Assalamualaikum... Bagi kalian pembaca setia Pelayan kesayangan tuan Mafia.. Ada Event give away berhadiah koin nihh.. caranya gampang sekali ya.... kalian hanya perlu membaca cerita ini, jangan lupa komen sebanyak banyaknya dan jangan lupa vote gem (kalau ada).. periode ini hanya berlaku sampai 31 Maret.. Dukung terus cerita Author ya...
Leya mendekat pada Aldrich yang terlihat sangat marah padanya, padahal Leya tidak salah apa apa."Tuan!" Sahut Leya setelah sekian lama mereka hanya saling diam."Hmm." Aldrich bahkan tidak menatap pada Leya.Leya hanya terdiam saja, dia tau betul kalau suaminya itu tengah marah padanya.Leya mengambil ponselnya yang saat ini ada di atas meja.Ada beberapa pesan dari Danan yang membuat Leya terkejut.{Leya, suami kamu marah ya?}{Tolong maafkan aku, tapi jujur Leya, aku suka sama kamu!}Leya terkejut dia langsung menghapus pesan itu takutnya Aldrich akan melihat pesan yang baru saja Danan kirimkan."Mamah!" Kenan datang ke sana."Sayang, baru pulang?" Tanya Leya."Ya, aku main sama teman teman di rumah Nenek." Ujar Kenan."Mandi dan makanlah, Ken." Titah Aldrich."Ya pah." Kenan pergi dari sana untuk mandi.Leya gelisah karena Aldrich malah semakin mendiaminya seperti itu."Tuan!" Leya mendekat pada Aldrich."Marah?" Tanya Leya.Tatapan matanya menyoroti Leya dengan tajam. Namun, Leya
Leya membawa bayi Rezha ke rumah orangtuanya, Aldrich tidak menyimpan rasa khawatir karena sekarang mereka ada di kampung yang sama, pikir Aldrich.Leya menatap seorang gadis yang saat ini berjalan ke arahnya, jalanan itu terlihat sangat sepi karena hari masih siang.Dan warga di sana dominan bekerja. jadi, jarang warga yang berlalu lalang di sana."Kak! Bisa tolong aku?" Tanya wanita cantik itu mendekat pada Leya."Ada apa?" Tanya Leya yang saat ini menatap wanita itu dari atas sampai bawah."Kak, aku sedang mencari seseorang." Ujarnya."Kamu bukan orang sini?" Leya bertanya dengan tatapan mengintimidasi."Ya, aku datang karena ingin mencari teman aku. Namanya Tasya, siapa tau Kakak pernah melihatnya?" Sahut wanita itu sambil memperlihatkan foto Tasya pada Leya."Oh Tasya, dia pelayan di Villa tuan aldrich." Jawab Leya.Alangkah terkejutnya Risa saat mendengar hal itu. Ya, wanita cantik yang datang itu adalah Risa yang sudah di tugaskan oleh Rayandra untuk mengambil bayi Rezha.Namun
Leya baru saja bangun, dia membuka matanya dan menatap pada suaminya yang saat ini bertingkah aneh dari biasanya.Leya tersenyum saat melihat suaminya melaksanakan Sholat Ashar."Tuan?" Panggil Leya.Aldrich yang baru saja selesai langsung mendekat ke arah Leya."Sayang, kamu sudah sadar?" Tanya Aldrich yang langsung memeluk Leya dengan sangat erat.Leya ingat tadi pagi kalau dia bertemu dengan seorang wanita."Tuan, di mana bayi Rezha?" Tanya Leya yang sudah khawatir dengan kondisi bayinya."Bayi itu di bawa sama ayahnya." Jawab Aldrich.Leya terkejut, ada rasa kehilangan yang mendalam bagi Leya, apa lagi Leya lah yang mengasuh bayi itu dari lahir.Leya tidak mau terlihat sedih, dia hanya tersenyum saja sambil menganggukkan kepalanya."Jangan sedih, kita bisa kan buat anak sendiri?" Aldrich mengecup bibir Leya sekilas."Kamu ini." Lirih Leya yang merasa malu malu."Baiklah, aku akan masak buat kamu. Ayo aku buatkan makanan yang enak." Aldrich membujuk Leya. Aldrich tidak mau Leya se
