapi, ketika Lyra ingin bertanya selagi John duduk di sebelahnya, Max selalu mendekatkan badan dan mengajak Lyra bicara. Lyra tak punya kesempatan untuk berbisik menanyakan hal tersebut. Waktu makan malam yang sebenarnya lebih lama dari biasanya pun terasa begitu cepat. Max suda
Max tidak terburu-buru menikmati tubuh indah sang istri. Setelah melepaskan kemeja dan melemparkan ke kursi, Max berjalan menuju lemari.Lyra tahu apa yang ingin Max ambil dari tempat itu. Benda-benda menyeramkan yang ada di dalam kotak kardus yang ditemukan Lyra beberapa hari lalu.‘Aku harus kabur dari sini sekarang!’ Lyra menegakkan badan dan akan melompat dari kasur, tetapi suara tegas Max menghentikan dirinya, “Lari dan menghindarlah sekuatmu, Lyra. Aku jadi semakin menginginkanmu.”Max melihat Lyra dari pantulan kaca di lemari. Pria itu masih tersenyum misterius sehingga membuat Lyra bergidik ketakutan.Lyra bisa melihat Max menarik kotak kardus dari lemari. Kini, Lyra benar-benar tahu bahwa Max menyimpan benda-benda itu bukan hanya sekedar untuk koleksi, melainkan karena Max memiliki kebutuhan biologis yang berbeda dari orang normal lainnya.“Aku ... aku tidak akan ke mana ... mana,” balas Lyra terbata-bata, lalu menelan ludah susah payah ketika Max berbalik ke arahnya.Tatapan
Lyra pun tak mengerti kenapa dirinya memohon sesuatu yang sangat tidak ingin dilakukannya. Namun, tubuhnya justru bersorak ketika Max mulai menyentuh dirinya lagi.“Kau menyukai sentuhanku, hmmm?”Max duduk sambil membelai setiap jengkal tubuh Lyra yang masih berbusana. Membuat wanita itu memejamkan mata dan menggigit bibir bawahnya.Pemandangan itu begitu indah di mata Max Foster. Sungguh, Lyra terlihat sangat cantik dari biasanya jika wanita itu mau bertekuk lutut padanya.Sementara itu, Lyra enggan mengakui, tetapi dirinya begitu menyukai perbuatan Max saat ini. Otaknya berhenti bekerja dan hanya menginginkan seseorang memanjakan tubuhnya.Akan tetapi, Max kembali menarik tangannya menjauh. Lyra spontan membuka mata, melihat Max berjalan mendekati pintu. Dia sampai tak sadar dengan bunyi ketukan pintu.“Apa yang kau lakukan di sini!?” Terdengar bentakan Max Foster kepada seseorang yang ada di luar kamar. Lyra tak bisa melihat orang tersebut karena terhalang tubuh kekar sang suami.
“Kak, aku ingin menyusul mama. Tapi, aku nanti akan menunggu sendirian di kantor.” Justin Foster merengek pada Jolie dengan mata berkaca-kaca akan menangis. Dia tiba-tiba merindukan ibunya dan ingin pergi ke alun-alun bersama orang tuanya dan Jolie. Seperti yang sudah-sudah, Jolie selalu memilih untuk menuruti keinginan sepupunya. Dia tak lagi bimbang dengan banyaknya pilihan yang menggiurkan. Justin akan selalu menjadi prioritas utama. “Aku akan menemanimu ke tempat kerja Bibi Selene, tapi kita harus minta izin dulu kepada mama dan papaku.” Jolie lantas memperhatikan ketiga lelaki yang lebih tua darinya. “Kalian bermain bertiga dulu, ya … aku akan pergi dengan adikku.” Setiap kali menemani Justin, Jolie tak mau mengajak mereka. Pernah satu kali, ketiga lelaki yang ingin lebih dekat dengan Jolie itu ikut mengantar Justin, namun mereka berakhir dimarahi Max Foster tanpa sebab yang jelas. Max tampaknya masih tak suka pada semua yang berhubungan dengan Asher dan Billy. Dia pun sel
