Kedatangan Grandmaster Luxio membuat Luki, Ashton dan Matteo senang. Meskipun tidak berpengaruh apa-apa dengan pengambilan suara mengenai usulan kenaikan pajak, sebab memang bukan itu tujuannya. Luki dengan cepat berlari menghampiri pria tua yang pakaiannya urakan itu.“Selamat datang, Grandmaster Luxio! Terima kasih sudah mau datang memenuhi undangan kami,” ucap Luki.“Mumpung aku sedang berada di kota ini, jadi langsung saja datang,” kata Luxio.“Oh, Ashton. Apa kabarmu?” sapa Luxio ketika Ashton datang.“Kabar baik. Bagaimana dengan kabarmu, Grandmaster? Maaf jika aku merepotkanmu,” kata Ashton.“Kabarku juga baik,” jawab Luxio. “tidak perlu meminta maaf.”Ashton mengulurkan tangannya pendek ke arah Matteo. Lalu dia memperkenalkan pemimpin keluarga Bellucci itu.“Oh iya, perkenalkan. Dia adalah tuan Bellucci, pemimpin keluarga Bellucci,” ucap Ashton memperkenalkan diri kepada Luxio.Luxio langsung mengulurkan tangannya untuk mengajak Matteo berjabat tangan.Matteo pun menerima jab
Lisa tidak segera menjawab. Dia hanya memandangi jendela besar di belakang meja, mengarahkan pandangannya pada langit mendung di luar. Suara hujan rintik mulai terdengar samar, menambah kesan muram pada suasana."Tentang hasil keputusan tadi?" "Bukan," jawab Lisa singkat sambil memutar kursinya untuk menghadap Angeline. "Ada hal lain yang lebih mendesak."Angeline memiringkan kepalanya sedikit, menunjukkan rasa penasaran. "Baiklah. Tapi aku mohon maaf sebelumnya, aku ingin memastikan sesuatu. Mengapa Nenek tidak menghadiri pertemuan tadi? Bahkan tidak mengirim perwakilan? Itu cukup mengejutkan semua pihak."Lisa mendengus kecil sambil menyilangkan tangan di dada. "Ada masalah yang harus kuurus sendiri, Angeline. Itu urusanku. Kita tidak perlu membahasnya sekarang."Nada tegas Lisa tidak meninggalkan ruang untuk pertanyaan lebih lanjut. Angeline hanya mengangguk kecil, meskipun dalam hati dia masih merasa ada sesuatu yang tidak beres."Baik, Nenek. Jadi, apa yang ingin Nenek bicarakan
Di tengah keheningan, pembawa acara mengetuk mikrofon."Baiklah, hadirin sekalian. Setelah diskorsing selama dua jam, kini kita akan melanjutkan ke pemungutan suara. Sesuai dengan aturan, kita akan mendengar keputusan masing-masing pemegang suara utama." "Kamu pasti sudah tahu hasilnya, Gigio. Kali ini, aku yang menang." Matteo Bellucci berbisik pada diri sendiri dengan nada penuh percaya diri ke arah pria yang duduk di ujung meja bundar. Gigio Moratta, yang biasanya selalu memiliki ekspresi angkuh dan tidak tergoyahkan, kini tampak sedikit tegang. Dia hanya mengangkat bahu tanpa menjawab, memilih untuk menatap lurus ke depan saat panitia pertemuan kembali mengambil tempatnya di podium.Mata semua orang kini tertuju pada Matteo. Dengan penuh percaya diri, ia mengambil mikrofon terlebih dahulu."Silahkan Tuan Belluci." Pembawa acara mempersilahkan Matteo bicara lebih dulu."Atas nama keluarga Bellucci, aku menyatakan setuju dengan kenaikan pajak."Tidak ada yang terkejut. Semua sudah
