Malam ini di sebuah markas yang di pegang oleh perkumpulan Mafia bernama Wustom, saat ini mereka mendapatkan kiriman hadiah yang sangat indah.
Orang orang Granida membuka kotak besar itu di luar, takutnya ada jebakan dari Mafia lain yang akan membuat mereka dalam bahaya, bukan hal pertama bagi mereka mendapatkan kiriman seperti itu.Dan yang sudah sudah isinya adalah bom, atau bahkan senjata yang bisa menghabisi nyawa para orang orang itu.Mereka membuka kotak yang ada di sana, dan isinya adalah anak buah yang tadinya di suruh mencari tau keberadaan Aldrich.Mereka terkejut bukan main, mengingat saat berangkat orang itu masih sangat sehat."Panggil tuan Granida" pinta orang itu."Ada apa" tanya Granida yang saat ini sudah ada di sana menatap tajam pada kotak yang besar itu."Tuan jenazah Naren" sahutnya menunjuk pada jasad yang sudah di tinggal rohnya itu."Ini pasti ulah Aldrich" geramnya.Granida melihat ada sebuah pemutar rekaman yang ada di atas jenazah Naren.Granida memutar rekaman suara itu dan ternyata benar suaranya adalah suara Aldrich.(( "Granida, CK bodoh, kau lupa pada ku? Fyuh, aku tidak akan lupa padamu, bagaimana kabar mu? Masih mau menghabisi aku? Kalau kau mau melakukan transaksi di di wilayah ku, maka lakukan saja, tapi tolong jangan lakukan apa pun yang akan membuat mu menyesal, bukankah kita teman? Arggh aku lupa kita sudah bukan siapa siapa lagi?, Oh ya aku hanya meminta pada mu, tolong jangan campuri urusan ku dasar keparat" geram Aldrich di remakan itu."Aku harap tuhanlah yang membalas dirimu Granida" amarah Van meluap saat bicara di perekam itu. ))Granida marah dia langsung melemparkan perekam suara itu hingga hancur di tanah yang berbatu itu.Granida mengambil bom yang ada di saku celananya itu.Bom itu dia lemparkan ke arah peti mati itu,BummBom itu meledak menghancurkan peti mati, hingga membuat peti itu terbakar habis dengan api yang seketika langsung melahap itu semua."Aaaaa... Aku akan hancurkan kalian Aldrich, Van" geram Granida berteriak layaknya seorang yang benar benar marah bahkan urat nadi yang ada di lehernya terlihat jelas.**Malam ini Leya belum bisa pulang, hari ini adalah waktunya gajian, tapi Ibu Ani dan Ririn meminta Leya menunggu hingga Aldrich memberikan uang gaji mereka.Sekarang sudah pukul delapan malam, Leya bahkan sudah melaksanakan sholat Maghrib dan isya di sana.Saat ini yang Leya tunggu adalah uang gaji dari Aldrich.Bulan ini adalah bulan kedua mereka gajian dan sesuai perjanjian, harusnya tanggal ini Aldrich memberikan gaji pada pekerjaannya.Brakk"Aaaaa" teriak seorang wanita sambil membuka pintu utama dengan kasar,Leya langsung bangkit dia mendekat dengan perlahan ke arah ruang tamu yang sangat luas itu, leya takut kalau ada musuh yang datang ke sana, apa lagi sejak kejadian tadi siang, Aldrich pun seperti terlihat was was."Nona" sahut Leya yang langsung membantu Emly yang saat ini berjalan sempoyongan."Antar dia ke kamar" tidak anak buah Aldrich yang sejak tadi mengawal Emly.Dengan keadaan yang tidak sadar Emly pulang, bahkan bajunya terlihat koyak mungkin karena Emly mabuk parah."Nona aku antar ke kamar ya" ucap Leya.Leya memapah Emly yang saat ini mabuk, bahkan di mulutnya menyeruak minuman beralkohol yang mungkin baru saja Emly