Home / Romansa / Pelayan Hati Tuan Muda / Bab 6 – Merawat dalam diam

Share

Bab 6 – Merawat dalam diam

Author: Sabira Story
last update Last Updated: 2025-04-08 23:04:33

Hujan terus turun sejak siang dan tak kunjung reda hingga malam menjelang. Langit diselimuti mendung gelap, membuat suasana rumah besar keluarga Ardiansyah kian muram dan dingin. Nadine sedang menginap di hotel untuk menghadiri pesta sosialita, meninggalkan rumah tanpa kehangatan seperti biasa.

Revan masih betah di ruang kerjanya, mencoba fokus pada laporan bisnis.

“Permisi Tuan,” Ayu masuk ke dalam, membawa secangkir teh hangat untuk sang Tuan muda.

Revan tersenyum, padahal ia tidak meminta. Tapi Ayu berinisiatif sendiri untuk membawakannya.

“Kamu selalu tahu apa yang aku butuhkan Ayu,”

Ayu tersenyum simpul. Meletakkan cangkir berisi teh hangat itu ke atas meja. "Aku hanya menjalankan pekerjaanku, Tuan,"

Revan menatap wajah itu. Wajah polos yang selalu menyambutnya ketika pulang dan yang selalu memberikan secangkir teh hangat di waktu yang ia butuhkan.

“Ayu, kamu sedang sakit?” Revan memperhatikan wajahnya yang pucat.

“Tidak Tuan. Aku hanya sedikit lelah,” Jawab Ayu dengan kepala yang menunduk.

“Beristirahatlah jika kamu lelah…,” Belum selesai Revan berbicara. Ayu jatuh pingsan tepat dihadapan.

"Ayu!" Ia berseru kaget.

Gadis manis itu tergeletak lemas di lantai, tubuhnya menggigil hebat. Wajahnya semakin pucat dengan rambut yang sedikit basah oleh keringat. Nafasnya terdengar berat. Revan segera berlari, menghampiri dan menyentuh dahinya yang panas luar biasa.

"Astaga kamu demam Ayu,"

Tanpa ragu, ia mengangkat tubuh Ayu yang terasa ringan dan lemah. Genggamannya erat, seperti melindungi sesuatu yang sangat rapuh. Dibawanya Ayu ke kamar kosong di lantai bawah. Dengan hati-hati, ia membaringkannya di ranjang dan menyelimuti tubuhnya yang menggigil.

Revan nyaris tak pernah bersentuhan langsung dengan staf rumah tangga. Tapi kali ini, nalurinya tak membiarkan dia bersikap formal. Revan keluar, mengambil handuk kecil, sebuah mangkuk yang diisi dengan air dingin. Setelah itu Revan membasahi handuk kecil itu, memerasnya sedikit lalu mengompres dahi Ayu sambil sesekali memeriksa nafasnya.

Beberapa saat kemudian ia keluar lagi, mengambil termos air panas, semangkuk bubur instan yang dimasaknya sendiri, serta obat penurun panas yang ia ambil dari lemari medis kecil yang ada di ruang tengah. Setelahnya ia kembali ke kamar, duduk di kursi yang ada di sisi ranjang sambil menatap Ayu lekat-lekat.

Wajah itu masih terlihat pucat, namun tetap menunjukkan sisi kelembutan. Tangan gadis itu menggenggam sprei, sesekali menggeliat dengan gelisah. Revan meraih tangannya, menggenggam tangan mungil itu dan membiarkannya meremas jari-jarinya perlahan.

"Kamu seharusnya bilang kalau sedang tidak enak badan, Ayu," Gumam Revan pelan. "Kenapa kamu harus menyembunyikan nya?" Sambungnya.

Beberapa menit berlalu, Ayu mulai terbangun. Matanya yang sayu terbuka perlahan dan langsung bertemu dengan sorot mata Revan yang terlihat khawatir.

"T-Tuan Revan?" Suaranya lirih tergagap dan hampir tak terdengar.

"Tenang, kamu demam tinggi. Istirahat saja. Aku akan menjagamu malam ini." Ucapnya terdengar sangat tulus.

