"Tidak sayang. Bagaimana bisa saya menyesal menikahi perempuan tangguh seperti kamu Seina. Saya adalah laki-laki beruntung memiliki jiwa dan raga kamu sekarang seutuhnya. Saya harap kita akan bersama selamanya" kata-kaya mas William menenangkan kegelisahan hatiku. Aku juga tidak menyesal pada akhirnya memberikan hati, jiwa dan ragaku untuk laki-laki disebelahku ini. **"Cie.. Cie.. mbak Seina. Yang semalaman diculik sama suami sendiri.." diiringi dengan tertawa renyah dari saudari perempuanu satu-satunya. Otot wajahku seketika menegang kala mendengar ucapan Lusi. Aku baru saja kembali ke rumah kami setelah selesai berberes tadi siang dari hotel. Aku sama sekali tidak menyangka kalau Lusi sudah pulang dari rumah sakit.Plus. Rupanya Lusi mengetahui semuanya tentang yang menimpaku semalam. Jantungku yang rasanya mau copot semalam rupanya adlah ide gilanya suamiku sendiri."Mas William. Kamu..bener-bener ya mas ya.." aku mencubit keras perut suamiku yang membuat ulah terhadapku. Tidak
"Seina. Hei. Kamu kenapa nak?" Rupanya itu adalah ibu. Untunglah aku sudah memasukkan obat itu tepat sebelum ibu kembali ke dapur. Suara ibu sukses membuatku membeku."Aaah. Ibu. Aku kira siapa tadi. Nggak kenapa-napa kok Bu." Dengan tangan masih gemetaran kutuang gula kedalam gelas kaca mungil itu. Aku mencoba senatural mungkin dihadapan ibu. Akan tetapi tetap saja. Aku masih shock dengan apa yang barusan aku temukan."Seina. Tangan kamu kenapa gemetaran seperti itu sayang? Sini ibu saja yang buatin. Nanti kalau sudah selesai kamu yang antarkan" aku hanya mengangguk dengan titah ibu barusan. Aku menepi ke meja samping. Ibu yang melanjutkan tugas membuat kopi. Aku melirik dalam mata ibuku.Ibu! Apakah ibu pelakunya?. Tapi kenapa?apa ibu kecewa karena Lusi gagal menikah dengan Gery? Kemudian menyingkirkan penghalangnya? Tapi mustahil juga rasanya melihat ibu yang sangat menyayangi kami berdua seperti ini tega berbuat jahat kepada calon bayinya Lusi."Hei. Seina? Kamu kenapa menatap ibu
"Kebetulan sekali kita betemu disini mas Dimas"ujarku berbadan basi melihat mas Dimas dengan alat pel dan kain lap yang tersandang dibahu laki-laki yang sempat bersamaku dulu."Seina. Kamu?" Bola matanya melihat melihat ke arahku yang tepat berdiri didepannya."Office boy? Kamu sekarang seorang office boy mas Dimas?. Sungguh dunia sudah membalas kamu dengan karma masa lalu kamu mas" aku kemudian terkekeh. Bukan bermaksud untuk menertawai pekerjaannya sekarang. Namun lebih kepada kepuasan atas karma instan yang dibayar Tuhan kepada mantan suamiku ini. Ia menelantarkan aku dan memilih membahagiakan wanita lain ketimbang aku. Padahal aku telah mengorbankan karirku dulu hanya untuk mendapatkan keturunan darinya.Namun apa yang aku dapatkan. Kepedihan dan air mata. Ia dengan mudahnya menusukkan belati tepat direlungku. Duniaku serasa runtuh oleh pengkhianatannya. Aku bersyukur saat ini aku sudah bebas dari masa lalu yang menyakitkan itu. Sekarang aku dikelilingi oleh orang-orang yang tulus
