Share

Dia Tahu?

Author: Dwrite
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56

Melinda dikenal sebagai sosok yang introvert. Dia tak bisa berada lama-lama dalam keramaian dan sangat menyukai kesendirian.

Meski begitu, perempuan itu adalah sosok yang begitu pengertian, pendengar yang baik, juga memiliki empati yang tinggi.

Dia benci dinasehati, tapi suka memberi solusi. Melinda bahkan bisa mengerti keadaan banyak orang, tapi tak ada seorang pun yang mengerti dirinya.

Sempat mengenyam pendidikan psikiatri selama beberapa semester, mungkin menjadi salah satu alasan kenapa dia berani membuat jasa room service khusus ini. Meskipun beberapa ada yang meminta pelayanan macam-macam, tapi kebanyakan dari mereka hanya menceritakan tentang keluh-kesahnya.

Tumbuh dewasa bersama Danita membuat Melinda mengenal luar dan dalam sifat kakaknya. Perempuan berusia dua puluh delapan tahun itu adalah tipe orang yang tak bisa menyembunyikan perasaan. Setiap kesedihan terkadang bisa dia luapkan  terang-terangan, lain dengan adiknya yang suka memendam segalanya.

Sejak menikah dengan Cakra hanya Melinda satu-satunya tempat Danita mengiba. Meski tak semua permasalahan dia ungkapkan, tapi secara garis besar Melinda tahu bagaimana lika-liku rumah tangga mereka.

Kadang terselip iri dalam diri Melinda tiap kali kakaknya bercerita bagaimana bahagianya rumah tangga mereka. Seolah ada sesak yang sulit digambarkan juga senang yang hanya bisa terbiaskan. Dan Melinda tak mengerti dengan itu.

"Mbak menyadari perubahan Mas Cakra sejak kandungan mulai berjalan dua puluh pekan. Senyumnya cuma sesekali tersungging tipis, sering melewatkan sarapan yang udah Mbak siapkan, dan tidur lebih awal tanpa ucapan selamat malam seperti biasa. Awalnya mbak masih berpikir semuanya wajar. Mungkin Mas Cakra banyak pikiran, atau pekerjaan membuatnya penat sampai nggak sadar ada istri dan anak yang juga butuh perhatian. Tapi semuanya mulai terasa aneh saat Mas Cakra tiba-tiba membatasi diri, memberi jarak, dan nggak pernah lagi meminta haknya. Mbak bingung, Mel? Apa kesalahan yang udah mbak lakuin? Apa yang buat Mas Cakra berubah sampai-sampai dia lupa jalan pulang?"

Melinda hanya bisa meremas ujung kausnya saat melihat Danita mulai terisak. Direngkuhnya tubuh mungil sang kakak guna menenangkannya.

Untuk pertama kalinya tak ada solusi yang bisa Melinda berikan. Karena jujur, dia juga masih bingung dengan semua ini.

Danita menangis cukup lama dalam pelukan adiknya. Setelah dirasa tangis perempuan itu sudah mereda, Melinda memberikannya gelas berisi air putih.

"Maaf kalau mbak datang nggak bilang-bilang, ya, Mel. Mana langsung curhat gitu aja tanpa tanya gimana kabar kamu setelah lima bulan nggak ketemu." Sembari menyeka air mata yang tersisa Danita menggenggam tangan Melinda. Kemudian mengedarkan pandangannya ke sekeliling ruangan apartemen milik adiknya.

"Mbak bener-bener bersyukur karena selama ini kamu sangat mandiri di kota ini.  Bahkan bisa dapet penghasilan tanpa perlu susah-susah kerja yang menguras tenaga. Mbak denger penghasilan influencer zaman sekarang itu besar-besar, ya, Mel? Mbak nggak nyangka bahkan kamu bisa beli mobil, hape mahal, juga barang-barang bagus. Followers kamu di medsos juga sampai ratusan ribu. Serius Mbak bangga banget sama kamu." Danita tersenyum begitu tulus sembari mengguncang pelan bahu Melinda.

Sementara perempuan itu hanya bisa tersenyum lirih dengan tatapan sayu. Dia merasa bersalah karena selama ini tak benar-benar memberi tahu kakaknya tentang profesi sebenarnya.