Ayu tampak bingung dan malu. Ia mencoba untuk duduk, namun Revan segera membantunya dengan lembut.

"Jangan paksakan diri, kamu butuh makan dulu." Ucapnya.

"Terimakasih Tuan," Ayu memaksakan senyum, diwajahnya yang pucat.

Revan membalas dengan senyuman, lalu ia menyendokkan bubur ke mulut Ayu. Gadis itu sempat menolak, tapi tatapan Revan terlalu tulus untuk dibantah. Dengan malu-malu, ia membuka mulut dan makan sedikit demi sedikit suapan dari sang Tuan muda.

"Pintar," Puji Revan senang.

Wajah Ayu terasa semakin memanas. Tak kuat rasanya ia berlama-lama di dalam ruangan yang sama dengan sang Tuan muda. Apalagi baru kali ini, ada majikan yang merawat pembantunya ketika sakit.

"Kamu tetap terlihat cantik meski sedang sakit Ayu," Entah mengapa Revan ingin sekali mengatakan hal itu.

Ayu syok tentu saja. Selain karena pujian yang Revan berikan, senyum manis dari sang Tuan muda juga membuat kinerja jantungnya jadi tidak baik-baik saja.

"Tuan muda bisa aja. Nyonya Nadine jauh lebih cantik dari aku," Ayu berusaha untuk tetap sadar. bahwa pria yang dihadapannya saat ini adalah pria beristri.

Revan tak menjawab apapun. Tetapi tangannya terus memberikan suapan demi suapan ke dalam mulut Ayu. Sampai tidak sadar, isi mangkuk itu sudah berpindah seluruhnya ke dalam perut.

"Tuan kenapa mau melakukan ini untukku?" Ayu memberanikan diri untuk bertanya. Karena ia ingin tahu alasannya.

"Kamu baik dan juga sering memberikan perhatian untukku. Jadi tak ada salahnya jika aku membalas perhatian kamu,"

Entah sadar ataupin tidak. Sejak tadi Ayu sama sekali tidak melihat tatapan tajam dan aura dingin dari sang Tuan muda. Yang terlihat sekarang, justru tatapan lembut penuh perhatian yang sebelumnya tak pernah ia lihat.

Setelah Ayu selesai makan, Revan memberikannya obat penurun panas. Ayu meminumnya, dan selanjutnya ia kembali rebahan karena kepalanya masih terasa pusing. Revan masih tetap di sana, menatap wajah Ayu dalam diam.

"Nyonya pasti sangat beruntung punya suami perhatian dan penuh kasih seperti Tuan muda. Semoga suatu saat nanti, aku juga bisa mendapatkan suami selembut dan seperhatian Tuan muda," Ucap Ayu tiba-tiba.

"Tapi sayangnya dia merasa tidak beruntung bersuamikan aku, Ayu. Bagi dia hubungan ini hanyalah status diatas kertas," Sahut Revan.

"Maafkan aku Tuan, aku tidak bermaksud untuk membuat Tuan bersedih," Ayu merasa bersalah.

"Tak apa. Selagi ada kamu yang terus memberikan perhatian padaku, aku akan selalu baik-baik saja."

"Dan aku akan berusaha terus memberikan perhatian untuk Tuan muda," Ucap Ayu.

Revan kembali tersenyum, hatinya seketika menghangat. Berlama-lama ada didekat Ayu, membuat Revan lebih banyak tersenyum daripada biasanya.

"Beristirahatlah, aku akan di sini menjagamu," Titah Revan.

Ayu mulai memejamkan mata, dengan hati yang berbunga-bunga. Karena malam ini, mereka jauh lebih dekat dari biasanya.

Apa yang Ayu rasakan tak jauh berbeda dengan yang Revan rasakan. Apalagi saat ini, ia masih menggenggam tangan Ayu. Gadis itu sudah kembali tertidur dengan nafas yang lebih teratur. Namun Revan tetap di sana, ia tidak ingin pergi sebab ingin lebih lama lagi menatap wajah polos yang kini sedang terlelap.