Leya menatap pada suaminya yang tengah berbaring di ranjang."Mas, sebenarnya apa pekerjaan kamu?" Tanya Leya."Pekerjaan aku berat." Jawab Aldrich."Berat seperti apa?" Tanya Leya."Sayang, kamu percaya kan?" Tanya Aldrich."Ya aku percaya, tapi tolong bilang sama aku." Ucap Leya."Aku bekerja di salah satu klan, ehh tidak maksud aku kelompok." "Kelompok apa?" Tanya Leya."Ya kelompok, kelompok perdagangan." Jawab Aldrich.Saat Leya akan bicara lagi, dengan cepat Aldrich mengigit bibir Leya agar tidak ada pertanyaan lagi dari Leya."Mas." Geram Leya sambil memukul dada Aldrich pelan."Ngomong ngomong di mana Emly sama Arsyila ya?" Tanya Aldrich."Mereka menginap di rumah tuan Granida bersama kak Van juga." Jawab Leya."Oh."**Sedangkan di kediaman Granida.Saat ini Emly tengah bercerita dengan Arsyila, sudah beberapa hari ini Emly sangat dekat dengan bocah berusia 5 tahunan itu."Sayang, ayo tidur kasihan kak Emly sejak tadi bercerita." Ujar Van."Sudah kak tidak masalah." Ucap Eml
Di sebuah markas yang lumayan jauh dari perkotaan, terlihat seorang pria duduk di lantai dengan tangan di ikat dan mulut di tutup kain."Apa yang kamu lakukan?" Suara berat Aldrich terdengar tegas.Salah seorang anak buah Aldrich melepaskan kain yang mengikat mulutnya."Bicaralah." Titahnya.Pria paruh baya itu menatap pada Aldrich dengan tatapan mengiba untuk di lepaskan."Tuan, ampunkan aku. Demi tuhan aku tidak melakukan apa pun!" Ujarnya sedikit memohon tapi suaranya terdengar tegas."Sebenarnya aku sudah muak dengan orang orang seperti kalian, ingatlah kalian itu tengah di ambang kematian tapi tetap mau mengelak?" Tanya Aldrich."Tuan, aku memang bersalah. Tapi mereka yang memulai!""Lantas, kalau kau marah pada orang itu. Kenapa kamu menghancurkan bisnis aku?" Tanya Aldrich."Maafkan aku, tuan, aku marah pada orang yang membantu mereka." "Tak heran, tapi apa kamu tau? Ada 12 orang yang masuk penjara karena kamu, ada banyak anak buahku yang tidak gajian karena barang penjualan k
BrakkSamurai yang tadinya ada di tangan Aldrich langsung terjatuh ke lantai yang lumayan kotor."Leya?" Sahut Aldrich yang berusaha mencari cara untuk menjelaskan pada Leya.Leya hanya menatap terkejut pada Aldrich, dia memundurkan tubuhnya ke belakang.Dengan cepat Aldrich mengejar Leya, takutnya wanita itu malah ketakutan pada Aldrich."Leya, tunggu.." teriak Aldrich yang langsung menarik tangan Leya agar tidak lari darinya."Sayang, tolong dengarkan aku? Aku bisa jelaskan." Ucap Aldrich memohon."Mas, sejak kapan kamu menjadi pembunuh seperti ini. Aku paham sekarang, pantas kamu selalu menyembunyikan pekerjaan kamu walaupun aku sudah beberapa kali bertanya." Leya berucap dengan air mata yang terus berjatuhan."Maafkan aku, Leya." Ujar Aldrich yang bahkan sudah memeluk Leya dari belakang."Lepaskan aku Mas, aku benci pada pembunuh. Jangan pegang aku dengan tangan kotor mu itu." Leya melepaskan tangan Aldrich."Ini alasan kenapa aku tidak mau bilang sama kamu tentang pekerjaan aku."