"I-iya, Mbak. Omong-omong Arka di mana? Kenapa nggak dibawa? Padahal kangen banget aku sama bocah ganteng itu." Demi menutupi kecanggungan, Melinda memilih mengalihkan perhatian pada keponakannya yang tidak terlihat batang hidungnya.

"Arka dititip sama Mama. Habis lagi hamil besar begini repot kalau bawa Arka yang lagi aktif-aktifnya," terang Danita.

"Iya juga, sih. Ngomong-ngomong gimana kabar Bu Nina? Sehat?"

Bu Nina adalah ibu Cakra yang selama ini membantu merawat Arka sejak Danita hamil anak kedua.

"Mama baik-baik aja."

"Kalau Pak Indra?"

"Baik juga, kok. Baru kemarin beliau datang berkunjung sama istri barunya."

Cakra memang tumbuh dari keluarga broken home. Mama dan Papanya sudah bercerai sejak lelaki itu duduk di kelas lima sekolah dasar.

Bukan hal yang mudah memang dibesarkan oleh orangtua yang sudah berpisah. Namun, sejauh ini Cakra mampu tumbuh dengan baik.

Tanpa sadar obrolan mereka berlangsung sekitar satu jam lamanya.

Panggilan alam Danita seketika menyadarkan Melinda bahwa dia telah melupakan sesuatu yang penting.

"Kamar mandinya di sini, kan, Me--"

"Bukan!" Reflek Melinda berteriak saat Danita hendak membuka pintu kamar mandi utama. "Ng, anu ... itu klosetnya mampet, Mbak. Pake yang di kamar aku aja!" pinta Melinda setengah memohon.

"Oh, oke." Danita menarik tangannya dari hendel pintu. "Yang di sana, kan?" Kemudian menunjuk kamar dengan pintu bercat putih.

Melinda mengangguk antusias. "I-iya."

Danita pun berlalu. Sepeninggal perempuan itu, bergegas Melinda berlari ke kamar mandi untuk memeriksa kondisi Cakra di sana.

Ceklek!

"Mas! Kamu nggak apa-apa, kan?" bisik Melinda sembari melongokkan kepala ke dalam.

Cakra bangkit dari posisi duduk di atas kloset yang tertutup.

"Nggak apa-apa. Baru sejam. Belum sehari," cetusnya sarkastis.

"Jadi bener apa yang dikatakan Mbak Dani? Aku yakin Mas pasti denger semua tadi," todong Melinda tiba-tiba yang membuat Cakra menatapnya dengan sorot mata yang tak biasa.

"Di saat-saat seperti ini kamu butuh klasifikasi?" Cakra menaikan sebelah alisnya. 

"Ah, iya." Melinda tertegun beberapa saat, lalu menundukkan kepala ketika sadar situasinya sedang tak mendukung untuk bertanya.

"Tolong ambilkan barang-barang yang sudah saya sembunyikan di atas bufet bawah TV!"

Melinda tersentak.

"Jadi Mas udah tahu kalau Mbak Danita yang datang tadi?"

Cakra terlihat memejamkan mata sejenak. "Cepat, Mel! Saya kedinginan," desis Cakra tak sabar.

Setelah menghela napas akhirnya Melinda menurut juga. Dengan cepat dia membawa pakaian Cakra, lalu kembali untuk memberikannya.

Bersamaan dengan itu Danita kembali, sembari menenteng sebuah gulungan tisu yang sudah tak bersisa.

"Mel, tisunya a--"

Tubuh Danita membeku seketika. Matanya membulat saat melihat Melinda menyodorkan sesuatu pada seseorang di balik pintu kamar mandi.

"Mas Cakra!"

.

.

.

Bersambung.

