Sudah beberapa jam tapi sayangnya Aldrich tidak bangun juga, saat ini Leya dan yang lainnya tengah dihadapkan dengan kisah Risa dan Tasya.Semenjak satu jam sebelumnya mereka cekcok bahkan sampai sesekali berantem kalau saja tidak di pisahkan oleh anak buah Aldrich.Mereka sudah tidak bisa di ajak bicara dengan baik baik, apa lagi Tasya juga tidak pernah mau mengalah atau meminta maaf pada Risa."Pulanglah!" Sentak Tasya.Risa menjambak rambut Tasya, sehingga membuat Tasya meringis kesakitan."Kau tau, aku datang kemari jauh jauh dan memohon pada kak Leya. Kamu pikir gampang? Hah? Tasya, aku hanya minta kamu tanggung jawab." Risa berucap tanpa melepaskan cengkraman tangannya pada rambut Tasya."Lepaskan aku dasar wanita gila!" Tasya meludahi wajah Risa."Arghh, dasar teman tak tau diri." Geram Risa.PlakkTasya menampar Risa dengan sangat keras, anak buah Aldrich langsung mencoba memisahkan mereka.Tapi
"Dok, bagaimana kondisi Mas Al?" Tanya Leya.Saat ini mereka hanya bicara berdua saja di kamar Aldrich, sedangkan yang lainnya menunggu diluar.Dokter pribadi Aldrich sepertinya tau siapa Aldrich sebenarnya."Nona, anda istrinya kan? Jadi, makan apa saja dia selama ini?" Tanya Dokter itu menatap serius pada Leya."Hanya makan makanan biasa. Dok, memangnya ada apa?" Tanya Leya."Didalam tubuh tuan Aldrich, sepertinya ada yang aneh, dan setelah saya cek terlihat kalau didalamnya label darahnya ada seperti racun. Saya cari racun jenis apa itu? Dan ternyata racun itu dapat mempengaruhi sel darah putih milik Tuan Aldrich, bukan itu saja racun itu mampu merusak saraf pada tubuh tuan Aldrich." Jelas Dokter."Racun?" Leya langsung menutup mulutnya karena tidak percaya pada apa yang dikatakan oleh Dokter itu."Lalu, bagaimana dengan mas Aldrich. Dok?" Tanya Leya."Karena kebanyakan sel darah putih dalam tubuhnya, tuan Aldrich bisa
"Aku membatalkan pernikahan ini!" Ujar Clara.Hanya helaan nafas yang Granida lakukan sekarang, dia meminum kopi yang baru saja dia pesan di cafe itu.Clara hanya menatap sinis pada Granida yang masih terlihat tenang saja."Ayo kita batalkan saja, lagian anakku tidak mau punya Mommy." Ujar Granida."Baiklah, mulai saat ini kita tidak ada hubungan apa pun." Sahutnya.Clara mengambil sebuah obat yang ada di dalam tasnya."Aku punya obat untuk menghilangkan stress." Clara memberikan obat itu pada Granida."Aku tidak suka minum obat." Bantah Granida.Clara memasukan obat itu kedalam gelas yang ada di hadapannya.Clara memesan jus jeruk untuk dia campurkan dengan obat itu.Clara sangat menikmati suasana saat ini, dia tidak jadi menikah dengan Granida dan hal itu adalah sebuah keberuntungan baginya.Namun, tiba tiba saja Clara merasakan sensasi yang aneh.Dia menatap pada obat yang baru saja dia masukan kedalam jus jeruknya."Obat yang mengandung alkohol warna apa?" Tanya Clara menatap data
"Aaaaa!" teriak seorang wanita terdengar memekik ditelinga Granida, tanpa dia sadar dia langsung membuka matanya. "Kau apakan aku?" teriak Clara yang saat ini sudah berada di atas tempat tidur Granida. Granida memegang kepalanya yang terasa pusing karena tidurnya terganggu. "Apa kamu bisa diam? Suara mu terdengar memekik ditelinga aku!" bentak Granida yang langsung terkejut karena melihat Clara yang saat ini sangat mengkhawatirkan. "Kenapa aku bisa ada di sini? Dan dimana pakaian aku?" tanya Clara yang masih berusaha menutupi seluruh tubuhnya dengan selimut yang mereka pakai. Granida turun dari ranjang, dia mengambil pakaian Clara yang tadi berserakan dilantai, Granida juga mengambilkan air minum agar wanita di kamarnya itu sedikit tenang. "Jawab aku!" tegas Clara yang sudah memakai pakaiannya. "Saat di cafe, kau minum obat perangsang. Apa jangan-jangan kau lupa?" Granida menatap tajam pada Clara. "What!" Clara baru ingat kalau memang dia yang minum obat perangsang itu,