Granida menatap pada wanita cantik bernama Clara Diana Adelina.Hanya hening yang di rasa, Granida maupun Clara tak ada yang mau memulai pembicaraan terlebih dahulu."Kenapa kalian masih terlihat canggung? Bukannya kalian sudah pernah bertemu?" Tanya papahnya Clara."Ya tuan." Granida terlihat mengangkatkan alisnya menatap pada Clara."Papah, tidak bisakah perjodohan ini di batalkan?" Tanya Clara pada papahnya."Nak, kamu tidak lihat kalau Tuan Granida ini sangat gagah berwibawa. Semua orang mau menikah dengan dia." Ujar papahnya."Tuan, anda bisa saja memuji saya." Granida tersenyum."Aku gak mau menikah!" Bantah Clara.Granida tersenyum tipis, dia menatap pada jam tangan yang melekat di pergelangan tangannya."Baiklah, tuan. Kapan pernikahannya?" Tanya Granida pada Papahnya Clara.Secepat itu Granida memutuskan seorang wanita untuk menjadi istrinya?Tentu saja tidak, Granida sudah memikirkannya beb
Van dan Emly duduk di sofa ruang tamu, mereka tengah memikirkan caranya menyatukan Aldrich dan Leya. Bahkan saat ini Aldrich hanya diam saja di kamar. Makannya pun di antar oleh Tasya atau tante Sinta ke kamarnya. Kondisi Aldrich juga terlihat memburuk, padahal Aldrich tidak sakit apa pun. "Bagaimana sekarang?" Tanya Van. "Entah." Ucap Emly. Tap Tap Langkah kaki membuat Emly dan Van memandang ke arah suara. Ternyata Aldrich datang ke sana dengan langkah perlahan. Van langsung mendekat dan membantu Aldrich untuk duduk di sofa. Baru beberapa hari saja hidup tanpa Leya, sudah membuat Aldrich kacau. Penampilan Aldrich sangat berantakan, bahkan Aldrich juga terlihat sangat tidak bersemangat. "Al, kau sudah seperti kakek kakek saja." Ujar Van. Aldrich tidak menanggapi ucapan Van, dia hanya menatap pada tantenya yang baru saja pulang entah dari mana. "Tante, dari mana?" Tanya Aldrich. "Aku baru saja pulang dari Dokter." Jawab tantenya. "Tante, sakit?" Tanya
Hari ini adalah hari pernikahan Granida dan Clara, mungkin sudah lima hari sejak Aldrich pingsan, Granida berharap kalau Aldrich bisa datang tapi sayangnya Aldrich masih pingsan dan sepertinya kondisinya kurang baik sekarang.Kata Dokter, kesehatan Aldrich semakin menurun apa lagi tidak ada makanan yang masuk kedalam tubuh Aldrich, bahkan Aldrich tidak bergerak sama sekali di atas tidur.Granida juga meminta Leya untuk datang tapi sayangnya Leya tidak akan datang karena dia cemas pada kondisi Aldrich, sekarang saja Aldrich tengah dirawat di rumah sakit ternama, kabarnya Leya dan Emly sering kali terlibat sebuah pertengkaran yang membuat keduanya salah paham.Van sudah kehabisan akal untuk memisahkan Leya dan Emly apa lagi ada Sinta juga yang menjadi pendukung Emly, keadaan keluarga itu sekarang sangat kacau. Tapi Granida juga tidak bisa melakukan apa pun, dia tadinya ingin menunda pernikahannya, tapi tidak mungkin karena persiapannya sudah selesai.Granida sudah mengucapkan janji suci
Emly sejak tadi menangis dan mengadu pada Sinta tentang masalah yang baru saja dikatakan oleh Van padanya, Emly merasa kalau dia tidak salah bahkan dia juga merasa kalau Sinta juga tidak akan mungkin melakukan hal seperti itu pada Aldrich."Kamu percayakan sama Tante?" tanya Sinta memastikan kalau Emly masih berada di pihaknya.Emly menganggukan kepalanya karena memang dia sangat percaya pada Sinta."Tante, aku gak suka Leya berkata seperti itu pada Tante, jahat sekali mulutnya." Emly mengusap air matanya yang sejak tadi berjatuhan membasahi pipinya."Sudahlah lagian Tante juga tau kalau Leya memang sangat membenci Tante sejak pertama Tante datang kesini," ucap Sinta."Aku akan buat perhitungan padanya!" geram Emly. Tangannya terkepal kuat karena emosinya yang dia tahan.Emly langsung keluar dari kamar Sinta, dia akan menuju ke kamar Leya. Sekarang Emly sudah sangat marah pada Leya apa lagi dalam pikiran Emly, yang salah itu adalah Leya karena Leya sudah mengijinkan Aldrich pergi pada