Di wajah polos itu ada kedamaian. Kedamaian yang tak pernah ia rasakan sebelumnya dari siapapun, selain Ibunya yang kini sudah tiada. Dan malam itu, di tengah suara hujan yang menenangkan Revan tahu, ia mulai luluh di hadapan seorang gadis polos bernama Ayu.

Ayu, si gadis sederhana yang saat ini tertidur pulas di hadapannya, dengan tangan yang masih ada di dalam genggamannya.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Related chapters

  • Pelayan Hati Tuan Muda   Bab 7 – Bayangan Ibu dalam Sosok Ayu

    Sebenarnya sudah sejak tadi pekerjaannya selesai. Namun, Revan masih enggan untuk pulang, karena ia sedang malas menatap wajah istrinya. Saat ini jam sudah menunjukkan pukul 08.00 malam dan ia baru berniat pulang setelah lewat 30 menit kemudian. Langkahnya selalu tegap. Ia keluar dari ruang kerja menuju ke mobil, dimana Pak Reno supir pribadinya sudah menunggu sejak tadi. Melihat wajah Tuannya yang selalu datar, Pak Reno tidak berani banyak bicara. Pria paruh baya itu hanya diam dan fokus melajukan mobil. Untungnya sesampainya di rumah. Istrinya, Nadine tidak ada disana. Entah kemana perginya wanita itu, Revan tidak juga tak tahu dan ia pun malas untuk mencari tahu. Revan masuk ke rumah megah yang selalu kosong. Ia mencari Ayu, wanita yang diharapkan akan muncul sambil membawa secangkir teh hangat untuknya. Tapi nyatanya wanita itu sama sekali tidak muncul, karena kemarin ia panas tinggi dan kemungkinan sekarang ia sedang beristirahat. Revan langsung menuju ke kamar dengan tujuan

    Last Updated : 2025-04-09
  • Pelayan Hati Tuan Muda   Bab 8 – Kecurigaan Nadine

    Beberapa hari setelah Ayu benar-benar pulih dari sakit, suasana rumah kembali tenang di permukaan. Tapi itu hanyalah ketenangan semu. Karena Nadine yang baru saja kembali dari kegiatannya, ia mulai menyadari perubahan kecil yang tak biasa pada suaminya. Revan, yang biasanya dingin dan jarang bicara, kini sering pulang lebih awal. Wajahnya tak lagi sekaku biasanya. Bahkan saat bersama Nadine, ia terlihat lebih sabar, tapi juga lebih jauh secara emosional seperti sedang menahan sesuatu. Nadine mulai curiga. Matanya tajam memperhatikan. Ia melihat cara Revan melirik ke arah dapur saat mereka sedang sarapan dan cara ia diam lama di taman belakang, tempat Ayu biasa menyiram bunga. Sekilas, Nadine juga melihat Revan menyapa Ayu dengan lembut di suatu sore dan itu cukup untuk menyalakan bara dalam dadanya. Bukan, bukan api cemburu yang ia rasakan tapi rasa takut. Ia takut kehilangan semua yang sudah ada di dalam genggamannya dan ia juga takut kehilangan kedudukannya sebagai menantu ke

    Last Updated : 2025-04-10
  • Pelayan Hati Tuan Muda   Bab 9 – Ketulusan yang Tak Tersuara

    Langit mendung sore itu menggantung di atas rumah megah keluarga Ardiansyah. Revan baru saja memarkir mobilnya di garasi ketika dering ponsel tak berhenti menggema dari dalam saku jasnya. Beberapa panggilan dari mitra bisnis dan satu pesan dari Nadine yang sekedar menanyakan keberadaan transferannya. Sejak awal menikah sampai detik ini, tidak pernah sekalipun wanita itu memberikan perhatian padanya. Bahkan hanya sekedar pertanyaan kecil apakah ia sudah makan atau belum, wanita itu juga tidak pernah mempertanyakannya. Entahlah, terkadang Revan tak habis pikir. Bagaimana mungkin Ayahnya bisa menjodohkan dirinya dengan wanita seperti Nadine. Dari segi kecantikan dan kemolekan tubuh, Nadine memang patut diacungi jempol. Tapi untuk apa semua itu jika sama sekali tidak ada kehangatan di sana. "Ciiih! Dasar wanita matre. Pikirannya hanya uang, uang dan uang saja." Revan berdecih. "Dia bisanya hanya menuntut hak secara berlebihan. Tapi untuk kewajiban, dia tutup mata dan telinga seolah-ol