"Bagaimana Saga?" tanya Leya tak sabar dengan hasil dari obat yang Aldrich minum. Saga mengeluarkan sebuah amplop dari dalam sakunya, Leya langsung menyambar amplop itu karena tak sabar ingin membukanya. Tapi sayang sekali, Leya tak tau hasilnya bukan karena Leya tak bisa membaca tapi Leya tak mengerti dengan nama-nama obat atau pun nama penyakit. "Apa ini?" tanya Leya menatap pada Saga yang hanya berdiri mematung. "Kata dokter yang mengeceknya, dalam minuman itu ada sebuah obat yang bisa melumpuhkan saraf-saraf, bisa saja si penggunanya lumpuh." papar Saga yang masih tak bisa di mengerti oleh Leya. "Berarti selama ini Mas Aldrich mengonsumsi obat agar dia lumpuh? Tapi untuk apa?" Leya bertanya-tanya pada Saga. Tapi sang anak buah hanya menggelengkan kepalanya karena tak tahu harus bicara apa, "Nona, apa mungkin tuan dijebak untuk meminum obat ini." akhirnya ucapan itu keluar juga dari mulut Saga yang sudah lama curiga pada seseorang. "Tapi siapa pelakunya?" tanya Leya
Tasya yang saat ini sedang berjalan kearah paviliun langsung terkejut saat ada seseorang yang langsung menarik tangannya, Tasya juga meringis kesakitan saat orang itu mendorong Tasya sampai tubuhnya mentok di tembok."Argh!" ringis Tasya kesakitan."Diam! Tasya, sebaiknya kau cepat pergi dari sini!" usul kekasih Tasya dengan tegas."Paul, aku datang kesini karena kamu 'kan? Jadi, kenapa aku harus pergi? Kamu juga jarang ada disini? Aku merasa aman disini!" protes Tasya membantah setiap kata yang Paul minta."Lalu, siapa yang meminta kamu membuat masalah dengan wanitanya Rayandra, kamu harus tau kalau Rayandra itu musuh tuan Aldrich. Kalau saja Rayandra marah dia pasti akan marah pada tuan Aldrich bukan padamu." terang Paul, dia berusaha agar Tasya sadar dan mau pergi dari sana.Hal ini memang kesalahan Paul yang sudah membawa Tasya masuk kedalam sana, tapi saat itu situasinya berbeda karena Paul tak terima kalau Tasya dinikahkan dengan laki-laki pilihan Ayahnya Tasya.Paul merasa kala
Aldrich sengaja mengumpulkan semua pelayan yang ada di Villanya itu, hanya ada Tasya dan Bu Ani sedangkan semua anak buahnya berada diluar Villa untuk memastikan tidak terjadi macam-macam didalam Villa tuannya itu. Mereka sudah tau kalau Aldrich mengumpulkan semua orang, maka ada masalah yang terjadi disana. "Apa yang kamu lakukan?" tanya Aldrich menatap tajam pada Tasya. Semua orang hanya diam saja tanpa ada yang bertanya alasan Aldrich mengumpulkan mereka, mereka seolah-olah takut pada Aldrich padahal dibelakang Aldrich banyak sekali yang mau mencelakai Aldrich. Hal seperti itu memang sudah biasa bagi Aldrich, tapi jika Aldrich tau siapa orangnya maka tak akan ada ampun bagi mereka yang sudah mengkhianatinya. "Jawab aku!" bentak Aldrich kembali bertanya pada Tasya yang hanya diam saja. "Kak, percuma bicara padanya." ujar Emly yang saat ini duduk di sofa bersama dengan anak-anak. "Tasya, apa harus aku cambuk dahulu lalu kau akan bicara?" tanya Aldrich menatap tajam pada