minum."Ada apa" tanya Aldrich dengan suara berat, tak ada sedikit pun rasa khawatir yang di tunjukan oleh Aldrich pada adiknya.Bukan karena tak sayang, hanya saja Aldrich malas memarahi Emly, apa lagi ujung ujungnya Emly pasti menangis dan menyalahkan Tuhan karena sudah mengambil orang tua mereka."Tuan, Nona mabuk" jawab Leya."Antar ke kamarnya, dan datang ke kamar aku, uang gajian kamu sudah aku siapkan" sahut Aldrich."Baik tuan" ujar Leya.Dengan cepat Leya membawa Emly ke kamar Nonanya itu, Leya menyayangkan keadaan Emly sekarang apa lagi Emly masih sangat muda.Leya menyelimuti tubuh Emly, namun saat ini tatapan mata gadis itu tertuju pada leher Emly yang banyak kecupan merah di sana."Astaghfirullah" gumam Leya yang langsung memegang dadanya tak pernah kalau Emly akan melakukan hal di luar batas itu.Leya langsung pergi dari sana menuju ke kamar Aldrich yang ada di lantai yang sama dengan kamar Emly.Tokk"Masuk" suara berat Aldrich menyambut kedatangan Leya."Ini gaji kalian" Aldrich menyodorkan tiga buah amplop pada Leya."Terima kasih tuan, saya akan berikan pada Ibu Ani dan Ririn" sahut Leya.Tak ada jawaban dari Aldrich dia malah fokus pada layar laptop yang saat ini ada di hadapannya."Tuan, saya melihat kalau di leher Nona ada tanda cinta" sahut Leya.Aldrich menghentikan gerak tangannya yang saat ini tengah mengetik.Keningnya mengerut, namun hanya sebentar setelahnya dia langsung melanjutkan mengetik angka angka yang ada di laptop itu."Biarkan saja" sahut Aldrich."Tapi tuan, setau aku Nona besok akan ada kuliah di kota, apa tidak apa apa kalau Nona seperti itu" tanya Leya."Kamu punya cara untuk menghilangkannya" tanya Aldrich yang bahkan tak melihat sedikit pun pada Leya."Katanya pakai bawang putih bisa" sahut Leya ragu."Lakukan saja apa pun yang kau bisa, kalau perlu kau cuci saja kulitnya agar tak ada yang bisa menyentuh Emly" titah Aldrich."Baik tuan".Leya pergi dari sana setelah berpamitan pada Aldrich, saat ini sudah malam dan Leya akan pulang sendirian dari sana.Jarak rumahnya ke Villa itu tidak terlalu jauh, hanya memakan waktu jalan sekitar tujuh menit.Leya mengambil barang barang dia, saat ini dia langsung pulang karena anaknya pasti menunggu Leya pulang.Pil pahit sudah Leya telan, dia harus menerima kenyataan kalau suaminya menikah lagi dengan meninggalkan dia dan anaknya yang masih sangat kecil."Malam ini terlihat lebih gelap" gumam Leya.Di kegelapan malam pukul setengah sembilan, Leya berjalan di jalanan itu, hanya lampu temaram yang ada di pinggir jalan itu yang menerangi langkah Leya."Dinginnya" gumam Leya.PrakkDi kegelapan malam kira kira pukul setengah sembilan, Leya berjalan di jalanan pedesaan itu, hanya bercahayakan lampu temaram yang ada di pinggir jalan, Malam ini terasa sangat mencekam apa lagi keadaan di desa jika lewat dari pukul delapan, sudah tidak ada lagi warga yang beraktivitas."Dinginnya" gumam Leya.PrakkTiba tiba suara barang jatuh memekikan Indra pendengaran Leya, bulu kuduk seakan meremang, ketakutan menguasai pemikiran Leya.Leya melihat ke arah belakang namun saat ini ada sosok hitam yang berdiri di belakangnya.Lutut Leya melemas namun sekuat tenaga dia menguatkan kakinya agar dia bisa lari dari sana."Aaaaaaa" teriak Leya sembari berlari kocar kacir dari sana.Sedangkan saat ini anak buah Aldrich keheranan menatap pada Leya yang sudah pergi dari sana."Wanita itu gila" gumamnya sambil memungut belanjaan dia yang tadi sempat terjatuh ke tanah.**Pagi ini Leya sakit, badannya menggigil sejak pagi tadi, rasanya Leya sangat tidak bersemangat namun dia tidak bisa diam s