Suara anak perempuan berusia lima tahun terdengar di halaman belakang kediaman John Foster. Mata Jolie tertutup kain hitam, kedua tangannya bergerak tak tentu arah seperti sedang mencari pegangan, mulutnya tak bisa menutup saat memamerkan tawa yang tak kunjung menghilang. “Di mana kalian?!” seru Jolie. Saat ini, Jolie yang telah berusia lima tahun itu sedang berusaha menangkap teman-temannya. Dua anak kembar lelaki Asher Smith, putra angkat Billy Volker, serta bocah lelaki yang berumur satu tahun lebih muda darinya dan tak lain adalah sepupunya, putra pertama Max Foster. Jolie terlihat sangat bahagia. Sejak satu minggu yang lalu, keempat temannya menginap di kediaman. Dia jadi tidak kesepian dengan hadirnya bocah-bocah lelaki itu. Namun, kesenangan Jolie tak sejalan dari gerutuan ibunya. Lyra pusing melihat anak-anak itu tak mau berhenti bermain, bahkan Jolie pernah membantahnya hanya agar bisa terus bermain. “Rumah kita jadi seperti penampungan anak, Sayang. Maksudku, aku tidak
John telah berada di kota lain untuk melakukan operasi. Lyra tak bisa ikut menemani John karena tak bisa meninggalkan Jolie, serta ikut membantu persiapan pernikahan kakak iparnya.Penggabungan perusahaan Bell dan Foster pun sudah terlaksana atas bantuan Peter dan Thomas. Mereka akan menggantikan tugas John selama John masih memulihkan diri. Max masih ikut membantu di perusahaan, tetapi lebih sering meliburkan diri untuk menemani calon istrinya membeli perlengkapan hidup baru mereka. Perusahaan di gedung tingkat empat milik Max pun telah resmi dibuka, sehingga waktu berkumpul keluarga sangat sulit dilakukan dengan semua anggota keluarga yang lengkap.“Mama, John akan pulang hari ini. Di mana Dom? Dia harus menjemput suamiku.”Tanpa terasa, satu setengah bulan berlalu. John telah mengabari jika proses pemulihan luka bakarnya hampir berakhir, meski belum kembali sempurna seperti sediakala. Namun, John harus pulang hari ini, karena akan ada hari spesial keesokan paginya.“Dom sedang mem
“Kau tidak perlu melihat istriku waktu mengatakan rencanamu itu. Lyra tidak akan sedih mendengar kau akan menikah.” John menangkap gelagat aneh kakaknya, namun sebenarnya hanya pikirannya sendiri.“Aku melihat semua orang dan kau menatapku waktu bola mataku berhenti searah dengan Lyra!” sanggah Max, tak mau dituduh karena memang itulah kenyataannya. Dia bukan sengaja ingin memandangi Lyra.Lyra menegur John dengan tepukan halus di lengan suaminya itu. Namun, tampaknya John masih teringat kejadian di taman yang membuatnya cemburu buta.“Apa kau mengharapkan pelukan istriku untuk memberimu selamat?”Max berdiri dengan mulut sedikit terbuka. Amarahnya terpancing karena John membahas masalah yang sama berulang kali.Benar, tak hanya sekali John mengungkit masalah itu. Max hanya diam mendengar kata-kata sinis adiknya, namun tidak untuk sekarang, di saat dia ingin membahas rencana pernikahannya.“Kau masih membicarakan itu, hah? Lalu kenapa kalau aku memeluk istrimu? Dia adik iparku! Pikira
Jasad Ivanna baru berhasil diidentifikasi seluruhnya tiga hari lalu. Namun, karena masih perlu dilakukan pemeriksaan lebih lanjut, Alaric Parker tak bisa menguburkan jasad putrinya begitu saja.Satu minggu berlalu setelah kebakaran yang diakibatkan oleh Ivanna Parker. Saat ini, kediaman Parker sangat ramai oleh orang-orang yang hadir untuk berkabung.Selain para pengusaha, rekan-rekan bisnis Alaric maupun Ivanna, banyak pula wartawan yang meliput proses pemakaman Ivanna Parker. Namun, hanya sedikit awak media yang datang untuk berduka, sebab telah ditemukan bukti kuat yang menunjukkan bahwa Ivanna adalah pelaku kebakaran tersebut.Dari layar televisi berukuran besar, Lyra dan keluarganya sedang menyaksikan proses pemakaman Ivanna. Kamera lebih sering menyorot Sasha Parker yang saat ini sedang naik daun di dunia bisnis.“Wanita sialan itu pasti sedang berakting, aku sangat yakin itu!” geram Max saat melihat Sasha Parker sedang bicara di depan para wartawan sambil berlinang air mata, m