Van akhirnya bisa menemui Leya, dia akan memberi tahukan semuanya pada Leya, tapi sayangnya saat Van akan masuk ke kamar Aldrich terlihat kalau diluar ada Sinta yang tengah menelpon seseorang.Van merasa semakin curiga apa lagi Sinta berbicara dengan berbisik-bisik di telponnya."Apa jangan-jangan dugaan aku ini benar? Tante Sinta yang melakukannya? Jahat sekali dia!" geram Van.Van masih memantau Sinta hingga Sinta pergi dari sana dan sekarang adalah saatnya Van untuk masuk kedalam dan membicarakan semuanya pada Leya.Setelah semuanya terbongkar Van tak akan melakukan apa pun pada Sinta hanya saja Van mau Sinta merasakan apa yang Aldrich rasakan."Aku mencurigai Tante Sinta." ujar Van sambil menganggukkan kepalanya karena dia yakin dengan ucapannya itu."Kenapa kakak begitu yakin?" tanya Leya yang sebenarnya senang sekali karena Van akhirnya menyadari hal itu."Aku merasa kalau dia terlibat sangat aneh," papar Van.**Aldrich menatap pada tantenya yang baru saja pulang entah dari man
"Aku kurang tau. Tapi aku mencurigai seseorang!" "Siapa?" sela Leya. "Aku curiga pada Tasya." ujar Van. Leya menganggukan kepalanya. Tapi dia tidak percaya kalau Tasya yang akan melakukan hal itu, apa lagi dia tau sekali kalau Sinta yang melakukannya, hanya saja Leya tak bisa bicara sekarang karena Van pasti akan mengklaim kalau Leya memfitnah Sinta. "Apa jangan-jangan, Nyonya Sinta." ucap Saga yang langsung menatap Van dan Leya. "Hah, jangan memfitnah Saga. Kau tak punya bukti!" Van berucap dengan nada ketus. "Aku memang tak punya bukti, tapi dari racun itu menunjukan kalau obat itu tidak ada di apotek mana pun. Dan Nyonya Sinta dulunya pernah bekerja di rumah sakit, bisa saja dia meracik obat itu sendiri." ungkap Saga mengungkapkan semua kejanggalan yang dia rasakan. "Bisa jadi, tapi kita gak punya bukti." bantah Van. "Kak Van, kita bisa punya bukti kalau kita bisa bekerja sama." Leya berucap dengan penuh harap, Leya tak bisa menemukan bukti sendirian makannya dia
"Kata anak buah ku, Tasya diusir dari villa Aldrich." ujar Rayandra pada istrinya Risa. Risa menatap pada suaminya yang saat ini terlihat sangat kacau, Rayandra baru saja pulang dari pekerjaannya dan sepertinya Rayandra mempunyai masalah yang berat, tapi dia tidak bicara pada Risa. Risa mendekat pada suaminya, Risa memegang tangan Rayandra. "Ada apa?" tanya Risa. Rayandra menggelengkan kepalanya. "Tidak, bagaimana keadaan anak kita?" tanya Rayandra mengusap perut Risa yang masih sangat rata. "Sepertinya baik-baik saja." jawab Risa. Risa mendengar Rezha yang saat ini menangis, dia langsung menggendong Rezha dan memberikan susu pada bayi itu. Walaupun Risa bukanlah ibu kandungnya tapi Risa sangat sayang pada Rezha. "Bisa aku minta sesuatu?" tanya Rayandra menatap pada Risa yang saat ini menunggu lanjutan dari ucapan Rayandra. "Bisakah kamu jauhi Danan, aku tidak suka padanya." paparnya. "Kenapa? Apa dia salah?" tanya Risa. "Tidak, hanya saja aku baru tau kalau dahulu Danan lah