Byurr..Leya tercebur ke kolam renang yang saat ini airnya seleher Leya, kolam itu benar benar dalam, untungnya Aldrich langsung menarik tangan Leya dan memegang pinggang Leya agar Leya tidak tenggelam.Air masuk ke hidung dan telinga Leya, semua pakaian Leya basah bahkan kerudung Leya juga sudah benar benar basah.Kalau saja tidak ada Aldrich mungkin Leya sudah mengambang tanpa nyawa.Tangan Leya memegang tangan Aldrich dengan sangat erat bahkan kuku Leya sampai melukai kulit tangan Aldrich mungkin Leya takut."Van apa kau gila" bentak Aldrich marah pada sahabatnya bahkan Aldrich juga mendorong badan kekar Van karena ulah Van itu bisa membahayakan Leya.Van terkejut mendengar Aldrich yang baru saja membentaknya bahkan Aldrich juga mendorong Van dengan begitu kuatnya."Al kau membentak aku, aku hanya iseng" sahut Van."Perlakuan mu sangat keterlaluan" bentak Aldrich."Kamu gak papa Leya, maafkan aku, aku pikir kamu bisa berenang" ucap Van merasa bersalah apa lagi Aldrich juga memarahi
"Sekarang ayo ucapkan niat dulu" ucap Leya."Niat itu apa? bagaimana melakukannya" tanya Emly.Hah.Leya mengernyitkan keningnya dia tidak tau kalau Emly bahkan tidak tau caranya melakukan sholat, bahkan untuk Niat pun Emly tidak bisa."Nona, Niat menurut syara adalah Keinginan untuk melakukan sesuatu yang diikuti dengan perbuatan, dan Menurut para ulama arti kata niat adalah keinginan yang disertai dengan perbuatan yang akan dilaksanakan pada masa yang akan datang, ibarat begini Nona mau makan, dalam hati Nona punya keinginan untuk makan dan setelah adanya niat itu, Nona langsung makan, begitulah kira kira" ucap Leya menjelaskan."Bagaimana cara berniat itu" tanya Emly memandang pada Leya."Ushollid fardhozh zhuhri arba'a roka'aatin mustaqbilal qiblati adaa-an lillaahi ta'aalaa. Ini untuk sholat Dzuhur, kalau sholat Ashar, Nona tinggal ganti niatnya" ucap Leya."Dan dalam hati Nona katakan (Saya niat salat fardu Dzuhur empat rakaat dengan menghadap kiblat karena Allah Ta'ala) Allahu
Ririn datang ke sana, panik menyelimuti gadis yang sedikit lebih tua dari Leya itu, Ririn takutnya Leya akan kenapa kenapa."Ada apa Le" tanya Ririn."Ini kak Rin, kepala aku sakit sekali, Astaghfirullah aku kenapa" sahut Leya memegang kepalanya yang benar benar sakit itu.Ririn panik namun saat Ririn akan meminta bantuan pada Ibu Ani, Leya sudah pingsan di kolam renang yang baru saja beres di bersihkan itu."Leya" teriak Ririn panik, wajah Ririn langsung cemas dia takut kalau orang tua Leya akan menyalahkan dia.Beberapa jam kemudian."Bagaimana apa Leya sudah sadar" tanya Aldrich yang saat ini membawa satu botol minuman keras yang sangat mahal."Belum tuan" ujar Ririn dengan gelengan kepala.Emly hanya duduk di samping Leya yang saat ini di baringkan di atas Sofa.Ririn dan Ibu Ani akan sibuk di dapur apa lagi saat ini mereka harus makan banyak karena anak buah Aldrich bertambah banyak di sana."Kak bawalah ke rumah sakit" ujar Emly."Kata Ririn dia hanya sakit kepala jadi apa yang
