Mutia berjalan keluar dari toko garmen dengan menenteng banyak barang belanjaan. Di belakangnya Zaki sudah membuka bagasi lalu memasukan barang-barang milik Mutia. Kakinya terasa sangat pegal karena mengelilingi mall dan sekarang toko untuk membeli banyak barang."Kita pulang sekarang Za. Ibu pasti sudah menunggu sendirian di rumah." Ujar Mutia yang sudah selesai menata semua brangnya di bagasi. Bu Surti di tinggal sendiri di rumah. Kebiasaan sang Ibu yang akan sibuk menonton TV di ruang keluarga membuat siapapun jarang melihat keberadaan wanita paruh abay itu. Mengingat jika Bu Surti juga kesulitan bergerak."Iya mbak." Kakak dan adik itu lalu masuk ke dalam mobil.Salah satu tukang parkir wanita yang memakai topi lebar mengarahkan mobil yang mereka tumpangi untuk keluar dari tempat parkir."Totalnya sepuluh ribu." Kata tukang parkir yang suaranya sangat familiar di telinga Mutia. Topi besar yang di pakai membuat Mutia tidak bisa melihat wajah wanita itu.Zaki yang sudah memberikan u
Di dalam penjara, sipir memanggil Saka yang tengah menjalani olahraga pagi dengan tahanan lain. Pria itu pamit pada teman-temannya lalu mengikuti langkah sipir menuju ruang besuk. Rupanya disana sudah ada Bu Jarmi yang duduk dengan gelisah. Melihat kedatangan sang putra, Bu Jarmi langsung berdiri.“Kenapa Bu? Tumben datang kesini seminggu dua kali?” Tanya Saka heran Ia mengajak sang Ibu untuk kembali duduk di kursinya.“Ana mau pulang ke Indonesia karena pabriknya bangkrut Ka.” Meskipun merasa kaget mendengar kabar dari sang adik, Saka hanya bisa menganggukan kepalanya.“Terus? Apa masalahnya Bu? Ana kan bisa memulai usaha baru di Indonesia dari uang yang sudah ia kumpulkan.” “Kamu ini malah tidak peka.” Kesal Bu Jarmi pada putranya itu.“Semua uang kiriman Ana sudah Ibu belikan emas. Kamu pasti paham bagaimana sifat Ana jika tidak mendapati ada sisa uang kirimannya.” Kening Saka ikut berkerut bingung. Ia sangat paham dengan perangai Ibu dan adiknya yang sama-sama keras. Karena Saka
Kabar kepulangan Ana ke desa mereka juga sudah sampai ke telinga Mutia. Bahkan pagi ini ia tidak sengaja bertemu dengan mantan adik iparnya itu di pasar. Mutia masih ingat penampilan Ana yang terlihat sangat berbeda. Apalagi saat Ana tersenyum pada Mutia. Terlihat sangat tulus sekali.“Gimana kabar Tiara di pondok Mbak?” Tanya Ana saat mereka membeli di pedagang yang sama.“Alhamdulillah baik. Ana melanjutkan sekolahnya di pondok modern sampai lulus. Belanjaan kamu banyak banget Na?” Tanya Mutia heran.“Iya mbak. Aku mau buat usaha baru di dekat sekolat. Setelah ini juga mau pergi ke tukang buat minta tolong di buatin gerobak.”“Alhamdulillah. Mudah-mudahan usaha kamu nanti lancar. Mau buka usaha apa Na?” Percakapan mereka mengalir dengan lancar. Hal yang tidak pernah di bayangkan oleh Mutia sebelumnya.“Jajanan korea dan tiongkok mbak. Aku suka beli jajan sekaligus buat resepnya disana. Bahannya juga sudah di jual secara online.” Mutia menganggukan kepalanya paham.“Mbak Mutia juga b
