Olivia berlari menerobos kerumunan sambil mengedarkan pandangannya ke seluruh tempat, mencari-cari William. Tetapi sulit sekali. Terlalu banyak orang di dalam ruangan itu dan lagi gedung itu besar sekali, Olivia tidak tahu William ada di ruangan mana. “Ya tuhan kemana pria itu?” rutuk Olivia seraya menghubungi William melalui telepon selulernya. Tetapi William bahkan tidak mengangkat panggilan dari Olivia. “Apa Daniel masih meretas ponsel William?” gumam Olivia kemudian ia terpikirkan sesuatu. Mungkin ia bisa meminta bantuan Daniel untuk menemukan William. Dengan berat hati akhirnya Olivia pun menghubungi Daniel dan tak berselang lama terdengar suara berat pria itu di ujung sana. “Bagaimana? Aku sudah menyiapkan banyak orang dan banyak hal untuk rencana kali ini. Apa kau masih ingin ikut bermain denganku?” “Bisakah kamu mencari William? Ada sahabat kakaku di tempat ini dan aku yakin dia dan William pasti saling mengenal. Aku takut William bertemu dengannya karena dia pasti akan
‘Jangan Will, kumohon hentikan!’Jeritan Selena terus terngiang-ngiang di telinga Olivia, hingga membuatnya merasa mual karena luapan emosi yang begitu besar. Tidak salah lagi itu adalah suara Selena, sudah lama sekali ia tidak mendengar suara kakak kesayangannya itu. Ia sangat merindukannya, tetapi bukan ini suara Selena yang Olivia ingin Olivia dengar. Bukan suaranya yang penuh ketakutan dan penderitaan. Rahang Olivia mengeras giginya bergemeletuk menahan amarah dalam hatinya.‘Aku akan membalas perbuatanmu William,’ kutuk Olivia dalam batinnya. Hatinya kembali menggelap dipenuhi dendam dan kebencian.Tak berselang lama, William keluar dari kamar karena ia khawatir sebab Olivia tidak kunjung kembali. “Apa ada masalah Lie?” tanya William. Buru-buru Olivia mengukir senyum manisnya walaupun dalam hati ia mengutuk pria itu. “Oh tidak hanya pesan dari detektif Raka yang menangani kasus terkait insiden yang menimpa kemarin.” “Oh apa katanya....” “Will!” ucapan William terpotong ol
Bagian intim milik William terasa semakin aneh. Pandangan William semakin kabur. Kemudian tiba-tiba terlihat sepatu berwarna hitam tengah mendekat ke arahnya.Tubuh William yang tidak berdaya pun dibopong oleh pria itu menuju ke suatu tempat. Tetapi William tidak tahu ke mana pria itu akan membawanya pergi. William benar-benar tidak bisa memfokuskan pandangan dan pikirannya. Kesadarannya bahkan sudah mulai hilang timbul.William dibawa masuk ke sebuah kamar dan tubuh dilempar ke atas tempat tidur, setelah itu pria bermasker yang membawa tubuh William keluar dari ruangan. Di depan ruangan kini sudah ada seorang wanita berpakaian seksi.“Ini kuncinya dan di dalam ruangan sudah dipasang kamera tersembunyi. Kau tau apa yang harus kau lakukan kan?” ucap pria bermasker itu seraya memberikan kunci kamar kepada si wanita seksi.Wanita berbaju seksi itu mendelik lalu berdecak sambil merebut kunci kamar. “Tenang saja bukan satu dua kali aku melakukan pekerjaan ini kau tau.”“Bagus kalau begitu