Related chapters

  • Pelayanan Kamar Spesial   Dilema

    Sepandai-pandainya menyembunyikan bangkai, suatu saat pasti akan tercium juga. Dalam kasus Melinda, Cakra, dan Danita, pribahasa itu mungkin hanya berlaku untuk beberapa saat, hingga bau busuknya tak terlalu menyengat. Memang bukan hal yang mudah bersembunyi dari takdir yang seringkali datang tiba-tiba. Itulah yang dirasakan Cakra dan Melinda saat Danita datang tiba-tiba sebagai takdir yang tak diharapkan keduanya. "M-Mbak, ini nggak seperti yang Mbak kira." Wajah Melinda sudah memucat saat dia berusaha menjelaskan pada Danita yang hanya bisa terpaku menatap Cakra mengenakan pakaiannya tepat di ambang pintu kamar mandi. Entah apa yang ada di pikiran mereka berdua, Melinda pun tak mengerti. Intinya dia bisa melihat ada emosi yang susah payah disembunyikan Danita dari balik sorot mata tajamnya, pun Cakra yang tiba-tiba bungkam seribu bahasa sembari sesekali menatap istrinya dan Melinda dengan sorot mata yang sulit diartikan. "Aku harap ada alasan yang cukup masuk akal untuk menjel

  • Pelayanan Kamar Spesial   Tak Tahu Posisi

    "Aku udah calling box pengangkut barang buat pindahan. Besok Mama baru dateng anter Arka sambil liat-liat apartemen baru kita. Kayaknya malam ini aku bakal pulang telat. Kalau ngantuk tidur aja duluan, nggak usah nunggu," papar Cakra panjang lebar saat Danita mengantarnya sampai di depan pintu. Perempuan berambut panjang itu mengangguk pelan, lalu tersenyum manis hingga menampilkan kedua lesung pipitnya yang dalam.Sudah dua hari sejak kedatangan Danita, mereka memang langsung menempati apartemen ini. "Hati-hati di jalan, Mas."Cakra hanya menanggapinya dengan senyuman kecil, tangannya melambai saat memasuki lift, sebelum menekan tombol menuju basemant. Sepeninggal Cakra Danita kembali ke dalam. Desah gusar terdengar dari mulutnya saat mendapati suaminya bahkan tak bisa meluangkan waktu di akhir pekan hanya untuk mengajaknya berkeliling kota. Padahal sudah sebulan dia habiskan waktu untuk bekerja. Sekali lagi Cakra berhasil menumbuhkan keyakinan dalam diri Danita tentang hubungan

  • Pelayanan Kamar Spesial   Tak Sebaik yang Dipikir

    "Astaga dragon ball!"Dini menggeleng sembari berdecak saat melihat unit Melinda masih dalam keadaan gelap gulita. Tak ada cahaya matahari yang dibiarkan masuk ke ruangan kamar bernuansa biru toska tersebut. Gorden masih tertutup, bau asap rokok tercium di mana-mana, dengan beberapa tisu yang tercecer di lantai. Jam sudah menunjukkan hampir tengah hari, janji dengan pelanggan tetap bernama Dave pun terpaksa diundur Dini sampai satu jam. Karena sejak menghubunginya subuh tadi, ponsel Melinda seolah sengaja dimatikan."Mel, bangun, oi! Liat udah jam berapa ini." Dini menepuk-nepuk bokong Melinda yang tertidur dengan posisi telungkup. Pakaian yang dikenakannya bahkan masih yang kemarin. "Melinda Anandia, gue tahu lu udah bangun dari tadi!" Kali ini Dini kehilangan kesabaran. Dengan tubuh yang dua kali lipat lebih besar, dia bisa dengan mudah membalikan badan Melinda dan memaksa perempuan itu agar bangkit dari ranjangnya. "Please, Din. Gue cape banget," lirih Melinda. Dia sembunyikan

  • Pelayanan Kamar Spesial   Malam Itu ....

    *KemarinMobil BMW i8 melesat membelah jalanan yang lenggang. Melewati lampu-lampu jalan yang menerangi pekatnya malam. Tak ada bintang yang menemani rembulan kali ini, sehingga langit terlihat begitu kelam untuk dipandang. Sekelam perasaan perempuan yang duduk gelisah di kursi penumpang.Hampir seharian dia dibawa berputar-putar mengelilingi kota. Sesekali singgah sebentar untuk sekadar mengisi perut yang keroncongan. Dari siang sampai larut malam. Tak ada percakapan berarti yang mereka bicarakan. Keduanya seolah sibuk dengan dunianya sendiri. Dunia yang sebenarnya tak tahu akan membawa mereka pada kehidupan seperti apa setelah ini. "Kita istirahat dulu di sini."Melinda tersentak dari lamunan saat mobil berhenti di parkiran sebuah hotel berbintang. Tangan besar Cakra yang tersimpan di atas jemarinya membuat perempuan itu tertegun untuk beberapa saat. Itu adalah sentuhan pertama mereka sejak menghabisi waktu bersama sampai selarut ini. "Kasih aku waktu buat berpikir sejenak, Mas,