"Hah, apa itu tuan" Leya terkejut saat melihat badan Aldrich.Ada luka sayatan yang hanya di tutup dengan kain kasa, darahnya bahkan masih basah bahkan kaos yang Aldrich pakai pun mulai terlihat basah."Aku terluka, ayo obati aku jangan banyak bicara" sahut Aldrich yang langsung membaringkan tubuhnya di atas ranjang.Bahkan luka tusukan saat menyelamatkan Emly juga masih ada dan sekarang di tambah lagi dengan luka sayatan di tubuh mulus pria jahat itu.Dengan perlahan tapi pasti Leya mengobati luka itu.Mata Aldrich terpejam dia merasa sangat lelah apa lagi perjalanan dia ke luar negeri memakan waktu yang cukup lama apa lagi ada beberapa insiden yang terjadi selama dua hari di sana."Kenapa tuan terus menerus terluka" tanya Leya."Entah, mungkin kulit aku rapuh" jawab Aldrich dengan mata yang masih tertutup merasakan nyaman saat merebahkan badan di tempat tidur."Bilang pada Van, aku butuh wanita, dua jam lagi aku akan berangkat ke Villa AF" ucap Aldrich."Untuk apa wanita tuan" tanya
"Nilam" sahut Leya."Kau" geramnya dengan tatapan nyalang pada Leya yang akan mendekat pada Nilam."Mau apa kau di sini" tanya Nilam."Nilam kenapa kamu menjadi seperti ini" tanya Leya menatap pada Nilam yang saat ini memakai rok pendek."Lantas aku harus menjadi siapa? Menjadi kamu?, Wanita yang di cerai suaminya karena kurang menarik jangan so soan menasehati aku" geram Nilam, dia bahkan malu apa lagi ada kedua laki laki tampan di sana."Kenapa kamu banyak berubah Nilam" tanya Leya lagi."Kenapa, apa kau tidak merasa Leya, hidup itu terlalu kejam kalau aku tidak melakukan ini maka nasib aku akan sama seperti dirimu, aku dengar dari orang orang kamu itu wanita korban kdrt bahkan kamu juga di selingkuhi, apa kamu tidak mau membalas perbuatan suami kamu itu, hah, Leya jadilah seperti aku, aku mampu melawan dunia dengan menjadi seperti ini" ujar Nilam."Aku tau kehidupan aku hancur tapi Nilam setidaknya jangan jadi murahan" ucap leya."Ck kau tau, dulu suami mu datang pada ku dia membay
Saat mereka akan pulang, Emly datang ke sana dia berteriak meminta ikut pada kakaknya."kak aku ikut" teriak Emly."Gak ini untuk laki laki" sahut Aldrich."aku ikut" ucap Emly."Nona nginap saja di rumah aku" sahut Leya yang langsung menatap pada Emly.Senyuman manis tergambar di bibir tulus Leya, entah ada apa dengan Aldrich dia seolah terhipnotis oleh senyuman yang menyesatkan itu."Wah terima kasih, aku takut di sini sendiri" sahut Emly yang langsung memakai jaketnya."Dasar setan kecil" gumam Aldrich tersenyum tipis pada adiknya itu.Iblis jantan seperti aldrich itu tak gampang menunda rasa sayang, bahkan selama dia bersama dengan gadis simpanannya, tak pernah Aldrich sedikit pun mempunyai perasaan pada mereka.Namun saat ini layaknya pohon yang di terpa angin, hati sekeras baja itu langsung luluh saat melihat Leya."Terimakasih Leya, malam nanti pas kakak akan pulang, maka kakak harus menjemput aku di rumah Leya" sahut Emly."Ya bawel" geram Aldrich.Leya dan Emly berjalan lebih
