“Apa aku boleh memilih asistenku sendiri? Kamu tau kan tidak bisa nyaman dengan semua orang, harus orang-orang tertentu,” tanya Olivia penuh harap.Berharap William masih bisa membatalkannya dan membiarkan Olivia memilh sendiri“Hmm... boleh saja kalau itu lebih nyaman untukmu.”Yap kalau begitu artinya akan lebih menguntungkan Olivia mau bagaimana pun ia tidak bisa membiarkan pihak yabg William bawa masuk ke dalam hidupnya supaya tidak menjadi hambatan baginya dalam merencanakan balas dendamnya.Dengan senang Olivia memeluk tubuh William walaupun sebenarnya Olivia tidak ingin melakukannya.“Oh iya tentang Jimmy kenapa kamu tidak mengeluarkannya saja?” tanya Olivia penasaran.Olivia pikir william akan memecat Jimmy. Setelah apa yang dia ceritatakn tentang kejadian malam itu disertai tambahan bumbu agar ceritanya lebih dramatis dan memihaknya.“Aku ingin melakukannya, tapi lebih baik aku memberinya sanksi terlebih dahulu.”***Keesokkan paginya William memeriksa laporan keungan yang ba
Sebuah mobil hitam terlihat memasuki pekarangan rumah William. Terlihat Daniel turun dari dalam mobil itu dan bergegas masuk ke dalam rumah William begitu saja karena tidak ada petugas keamanan yang berani menghentikan pria itu, entah sebab apa semua pekerja di keluar Savero selalu takut pada Daniel.Di sudut lain ruangan rumah itu Olivia terlihat baru saja selesai mandi, ia masih menggunakan handuk kimononya keluar dari kamar mandi seraya mengeringkan rambutnya yang masih basah.Tiba-tiba pintu kamar terbuka dan tampak Daniel sudah bediri di ambang pintu. Olivia terperanjat dan dengan refleks langsung mengeratkan handuknya kimono yang ia kenakan.“Apa yang kau lakukan di sini?! Menerobos masuk ke rumah orang!” pekik Olivia dengan geram.“Mencarimu tentu saja,” balas Daniel singkat.Pria itu kemudian melangkah masuk ke dalam kamar dan ia kunci pintu ruangan rapat-rapat. Olivia yang melihat hal tersebut panik bukan kepalang ia berlari ke arah pintu berusaha menghentikan Daniel.“Kau gi
Olivia mendelik, kemudian balas menatap Daniel dengan tatapan menggoda, lalu Olivia daratkan tangan halusnya di atas wajah pria itu.“Kau mau bermain api dengan adikmu?”Daniel mendengus, “Semua akan aku mainkan dengannya, perang, pertumpahan darah apa lagi? Sesuatu seperti bermain api dengannya bukan hal yang sulit, apa kau tertarik?” ujar Daniel seraya mengendus tengkuk Olivia dengan penuh gairah.Namun Olivia berusaha menahannya dan tidak ingin mengeluarkan reaksi yang berlebihan. “Kenapa kau ingin melakukannya?”“Bukankah itu adalah salah satu hal yang dapat menghancurkannya?” Daniel menyeringai, “Aku akan merebut atau menyingkirkan apa pun yang William miliki. Terlebih seseorang yang paling berharga untuknya. Kau yang lebih tau seberapa besar cinta pria itu padamu. Dan cara ini adalah cara yang paling mudah.”Olivia memiringkan kepalanya, “Berarti kau akan menyingkirkanku?” tanya Olivia dengan cemas.Daniel terkekeh, “Bukankah itu sudah terjadi? Kau tidak memihaknya lagi dan hany