Matteo kalang kabut. Kredibilitasnya, nama baiknya, bahkan nama keluarganya, diacak-acak oleh seorang anak muda yang entah berasal dari mana.Bukan hanya Matteo dan keluarga Bellucci saja yang “diinjak”, tetapi juga keluarga Carter. Dua keluarga besar yang masuk dalam 5 keluarga terbesar kota Verdansk, terlihat hina.Ini tidak bisa diterima!“Apanya yang tidak mungkin?” tanya Lucas. “hal baik selalu menemukan jalannya.”“Rencanamu itu sama sekali tidak masuk akal, memaksakan dan … hanya menguntungkan dirimu saja. Oleh karena itu, alam pun tidak merestuinya,” lanjutan Lucas.Matteo mengepalkan kedua telapak tangannya dengan keras. Wajahnya merah padam dan giginya pun saling beradu. “Sialan! Kau Memang licik! Lidah ular!”Lucas mengerutkan keningnya mendengar umpatan yang dilemparkan oleh Matteo.“Lucas! Kamu bertanggung jawab atas kegagalan rencana yang baik itu! Jika Serikat Dagang berjalan tidak baik, kamu harus berpikir di depan untuk mempertanggungjawabkan semuanya!” ucap Ashton de
Kehadiran seorang grandmaster yang dianggap sebagai legenda, membuat suasana di ruangan menjadi tambah mencekam. Para peserta yang hadir, merinding. Mereka bahkan bersiap untuk pergi meninggalkan ruangan.“Dia akan mati!”“Ini masalah besar untuk pria itu. Dia sudah berani melawan ketua Matteo dan tuan Ashton, tapi dia tidak akan berani melawan Grandmaster Luxio.”“Lebih baik kita pergi dari sini sebelum kehancuran terjadi. Selamatkan diri kita masing-masing!”….Suara dari para peserta, mulai terdengar, menanggapi kemunculan Grandmaster Luxio.Gigio juga mengenal sosok Grandmaster Luxio. Dia pun menjadi sangat cemas sekarang. Apalagi dia tidak memiliki seseorang yang memiliki kemampuan sehebat Grandmaster Luxio. Yang dia punya hanyalah Lucas saja.“Bagaimana ini Lucas. Kita berada dalam bahaya,” kata Gigio, gemetaran.“Memangnya dia siapa? Aku sama sekali tidak mengenalnya,” tanya Lucas.Meskipun suaranya kecil, namun terdengar dengan cukup baik oleh Ashton. Dia tersenyum mendapati G
Grandmaster Luxio tak mau menyerah. Ia berlari ke samping, mencoba mencari celah, lalu melesat dengan tinju yang berlapis listrik, mengarah langsung ke kepala Lucas."Aku tidak akan jatuh semudah itu."Grandmaster Luxio kembali bergerak. Ia menjejak lantai dan melesat ke kiri, berputar cepat untuk mengelabui Lucas. Dengan kecepatan tinggi, ia berpura-pura menyerang dari samping, namun di detik terakhir, tubuhnya berbalik dan ia meluncur ke arah belakang lawannya.Kali ini, ia tak hanya mengandalkan pukulan biasa. Grandmaster Luxio menyalurkan energi petir ke kakinya, lalu menghantam tulang kering Lucas dengan tendangan rendah.Listrik meletik di sekitar kaki Grandmaster Luxio saat tendangannya mendarat. Namun, alih-alih membuat Lucas kehilangan keseimbangan, pria itu hanya sedikit bergeser, seperti batu besar yang hanya didorong angin.Grandmaster Luxio mendongak, sedikit terkejut, namun ia tak sempat berpikir lama. Lucas membalas dengan mengayunkan lututnya ke perut Grandmaster Luxio
Hak veto hanya bisa digunakan satu kali dalam satu tahun. Jadi, meskipun nanti ada sesuatu yang merugikan pemilik veto, namun jika sudah pernah digunakan sebelumnya, dia tetap tidak bisa menggunakannya.“Kamu yakin, Laurence?” tanya Gigio.“Ya, kenapa tidak. Aku juga ingin ada perubahan di dalam Serikat Dagang ini,” jawab Laurence dengan tenang.Gigio merasa kecil hati saat ini ketika Laurence berniat untuk menggunakan hak veto. Gigio berpikir kalau Laurence juga akan ikut mencalonkan.“Baiklah kalau begitu. Jadi, siapa saja yang akan mencalonkan? Apakah kamu akan mencalonkan diri, Tuan Whitmore?” tanya Gigio.“Kehidupan yang penuh lampu dan perhatian, bukanlah tempatku, Tuan Moratta,” jawab Laurence.Gigio terkejut mendengarnya. Meskipun dia tahu kalau Laurence memang tidak suka kehidupan mencolok, tetapi dia mau menggunakan hak vetonya. “Lalu, kenapa kamu menggunakan hak veto kalau kamu tidak mau mencalonkan diri?” tanya Gigio.“Bukankah aku sudah bilang kalau aku mau perubahan? En