Pagi ini Leya kembali bekerja, seperti biasa Leya berangkat bersama dengan Ririn dan Bu Ani, mereka berangkat pagi pagi sekali karena banyak yang harus mereka lakukan sekarang."Semalam tuan Al ke rumah kamu" tanya Ririn sambil mengutak atik ponselnya yang sejak tadi ada di tangannya."Ya, semalam Nona Emly di rumah aku" ujar Leya."Kamu dekat dengan mereka, aku heran kalau selanjutnya kamu pasti akan di jadikan pelayan kesayangan" sahut Ririn menampakkan wajah tak suka saat bicara seperti itu.Leya hanya diam tak pernah dia bayangkan kalau akan ada orang yang tak suka padanya, padahal Leya hanya melakukan pekerjaannya saja."Sudahlah, sekarang kamu Rin, bekerja di ruang tamu, Leya membereskan kamar tuan Al" titah Bu Ani yang menentukan pekerjaan untuk hari ini."Ya Bu" ucap Leya."Tidak, aku gak mau, sekarang aku yang membersihkan kamar tuan Al" ungkap Ririn yang memperlihatkan wajah kesalnya."Ya tak apa kak, aku yang akan membereskan rumah tamu" ujar Leya.Bu Ani mendekat pada Riri
Hari ini adalah hari pernikahan Granida dan Clara, mungkin sudah lima hari sejak Aldrich pingsan, Granida berharap kalau Aldrich bisa datang tapi sayangnya Aldrich masih pingsan dan sepertinya kondisinya kurang baik sekarang.Kata Dokter, kesehatan Aldrich semakin menurun apa lagi tidak ada makanan yang masuk kedalam tubuh Aldrich, bahkan Aldrich tidak bergerak sama sekali di atas tidur.Granida juga meminta Leya untuk datang tapi sayangnya Leya tidak akan datang karena dia cemas pada kondisi Aldrich, sekarang saja Aldrich tengah dirawat di rumah sakit ternama, kabarnya Leya dan Emly sering kali terlibat sebuah pertengkaran yang membuat keduanya salah paham.Van sudah kehabisan akal untuk memisahkan Leya dan Emly apa lagi ada Sinta juga yang menjadi pendukung Emly, keadaan keluarga itu sekarang sangat kacau. Tapi Granida juga tidak bisa melakukan apa pun, dia tadinya ingin menunda pernikahannya, tapi tidak mungkin karena persiapannya sudah selesai.Granida sudah mengucapkan janji suci
Emly sejak tadi menangis dan mengadu pada Sinta tentang masalah yang baru saja dikatakan oleh Van padanya, Emly merasa kalau dia tidak salah bahkan dia juga merasa kalau Sinta juga tidak akan mungkin melakukan hal seperti itu pada Aldrich."Kamu percayakan sama Tante?" tanya Sinta memastikan kalau Emly masih berada di pihaknya.Emly menganggukan kepalanya karena memang dia sangat percaya pada Sinta."Tante, aku gak suka Leya berkata seperti itu pada Tante, jahat sekali mulutnya." Emly mengusap air matanya yang sejak tadi berjatuhan membasahi pipinya."Sudahlah lagian Tante juga tau kalau Leya memang sangat membenci Tante sejak pertama Tante datang kesini," ucap Sinta."Aku akan buat perhitungan padanya!" geram Emly. Tangannya terkepal kuat karena emosinya yang dia tahan.Emly langsung keluar dari kamar Sinta, dia akan menuju ke kamar Leya. Sekarang Emly sudah sangat marah pada Leya apa lagi dalam pikiran Emly, yang salah itu adalah Leya karena Leya sudah mengijinkan Aldrich pergi pada