William mengerang di atas tempat tidur, napasnya memburu kencang. Melihat kondisi William si wanita berbaju seksi itu pun semakin tertarik padanya. Ia mendekati William dengan antusias lalu mulai membelai wajah tampan pria di hadapannya itu. “Uhh dia tampan sekali,” ujarnya kemudian ia berbisik di telinga William, “Hai tampan kau harus bermain denganku malam ini,” bisiknya. William sontak menarik lengan wanita itu hingga membuat si wanita berbaju seksi terjatuh ke atas tubuhnya. Alih-alih terkejut wanita itu malah tertawa girang. “Wah, kau sangat bersemangat sekali rupanya,” ucap wanita itu seraya meraba tubuh William. “Apa kau sudah tidak tahan tuan tampan?” “Olie....” gumam William dengan suara serak dan lemah bahkan suaranya pun tidak begitu jelas saking lemahnya. Namun tak henti-hentinya William terus memanggil nama istrinya itu. ***Jimmy berlari ke sana kemari menyisir seluruh sudut ruangan di dalam gedung itu bahkan setiap pria yang memiliki postur tubuh mirip dengan Will
‘Apa yang terjadi apa semuanya berjalan dengan baik?’ Olivia mengirimkan pesan kepada Daniel.Olivia benar-benar penasaran dengan hasilnya karena Olivia berpikir bahwa waktu antara William mulai bereaksi lalu pergi dengan waktu William di temukan tidak terpaut begitu lama.‘Datanglah ke taman belakang gedung ada sudut yang tidak terlihat di pojok sebelah kiri aku akan menunjukkan hasilnya,’ balas Daniel.Olivia pun menghampiri Jimmy yang tengah sibuk memberi arahan kepada staff agar mereka menginfokan kepada para tamu undangan untuk tidak cemas dan panik.“Jim,” seru Olivia.Jimmy segera menoleh dan mendekati Olivia. “Apa kau membutuhkan sesuatu?” tanya Jimmy dengan sigap dia tampak sangat bersiaga dalam situasi seperti ini.“Bisakah kau menjaga Will sebentar perutku terasa tidak enak.”“Tentu saja, apa kau butuh dokter juga?”Olivia menggeleng dengan cepat, “Tidak perlu aku baik-baik saja.”“Baiklah.”Setelah itu tanpa membuang banyak waktu lagi Olivia bergegas menuju taman belakang
Di saat yang bersamaan seorang wanita muncul. Itu wanita yang bersama dengan William di kamar tadi dan sosok wanita yang baru saja Olivia khawatirkan.Olivia dengan cepat membalik tubuhnya, wanita itu tidak boleh melihat wajahnya.“Aku harus pergi,” bisik Olivia pada Daniel lalu berlari meninggalkan tempat itu.Namun saat Olivia hendak benar-benar pergi dari tempat itu tiba-tiba suara tamparan yang cukup keras terdengar. Olivia sontak menghentikan langkahnya dan mengintip dari balik semak.Terlihat wanita itu kini tersungkur di hadapan Daniel dengan darah segar yang mengalir di sudut bibirnya.“Hey Elia melakukan tugas mudah seperti itu saja kau tidak becus dan malah bermain-main seenakmu!” bentak Daniel.Kemudian Daniel jambak rambut Elia hingga wanita itu meringis kesakitan. Olivia sontak ternganga melihat pemandangan yang baru saja terjadi di hadapannya. Entah mengapa kekhawatiran Olivia tentang apa yang akan dilakukan Daniel terhadap Elia terwujud benar.Buru-buru Olivia mengeluar
“Kalau begitu aku akan bersiap-siap,” ucap William lalu melepaskan pelukannya.Namun kali ini Olivia yang malah menarik tubuh William dan memeluknya dengan manja.“Kenapa kamu tidak istirahat saja bersamaku dan biarkan Jimmy yang pergi mengurusnya?” pinta Olivia seraya memainkan jemarinya di atas dada bidang William. “Apa kamu tidak mau bersenang-senang denganku?” tanya Olivia dengan memasang wajah memelas yang terlihat menggemaskan di mata William.Senyuman pun merekah di wajah pria itu. Ia tahu apa yang dimaksudkan Olivia. Kemudian William mulai mendekatkan wajahnya dengan Olivia seraya salah satu tangannya memegangi wajah mungil Olivia.Olivia terlihat antusias dan langsung menutup matanya sebagai tanda ia akan memberikan dirinya hari ini pada pria itu. Wajah William semakin mendekat, semakin mendekat dan ia kecup wajah Olivia seraya tersenyum jahil.Olivia kembali membuka kelopak matanya dan menatap William dengan wajah terlipat.Sedangkan William malah terkekeh-kekeh puas menjahi