Leya terlihat sangat panik, pagi ini dia dikejutkan dengan pesan kalau Aldrich pingsan dari semalam, Leya yakin kalau suaminya itu tidak meminum obat yang dia berikan. Leya merasa kalau racun dalam tubuh Aldrich belum hilang karena sekarang saja Aldrich pingsan karena telat meminum obat itu. Leya menatap ke arah gerbang yang terlihat kosong, dia menanti Aldrich untuk dibawa pulang, katanya mereka masih dalam perjalanan menuju ke sana. Leya menyiapkan sebuah obat yang sudah dia larutkan kedalam air, Leya juga berjaga-jaga takutnya Sinta akan melakukan hal yang macam-macam padanya. "Kak," panggil Emly dari ambang pintu kamar Leya. "Kak, benar katanya kak Aldrich pingsan?" tanya Emly yang langsung mendekat pada Leya dengan tatapan khawatir. Leya menganggukan kepalanya. "Katanya 'Ya' tapi kita lihat saja nanti, semoga saja dia baik-baik saja." jawab Leya. "Kenapa kakak berangkat malam hari?" tanya Emly. "Katanya ada pekerjaan penting, aku gak tau dia pergi kemana." papar Leya. "A
Hari ini adalah hari pernikahan Granida dan Clara, mungkin sudah lima hari sejak Aldrich pingsan, Granida berharap kalau Aldrich bisa datang tapi sayangnya Aldrich masih pingsan dan sepertinya kondisinya kurang baik sekarang.Kata Dokter, kesehatan Aldrich semakin menurun apa lagi tidak ada makanan yang masuk kedalam tubuh Aldrich, bahkan Aldrich tidak bergerak sama sekali di atas tidur.Granida juga meminta Leya untuk datang tapi sayangnya Leya tidak akan datang karena dia cemas pada kondisi Aldrich, sekarang saja Aldrich tengah dirawat di rumah sakit ternama, kabarnya Leya dan Emly sering kali terlibat sebuah pertengkaran yang membuat keduanya salah paham.Van sudah kehabisan akal untuk memisahkan Leya dan Emly apa lagi ada Sinta juga yang menjadi pendukung Emly, keadaan keluarga itu sekarang sangat kacau. Tapi Granida juga tidak bisa melakukan apa pun, dia tadinya ingin menunda pernikahannya, tapi tidak mungkin karena persiapannya sudah selesai.Granida sudah mengucapkan janji suci
Emly sejak tadi menangis dan mengadu pada Sinta tentang masalah yang baru saja dikatakan oleh Van padanya, Emly merasa kalau dia tidak salah bahkan dia juga merasa kalau Sinta juga tidak akan mungkin melakukan hal seperti itu pada Aldrich."Kamu percayakan sama Tante?" tanya Sinta memastikan kalau Emly masih berada di pihaknya.Emly menganggukan kepalanya karena memang dia sangat percaya pada Sinta."Tante, aku gak suka Leya berkata seperti itu pada Tante, jahat sekali mulutnya." Emly mengusap air matanya yang sejak tadi berjatuhan membasahi pipinya."Sudahlah lagian Tante juga tau kalau Leya memang sangat membenci Tante sejak pertama Tante datang kesini," ucap Sinta."Aku akan buat perhitungan padanya!" geram Emly. Tangannya terkepal kuat karena emosinya yang dia tahan.Emly langsung keluar dari kamar Sinta, dia akan menuju ke kamar Leya. Sekarang Emly sudah sangat marah pada Leya apa lagi dalam pikiran Emly, yang salah itu adalah Leya karena Leya sudah mengijinkan Aldrich pergi pada