“Will, apa kamu baik-baik saja? Will apa yang terjadi?” seru Olivia dari luar kanar mandi sambil berusaha membuka pintu di depannya. Namun tidak bisa William menguncinya dari dalam.Lagi-lagi perasaan yang seharusnya tidak lagi Olivia miliki kembali mengganggunya. Jujur saya ia mengkhawatirkan William dan Olivia tidam bisa mencegahnya. Perasaan itu muncul begitu saja begitu alami.“Will! Buka pintunya!” pinta Olivia kini ia menggedor pintu itu dengan cukup kuat.Namun William tidak kunjung membukannya. Malah keributan lainnya terdengar dari dalam kamar mandi. Suara benda-benda jatuh terdengar dari dalam dan membuat Olivia semakin cemas akan nasib suaminya.Olivia akhirnya berlari keluar ruangan menghampir satpam di pis depan rumah.Sedangkan di dalam kamar mandi William terlihat semakin kacau, ia terus menggosok kedua telapak tangannnya hingga memerah. William menngerang kemudian memukuli tembok washtafel seperti sedang mengenyahkan sesuatu dari telapak tangannya.Tetapi sesuatu yang
Olivia tertegun memikirkan ucapan Jimmy. Bagaimana bisa Jimmy mengetahuinya secepat itu? Dari mana pria itu mengetahuinya. Tetapi kalau benar Jimmy sudah menemukan pelakunya, bukankah Jimmy seharusnya memaki Olivia saat ini? Atau Jimmy baru menduga-duga?“Apa dia rekan....”“Aku harus segera pergi sebelum William terbangun,” sela Jimmy, “Dokter sedang dalam perjalan dan bisa kah kau memberitahuku lagi seandainya terjadi sesuatu semacam ini? Mungkin aku masih tetap bisa membantu William.”Olivia hanya mengerjap menatap Jimmy dengan rasa penasaran dan penuh selidik seperti sedang menebak-nebak sesuatu. Dan yang Olivia pikirkan bukanlah hal yang baik.“Kau tau sendiri kan Will banyak membantuku aku hanya ingin membalas budinya sebanyak yang aku bisa. Jadi tolong jangan berpikir yang bukan-bukan Liv, aku masih menyukai wanita.” Jelas Jimmy seolah bisa mengetahui apa yang Olivia pikirkan tentang sikapnya kepada WilliamWajah Olivia sontak memerah rasanya ia baru saja tertangkap basah. Sebe
‘Bagaimana? Kau baik-baik saja? Will tidak mencurigaimu kan?’ sebuah notifikasi pesan masuk dari ponsel Olivia.Olivia bangkit dari tempat tidurnya dan menggenakan kimono tidurnya lalu ia pergi menuju balkon seraya membawa ponselnya.Begitu dilihat ternyata pesan itu dari Daniel. Alis Olivia bertaut membaca pesannitu berkali-kali. Olivia tahu yang dibicarakan Daniel adalah kejadian tadi sore tapi mengapa dia harus peduli?‘Aku sengaja melakukannya padamu, supaya Will tidak mencurigai apa pun darimu. Mau bagaimana pun bukankah pertemuan kita cukup aneh untuk bisa terjadi?’ gelembung pesan baru kembali muncul.“Oh jadi itu tujuannya,” gumama Olivia.Kalau dipikir kembali Daniel memang tidak melakukan apa-apa selain menahan tubuh Olivia agar tetap terbaring di atas ranjang. Bahkan Daniel bisa sama menciumnya atau melakukan hal lainnya seberapa keras Olivia meronta Daniel tetap bisa melakukannya, tetapi pria itu tida
Setelah pembicaraan dengan Daniel, Olivia segera beranjak dengan resah menuju suatu tempat lainnya. Wajahnya terlihat panik dan pucat sejak ia menerima sebuah pesan dari ponselnya 10 menit yang lalu.Olivia menginjak pedal gas dan memacu mobilnya agar bergerak lebih cepat, melesat di jalan raya. Selama perjalanan yang terputar dalam benak Olivia adalah isi pesan itu.‘Kak ibumu melarikan diri dari rumah sakit karena mengejar seseorang. Kita sedang berusaha mencarinya.’ Bunyi pesan itu itu.Perasaan cemas semakin mencekik Olivia, bulir air mata perlahan jatuh membasahi wajah mulus wanita itu. Olivia seka berulang kali karena menghalangin pandangannya, tetapi air matanya tidak mau berhenti keluar, terus mengalir deras.Karena pandangan Olivia sedikit terganggu ia hampir saja menabrak seseorang yang melintas di jalan. Beruntung Olivia tidak terlambat menginjak pedal remnya. Dadanya naik turun karena luapan emosi dalam hatinya.Olivia turun