Ana berjualan seperti biasa. Karena minggu ini Tiara masih libur dari pondok pesantren, gadis itu sering main ke warung Ana. Tiara seolah lupa dengan semua sikap buruk Ana dulu. Mengingat jika Ana lebih banyak acuh dan bersikap judes pada semua keponakannya. “Ternyata kamu disini Ra. Di cariin Ibu kamu. Solanya Bude Surti mau periksa ke rumah sakit.” Kata Rani begitu berdiri di depan warung Ana.“Oh iya mbak. Aku lupa karena terlaly asyik lihat Tante Ana masak.” Pandangan Tiara kini beralih pada Ana.“Aku pulang dulu ya Nte.” Ana menganggukan kepalanbya.“Titip sama buat Mbak Mutia dan Uti kamu.”“Iya Nte.”Setelah Tiara pergi, Rani membeli sejulamlah jajanan khas Tiongkok yang di jual oleh Ana untuknya adan para karyawan yang tengah bekerja. Tiara masuk ke dalam rumah untuk mengambil tas. Ia sudah di tunggu oleh Mutia, Zaki dan Bu Surti. Gadis remaja itu segera masuk ke dalam mobil. Selama di perjalanan, Tiara lebih banyak mengobrol dengan Zaki. Gadis itu duduk di kursi depan. Seda
Setelah mengantar Rasya kembali ke panti asuhan, Ana kembali menaiki motornya untuk pulang. Pikirannya berkelanan pada percakapan singkat dengan sang kakak tentang Mutia dan Tiara.“Apakah aku boleh minta bantuanmu Ana?” Tanya Saka saat pertemuan mereka akan berakhir.“Ya bolehlah kak. Kamu lagi kayak sama siapa aja sih.” Kakak dan adik itu lalu tertawa bersama.Senyun Saka tidak kunjung pudar. Matanya berbinar menatap Rasya yang makan dengan lahap. Makanan yang di bawa oleh Ana untuk mereka makan bertiga.“Aku ingin bertemu dengan Mutia dan Tiara lagi untuk meminta maaf secara langsung. Dulu aku pernah minta maaf pada Mutia. Tapi, seperti yang kamu tahu dulu aku belum merasa bersalah karena perbuatanku pada Tiara.” Ana menghela nafas sambil berpikir keras.“Jika itu Mbak Mutia aku masih bisa membujuknya. Tapi, kalau Tiara…” Ucapan Ana menggantung karena dia berusaha menemukan padanan kata yang tepat untuk di sampaikan pada sang kakak.“Aku paham Na. Sangat sulit untuk mengajak Tiara
“Aku tidak akan memaksa Mbak Mutia untuk langsung menjawab.” Mutia menatap Ana dengan pandangan penuh sorot kesedihan karena tidak bisa mengabulkan permintaan Ana. “Maaf ya Na. Tapi, luka yang di timbulkan Mas Saka untuk kami terlalu dalam. Ada dua masalah serius yang sudah ia timhulka. Pertama Mas Saka menikah lagi dan mengambil sedikit gajiku untuk membiayai Sekara dan Dini. Lalu yang kedua penganiayaan yang di lakukan Mas Saka pada Tiara. Sejujurnya, aku dan Tiara bisa langsung memaaafkan kamu karena kesalahan yang kamu buat dulu bukan masalah serius.” “Aku paham mbak. Aku juga minta maaf karena tiba-tiba mengatakan hal ini pada Mbak Mutia. Hanya saja aku ingin Mbak Mutia bertemu dengan Mas Saka agar mendapat permintaan yang layak darinya. Entah Mbak Mutia akan percaya atau tidak, sekarang Mas Saka sudah benar-benar berubah. Dia sudah menyesali perbuatannya dan mau minta maaf pada Mbak Mutia dan Tiara secara tulus. Tidak seperti dulu.” Sejujurnya Mutia memang tidak percaya dengan
Kegiatan Mutia berjalan seperti biasa. Ia sudah menceritakan pada Tiara lewat telpon akan mengunjungi Saka di penjara. Tidak ada protes yang terlontar dari Tiara seperti dulu. Anak gadisnya itu hanya mengatakan agar Mutia dan Ana berhati-hati selama di perjalanan.“Aku tidak bisa menitipkan salam untuk Bapak. Ibu tahu itu kan?” Mutia menganggukan kepalanya. Meskipun Tiara tidak akan bisa melihat.“Tentu saja Ibu mengerti sayang. Lagipulan jika hubungan Bapak dan Ibu membaik, komunikasi kami akan lebih mudah saat kamu akan menikah kelak.”“Iya Bu.”Hari itu akhirnya tiba juga. Ana mengajak Mutia mengunjungi Saka di penjara dengan kendaraan yang terpisah. Tiga hari setelah perempuan itu mengunjungi Saka bersama dengan Rasya dan Bu Jumi.Mutia naik mobil karena ia ingin sekalian belanja banyak kebutuhan toko dan rumah di kota. Sesuai waktu perjanjiannya dengan Ana, mobil Mutia tiba tidak lama setelah Ana sudah lebih dulu berada disana.“Mbak Mutia.” Mutia melihat Ana yang berjalan ke ara