Malam harinya, Lucas baru sampai di rumah, ketika Angeline terlihat sudah menunggunya. "Lucas," panggil Angeline. Mukanya masam, cenderung cemberut. Lucas menarik napas, tidak menjawab panggilan Angeline. "Aku mendengar ada keributan di pertemuan Serikat Dagang," ujarnya dingin. "Dan kamu adalah dalangnya, bukan?""Aku baru saja pulang. Tidak bisakah aku mendapat sambutan yang lebih hangat?" Lucas melemparkan senyum tipis, mencoba mencairkan suasana. Dia menatap Angeline yang tampak tak sabar."Jawab dulu pertanyaanku!" Desak Angeline.Lucas menatapnya sebentar sebelum beranjak ke meja minuman, menuangkan segelas whiskey, lalu menyesapnya perlahan. "Keributan? Itu hanya diskusi bisnis yang sedikit memanas.""Bohong," potong Angeline cepat. "Aku tahu apa yang terjadi. Matteo dipermalukan, beberapa orang mulai meragukannya, dan entah bagaimana, kau duduk di kursi keluarga Jordan. Katakan padaku, bagaimana bisa?"Lucas menyesap minumannya tanpa menjawab Angeline."Katakan yang sejujur
Angeline melipat lengannya, bersandar di kepala ranjang sambil menatap langit-langit kamar yang temaram. Lucas masih memegang ponsel yang tadi bergetar.Kini nama Jeremy sudah tidak lagi terlihat di layar, tapi bayangannya masih menggantung di kepala mereka.“Dia makin lama makin mengganggu,” ucap Angeline dengan nada tidak suka.Lucas menoleh ke arahnya. “Dia melakukan apa lagi?”“Dua hari ini dia datang menemuiku,” jawab Angeline, suaranya tenang namun mengandung penekanan emosi. “dia bilang ingin membantuku menyelesaikan masalah dengan Carlos dan teman-temannya.”Lucas mengernyit. “Membantu? Dengan cara apa?”Angeline menghela napas, menatap Lucas sebentar lalu menunduk. “Katanya, dia bisa menghentikan Carlos agar tidak memviralkan kasus itu. Tapi dengan satu syarat.”Lucas menyandarkan punggung, tangannya terlipat di dada. “Syarat?”“Dia minta aku membantu menyelamatkan perusahaan Liquid,” jawab Angeline pelan. “dia bilang perusahaan di ambang kebangkrutan dan membutuhkan proyek b
Ponsel Jeremy bergetar di tengah hingar bingar musik klub malam. Lampu disko menyinari wajahnya dengan warna-warni menyilaukan, tapi ia tetap bisa membaca nama yang muncul di layar.Carlos.Dengan senyum kecil, Jeremy menerima panggilan itu dan menempelkan ponsel ke telinganya. Dia sudah menduga jika Carlos menghubungi karena dia setuju untuk menyerahkan masalah mereka kepadanya.‘Akhirnya kamu menghubungiku juga,’ kata Jeremy dengan ringan.‘Aku ingin bertemu denganmu. Kalau bisa sih, sekarang,’ jawab Carlos tegas.Jeremy melirik sekeliling. Musik EDM masih menggelegar.‘Hmmm … aku sedang di Imperial Room, klub malam di pusat kota. Kalau kamu mau bicara, datang saja ke sini,’ kata Jeremy.‘Baiklah, kalau begitu aku akan segera ke sana,’ kata Carlos.Setelah itu dia pun mengakhiri panggilan suara.Jeremy menaruh ponselnya ke atas meja dengan tawa lepas. “Aku tidak pernah gagal. Aku adalah seorang pemenang!” ucap Jeremy, berbangga diri. Dia pun memeluk seorang teman wanitanya, tapi bu