  • Pelayanan Kamar Spesial   Hanya Pura-Pura

    "Hei, ada apa?" Danita bangkit dari tempatnya saat melihat Melinda menangis terisak-isak. Air matanya berguguran mengenai piring berisi makanan yang belum sempat disentuhnya. Kata demi kata yang terlontar dari mulut kakaknya membuat Melinda tak kuasa lagi menahan rasa bersalahnya. Semua sudah terlambat. Nasi sudah menjadi bubur, penyesalan tak akan bisa mengubah apa yang sudah dilakukannya dengan Cakra malam itu. "Maaf, Mbak."Dahi Danita mengernyit. "Ma-af karena nggak bisa jadi adik yang baik buat Mbak Dani, ma-af karena aku benar-benar nggak berguna dan nggak tahu diri."Danita mendekap tubuh adiknya. Dia benar-benar kebingungan dengan perubahan sikap Melinda. Apa yang membuatnya tiba-tiba menangis tanpa sebab? Apa yang membuatnya tiba-tiba meminta maaf? Meskipun kebingungan, tapi Danita berusaha mengembalikan keadaan. Dia elus lembut rambut Melinda dan menenangkannya."I-iya, mbak maafkan. Udah, ya, Mel. Kalau kamu kayak gini terus, malah mbak yang bingung."Melinda tak m

  • Pelayanan Kamar Spesial   Awal Semuanya

    Ketika dua insan dipertemukan kemudian dipisahankan, hanya ada sepenggal kenangan tersisa di antara puing-puing harapan yang nyaris karam. Meski takdir kembali mempertemukan, sebuah kenyataan pahit memaksa mereka untuk pasrah dengan keadaan. ***20 Juli, tiga tahun lalu.Cincin berlian berukuran sedang itu menantulkan kemilau cahayanya di antara sinar lampu yang temaram. Keindahan yang terpancar bukan alasan satu-satunya, kenapa tangis bahagia terlihat dari wajah gadis cantik yang tengah duduk di hadapan lelaki gagah berkacamata yang menyodorkan kotak beludru hitam itu. Namun, makna yang terkandung dari benda bundar mengkilap tersebut lebih dari sekadar pemberian. Melainkan melambangkan suatu ikatan menuju jenjang pernikahan. "I-ini beneran, kan, Mas?" Gadis itu kembali memastikan. Seolah tak percaya bahwa lelaki dewasa yang selama ini dia anggap main-main, tiba-tiba menunjukkan keseriusan. Satu setengah tahun sudah mereka menjalin hubungan. Pertemuan yang semula hanya sebatas reka

  • Pelayanan Kamar Spesial   Pengorbanan

    Melisa tak menyangka semuanya akan berubah seperti ini. Ketika duka dan bahagia datang di waktu yang bersamaan. Antara menangis dan tertawa menjadi tak ada artinya. Dia dan Danita memang tertaut usia tiga tahun, tapi keduanya sudah seperti anak kembar yang tak bisa dipisahkan. Rasa sakit yang dirasakan kakaknya, bisa Melisa rasakan juga. Dadanya benar-benar penuh dengan kesesakkan ketika menyaksikan kondisi Danita yang terlampau menyedihkan. Sudah dua bulan, dua bulan sejak lamaran Cakra dan kehamilan Danita. Dia masih terjaga di situasi yang sama membingungkannya.Antara melanjutkan rencana pernikahannya dengan Cakra, atau berada di sisi Danita sepenuhnya. Dia benar-benar tak bisa membiarkan Danita berjuang sendirian, sementara perempuan itu memiliki tekad yang kuat untuk mempertahankan kehamilannya. Beberapa kali Danita mengatakan bahwa janinnya tak bersalah. Jadi, dia harus lahir dan hidup dengan baik. Walaupun dia harus menanggung akibatnya. Memiliki anak tanpa seorang suami