Langit mulai tampak oranye, matahari perlahan turun tenggelam di ufuk barat berhias deburan ombak yang saling berlomba memecah batu karang. Pantai itu selalu jadi tempat sederharana yang bisa dikunjungi semua orang tapi sanggup menyajikan pemandangan yang menakjubkan.Bersisian dengan pantai terdapat sebuah hotel megah yang berdiri kokoh. Di sana terlihat ada sebuah keributan di halaman hotel. Para staff berkumpul berusaha menghentikan satu orang ibu paru baya yang berusaha merusak fasilitas hotel.“Di mana anakku?!” Jerit ibu itu.****Olivia dan William tiba dipantai dan mencari ibu Olivia sepanjang bibir pantai. Tetapi mereka tetap tidak menemukannya. Olivia bahkan bertanya pada warga sekitar khawstir jika ibunya tenggelam terbasa arus laut.“Sepertinya ibumu tidak ada di sini.”“Bagaimana kalau dia hanyut? Will aku harus bagaimana?” Olivia bersimpuh di atas pasir putih, menangis tersedu-sedu.“Tapi tidak ada orang yang hanyut hari ini, begitu yang warga lokal katakan. Lebih baik k
“Lalu bagaimana dengan Olivia?” pertanyaan lain yang Jimmy tidak siap untuk mendengar jawabannya. “Dia sedang merencanakan sesuatu untukku.” William tahu apa yang Olivia sedang rencanakan untuknya. Saat mengetahui hal itu William sempat berkali-kali menolak percaya pada kenyataan yang menimpanya. Namun akhirnya William bisa menerimanya. William mengalihkan pandangannya pada Jimmy, pria itu tampak tertekan dengan semua kenyataan yang baru saja ia terima saat ini. Terutama kenyataan tentang Olivia yang itu paasti paling mengusiknya. “Maaf aku memecatmu waktu itu, tapi rasanya itu keputusan yang tepat yang bisa aku lakukan,” ucap William, “Sepertinya kamu jadi sasaran empuk untuk menjebakku atau bisa jadi mereka tidak mau kamu berada di dekatku.” Jimmy memandangin William, “Dengan sendiri Anda bisa menjadi lemah,” imbuh Jimmy yang langsung di balas anggukan oleh William.“Jim, aku butuh bantuamu, karena itu aku menceritakan semua ini. Aku tidak tahu a
Jimmy terdiam dengan kening berkerut. Kalau dipikir-pikir surat elektronik yang Jimmy terima sebelumnya juga dari perusahaan teman dekat William. “Bagaimana kalau kamu tukar pertanyaannya?” celetuk William masih denagn ekspresinya yang datar. “Maksud Anda?” “Seperti.... Apa William benar-benar kehilangan ingatannya?” Jimmy sontak tertegun ia tidak bisa berkata-kata. William tidak perlu menyatakan lebih banyak fakta lebih lanjut tentang ingatannya karena rasanya Jimmy sudah dengan jelas mengetahui jawabannya saat ini. “Aku hanya pura-pura Jimmy,” imbuh William seraya melangkah lebih jauh ke dalam ruko kosong itu. Hening, Jimmy tidak menjawab apa-apa, wajahnya tampak bingung. Namun tentu saja William pasti memiliki alasan mengapa dia melakukan hal itu. “Mengapa Anda melakukannya?” akhirnya Jimmy bisa meluapkan rasa penasarannya. Namun di satu sisi entah mengapa Jimmy merasa takut untuk mendengar jawaban dari William. Seolah William sedan