Lyra merasakan hangat di punggungnya. Udara dingin dari penyejuk ruangan mendadak tertutup oleh sesuatu. Namun, dia tetap terlelap dan tak menyadari keberadaan orang di belakangnya yang menghangatkan tubuhnya dengan dekapan penuh kerinduan.Pada dini hari, John baru sampai di kediaman. Dia langsung masuk ke kamar tanpa menimbulkan suara agar Lyra tak terbangun. Setelah membersihkan diri dengan cepat, dia ikut berbaring di dekat Lyra yang tidur meringkuk, tanpa melepaskan masker yang menutup sebagian wajahnya. Dari informasi para pengawal di kediaman, John akhirnya tahu jika Lyra tak pergi ke mana pun. Dia lega karena pikiran buruknya tak pernah terjadi. Awalnya John ingin langsung kembali ke rumah sakit, tetapi dia begitu merindukan pelukan hangat istrinya dan berniat mampir sebentar selagi Lyra tidur.“Aku sangat merindukanmu, Sayang,” bisik John.John terlalu nyaman mendekap Lyra hingga jatuh ketiduran dan lupa harus segera pergi sebelum Lyra bangun ….“Ugh …,” erang Lyra, merasak
John mondar-mandir di ruang pemeriksaan. Bukan gelisah menunggu dokter, tetapi resah membayangkan Lyra masih berduaan bersama Max.‘Apa saja yang mereka lakukan setelah aku meninggalkan mereka?’Sebelumnya saat masih di taman, John masih ingin mengikuti Lyra sampai kediaman. Namun, Peter menyeret John untuk segera ke rumah sakit.“John Foster! Berhentilah mondar-mandir!” sergah Peter, lelah melihat tingkah kekanakan anaknya. “Aku perlu mendapatkan riasan penuh seperti kekasih Max itu, dan segera bertemu Lyra. Max bisa saja menculik dan menyekap Lyra seperti dulu.”Saat mengamati Lyra, John melihat sosok mencurigakan Selene. Setelah menyuruh Dom mencari informasi sosok mencurigakan itu, dia akhirnya tahu identitas Selene yang menyamar sebagai perempuan tua.“Tsk! Hentikan, John! Kau sudah mendengar sendiri kalau mereka sudah berbaikan dan melupakan masa lalu! Lagi pula, lukamu masih baru dan tidak bisa ditutupi dengan riasan!”Peter yang menunggu John di mobil saat di taman tadi juga
Lyra mengangguk setuju. Hanya pelukan biasa bukan suatu hal yang besar. Orang-orang juga terbiasa menyapa dengan pelukan. Lagi pula, mereka masih keluarga.“Terima kasih, Lyra.” Max Foster tanpa ragu memeluk Lyra dengan erat, memejamkan mata selagi merasakan debaran dalam dadanya.Dengan pelukan itu, Max ingin mengembalikan perasaan yang telah berlalu. Kemudian, pelan-pelan melupakan Lyra sebagai wanita pertama yang pernah mengisi hatinya. Tidak, Max tidak mungkin bisa melupakan Lyra. Dia akan menyimpan perasaan itu, mengunci rapat-rapat cintanya, dan melihat Lyra dengan cara yang berbeda, yaitu sebagai keluarga, istri dari adiknya.“Maaf kalau aku banyak berbuat salah padamu, Max. Banyak hal buruk yang sudah kulakukan untuk membalasmu, termasuk kejadian malam di pesta waktu itu. Aku yakin kau juga sudah mengetahuinya.”Lyra pun ingin membuang dendam yang dulu pernah bersarang di hatinya kepada kakak iparnya itu. Berharap setelah waktu berlalu, mereka bisa bicara dan tertawa seperti k
“Maafkan aku, Max. Waktu itu aku tidak bisa menahan diri untuk terus bersamamu atau membuka hati untukmu, sehingga mengambil pilihan lain.”Max mengusap air matanya. Meski bisa menahan tangisan kesedihan, hatinya menangis dan terluka mendengar ucapan Lyra yang sudah pasti.“Aku tahu, aku tidak menyalahkanmu, Lyra. Semua memang salahku dan aku sangat menyesali perbuatanku sendiri,” ujar Max dengan suara serak.Max memutar badan ke arah Lyra. Melihat adik iparnya ikut merasa buruk karena pengakuannya.“Aku hanya ingin mengungkap perasaanku dengan benar, di mana dulu aku hanya menipumu. Aku tidak berniat merebutmu dari adikku … sungguh ….”“Terima kasih telah mencintaiku, Max. Mulai hari ini, aku berharap kau bisa melupakan cinta itu sepenuhnya ….”“Aku sedang mencobanya, tapi kalau malah mengajakku bertemu dan memaksaku menyatakan cintaku.”Mereka diam sejenak saling menatap secara intens. Mendadak, tawa lebar dan lepas menghiasi wajah keduanya.“John akan menghajarku kalau dia sampai t