"Ini adalah jam makan siang. Dan gue harus ambil hati mas William kembali. Ayo Rian. Kita ketemu papa kamu." Alexa dengan sekotak makanan kesukaan William datang ke kantornya William. Tentu saja ia membawa jurus ampuhnya yaitu Adrian. Anak laki-laki yang nyatanya bukanlah darah dagingnya William. "Oke ma. Rian seneng deh bisa ketemu sama papa lagi." Adrian tersenyum. Betapa bahagianya Rian membayangkan keinginannya akan segera terwujud memiliki seorang ayah yang akan melindungi sekaligus menyayanginya setulus hati.Tanpa mengetuk pintu terlebih dahulu keduanya masuk kedalam ruangannya William. Pria yang baru saja menyandang status suami itu sedang tegak berdiri dengan satu kopi ditangannya. Pandangannya ia pindai jauh kebawah sana. Ruang kerjanya yang berada dilantai 26 itu sukses menampilkan pemandangan ibukota dari atas sana. Disana ia melepas dahaga akan kepenatan bekerja."Seina. Sayang. Rupanya kamu jadi datang sayang?" Ucapnya Wiliam. Ia belum tersadar. Tangan yang melingkar di
"Apa ini? Siapa yang menaruh amplop pagi-pagi begini?" Aku hendak mengambil hasil tes obat ke rumah sakit. Mas Wiliam sudah lebih duluan berangkat ke kantornya katanya ada meeting penting pagi ini. Begitu aku membuka pintu sebuah amplop besar tergeletak begitu saja dilantai. Seseorang mungkin mengirimnya.Aku melihat namaku tertulis disana. Rupanya jitu surat untukku. Perlahan jemariku membuka apa isi amplop surat ini. Aku berpikir kalau itu adalah surat penting dari kantorku yang harus aku tanda tangani mengingat sudah seminggu ini aku tidak masuk ke kantor.Jemariku mendadak gemetaran. Mataku membulat. Lidahku kelu. Dadaku seakan mau runtuh. Suamiku sedang berpeluk mesra dengan seorang wanita dalam sebuah potret yang sengaja seseorang kirimkan untukku."Apa ini? Mas William? Kenapa ia berpelukan mesra dengan Wanita lain seperti ini?" Aku memegangj dadaku yang serasa dihempas batu besar. Sakit. Buliran bening itu tumpah jua sehingga membasahi pipi ini."Mas Wiliam kenapa kamu tega ma
"Langkahku gontai menelusuri setiap lorong rumah sakit yang terasa sangat jauh menuju ke parkiran. Dua masalah sekaligus mendatangiku seperti mimpi buruk yang ingin sekali aku lupakan. Namun tidak. Ini adalah sebuah kenyataan yang harus aku tempuh. Mas William suamiku terduga selingkuh dengan wanita lain yang tidak aku kenali sama sekali siapa dia. Lusi adikku yang baru saja keguguran dan ternyata penyebabnya adalah obat penggugur busuk itu. Tak tega rasanya jika aku menceritakan kenyataan pahit ini kepada Lusi. Apa yang akan terjadi nanti jika Lusi tau perihal ini. Dunianya akan kembali runtuh setelah beberapa hari ini ia tata. Buliran bening ini tiada henti-hentinya mengalir panas dikedua belah pipiku.'Aaaarrrggghh' sesak sekali rasanya dibongkahan daging didalam sini."Dokter. Saya menginginkan hasil yang akurat dokter. Lakukan yang terbaik sehingga saya bisa memastikan Adrian adalah putra kandungku atau bukan" ucap seorang laki-laki disebelah kanan aku berjalan.Tunggu. Itu ada
'Ibu.' Itu adalah rintihan penyesalan dari perempuan yang telah melahirkan dua bidadarinya yaitu aku dan Lusi.Aku pegang gagang pintu kamar ibu dan membukanya. Kudapati perempuan mulia itu kini tengah menangis dan meratap. Pipinya basah oleh air mata. Seketika dadaku juga bergetar hebat. Tak tega rasanya hati ini memaki beliau karena kesalahannya."Seina. Kamu sudah pulang?" Ucapnya tergugup. Telapak tangannya mencuri untuk menyeka air matanya. Kudekati tubuhnya yang mulai merenta. Kupegangi kedua tangannya."Ibu. Benarkah yang barusan aku dengar ibu? Ibu adalah pelakunya Bu? Jawab aku ibu? Tolong jawab aku?" Suaraku bergetar hebat. Bisa-bisanya aku terjebak dalam situasi aneh ini. Ibu kandungku dan adikku. Dua orang yang paling aku kasihi didunia ini."Se Seina. Itu tidak seperti dugaan kamu nak. Ibu tidak melakukan apa-apa nak. Tolong percaya kepada ibu" ujarnya kembali terbata.Siapa saja yang mendengar pasti tidak akan mempercayai gelagat ibu yang seperti ini. Aku kemudian berdir