Van akhirnya bisa menemui Leya, dia akan memberi tahukan semuanya pada Leya, tapi sayangnya saat Van akan masuk ke kamar Aldrich terlihat kalau diluar ada Sinta yang tengah menelpon seseorang.Van merasa semakin curiga apa lagi Sinta berbicara dengan berbisik-bisik di telponnya."Apa jangan-jangan dugaan aku ini benar? Tante Sinta yang melakukannya? Jahat sekali dia!" geram Van.Van masih memantau Sinta hingga Sinta pergi dari sana dan sekarang adalah saatnya Van untuk masuk kedalam dan membicarakan semuanya pada Leya.Setelah semuanya terbongkar Van tak akan melakukan apa pun pada Sinta hanya saja Van mau Sinta merasakan apa yang Aldrich rasakan."Aku mencurigai Tante Sinta." ujar Van sambil menganggukkan kepalanya karena dia yakin dengan ucapannya itu."Kenapa kakak begitu yakin?" tanya Leya yang sebenarnya senang sekali karena Van akhirnya menyadari hal itu."Aku merasa kalau dia terlibat sangat aneh," papar Van.**Aldrich menatap pada tantenya yang baru saja pulang entah dari man
"Aku kurang tau. Tapi aku mencurigai seseorang!" "Siapa?" sela Leya. "Aku curiga pada Tasya." ujar Van. Leya menganggukan kepalanya. Tapi dia tidak percaya kalau Tasya yang akan melakukan hal itu, apa lagi dia tau sekali kalau Sinta yang melakukannya, hanya saja Leya tak bisa bicara sekarang karena Van pasti akan mengklaim kalau Leya memfitnah Sinta. "Apa jangan-jangan, Nyonya Sinta." ucap Saga yang langsung menatap Van dan Leya. "Hah, jangan memfitnah Saga. Kau tak punya bukti!" Van berucap dengan nada ketus. "Aku memang tak punya bukti, tapi dari racun itu menunjukan kalau obat itu tidak ada di apotek mana pun. Dan Nyonya Sinta dulunya pernah bekerja di rumah sakit, bisa saja dia meracik obat itu sendiri." ungkap Saga mengungkapkan semua kejanggalan yang dia rasakan. "Bisa jadi, tapi kita gak punya bukti." bantah Van. "Kak Van, kita bisa punya bukti kalau kita bisa bekerja sama." Leya berucap dengan penuh harap, Leya tak bisa menemukan bukti sendirian makannya dia
"Kata anak buah ku, Tasya diusir dari villa Aldrich." ujar Rayandra pada istrinya Risa. Risa menatap pada suaminya yang saat ini terlihat sangat kacau, Rayandra baru saja pulang dari pekerjaannya dan sepertinya Rayandra mempunyai masalah yang berat, tapi dia tidak bicara pada Risa. Risa mendekat pada suaminya, Risa memegang tangan Rayandra. "Ada apa?" tanya Risa. Rayandra menggelengkan kepalanya. "Tidak, bagaimana keadaan anak kita?" tanya Rayandra mengusap perut Risa yang masih sangat rata. "Sepertinya baik-baik saja." jawab Risa. Risa mendengar Rezha yang saat ini menangis, dia langsung menggendong Rezha dan memberikan susu pada bayi itu. Walaupun Risa bukanlah ibu kandungnya tapi Risa sangat sayang pada Rezha. "Bisa aku minta sesuatu?" tanya Rayandra menatap pada Risa yang saat ini menunggu lanjutan dari ucapan Rayandra. "Bisakah kamu jauhi Danan, aku tidak suka padanya." paparnya. "Kenapa? Apa dia salah?" tanya Risa. "Tidak, hanya saja aku baru tau kalau dahulu Danan lah
Flashback on Di markas preman. Aldrich dan semua anak buahnya datang ke sana, mereka masuk kedalam markas yang sangat besar yang beranggotakan lima belas orang itu. Jika saling menyerang, tentu saja Aldrich lah yang akan menang. tapi sekarang yang paling penting adalah bernegosiasi agar mereka tidak lagi menganggu Aldrich dan anak buahnya untuk mengantar barang melewati jalan kawasan mereka. "Dimana ketua kalian?" tanya Aldrich dengan tatapan tajam yang membuat orang-orang yang melihatnya takut melihat Aldrich yang berwajah garang. Seorang pria paruh baya berjalan mendekat kearah Aldrich. "Ada apa?" tanyanya menatap Aldrich dari atas sampai bawah. "Kamu?" tanya Aldrich yang mendapatkan anggukan kepala dari pria paruh baya itu. "Bagus kalau begitu, aku datang untuk bernegosiasi bersama dengan kalian!" tegas Aldrich berusaha untuk tetap tenang dan tidak emosional. "Nego? Untuk apa?" tanya pria itu. "Perkenalkan nama aku, Aldrich. Kau tau Blooder?" tanya Aldrich menatap pada se