“Sudah kami lakukan, kita tinggal menunggu hasilnya dari tim IT,” ujar Raka yang membuat Olivia semakin panik.Di saat yang bersamaan pintu ruangan diketuk dari luar ruangan dan tak lama seorang pria muncul dari balik pintu dan membawa sebuah flashdisk di tangannya.Mata Olivia membulat begitu menatap benda kecil itu. Dengan cepat ia berisaha memikirkan sesuatu dan....Tiba-tiba saja tubuh Olivia terhuyung ke arah pria yang membawa flashdisk. Si pria itu tentu saja dengan spontan langsung berusaha menangkap tubuh Olivia yang hampir beradu dengan lantai ruangan dan membuat pria itu menjatuhkan flashdisk yang digenggamnya.Karena pria itu sedikit terlambat bereaksi karena tidak menduganya alhasil mereka tetap terjatuh.“Apa Anda baik saja?” tanya pria itu dengan raut wajah yang masih terkejut. William dan Raka juga tidak kalah heboh mereka segera memekik menyerukan nama wanita itu dan bergegas mendekati Olivia.Beruntung flashdisk itu tergeletak di dekatnya dan tanpa banyak berpikir la
“Lalu bagaimana dengan Olivia?” pertanyaan lain yang Jimmy tidak siap untuk mendengar jawabannya. “Dia sedang merencanakan sesuatu untukku.” William tahu apa yang Olivia sedang rencanakan untuknya. Saat mengetahui hal itu William sempat berkali-kali menolak percaya pada kenyataan yang menimpanya. Namun akhirnya William bisa menerimanya. William mengalihkan pandangannya pada Jimmy, pria itu tampak tertekan dengan semua kenyataan yang baru saja ia terima saat ini. Terutama kenyataan tentang Olivia yang itu paasti paling mengusiknya. “Maaf aku memecatmu waktu itu, tapi rasanya itu keputusan yang tepat yang bisa aku lakukan,” ucap William, “Sepertinya kamu jadi sasaran empuk untuk menjebakku atau bisa jadi mereka tidak mau kamu berada di dekatku.” Jimmy memandangin William, “Dengan sendiri Anda bisa menjadi lemah,” imbuh Jimmy yang langsung di balas anggukan oleh William.“Jim, aku butuh bantuamu, karena itu aku menceritakan semua ini. Aku tidak tahu a
Jimmy terdiam dengan kening berkerut. Kalau dipikir-pikir surat elektronik yang Jimmy terima sebelumnya juga dari perusahaan teman dekat William. “Bagaimana kalau kamu tukar pertanyaannya?” celetuk William masih denagn ekspresinya yang datar. “Maksud Anda?” “Seperti.... Apa William benar-benar kehilangan ingatannya?” Jimmy sontak tertegun ia tidak bisa berkata-kata. William tidak perlu menyatakan lebih banyak fakta lebih lanjut tentang ingatannya karena rasanya Jimmy sudah dengan jelas mengetahui jawabannya saat ini. “Aku hanya pura-pura Jimmy,” imbuh William seraya melangkah lebih jauh ke dalam ruko kosong itu. Hening, Jimmy tidak menjawab apa-apa, wajahnya tampak bingung. Namun tentu saja William pasti memiliki alasan mengapa dia melakukan hal itu. “Mengapa Anda melakukannya?” akhirnya Jimmy bisa meluapkan rasa penasarannya. Namun di satu sisi entah mengapa Jimmy merasa takut untuk mendengar jawaban dari William. Seolah William sedan