Langkah kaki Lucas menyusuri jalan yang sepi, meninggalkan jejak di rumput. Panggilan dari Angeline beberapa menit lalu masih membekas di benaknya. Nada suaranya terdengar tenang, tapi Lucas tahu, terlalu tenang justru menyembunyikan sesuatu.Rajendra m kembali ke rumah ibunya dan langsung menuju ke ruang keluarga. Di sana, ibunya sedang duduk santai di sofa sambil menonton tayangan ulang sinetron klasik. Volume televisi tak terlalu keras, namun cukup untuk mengisi kesunyian rumah mewah itu.Rose menoleh begitu melihat Lucas masuk. “Dari mana saja kamu, Nak?”Lucas menyandarkan tubuh di sandaran sofa. “Dari danau. Sekadar jalan-jalan.”Rose memiringkan kepala. “Ah, kamu benar. Udara di dekat danau, memang sangat bagus.”Lucas menoleh. “Ibu ingin ikut jalan-jalan?”Wajah Rose langsung berubah berseri. “Kalau boleh, aku ingin. Badanku rasanya kaku sekali. Dulu waktu kita masih tinggal di gang kecil, aku bolak-balik ke pasar. Masak buat dijual. Bergerak terus. Tapi sejak tinggal di sini,
“Apakah musuhmu itu bernamaLucas?” bisik Emilio lagi, kali ini lebih pelan, nyaris seperti gumaman yang tercampur rasa tidak percaya.Xena hanya menjawab dengan anggukan kecil.Tatapan Emilio mengeras. Dia bersandar ke sofa, memandangi Xena dalam diam. Beberapa detik kemudian, dia berkata, “Kalau benar kita punya musuh yang sama, artinya pria itu memang tidak biasa.”Hector melirik Emilio. “Don Emilio, apa kau yakin?”Emilio mengangguk pelan, meski sorot matanya tidak menunjukkan keyakinan yang sepenuhnya bulat. “Dia membunuh dua ketua cabang organisasi kami di kota Verdansk. Dalam waktu yang berdekatan.”Xena menatap Emilio tajam. Lalu dia berkata, “Dia juga telah membunuh keponakanku. Dan itulah kenapa aku menganggap dia sebagai musuhku.”Ruangan itu kembali sunyi. Emilio mencoba mengingat siapa saja keponakan Xena yang diketahui dalam lingkaran dunia bela diri. Tak banyak. Dan jika salah satunya tewas di tangan Lucas…“Apa? Dia membunuh keponakanmu?” tanya Emilio.Xena menatapnya.
Langkah kaki ringan namun tegas terdengar mendekati aula utama markas organisasi Dominus Noctis. Aroma wewangian bunga magnolia mengalir lebih dulu, seolah menandakan kehadiran sosok luar biasa.Pintu dibuka oleh pengawal, dan masuklah seorang wanita.Tubuhnya tegap namun elegan. Rambut hitam berkilau digulung anggun di atas kepala. Wajahnya tidak muda, namun tiap lekuk dan guratannya memancarkan ketegasan serta keanggunan yang menakjubkan. Sepasang mata tajam menyorot sekeliling dengan rasa percaya diri yang luar biasa.“Xena,” ucap Don Emilio dengan nada hampir tak percaya.Ia langsung berdiri. Tatapannya berubah dari dingin menjadi hangat seketika, seolah beban puluhan tahun menguap begitu melihat wanita itu.Xena tersenyum saat melihat Emilio. “Masih mengenaliku?” tanya Xena.“Mana mungkin tidak mengenalimu?” Emilio melangkah cepat mendekati, lalu memeluk Xena dengan erat. “Tuhan. Ini benar-benar kamu. Sudah berapa lama sejak kita terakhir bertemu?”“Hmmm … dua puluh tahun, mungki
Carlos mengernyit. “Perjanjian kecil macam apa?”Jeremy menepuk lututnya pelan dan tersenyum seolah tengah menawarkan harta karun dengan nominal tak terhingga.“Aku ingin kalian berlima bergabung ke perusahaan Liquid. Perusahaan keluargaku,” ucap Jeremy dengan nada meyakinkan. “kalian akan langsung bekerja, punya jabatan, dan tentu saja, kalian akan mendapatkan uang besar.”Fabian langsung mendecak. “Perusahaan Liquid? Perusahaan kecil itu? Serius?”Jeremy tak tersinggung. Malah tertawa pelan. “Aku tahu kalian akan berkata begitu.”“Kami dipecat dari perusahaan raksasa,” sahut Fabian lagi. “sekarang kamu suruh kami balik ke perusahaan gurem yang bahkan belum pernah kami dengar di berita lokal? Aku tidak mau mengakhiri karirku di lubang sumur.”Jeremy mengangkat tangan sambil berkata, “Tenang dulu. Ini baru awal. Aku belum selesai bicara.”Lucca menyipitkan mata. “Jadi maksudmu bagaimana?”Jeremy menatap ke sekeliling, melihat wajah-wajah yang penasaran. Lalu dia berkata dengan pelan,