"Ibu. Aku bisa memaafkan ibu. Tapi bagaiman dengan Luis Bu? Apa ia akan menerima maaf ibu? Lusi lebih keras dari aku Bu. Bagaimana jika ia mengetahui semua kenyataan pahit ini Bu? Aku takut Bu. Aku takut Lusi akan membenci Ibu. Aku takut jika Lusi kembali nekat untuk mengakhiri hidupnya." Aku ikut terisak bersama ibu dalam dekapan hangatnya. Dunia kami yang mulai cerah kembali ditutup awan gelap. Ketakutan itu kembali menghampiri dadaku."Maaf Seina. Maafkan ibu. Maafkan kebodohan ibu. Ibu memang pantas dihukum untuk semua perbuatan ibu" ia melepas pagutanku terhadapnya. Kini ibu berdiri memindai sekitar. Matanya memaku pada suatu benda berwarna hijau di sudut kamarnya. Itu adalah bayg*n racun serangga yang sangat mematikan.'Ibu. Apa yang ibu pikirkan?' gumamku. Ia melangkah dan mendekati benda itu. Dipegangnya dengan tangan kanannya dan kemudian ia buka."Ibu. Mbak Seina. Stop kalian lakukan ini semua kepada ku!" Teriak Lusi dengan histeris. Ia berlari memegangi jemari ibu yang dit
"Zain. Sayang. Maaf Ibu mengganggu waktumu sebentar nak. Ibu mau bicara sama kamu" Ibunya Zein memanggil putra satu-satunya itu dalam sambungan telepon. Setidaknya Ibunya juga sedikit berpanas sekarang seiring pembebasannya Zein."Ya Buk. Maaf Buk. Zein lagi sibuk. Lagi bicara sama klien tentang proposal bisnisnya Zein. Nanti saja ibuk televonnya"Tuuut.Tuuut. Tuuut. Lansung saja panggilan itu diputus paksa oleh anaknya sendiri.'Zein. Padahal Ibu pengen ngomong kalau Ibu butuh sedikit uang untuk makan sehari-hari dari hasil penjualan sawah kemaren' gumam Bu Siti dalam tangis direlungnya."Oke. Kalau gitu gue setuju. Ini sepuluh juta buat depenya. Tapi Lo harus ingat. Jangan pernah bawa-bawa gue jika kalian gagal dalam tugas ini." Amplop besar dilempar begitu saja oleh Zein. Seperti tidak ada harganya ketimbang misinya saat ini."Lakukan sesuai perintah gue. Buat Lusi menderita dengan kehilangan bayinya. Dan juga pastikan pernikahannya gagal dengan laki-laki brengsek itu. Buang dia se
"Aku bahagia mas karena ada kamu disamping aku. Kamu datang disaat aku butuh sandaran mas. Kamu seperti air di gurun oase yang begitu terik. Kamu memberiku kesejukan akan dahagaku yang terhempas oleh bayang masa laluku. Dan aku juga sangat terharu akhirnya Lusi akan segera melepas masa lajangnya. Dan itu semua juga berkat dirimu mas" aku menenggelamkan wajahku dalam pelukan laki-laki yang saat ini menjadi junjunganku.Tiada niat sedikitpun aku untuk berpaling darinya. Hati ini sepertinya juga sudah dipenjara dan diborgol erat oleh mas William."Seina. Sayang. Sudah. Kamu jangan mellow lagi. Hari ini adalah hari bahagia di keluarga kamu dan keluarga kita. Hari ini adalah pesta pernikahan adik kamu satu-satunya. Dan juga sekaligus perayaan tujih bulanan kamu bukan?. Hari ini tidak boleh air mata yang terbit dari sudut mata indah kamu ini. Jika pun masih terbit. Itu haruslah air mata kebahagiaan. Bukan duka sayang. Saya mencintai kamu. Mencintai ketulusan dan keikhlasan hatimu. Saya berj