“Kamera recorder itu bisakah kau menemukannya?” tanya Daniel pada Aldo. “Aku tidak tahu apapun tentang kamera recorder itu, memangnya apa yang penting dengan benda itu mengapa Anda mendadak sangat terusik dengan hal itu?” Daniel tidak menggubris rasa penasaran Aldo, hening untuk sesaat dan jelas sekali ia tengah gusar saat ini. “Cari saja sampai dapat, kau orang yang dekat dengan Selena pikirkanlah di mana wanita itu menyembunyikannya.” Tanpa menunggu jawaban dari Aldo, Daniel langsung memutus panggilannya. Tidak, sebenarnya Daniel tidak butuh jawaban apapun karena seperti sebuah kewajiban Aldo memang di paksa untuk menuruti semua perintahnya. Aldo terdiam di banding dengan penasaran pada kemungkinan lokasi Selena menyembunyikan kamera itu, Aldo lebih ingin tahu mengapa Daniel menginginkannya dan mengapa pria itu harus bertanya padanya? Mengapa Daniel tidak bertanya pada Olivia? Atau entahlah. Yang jelas sepertinya rekaman yang ada dalam video itu bisa mengancam pria kurang ajar it
“Pertanggung jawaban apa di sini yang kamu maksud?” tanya William dengan gugup.Olivia mendengus, “Kenapa kamu pura-pura tidak mengerti? Bukankah sebelumnya kamu menjawab dengan penuh percaya diri?” cibir Olivia, “Mata di bayar mata, nyawa dibayar nyawa, William,” tegas Olivia kemudian. William terdiam, tatapan matanya sulit di artikan setidaknya itu yang dipikirkan Olivia. Namun di satu sisi Olivia merasa bahwa ia juga sangat bodoh karena mengulangi pertanyaan yang bahkan sudah ia tahu jawabannya. Bukankah karena William mengingkari tanggung jawabnya sebagai pelaku yang membuat Olivia jadi harus merencanakan hal gila semacam ini? Di tengah lamunan Olivia tiba-tiba saja William mendekat dan menempatkan sebuah pisau ke dalam genggaman Olivia. Bola mata Olivia membulat menatap wajah William yang kini tampak pilu bahkan senyum getir tersemat di bibir William.“Apa yang—.”“Kalau menghukumku dengan cara seperti itu akan membuatmu hidup lebih damai maka l
Bagai petir di siang bolong begitulah celetukan Olivia menyerang William. Langkah William terhenti, ia berbalik menatap Olivia yang terbaring di atas tempat tidur dengan mata berkaca-kaca.“Kenapa kau melakukannya?!” pekik Olivia tiba-tiba.William tersentak hingga air mata yang tertahan di pelupuknya mengalir jatuh.“Apa yang Selena lakukan? Apa benar kau melakukannya?!!!” Olivia kembali menjerit. Lalu ia tarik kembali lengan William hingga mengikis jarak antara mereka.Olivia yang sudah bangkit dengan kasar mulai memukuli William tanpa terkendali diiringi jerit hatinya mengutarakan pertanyaan-pertanyaan yang menyesakkan hati dan pikirannya.Namun William hanya tergugu membiarkan Olivia memukulinya sampai puas untuk melepas bebas di hatinya. Alih-alih mencegahnya William malah terus berusaha memeluk Olivia dengan raut penyesalan yang tergambar di jelas di wajahnya. Hati William teriris pilu melih