“Kamera recorder itu bisakah kau menemukannya?” tanya Daniel pada Aldo. “Aku tidak tahu apapun tentang kamera recorder itu, memangnya apa yang penting dengan benda itu mengapa Anda mendadak sangat terusik dengan hal itu?” Daniel tidak menggubris rasa penasaran Aldo, hening untuk sesaat dan jelas sekali ia tengah gusar saat ini. “Cari saja sampai dapat, kau orang yang dekat dengan Selena pikirkanlah di mana wanita itu menyembunyikannya.” Tanpa menunggu jawaban dari Aldo, Daniel langsung memutus panggilannya. Tidak, sebenarnya Daniel tidak butuh jawaban apapun karena seperti sebuah kewajiban Aldo memang di paksa untuk menuruti semua perintahnya. Aldo terdiam di banding dengan penasaran pada kemungkinan lokasi Selena menyembunyikan kamera itu, Aldo lebih ingin tahu mengapa Daniel menginginkannya dan mengapa pria itu harus bertanya padanya? Mengapa Daniel tidak bertanya pada Olivia? Atau entahlah. Yang jelas sepertinya rekaman yang ada dalam video itu bisa mengancam pria kurang ajar it
“Pertanggung jawaban apa di sini yang kamu maksud?” tanya William dengan gugup.Olivia mendengus, “Kenapa kamu pura-pura tidak mengerti? Bukankah sebelumnya kamu menjawab dengan penuh percaya diri?” cibir Olivia, “Mata di bayar mata, nyawa dibayar nyawa, William,” tegas Olivia kemudian. William terdiam, tatapan matanya sulit di artikan setidaknya itu yang dipikirkan Olivia. Namun di satu sisi Olivia merasa bahwa ia juga sangat bodoh karena mengulangi pertanyaan yang bahkan sudah ia tahu jawabannya. Bukankah karena William mengingkari tanggung jawabnya sebagai pelaku yang membuat Olivia jadi harus merencanakan hal gila semacam ini? Di tengah lamunan Olivia tiba-tiba saja William mendekat dan menempatkan sebuah pisau ke dalam genggaman Olivia. Bola mata Olivia membulat menatap wajah William yang kini tampak pilu bahkan senyum getir tersemat di bibir William.“Apa yang—.”“Kalau menghukumku dengan cara seperti itu akan membuatmu hidup lebih damai maka l
Bagai petir di siang bolong begitulah celetukan Olivia menyerang William. Langkah William terhenti, ia berbalik menatap Olivia yang terbaring di atas tempat tidur dengan mata berkaca-kaca.“Kenapa kau melakukannya?!” pekik Olivia tiba-tiba.William tersentak hingga air mata yang tertahan di pelupuknya mengalir jatuh.“Apa yang Selena lakukan? Apa benar kau melakukannya?!!!” Olivia kembali menjerit. Lalu ia tarik kembali lengan William hingga mengikis jarak antara mereka.Olivia yang sudah bangkit dengan kasar mulai memukuli William tanpa terkendali diiringi jerit hatinya mengutarakan pertanyaan-pertanyaan yang menyesakkan hati dan pikirannya.Namun William hanya tergugu membiarkan Olivia memukulinya sampai puas untuk melepas bebas di hatinya. Alih-alih mencegahnya William malah terus berusaha memeluk Olivia dengan raut penyesalan yang tergambar di jelas di wajahnya. Hati William teriris pilu melih