Jeremy menelan ludah, pandangannya terombang-ambing antara Lucas dan Gigio. Aura tekanan di sekeliling terasa seperti dinding tak terlihat yang siap menekuk tubuh siapa pun yang berkata salah.“Aku, tentu saja aku tidak memanfaatkan situasi,” kata Jeremy akhirnya dengan suaranya yang bergetar tipis. “aku datang ke sini karena ingin membantu. Tapi aku tidak punya kekuatan apa pun untuk bertindak tanpa persetujuan Angeline. Karena itu, aku datang ke kamu. Kupikir, kalau kamu bicara, dia akan mendengarkan.”Lucas tetap berdiri, menatap Jeremy seolah menilai setiap gerak napasnya.“Lalu apa yang akan kamu lakukan untuk menghentikan Carlos? Apa rencanamu?” tanya Lucas.Jeremy menarik napas panjang. Kali ini dia merasa punya pijakan.“Aku akan bicara dengan Carlos secara langsung. Aku akan memberinya beberapa opsi penawaran damai,” terang Jeremy. “aku akan berusaha membujuknya untuk membatalkan rencananya dan menerima keputusan Angeline yang memecat mereka.”Lucas menyipitkan mata. “Dan kam
“Darimana kamu dapat info kalau Dario ada di sana?” tanya Lucas. Suaranya terdengar tenang. Tapi bagi mereka yang mengenalnya, itu bukan suara biasa. Itu adalah suara yang mengandung ancaman tersembunyi, dingin, tajam, dan siap menebas jika perlu.Gigio tahu itu.Dia menarik napas pendek, lalu menjawab hati-hati. “Aku menyewa detektif pribadi.”Lucas mengangguk sekali. Sorot matanya tidak bergeser dari wajah Gigio.“Detektif itu bilang mereka menemukan jejak Dario di sebuah rumah di selatan ibukota provinsi Everdale. Katanya dia tinggal di sana, diam-diam.”Lucas menyilangkan tangan di dadanya. “Apakah kamu sudah memeriksa rumah itu?”Gigio menatap Albin sekilas, lalu kembali menatap Lucas. “Sudah. Tapi rumah itu kosong. Tidak ada jejak Dario. Sepertinya mereka sudah pergi sebelum kami tiba.”Lucas tertawa pelan, lalu mengangguk dua kali. “Kamu menyewa detektif bodoh, Gigio.”Gigio mengerutkan kening. Tapi dia menahan diri untuk tidak tersinggung.Lucas melanjutkan, “Orang seperti Dar
“Aku tidak mau memikirkan hal ini sekarang,” ucap Angeline pelan namun tegas, sambil berdiri dari kursinya. “masih banyak pekerjaan yang lebih penting dan mendesak.”Jeremy menatapnya dengan ekspresi kecewa.“Angeline, kamu tidak bisa menganggap remeh masalah ini. Carlos dan keempat temannya tidak main-main,” tekan Jeremy, berjalan dua langkah mendekat.Angeline memutar tubuhnya, menatap langsung ke arah Jeremy. “Pak Jack Will tidak akan memecatku hanya karena lima orang pecundang yang sakit hati. Aku sudah menyelamatkan banyak proyek dan menjadikan BQuality tumbuh. Fakta itu tidak bisa dibantah hanya dengan satu video viral.”Jeremy tersenyum sinis. Lalu dia berkata, “Kamu benar-benar mulai sombong, ya. Sudah merasa tak tersentuh hanya karena jabatan?”“Bukan soal jabatan, tapi soal kebenaran,” potong Angeline.“Kalau begitu, jangan salahkan aku saat kamu jatuh tersungkur. Karena kesalahanmu akan segera mengejarmu!” seru Jeremy dengan emosi yang mulai memuncak.“Silakan keluar,” ujar