  • Pelayanan Kamar Spesial   Perpisahan Paling Menyakitkan

    Begitulah cara mereka mengakhiri hubungan. Besoknya Cakra datang menjenguk Danita dengan membawa sebuket bunga. Lelaki itu seolah ingin menunjukkan bahwa keputusan yang Melisa ambil benar-benar menempatkan mereka pada posisi yang sulit, dan hubungan yang rumit. Satu minggu berlalu semua masih berjalan baik-baik saja, tiga minggu mulai timbul kecemburuan di hati Melisa melihat hubungan Danita dan Cakra semakin dekat saja. Tak terasa dua bulan berlalu, yang bertepatan dengan empat bulan usia kandungan Danita, Cakra datang kepada nenek bersama ibunya untuk melamar. Ibu Cakra yang juga merupakan CEO Tekma Toserba bahkan sempat meminta maaf karena anaknya khilaf menghamili Danita. Berbagai perasaan berkecamuk dalam diri Melisa saat itu, antara kagum dengan kemampuan akting Cakra, atau sakit karena lelaki itu seolah sengaja mengujinya. Yang pasti setelah pernikahan mereka berlangsung, Melisa hanya bisa mengurung diri dalam kamar. Menangis tanpa suara. Dan menderita sendirian sementara

Latest chapter

  • Pelayanan Kamar Spesial   Berkumpul Kembali

    Acara Baby Shower perayaan tujuh bulanan Melisa dilaksanakan di sebuah vila milik keluarga yang ada di pusat kota. Semua anggota keluarga dan kerabat dekat hadir tanpa terkecuali, bahkan para pasien dekat Meli. Konsep acara out door. Di luar ruangan dengan nuansa biru dan merah muda khas perayaan menyambut anggota keluarga baru. Pak Indra dan Bu Nara bahkan ikut menghadiri. Kebetulan hubungan mereka dan Bu Nina sudah membaik sejak tragedi empat tahun lalu. Kini semuanya berkumpul dan mempererat hubungan sebagai teman dan kerabat dekat, tanpa mengungkit masa lalu yang sudah berlalu. Tiga bersaudara, Candra, Cakra, dan David duduk sejajar di kursi paling depan. Menatap Melisa yang baru saja keluar dituntun oma dan Danita.Perempuan itu terlihat begitu anggun dengan gaun gradasi warna soft pink, biru, juga tosca. Bandana bunga yang menghiasi kepala menambah manis penampilannya. “Semenjak hamil aura si Meli makin aur-auran, ya? Pantas aja lu makin lengket, Bang!” David menyikut leng

  • Pelayanan Kamar Spesial   Membalikan Keadaan

    Dalamnya laut masih bisa diukur, tetapi dalamnya hati manusia siapa yang tahu? Sama halnya dengan luas samudera yang tak bisa dibandingkan dengan luasnya hati seseorang yang dengan mudah memaafkan, meskipun sudah disakiti teramat dalam.Empat tahun telah berlalu sejak hari itu. Sejak Candra dan Danita pergi dengan membawa serta kenangan masa lalu mereka. Keduanya sama-sama belajar dari kesalahan, dan bangkit menjadi seseorang dengan pribadi dan identitas yang baru. 2021, tahun di mana kakak beradik yang sempat terlibat konflik kembali bersatu. Merajut tali kasih yang nyaris rapuh, menata kembali hubungan yang nyaris tak terselamatkan.Waktu selalu punya cara untuk menentukan akhir yang tak terduga. Jodoh pasti bertemu, dan jodoh pasti bersatu. Tak akan ada yang bisa mengusik itu. ***Perempuan dalam balutan gaun putih selutut itu duduk di tepi ranjang. Membaca ulang lembar demi lembar surat yang Danita tinggalkan sebelum dia memutuskan untuk hijrah ke luar negeri empat tahun si