Di tepi danau yang sepi dan hanya bercahayakan lampu temaram pinggir jalan Olivia berdiri sendirian di sana. Menatap kosong ke arah Danau dengan riak air yang tenang. Sudah 15 menit Olivia berada di sana menunggu seseorang yang belum kunjung datang.Olivia melempar sebuah batu ke dalam danau nerusaha mengusir rasa bosannya. Tak lama berselang seorang dengan hodie hitam serta topi dan masker berwarna senada mendekati Olivia.“Kau lama sekali,” celetuk Olivia seolah yakin seseorang yang menghampirinya adalah seseorang yang sedang ia tunggu.“Tidak mudah untuk lepas dari pengawasan Daniel, dia mengasai dari mana pun....”“Kau yang melakukannya, Aldo bukan pria keparat itu.”Aldo terdiam, “Aku tidak bisa mematikan atau melepas senua peretas itu walaupun aku pergi. Daniel akan curiga.”Olivia tidak menggubris ia tidak tertarik, kepalanya sudah penuh sesak dengan semua kejadian yang terjadi sejak kem
“Laba-laba!” jerit Olivia tiba-tiba seraya mengibas angin dengan heboh di sisi wajah William hingga menyenggol tangan William dan menjatuhkan sendok berisi es krim strawberry dari tangannya.Tidak berhenti sampai di situ Olivia juga menyenggol manguk es krim di meja hingga mangkuk itu jatuh ke lantai dan menumpahkan seluruh isinya.Kegaduhan pun tercipta hingga menarik perhatian semua pengunjung restoran juga para pegawai di sana.Tidak bisa, Olivia tidak bisa melakukannya. Perasaan tidak tega masih menjadi pemenang atas perdebatan dengan rasa dendamnya yang ada dalam hatinya.“Maaf aku mengacaukan semuanya.” Olivia menahan air matanya agar tidak tumpah buntut dari ketakutan yang menyelimuti hatinya.Para pelayan pun datang dan membersihkan semua kekacauan, baik William maupun Olivia meminta maaf atas keributan yang terjadi dan William mengganti rugi atas barang-barang yang pecah.Namun set
‘Kau yang mempersulit dirimu sendiri karena tidak mau mengakui perasaanmu....’ begitulah seingat Olivia ucapan William di beranda rumah sakit ini dua tahun lalu. Serupa dengan apa yang dikatakannya hari ini.“Apa yang kamu bicarakan?” tanya Olivia penuh selidik.“Maaf sepertinya aku berlebihan, aku tidak seharusnya berkata begitu padamu,” balas William, raut wajahnya kembali berubah senyumnya pun terukir semula, “Ayo kita makan siang, kamu belum makan dari semalam.”Apa mungkin ia menanggapinya terlalu berlebihan? Ya bisa jadi William hanya asal ucap saja karena kesal dan lelah, tapi tetap saja ucapannya terdengar janggal. Olivia buru-buru membuang pikirannya dan berjalan mengikuti William menuju restoran dekat rumah sakit.Baru saja Olivia tiba di sana tiba-tiba ada panggilan masuk dari Daniel di ponselnya.“Misi pertama. Kau tau kan kalau William alergi strawberry. Aku ingin kau memesan makana
“Sudahlah aku tidak mau membahasnya malah membuatku sakit kepala.”Olivia hendak beranjak namun Adela langsung mencekalnya, wanita itu terlihat kesal karena bagaimana mungkin Olivia bisa begitu bodoh dan menolak William.“Ok mungkin ini terlihat mustahil buatmu bisa bersatu dengan Pak Will, tapi hey!!” Adela menjentik-jentikkan jarinya tepat di depan wajah Olivia agar wanita itu segera sadar dari kebodohannya. “Kamu lupa kalo Pak Will tidak pernah memandang sesroang dari status sosial mereka? Tidak perlu jauh-jauh deh, lihat saja mantan pacarmu si Jimmy itu. Kalau Pak Will mempedulikan soal status sosial dalam pergaulannya, dia tidak akan mau berteman dekat dengan Jimmy sampai akhirnya membantu Jimmy yang hanya sekedar pelayan kafe kecil menjadi asisten pribadinya, bahkan kamu yang menceritakan itu semua Olivia!!!”“Kamu lupa juga saat Pak Will membantu membayar biaya perawatan ayahnya Jimmy saat mereka baru saling menge