Bulan demi bulan berlalu. Tiara yang sudah menghadapi ujian akhir sekolah jadi lebih jarang menghubungi Mutia. Pun dengan Mutia yang selalu menyibukan dirinya dengan bekerja di toko. Atau jika ada banyak orang yang menikah, tim make up akan sibuk selama lebih dari satu bulan.Berpindah dari satu rumah ke rumah yang lain. Bahkan Mutia dan timnya juga sering pergi ke gedung di kota. Karena acara penrikahan di laksanakan di dalam gedung.Selain itu, hubungan Mutia dengan Ana juga berjalan seperti biasanya. Setiap ia berkunjung ke panti asuhan, Rasya akan bercerita tentang momen mengunjungi Saka di penjara. Karena memang Ana yang mengajak Rasya untuk berkunjung dengannya dan Bu Harti.“Aku jadi penasaran mbak.” Perkataan salah satu pegawainya itu membuyarkan lamunan Mutia yang tengah memikirkan kejadian selama beberapa bulan ini.“Penasaran kenapa Ya?” Mutia kembali memotong kain yang sudah di ukur. Di sampingnya Rani juga melakukan hal yang sama.“Kenapa Rasya nggak di rawat saja di ruma
"Bagaimana kabar kamu Bude?" Tanya Mutia ramah. Meskipun dalam hatinya sedang menyimpan bara kemarahan akibat rencana Bu Win yang ingin mencelakai sang putri. "Baik. Kamu kok bisa sampai kesini Ia? Terus kenapa saya harus bertemu dengan kamu?" Ika yang duduk di samping Bu Win hanya bisa menghela nafasnya. "Tolong jelaskan maksud kedatangan anda ke rumah ini Bu Mutia. Apapun keputusannnya akan saya katakan setelah anda menjelaskan semuanya." Mutia menganggukan kepala lalu mengeluarkan ponselnya. Jarinya menggulir layar ponsel lalu memperlihatkan isi pesan Tiara yang di kirim Tiara padanya. Termasuk foto milik Pak Yanto yang sedang berada di kantor polisi. "Sa, saya sama sekali tidak terlibat dengan rencana ini Nyonya Besar. Tolong percaya pada saya." Bukannya memberikan klarifikasi pada Mutia, Bu Win justru menjatuhkan tubuhnya ke lutut sang majikan. Derai air mata Bu Win berjatuhan di wajah tuanya. Ia tidak menyangka jika rencananya bisa ketahuan secepat ini. Dalam hatinya Bu Win
Karena teriakan si penguntit, Yani keluar dari rumah dengan tergopoh-gopoh. Untung saja Tiara sudah mencopot mukena yang baru saja dia pakai. Jadi, Yani tidak akan ikut pingsan saat melihat Tiara masih memakai mukenanya.“Ada apa Ra? Siapa yang teriak tadi?” Tiara menunjuk si penguntit yang sudah jatuh dari motor.Taira berjongkok di samping orang yang memakai seragam ojol itu. Untunglah tidak ada luka serius. Bahkan orang itu masih bisa berdiri dengan tegak. Yani segera mengambil sapu untuk berjaga-jaga. Sedangkan Tiara memegang tali yang tadi mengikat tubuhnya dengan erat.“Beraninya kamu?” Pria itu melepaskan helm yang di pakainya. Helm itu sudah di banting ke tanah hingga menimbulkan bunyi yang keras.“Sekarang Yan.” Teriak Tiara berusaha memukul pria paruh baya yang sudah menguntitnya. Sedangkan Yani memukul pria itu sambil berteriak meminta pertolongan dari warga sekitar.“Tolong ada orang jahat. Tolong kamiiii.” Teriak Yani berulang kali.Pria itu berusaha untuk meraih tubuh Ti