  • Pelayanan Kamar Spesial   Kembali

    Cakra tertegun menatap Melisa yang baru saja keluar dari kamar mandi dengan gaun sepekat malam. Rambut cokelat keemasannya terurai panjang menyentuh punggung, wajah cantik itu dibubuhi make up tipis nan manis, hingga tak menutup kecantikan alami yang terpancar dari dalam. Kaki jenjangnya melangkah perlahan menghampiri suaminya yang sudah menunggu di bibir ranjang. Cakra berdiri. Menyambut sang permaisuri yang akan menemaninya terjaga malam ini. Cahaya yang temaram dan lilin aroma terapi menambah syahdu suasana di dalam ruang kamar itu. Melisa mengangkat kepala. Menatap lelaki yang sudah lebih dari tiga tahun dia nanti. Kekasih hati yang mengantarkan sampai di titik ini. Cakra mengulurkan tangan, kemudian menangkup kedua sisi wajah Melisa. Dikecupnya lama kening perempuan itu, lalu turun ke pucuk hidung, dan berakhir memangut bibirnya. Malam semakin larut, keduanya pun kian terhanyut. Perbuatan terlarang yang kala itu hampir mereka lakukan, sekarang sudah sah untuk ditunaikan.Dal

  • Pelayanan Kamar Spesial   Memperbaiki Keadaan

    Beberapa kali Melisa mengucek matanya saat menatap nisan di hadapan. Namun, nama itu tak berubah meski beberapa kali dia berusaha memastikan. Dua nisan yang sebelumnya tertera Danita dan Cakra kini berubah menjadi Faizah dan Danu!Sejak kapan nama di nisan ini berubah? Melisa bangkit dengan kebingungan luar biasa. Dia berlarian di sekitar pemakaman demi menemukan jawaban akan pertanyaan yang berputar di kepalanya. Akhirnya dia menemukan seorang penjaga makam. Lelaki tua yang tengah duduk di sebuah pos penjaga."Pak, maaf mau tanya. Makam pasangan suami istri korban Elang Air kurang lebih dua bulan lalu kapan diganti, ya?"Lelaki tua berseragam itu mengernyitkan dahi. "Kalau tak salah seminggu lalu. Katanya pihak medis salah mengidentifikasi." Deg! "Bapak yakin?""Yakin, Mbak. Orang saya juga ikut menguburkan. Kalau ndak salah namanya Bu Faizah dan Pak Danu, kan?"Melisa benar-benar hampir kehilangan kata. Kepalanya mendadak pusing dan berdenyut nyeri. "Kok, bisa, ya?""Saya jug

  • Pelayanan Kamar Spesial   Meyakinkan Diri

    Terjebak masa lalu mungkin adalah hal yang paling ditakuti beberapa individu. Terpaku pada satu kejadian yang membuat seseorang tak mampu melangkah maju, meskipun peristiwa itu sudah lama berlalu. Tak peduli berapa tahun telah terlewati, dunianya hanya berputar di satu waktu. Itulah yang sedang Melisa alami. Genggaman tangan Cakra yang dia lepaskan tiga tahun lalu, tak urung membuatnya jemu. Tiga tahun dia menderita dalam kubangan pilu, tersiksa rindu menggebu, dan mengharapkan sebuah temu di antara kukungan sang waktu. Sebenarnya Melisa benci menyaksikan Cakra mulai berdamai dengan keadaan dan melupakan masa lalu. Karena pada kenyataannya, dia masih terjaga di sini, mengharap suatu saat lelaki itu kembali.Namun, saat takdir merencanakan sebuah temu. Kehadiran yang tak diinginkan malah membuat hatinya terasa semakin ngilu. "Aku memang mengharapkanmu kembali, Mas, selalu, sepanjang waktu, sampai tak terasa tiga tahun berlalu. Tapi bukan begini caranya," lirih kalimat itu terlontar

  • Pelayanan Kamar Spesial   Tak Terima

    "Karena tak kunjung ada kemajuan untuk melahirkan normal juga alasan penyakit ginjal yang diderita istri Bapak, kami sarankan untuk melakukan tindakan operasi sesar. Silakan tanda tangan di sini, Pak!"Candra dibuat kelimpungan saat mengetahui proses persalinan Danita tak berjalan lancar. Apalagi di tengah-tengah dia tiba-tiba kehilangan kesadaran. Dalam resah dan gelisah lelaki itu hanya bisa termangu sendirian. Saat ini Candra bahkan tak bisa menghubungi ibunya atau Melisa mengingat kesalahan fatal yang sudah Danita buat dua bulan ke belakang. Rasa sesak dan pilu berkecamuk menjadi satu. Tak menyangka dia nasib perempuan yang dicinta sedemikian malangnya. Seandainya waktu bisa diputar. Sebagai manusia Candra hanya bisa berharap. Semoga pendosa seperti dia dan Danita masih diberi kesempatan untuk memperbaiki semuanya, lalu bahagia. Setelah menghela napas panjang, akhirnya Candra memutuskan. "Lakukan, Dok. Dan tolong selamatkan istri dan anak yang sangat saya cintai."***Candra m