Van akhirnya bisa menemui Leya, dia akan memberi tahukan semuanya pada Leya, tapi sayangnya saat Van akan masuk ke kamar Aldrich terlihat kalau diluar ada Sinta yang tengah menelpon seseorang.Van merasa semakin curiga apa lagi Sinta berbicara dengan berbisik-bisik di telponnya."Apa jangan-jangan dugaan aku ini benar? Tante Sinta yang melakukannya? Jahat sekali dia!" geram Van.Van masih memantau Sinta hingga Sinta pergi dari sana dan sekarang adalah saatnya Van untuk masuk kedalam dan membicarakan semuanya pada Leya.Setelah semuanya terbongkar Van tak akan melakukan apa pun pada Sinta hanya saja Van mau Sinta merasakan apa yang Aldrich rasakan."Aku mencurigai Tante Sinta." ujar Van sambil menganggukkan kepalanya karena dia yakin dengan ucapannya itu."Kenapa kakak begitu yakin?" tanya Leya yang sebenarnya senang sekali karena Van akhirnya menyadari hal itu."Aku merasa kalau dia terlibat sangat aneh," papar Van.**Aldrich menatap pada tantenya yang baru saja pulang entah dari man
"Aku kurang tau. Tapi aku mencurigai seseorang!" "Siapa?" sela Leya. "Aku curiga pada Tasya." ujar Van. Leya menganggukan kepalanya. Tapi dia tidak percaya kalau Tasya yang akan melakukan hal itu, apa lagi dia tau sekali kalau Sinta yang melakukannya, hanya saja Leya tak bisa bicara sekarang karena Van pasti akan mengklaim kalau Leya memfitnah Sinta. "Apa jangan-jangan, Nyonya Sinta." ucap Saga yang langsung menatap Van dan Leya. "Hah, jangan memfitnah Saga. Kau tak punya bukti!" Van berucap dengan nada ketus. "Aku memang tak punya bukti, tapi dari racun itu menunjukan kalau obat itu tidak ada di apotek mana pun. Dan Nyonya Sinta dulunya pernah bekerja di rumah sakit, bisa saja dia meracik obat itu sendiri." ungkap Saga mengungkapkan semua kejanggalan yang dia rasakan. "Bisa jadi, tapi kita gak punya bukti." bantah Van. "Kak Van, kita bisa punya bukti kalau kita bisa bekerja sama." Leya berucap dengan penuh harap, Leya tak bisa menemukan bukti sendirian makannya dia
"Kata anak buah ku, Tasya diusir dari villa Aldrich." ujar Rayandra pada istrinya Risa. Risa menatap pada suaminya yang saat ini terlihat sangat kacau, Rayandra baru saja pulang dari pekerjaannya dan sepertinya Rayandra mempunyai masalah yang berat, tapi dia tidak bicara pada Risa. Risa mendekat pada suaminya, Risa memegang tangan Rayandra. "Ada apa?" tanya Risa. Rayandra menggelengkan kepalanya. "Tidak, bagaimana keadaan anak kita?" tanya Rayandra mengusap perut Risa yang masih sangat rata. "Sepertinya baik-baik saja." jawab Risa. Risa mendengar Rezha yang saat ini menangis, dia langsung menggendong Rezha dan memberikan susu pada bayi itu. Walaupun Risa bukanlah ibu kandungnya tapi Risa sangat sayang pada Rezha. "Bisa aku minta sesuatu?" tanya Rayandra menatap pada Risa yang saat ini menunggu lanjutan dari ucapan Rayandra. "Bisakah kamu jauhi Danan, aku tidak suka padanya." paparnya. "Kenapa? Apa dia salah?" tanya Risa. "Tidak, hanya saja aku baru tau kalau dahulu Danan lah
Flashback on Di markas preman. Aldrich dan semua anak buahnya datang ke sana, mereka masuk kedalam markas yang sangat besar yang beranggotakan lima belas orang itu. Jika saling menyerang, tentu saja Aldrich lah yang akan menang. tapi sekarang yang paling penting adalah bernegosiasi agar mereka tidak lagi menganggu Aldrich dan anak buahnya untuk mengantar barang melewati jalan kawasan mereka. "Dimana ketua kalian?" tanya Aldrich dengan tatapan tajam yang membuat orang-orang yang melihatnya takut melihat Aldrich yang berwajah garang. Seorang pria paruh baya berjalan mendekat kearah Aldrich. "Ada apa?" tanyanya menatap Aldrich dari atas sampai bawah. "Kamu?" tanya Aldrich yang mendapatkan anggukan kepala dari pria paruh baya itu. "Bagus kalau begitu, aku datang untuk bernegosiasi bersama dengan kalian!" tegas Aldrich berusaha untuk tetap tenang dan tidak emosional. "Nego? Untuk apa?" tanya pria itu. "Perkenalkan nama aku, Aldrich. Kau tau Blooder?" tanya Aldrich menatap pada se