Jarum jam baru menunjukkan pukul dua dini hari saat Mutia masuk ke dalam mobil. Zaki ikut dengannya untuk emngantarkan Mutia menuju bandara. Sementara itu, ada saudara dekat yang menginap di rumah Zaki untuk menjaga Bu Surti. Mutia hanya membawa satu buah koper kecil. Ia menyusul ke Jakarta bukan hanya untuk mengunjungi sang putri. Tapi, juga menangkap Bu Win yang merupakan dalang dari rencana penculikan Tiara.Drttt… Suara dering ponsel dari dalam tasnya membuat Mutia mengambil hp yang ia simpan. Ada pesan masuk dari Saka. Jarinya menggeser layar ponsel untuk membuka aplikasi pesan.[Aku sudah bertanya pada Rudi. Rupanya Bu Win bekerja di rumah adik ipar majikan tempat dulu Rudi bekerja. Entah bagaimana caranya Rudi tahu. Saka juga mengirimkan foto-foto Bu Win yang tengah memasak di dapur mewah.[Datanglah ke alamat ini. Majikan Bu Win sudah tahu apa yang terjadi. Beliau hanya perlu memeriksanya. Mereka yang akan menangkap orang suruhan Bu Win.] Mutia menghela nafas lega karena suda
Pagi harinya, Tiara bangun seperti biasa. Hari ini dia ada jadwal kuliah jam sepuluh pagi. Tapi, karena kejadian kemarin, Tiara lebih memilih untuk menutup pintunya. Seakan-akan ia sudah berangkat kuliah. Pagi ini juga dia terpaksa tidak menerima pesanan jahit dari para tetangga di rumah kontrakannya. Tiara fokus menyelesaikan pesanan jahit dari dua hari sebelumnya.Setelah selesai menjahit, Tiara mengirim pesan pada Yani untuk datang ke rumahnya sebelum merkea berangkat bersama menuju kampus. Yani menyanggupi hal itu walaupun Tiara belum menjelaskan tentang kejadian tadi malam dan permintaan Mutia untuk menginap di rumah kos milik Yani.Saat ini, Tiara sedang berada di depan jendela. Memperhatikan jalan besar di depan rumah kontrakannya. Lalu lalang orang yang berjalan ataupun naik kendaraan seperti motor dan mobil. Ada banyak juga pengendara ojol yang lewat. Sayangnya Tiara tidak dapat melihat wajah mereka karena tertutup helm.“Aku sudah hafal motor dan wajahnya kemarin. Apa hari i
Kesibukan Tiara yang memulai ospek membuatnya baru pulang saat malam hari. Untunglah ospek saat ini sama sekali tidak menggunakan sistem perploncoan. Sehingga para mahasiswa baru tidak perlu membawa barang-barang aneh.Sistem ospek saat ini hanya memperkenalkan tentang lingkungan kampus, semua jenis ekskul dan mata kuliah yang di ambil. Ospek masih di laksanakan selama tiga hari.Pada malam harinya, Tiara sibuk menjahit baju dari tetangga kontrakannya. Di hari kedua ospek ini Tiara bahkan belum menggunakan uang dari sang Ibu lagi. Karena uang dari hasil menjahi sudah cukup untuk membeli bahan makanan.Pukul sembilan malam, Tiara sudag menutup rumah kontrakannya. Ia mencuci tangan dan kaki lalu masuk ke dalam kamar. Gadis itu mengirim pesan pada sang Ibu tenyang kegiatannya hari ini.(Jahitanku cukup ramai Bu. Jadi bisa buat beli bahan makanan dan jajan. Besok hari terakhir ospek di laksanakan di fakultas masing-masing.)Drrtr...Tidak membutuhkan waktu lama bagi Mutia untuk membalas p
Hari ini Mutia akhirnya pulang ke Semarang. Dua hari sebelum kegiatan ospek di mulai. Tiara mengantarkan sang Ibu ke bandara.Mutia memeluk tubuh sang putri saat pengumuman tentang keberangkatan pesawat yang akan di tumpangi Mutia menuju Semarang."Hati-hati ya nduk. Jangan lupa kirim pesan setiap hari ya. Mungkin Ibu memang sangat posesif." Tiara menggelengkan kepalanya sambil terkekeh pelan."Nggak kok Bu. Aku tahu Ibu dan Uti pasti akan khawatir karena aku tinggal sendirian. Tidak seperti saat berada di pondok pesantren. Ibu sudah mengijinkan aku untuk tinggal sendirian di rumah kontrakan saja sudah membuatku senang.""Kamu memang anak Ibu sangat baik Ra. Ya sudah Ibu pergi dulu. Assalamulaikum.""Waalaikumsalam." Mutia berjalan dengan tangan kanan yang menarik koper besar berisi pakaian kotor dan oleh-oleh untuk Bu Surti, Zaki dan yang lain di kampung halaman.Tiara menatap kepergian sang Ibu sambil tersenyum. Ia harus kembali berjauhan dengan keluarganya. Tapi, itu semua dilakuka