"Nak Gery. Kenapa malam-malam datang ke sini? Apa Lusi yang menyuruhmu untuk buru-buru datang kesini?" Bu Ningsih tampak begitu khawatir mengetahui laki-laki yang sebentar lagi resmi mempersunting putrinya itu sedari tadi memencet bel tanpa ada seorang pun yang mendengar kecuali dirinya."I-Ibu. Maafkan saya Bu. Sudah datang selarut ini. I-Ini Bu." Gery menyodorkan kresek hitam ke hadapan Bu Ningsih yang membuat Bu Ningsih semakin bingung."Apa ini Gery?" Bu Ningsih mengerutkan dahinya. Ia sama sekali tidak tahu apa sebenarnya yang ada didalam kantong kresek itu.Perlahan tanganny mulai membuka buhul itu. Betapa kagetnya Bu Ningsih dengan pemandangan yang ada di depannya saat ini. Emosinya pun memuncak seolah tidak tertahankan lagi."Mangga muda? Gery! Apa maksud semua ini? Kenapa kamu malam-malam mengantar mangga muda kesini? Apa ini untuk Lusi? Apa kamu juga sudah melakukan itu kepada Lusi. Kurang aj*r kamu!'Plaaaakk' Bu Ningsih menamoar punya Gery yang membuat laki-laki kekar itu
"Aku saja yang menyetir Mas. Aku takutnya dengan kondisi kamu yang seperti sekarang kita akan nabrak dan bisa berabe nantinya""Uuuweekk..uuweeekkk ." Mas William terus saja mual dan hendak muntah namun kembali sama kali tidak mengeluarkan apapun. Hanya beberapa air yang ia muntahkan." Iya Seina. Mas setuju kamu aja yang nyetir. Lagian mas sepertinya ingin muntah terus tidak tertahankan seperti ini. Mas takut tidak konsentrasi nanti kalau menyetir." Mau bagaimana lagi kalau melihat kondisi mas William saat ini memang sangat tidak memungkinkan kalau dia yang menyetir. Jadi terpaksa aku yang ambil alih kemudinya.**" Mas ingin sekali makan mangga muda, tolong belikan Mas sayang" " Yang benar saja kamu Mas, masa tengah malam kayak gini kamu minta mangga muda. Kemana aku harus carikan Mas?" lagi-lagi aku mengerutkan dahiku melihat tingkah aneh mas William saat ini.Masa jam 02.00 pagi kayak gini Mas William meminta aku untuk mencarikannya mangga muda. Bukannya mangga muda yang nanti ak
"Iya Bu Seina, ada dua embrio yang berhasil dibuahi. Itunya artinya Ibu Seina sekarang tengah hamil bayi kembar. Sekali lagi saya ucapkan selamat ya Bu Pak"Mendengar ucapan dokter barusan mendadak mataku berkaca-kaca. Sungguh indah rupanya rencana Tuhan untukku atas semua duka yang selama ini aku alami. Tuhan bahkan menitipkan dua calon bayi kembar di dalam rahimku sebagai teman dari anakku Rindu nantinya.'Alhamdulillahirobbilalamin" tiada henti-hentinya lidah ini mengucapkan syukur itu kepada Ilahi yang begitu adil terhadap hambanya.Aku masih ingat saat itu betapa putus asanya aku dalam berjuang untuk mendapatkan seorang anak dari pernikahanku sebelumnya. Namun kali ini setelah aku menikah dengan mas William tak butuh waktu lama untuk aku mendapatkan karunia itu.'Sungguh nikmat Tuhan yang mana lagi yang engkau dustakan?'2 bulan setelah menikah aku langsung dikaruniai buah cinta kami yang tiada bandingannya di dunia. Harta yang paling mahal telah engkau berikan kepadaku Tuhan. Mud
"Kamu tidak marah kan mas?" Ujarku kemudian yang dibalas oleh kekehan mas Wiliam."Ya. Saya marah. Dan akan lebih marah lagi jika sesuatu yang buruk menimpa calon anak kita" ujarnya kemudian yang membuatku sangat kaget mendengar jawabannya. Aku takut jika Mas William tidak setuju dan marah atas keinginanku itu.Rupanya mas William berpikir positif dan menghargai keputusanku. Iya kemudian memmemelukku dan memberikan kecupan di dahiku. Rasanya sangat nyaman dan tenang sekali mempunyai suami pengertian dan baik seperti Mas William." Terima kasih Mas kamu sudah mau mengerti sama keputusanku""Iya sayang tidak apa-apa. Besok kita ke dokter kandungan Ya. Kita akan cek kondisi janin kamu dan juga Mas mau lihat apakah janinnya sudah kelihatan apa belum" mendengar ucapannya yang sangat perhatian membuat hatiku nyaman. Rasanya hati ini banyak ditumbuhi bunga-bunga indah bermekaran.Aku masih ingat ketika aku hamil Rindu dulu. Aku bahkan memohon dan mengiba kepada mas Dimas supaya mau menemanik