Flashback on Di markas preman. Aldrich dan semua anak buahnya datang ke sana, mereka masuk kedalam markas yang sangat besar yang beranggotakan lima belas orang itu. Jika saling menyerang, tentu saja Aldrich lah yang akan menang. tapi sekarang yang paling penting adalah bernegosiasi agar mereka tidak lagi menganggu Aldrich dan anak buahnya untuk mengantar barang melewati jalan kawasan mereka. "Dimana ketua kalian?" tanya Aldrich dengan tatapan tajam yang membuat orang-orang yang melihatnya takut melihat Aldrich yang berwajah garang. Seorang pria paruh baya berjalan mendekat kearah Aldrich. "Ada apa?" tanyanya menatap Aldrich dari atas sampai bawah. "Kamu?" tanya Aldrich yang mendapatkan anggukan kepala dari pria paruh baya itu. "Bagus kalau begitu, aku datang untuk bernegosiasi bersama dengan kalian!" tegas Aldrich berusaha untuk tetap tenang dan tidak emosional. "Nego? Untuk apa?" tanya pria itu. "Perkenalkan nama aku, Aldrich. Kau tau Blooder?" tanya Aldrich menatap pada se
Leya terlihat sangat panik, pagi ini dia dikejutkan dengan pesan kalau Aldrich pingsan dari semalam, Leya yakin kalau suaminya itu tidak meminum obat yang dia berikan. Leya merasa kalau racun dalam tubuh Aldrich belum hilang karena sekarang saja Aldrich pingsan karena telat meminum obat itu. Leya menatap ke arah gerbang yang terlihat kosong, dia menanti Aldrich untuk dibawa pulang, katanya mereka masih dalam perjalanan menuju ke sana. Leya menyiapkan sebuah obat yang sudah dia larutkan kedalam air, Leya juga berjaga-jaga takutnya Sinta akan melakukan hal yang macam-macam padanya. "Kak," panggil Emly dari ambang pintu kamar Leya. "Kak, benar katanya kak Aldrich pingsan?" tanya Emly yang langsung mendekat pada Leya dengan tatapan khawatir. Leya menganggukan kepalanya. "Katanya 'Ya' tapi kita lihat saja nanti, semoga saja dia baik-baik saja." jawab Leya. "Kenapa kakak berangkat malam hari?" tanya Emly. "Katanya ada pekerjaan penting, aku gak tau dia pergi kemana." papar Leya. "A
Aldrich sengaja mengumpulkan semua pelayan yang ada di Villanya itu, hanya ada Tasya dan Bu Ani sedangkan semua anak buahnya berada diluar Villa untuk memastikan tidak terjadi macam-macam didalam Villa tuannya itu. Mereka sudah tau kalau Aldrich mengumpulkan semua orang, maka ada masalah yang terjadi disana. "Apa yang kamu lakukan?" tanya Aldrich menatap tajam pada Tasya. Semua orang hanya diam saja tanpa ada yang bertanya alasan Aldrich mengumpulkan mereka, mereka seolah-olah takut pada Aldrich padahal dibelakang Aldrich banyak sekali yang mau mencelakai Aldrich. Hal seperti itu memang sudah biasa bagi Aldrich, tapi jika Aldrich tau siapa orangnya maka tak akan ada ampun bagi mereka yang sudah mengkhianatinya. "Jawab aku!" bentak Aldrich kembali bertanya pada Tasya yang hanya diam saja. "Kak, percuma bicara padanya." ujar Emly yang saat ini duduk di sofa bersama dengan anak-anak. "Tasya, apa harus aku cambuk dahulu lalu kau akan bicara?" tanya Aldrich menatap tajam pada
Tasya yang saat ini sedang berjalan kearah paviliun langsung terkejut saat ada seseorang yang langsung menarik tangannya, Tasya juga meringis kesakitan saat orang itu mendorong Tasya sampai tubuhnya mentok di tembok."Argh!" ringis Tasya kesakitan."Diam! Tasya, sebaiknya kau cepat pergi dari sini!" usul kekasih Tasya dengan tegas."Paul, aku datang kesini karena kamu 'kan? Jadi, kenapa aku harus pergi? Kamu juga jarang ada disini? Aku merasa aman disini!" protes Tasya membantah setiap kata yang Paul minta."Lalu, siapa yang meminta kamu membuat masalah dengan wanitanya Rayandra, kamu harus tau kalau Rayandra itu musuh tuan Aldrich. Kalau saja Rayandra marah dia pasti akan marah pada tuan Aldrich bukan padamu." terang Paul, dia berusaha agar Tasya sadar dan mau pergi dari sana.Hal ini memang kesalahan Paul yang sudah membawa Tasya masuk kedalam sana, tapi saat itu situasinya berbeda karena Paul tak terima kalau Tasya dinikahkan dengan laki-laki pilihan Ayahnya Tasya.Paul merasa kala