Leya terlihat sangat panik, pagi ini dia dikejutkan dengan pesan kalau Aldrich pingsan dari semalam, Leya yakin kalau suaminya itu tidak meminum obat yang dia berikan. Leya merasa kalau racun dalam tubuh Aldrich belum hilang karena sekarang saja Aldrich pingsan karena telat meminum obat itu. Leya menatap ke arah gerbang yang terlihat kosong, dia menanti Aldrich untuk dibawa pulang, katanya mereka masih dalam perjalanan menuju ke sana. Leya menyiapkan sebuah obat yang sudah dia larutkan kedalam air, Leya juga berjaga-jaga takutnya Sinta akan melakukan hal yang macam-macam padanya. "Kak," panggil Emly dari ambang pintu kamar Leya. "Kak, benar katanya kak Aldrich pingsan?" tanya Emly yang langsung mendekat pada Leya dengan tatapan khawatir. Leya menganggukan kepalanya. "Katanya 'Ya' tapi kita lihat saja nanti, semoga saja dia baik-baik saja." jawab Leya. "Kenapa kakak berangkat malam hari?" tanya Emly. "Katanya ada pekerjaan penting, aku gak tau dia pergi kemana." papar Leya. "A
Aldrich sengaja mengumpulkan semua pelayan yang ada di Villanya itu, hanya ada Tasya dan Bu Ani sedangkan semua anak buahnya berada diluar Villa untuk memastikan tidak terjadi macam-macam didalam Villa tuannya itu. Mereka sudah tau kalau Aldrich mengumpulkan semua orang, maka ada masalah yang terjadi disana. "Apa yang kamu lakukan?" tanya Aldrich menatap tajam pada Tasya. Semua orang hanya diam saja tanpa ada yang bertanya alasan Aldrich mengumpulkan mereka, mereka seolah-olah takut pada Aldrich padahal dibelakang Aldrich banyak sekali yang mau mencelakai Aldrich. Hal seperti itu memang sudah biasa bagi Aldrich, tapi jika Aldrich tau siapa orangnya maka tak akan ada ampun bagi mereka yang sudah mengkhianatinya. "Jawab aku!" bentak Aldrich kembali bertanya pada Tasya yang hanya diam saja. "Kak, percuma bicara padanya." ujar Emly yang saat ini duduk di sofa bersama dengan anak-anak. "Tasya, apa harus aku cambuk dahulu lalu kau akan bicara?" tanya Aldrich menatap tajam pada
Tasya yang saat ini sedang berjalan kearah paviliun langsung terkejut saat ada seseorang yang langsung menarik tangannya, Tasya juga meringis kesakitan saat orang itu mendorong Tasya sampai tubuhnya mentok di tembok."Argh!" ringis Tasya kesakitan."Diam! Tasya, sebaiknya kau cepat pergi dari sini!" usul kekasih Tasya dengan tegas."Paul, aku datang kesini karena kamu 'kan? Jadi, kenapa aku harus pergi? Kamu juga jarang ada disini? Aku merasa aman disini!" protes Tasya membantah setiap kata yang Paul minta."Lalu, siapa yang meminta kamu membuat masalah dengan wanitanya Rayandra, kamu harus tau kalau Rayandra itu musuh tuan Aldrich. Kalau saja Rayandra marah dia pasti akan marah pada tuan Aldrich bukan padamu." terang Paul, dia berusaha agar Tasya sadar dan mau pergi dari sana.Hal ini memang kesalahan Paul yang sudah membawa Tasya masuk kedalam sana, tapi saat itu situasinya berbeda karena Paul tak terima kalau Tasya dinikahkan dengan laki-laki pilihan Ayahnya Tasya.Paul merasa kala