Di rumah kontrakan yang di sewa Tiara sudah ada banyak kantung belanja. Mutia sedang sibuk sibuk memasukan oleh-oleh untuk keluarga dan anak-anak panti ke dalam koper. Sementara itu, Tiara sudah pergi ke kampus untuk melakukan pendaftaran ulang.Tiara yang memajai kemeja panjang berwarna krem dengan paduan kerudung dengan warna serupa dan celana kain panjang berwarna hitam melangkahkan kaki masuk ke dalam gedung admisi.Di dalam ruang tunggu, ia duduk sendiri. Berbeda dengan beberapa mahasiswa lain yang datang bersama dengan teman mereka. Selain Tiara yang datang sendiri, ada juga seorang gadis berambut ikal pendek yang memakai kacamata duduk baris kursi depan.Saat namanya dan nama mahasiswi lain di panggil, Tiara maju ke depan. Ternyata ia maju bersama dengan gadis berambut pendek itu."Boleh kenalan nggak?" Tanya gadis itu lebih dulu dengan sengum ramah. Karena mereka masih harus menunggu proses pendaftarab ualng uang di lakukan oleh petugas. Tiara menggukan kepalanya sambil balas
Tiara di terima di fakultas seni di salah satu universitas ternama. Biaya yang tidak sedikit membuat Mutia tidak mundur. Walaupun tabungan pendidikan milik Tiara yang di kumpulkan oleh Mutia tidak cukup untuk kuliah dan bayar kontrakan selama empat tahun.Tapi, rejeki memang tidak akan kemana. Mutia yang punya dua usaha sekaligus bisa membiayai kuliah Tiara selama empat tahun.Saka juga mengatakan tiap bulan akan mengirim uang pada Tiara lewat Mutia. Walaupun jumlah uang yang di titipkan mungkin sangat sedikit. "Rumahnya bagus kan Bu?" Tanya Tiara saat mereka melihat rumah kontrakan pertama."Bagus. Tapi kita lihat bangunan dalamnya dulu. Temboknya harus kokoh, jendela dan pintunya gampang di buka. Aliran airnya harus lancar." Masih banyak hal lagi yang di jelaskan oleh Mutia pada sang putri.Mutia meneriksa bagian rumah satu per satu. Termasuk dengan ruang tamu yang akan si gunakan Tiara untuk membuka usaha jahit.Selain itu, akses jalan yang berada di pinggir jalan raya, dekat deng
Hari ini adalah hari keberangkatan Tiara ke Jakarta. Mutia sudah mengajak Saka dan Rasya untuk ikut. Sayangnya Saka menolak karena ia butuh uang untuk membayar hutang dari mantan majikan Rudi. Begitu juga dengan Rasya yang sedang menjalani ujian akhir semester. Jadi, Saka dan Rasya hanya bisa mengantarkan Tiara ke bandara. Sama seperti Saka dan Rasya, Bu Surti dan Zaki juga tidak bisa ikut. Kondisi tubuh Bu Surti yang mudah drop membuat wanita paruh baya itu tidak boleh kelelahan. Zaki yang mengambil cuti kerja bisa menemani Bu Surti di rumah selama Mutia pergi menemani Tiara.Gadis itu lalu memeluk satu per satu keluarga yang sudah mengantarkannya. Dada Saka berdegup kencang saat Tiara sudah berjongkok di depan Rasya. Itu berarti setelah ini Tiara akan berpamitan dengannya.“Rasya yang pintar ya di rumah. Jadi anak baik dan membanggakan untuk Bapak. Mbak pergi ke Jakarta buat belajar. Kapamn-kapan kalau Rasya liburan kita ke Jakarta bareng.”“Rasya janji mbak.” Kakak beradik itu lal