Leya terlihat sangat panik, pagi ini dia dikejutkan dengan pesan kalau Aldrich pingsan dari semalam, Leya yakin kalau suaminya itu tidak meminum obat yang dia berikan. Leya merasa kalau racun dalam tubuh Aldrich belum hilang karena sekarang saja Aldrich pingsan karena telat meminum obat itu. Leya menatap ke arah gerbang yang terlihat kosong, dia menanti Aldrich untuk dibawa pulang, katanya mereka masih dalam perjalanan menuju ke sana. Leya menyiapkan sebuah obat yang sudah dia larutkan kedalam air, Leya juga berjaga-jaga takutnya Sinta akan melakukan hal yang macam-macam padanya. "Kak," panggil Emly dari ambang pintu kamar Leya. "Kak, benar katanya kak Aldrich pingsan?" tanya Emly yang langsung mendekat pada Leya dengan tatapan khawatir. Leya menganggukan kepalanya. "Katanya 'Ya' tapi kita lihat saja nanti, semoga saja dia baik-baik saja." jawab Leya. "Kenapa kakak berangkat malam hari?" tanya Emly. "Katanya ada pekerjaan penting, aku gak tau dia pergi kemana." papar Leya. "A
Aldrich sengaja mengumpulkan semua pelayan yang ada di Villanya itu, hanya ada Tasya dan Bu Ani sedangkan semua anak buahnya berada diluar Villa untuk memastikan tidak terjadi macam-macam didalam Villa tuannya itu. Mereka sudah tau kalau Aldrich mengumpulkan semua orang, maka ada masalah yang terjadi disana. "Apa yang kamu lakukan?" tanya Aldrich menatap tajam pada Tasya. Semua orang hanya diam saja tanpa ada yang bertanya alasan Aldrich mengumpulkan mereka, mereka seolah-olah takut pada Aldrich padahal dibelakang Aldrich banyak sekali yang mau mencelakai Aldrich. Hal seperti itu memang sudah biasa bagi Aldrich, tapi jika Aldrich tau siapa orangnya maka tak akan ada ampun bagi mereka yang sudah mengkhianatinya. "Jawab aku!" bentak Aldrich kembali bertanya pada Tasya yang hanya diam saja. "Kak, percuma bicara padanya." ujar Emly yang saat ini duduk di sofa bersama dengan anak-anak. "Tasya, apa harus aku cambuk dahulu lalu kau akan bicara?" tanya Aldrich menatap tajam pada
Tasya yang saat ini sedang berjalan kearah paviliun langsung terkejut saat ada seseorang yang langsung menarik tangannya, Tasya juga meringis kesakitan saat orang itu mendorong Tasya sampai tubuhnya mentok di tembok."Argh!" ringis Tasya kesakitan."Diam! Tasya, sebaiknya kau cepat pergi dari sini!" usul kekasih Tasya dengan tegas."Paul, aku datang kesini karena kamu 'kan? Jadi, kenapa aku harus pergi? Kamu juga jarang ada disini? Aku merasa aman disini!" protes Tasya membantah setiap kata yang Paul minta."Lalu, siapa yang meminta kamu membuat masalah dengan wanitanya Rayandra, kamu harus tau kalau Rayandra itu musuh tuan Aldrich. Kalau saja Rayandra marah dia pasti akan marah pada tuan Aldrich bukan padamu." terang Paul, dia berusaha agar Tasya sadar dan mau pergi dari sana.Hal ini memang kesalahan Paul yang sudah membawa Tasya masuk kedalam sana, tapi saat itu situasinya berbeda karena Paul tak terima kalau Tasya dinikahkan dengan laki-laki pilihan Ayahnya Tasya.Paul merasa kala