  • Pelayanan Kamar Spesial   Sebuah Kesepakatan

    Dua bulan lalu ...."Aku nggak peduli. Aku benar-benar nggak peduli tentang masa lalumu. Apa pun yang sudah terjadi. Sama sekali nggak akan mengubah keputusanku untuk menikahimu." Candra merendahkan tubuhnya. Lalu mengecup lama kening Melisa. Sebelum mendekapnya. (ket : read bab 'Guncangan')Dari sudut mata Candra memang sudah menyadari kehadiran Cakra. Namun, dia sengaja mendekap tubuh Melisa lebih lama dan membuat saudara kembarnya semakin terbakar api cemburu yang membara sebelum pergi meninggalkan mereka.Setelah memastikan Melisa terlelap bersama rasa sakitnya, barulah Candra beranjak untuk mengejar Cakra yang dia rasa belum pergi terlalu jauh dari ruang rawat Melisa. Dan benar saja, dia menemukan saudaranya itu masih duduk termangu di ruang tunggu yang sepi dalam koridor lantai VIP. Bersama ransel besar yang dia letakkan di sampingnya. Perlahan Candra mendaratkan bokong di samping Cakra yang belum menyadari kehadiranya, karena wajah yang dia benamkan di antara kedua telapak ta

  • Pelayanan Kamar Spesial   Sesuatu yang Disembunyikan

    Setelah sepuluh hari tim sar bersama gabungan angkatan udara dan laut dikerahkan untuk melakukan pencarian korban puing-puing pesawat Elang Air di perairan Seratus. Media memberitakan bahwa tak ada satu pun korban selamat dalam tragedi nahas tersebut. Sejauh ini sudah sembilan puluh delapan mayat berhasil diidentifikasi, salah duanya adalah Cakra dan Danita. Penantian penuh harap seorang ibu dalam sepuluh hari terakhir berbuntut duka, kala sirine ambulans terdengar memasuki pelataran rumah Bu Nina. Membawa serta jasad anak dan menantunya yang sudah tak bernyawa. Tak ada yang menyangka, perpisahan mereka hari itu adalah yang terakhir kalinya. Bu Nina benar-benar menyesal, karena saat berpamitan dia bahkan tidak sudi menatap wajah putranya, karena menyayangkan keputusan Cakra yang lebih memilih pergi daripada menceraikan Danita. Dengan berat hati Bu Nina melepas Cakra dan Danita pergi, asal keduanya bersedia meninggalkan bayi yang baru dilahirkan Danita untuk dirawat Bu Nina bersama

  • Pelayanan Kamar Spesial   Kabar Mengejutkan

    Malam merangkak menenggelamkan petang yang perlahan mengilang. Di atas pembaringan berhias bunga mawar, Melisa duduk termangu. Menatap ponsel di genggaman tangan. Potret-potret sanak-saudara dan orang-orang tersayang ada di dalamnya. Tersenyum lebar mengiringi kebahagiaan kedua mempelai. Hanya Cakra dan Danita yang tak ada. Setelah mendengar kabar bahwa kakak tirinya itu sudah melahirkan, Melisa juga tak sempat menjenguknya karena sibuk dengan rencana pernikahan. Tadi pagi dia juga baru diberi kabar kalau hari ini mereka akan melakukan penerbangan menuju Eropa. Tanpa pamit atau ucapan selamat tinggal. Memang tak guna menangisi kepergian kedua orang yang sudah menorehkan noda hitam di hati bersihnya. Kepercayaan yang sudah kandas bersama kekecewaan yang terpaksa ditelan tetap saja meninggalkan kenangan menyakitkan yang tak bisa sembuh dalam waktu singkat. Tugasnya sekarang hanya menjalani hidup yang tersisa. Membahagiakan lelaki yang sudah menyandang status sebagai suaminya. Dan men

DMCA.com Protection Status