Cepat kamu Jelaskan kepada saya Kenapa bocah tengil ini memanggil papa kepada Dimas?" Bu Siska kembali mendekati aku. Masih dengan tatapan penuh kebencian. Sampai bola matanya hendak keluar dari sarangnya.Aku memang tak pernah benar dihadapannya. Ia begitu membenciku mengingat status keluarga kami yang jauh berbeda dulu."Maaf Bu Siska. Kalau ibu bertanya pada orang, bisa nggak sih kalau bicara yang sopan. Nggak ngegas kayak gini!" Sejak tadi aku mendiami wanita ini. Namun rupanya Bu Siska malah semakin melunjak saja melihatku. Memang benar kata orang dulu. Musuh tidak dicari. Jika bertemu pantang dielakkan."Baik. Saya akan jawab pertanyaannya Siska. Jika ibu penasaran silahkan nanti bertanya kepada Dimas anak Ibu. Itupun jika Dimas maish diberi waktu oleh Tuhan untuk bertaubat dan memperbaiki dirinya. Rindu. Mas. Ayo kita segera pulang. Hawa disini mulai nggak enak." Aku sengaja tidak memberitahu Bu Siska yang sebenarnya. Biar saja wanita bermulut besar itu mati penasaran. Lagi p
"Anda sama sekali tidak mempunyai hak untuk melukai calon ibu dari anak saya. Dia adlah istri sekaligus belahan jiwa saya" mendengar ucapan William membuat Siska tertegun. Matanya masih melotot tajam. Aku masih memegangi pipiku yang memanas oleh gamparannya. Sedangkan tanganku yang lain memegangi perutku.Aku juga takut ini akan berefek pada calon anakku yang masih berbentuk gumpalan darah itu. Aku positif hamil dan usianya masih lima Minggu. Usia yang masih rentan akan segala sesuatunya."Mama. Mama. Mama nggak apa-apa kan ma?" Tanya Rindu yang lansung menempeliku."Kamu siapa mau jadi pahlawan kesiangan mantan menantu sial*n saya ini?bisanya cuma memeras dan meloroti uang suaminya." Bu Siska bertambah melunjak melihat aku diam. Ia pun hendak menarik jilbabku dan mungkin akan menghempas tubuhku ke lantai.Namun tidak. Kamu telah salah dalam bertingkah Bu Siska. Laki-laki dihadapan kamu ini adalah suamiku. Dia akan melindungiku dari makhluk astral yang brutal seperti kamu."Saya ucapk
Iya selamat siang saya dengan berbicara dengan siapa ini tanya wanita di dalam gawai itu dengan nada yang cukup Ketus membuat jantungku kembali deg-degan mendengar kosa kata yang baru keluar sedikit dari rongga mulutnya." Maaf mengganggu Bu saya Sena Saya ingin mengabarkan kalau...." ucapanku lalu ia potong dengan rancauan yang cukup menyakitkan dadaku." Hah? Apa saya tidak salah dengar? Seina? apa saya tidak salah dengar?. Kamu Seina si pencuri dan perampok itu? mau apa kamu sekarang? kamu mau merampok apalagi dari saya setelah kamu menguras habis semua harta anak saya!" kicauannya cukup membuat telingaku sakit namun aku harus bisa bertahan mendengar ocehannya yang menyakitiku sampai ke relung hati yang paling dalam ia menuduhku pencuri dan perampok Padahal aku hanya mengambil hakku dan juga hak anakku.Lagi pula Mas Dimas itu memang menceraikanku karena perselingkuhannya bukan karena kesalahanku. Ya sudahlah. Untuk apa membicarakan hal yang telah berlalu. Aku harus menyampaikan be