Di tepi danau yang sepi dan hanya bercahayakan lampu temaram pinggir jalan Olivia berdiri sendirian di sana. Menatap kosong ke arah Danau dengan riak air yang tenang. Sudah 15 menit Olivia berada di sana menunggu seseorang yang belum kunjung datang.Olivia melempar sebuah batu ke dalam danau nerusaha mengusir rasa bosannya. Tak lama berselang seorang dengan hodie hitam serta topi dan masker berwarna senada mendekati Olivia.“Kau lama sekali,” celetuk Olivia seolah yakin seseorang yang menghampirinya adalah seseorang yang sedang ia tunggu.“Tidak mudah untuk lepas dari pengawasan Daniel, dia mengasai dari mana pun....”“Kau yang melakukannya, Aldo bukan pria keparat itu.”Aldo terdiam, “Aku tidak bisa mematikan atau melepas senua peretas itu walaupun aku pergi. Daniel akan curiga.”Olivia tidak menggubris ia tidak tertarik, kepalanya sudah penuh sesak dengan semua kejadian yang terjadi sejak kem
“Laba-laba!” jerit Olivia tiba-tiba seraya mengibas angin dengan heboh di sisi wajah William hingga menyenggol tangan William dan menjatuhkan sendok berisi es krim strawberry dari tangannya.Tidak berhenti sampai di situ Olivia juga menyenggol manguk es krim di meja hingga mangkuk itu jatuh ke lantai dan menumpahkan seluruh isinya.Kegaduhan pun tercipta hingga menarik perhatian semua pengunjung restoran juga para pegawai di sana.Tidak bisa, Olivia tidak bisa melakukannya. Perasaan tidak tega masih menjadi pemenang atas perdebatan dengan rasa dendamnya yang ada dalam hatinya.“Maaf aku mengacaukan semuanya.” Olivia menahan air matanya agar tidak tumpah buntut dari ketakutan yang menyelimuti hatinya.Para pelayan pun datang dan membersihkan semua kekacauan, baik William maupun Olivia meminta maaf atas keributan yang terjadi dan William mengganti rugi atas barang-barang yang pecah.Namun set
‘Kau yang mempersulit dirimu sendiri karena tidak mau mengakui perasaanmu....’ begitulah seingat Olivia ucapan William di beranda rumah sakit ini dua tahun lalu. Serupa dengan apa yang dikatakannya hari ini.“Apa yang kamu bicarakan?” tanya Olivia penuh selidik.“Maaf sepertinya aku berlebihan, aku tidak seharusnya berkata begitu padamu,” balas William, raut wajahnya kembali berubah senyumnya pun terukir semula, “Ayo kita makan siang, kamu belum makan dari semalam.”Apa mungkin ia menanggapinya terlalu berlebihan? Ya bisa jadi William hanya asal ucap saja karena kesal dan lelah, tapi tetap saja ucapannya terdengar janggal. Olivia buru-buru membuang pikirannya dan berjalan mengikuti William menuju restoran dekat rumah sakit.Baru saja Olivia tiba di sana tiba-tiba ada panggilan masuk dari Daniel di ponselnya.“Misi pertama. Kau tau kan kalau William alergi strawberry. Aku ingin kau memesan makana
“Sudahlah aku tidak mau membahasnya malah membuatku sakit kepala.”Olivia hendak beranjak namun Adela langsung mencekalnya, wanita itu terlihat kesal karena bagaimana mungkin Olivia bisa begitu bodoh dan menolak William.“Ok mungkin ini terlihat mustahil buatmu bisa bersatu dengan Pak Will, tapi hey!!” Adela menjentik-jentikkan jarinya tepat di depan wajah Olivia agar wanita itu segera sadar dari kebodohannya. “Kamu lupa kalo Pak Will tidak pernah memandang sesroang dari status sosial mereka? Tidak perlu jauh-jauh deh, lihat saja mantan pacarmu si Jimmy itu. Kalau Pak Will mempedulikan soal status sosial dalam pergaulannya, dia tidak akan mau berteman dekat dengan Jimmy sampai akhirnya membantu Jimmy yang hanya sekedar pelayan kafe kecil menjadi asisten pribadinya, bahkan kamu yang menceritakan itu semua Olivia!!!”“Kamu lupa juga saat Pak Will membantu membayar biaya perawatan ayahnya Jimmy saat mereka baru saling menge