    Last Updated : 2025-04-28
  • Pelayan Hati Tuan Muda   Bab 1 - Rumah yang Sunyi

    Jam sudah menunjukkan pukul 09.00 malam. Sebuah mobil sedan hitam berhenti, tepat di depan sebuah rumah bergaya klasik Eropa. Rumah itu terlihat mewah, tapi tidak dengan suasananya yang sunyi bahkan terlampau sunyi seperti tak berpenghuni.Revan Ardiansyah keluar dengan langkah tegap, sorot mata tajam sambil membawa tas kerja. Setelan jas hitam yang melekat di tubuh kekarnya masih tetap rapi. Wajah tampan bak dewa Yunani itu masih menatap datar, dingin seolah-olah tidak terjadi apapun di dalam hidupnya. Padahal tatapan datar dan dingin itu hanyalah sebuah kamuflase untuk menutupi hatinya yang kosong dan sepi.Sebenarnya hari ini ia sangat lelah. Banyak sekali rapat, tekanan, dan keputusan penting yang menguras banyak waktu serta tenaga. Tapi semua itu sepertinya tak cukup untuk menghilangkan ekspresi datar yang sudah melekat kuat pada dirinya.Meski ekspresinya selalu dingin. Tapi di dalam lubuk hatinya yang terdalam, ada sebuah harapan yang tumbuh. Bahwa malam ini, rumahnya tak lagi

    Last Updated : 2025-04-08
  • Pelayan Hati Tuan Muda   Bab 2 – Pembantu baru

    Pagi datang perlahan, membasuh sisa hujan malam tadi dengan sinar matahari yang berwarna pucat. Udara masih lembap, namun terasa segar. Di gerbang rumah besar keluarga Ardiansyah, sebuah angkutan umum berhenti. Seorang gadis cantik dengan pakaian sederhana turun dengan langkah hati-hati. Ia mengenakan seragam warna abu-abu tua, rambutnya dikuncir rapi, dan di tangannya tergenggam koper kecil yang tampak usang namun masih terlihat bersih. Tidak lama pintu pagar yang menjulang tinggal terbuka. Keluarlah seorang pria paruh baya menghampirinya dengan seragam security. "Pembantu baru?" Tanyanya, dengan kedua mata yang menatapnya dari atas kepala sampai ujung kaki. Namanya Ayu. Gadis itu mengangguk pelan, takut, sekaligus risih diperhatikan seperti itu. "Masuk!" Perintahnya kemudian. Ayu menggeret kopernya, menatap bangunan megah di depannya dengan mata yang berbinar. Pilar-pilar besar, kaca jendela tinggi, dan taman depan yang luas membuatnya terpaku sesaat. Karena sebelumnya, ia

    Last Updated : 2025-04-08
  • Pelayan Hati Tuan Muda   Bab 3 – Retak di Balik Dinding

    Pagi itu langit terlihat cerah, dan rumah keluarga Ardiansyah masih tetap terasa lebih sunyi dari biasanya. Ayu memulai harinya lebih awal, membersihkan lantai atas sesuai instruksi Bu Marni. Langkahnya ringan nyaris tanpa suara, karena ia sudah terbiasa menjaga ketenangan. Sebab Ayu tahu betul, bahwa di rumah sebesar ini suara sekecil apapun bisa memantul ke mana-mana. Sambil membawa ember dan lap pel, Ayu mendekati ruang tengah di lantai dua, tepat di depan kamar utama. Tadinya ia berniat membersihkan kaca jendela besar yang ada di ujung lorong. Tapi langkahnya terhenti, saat mendengar suara-suara dari balik pintu kamar yang tidak tertutup dengan sempurna. Awalnya hanya terdengar seperti gumaman cepat. Tapi lama-kelamaan suara Nadine terdengar lebih jelas dan meninggi. "Sampai kapan kamu terus mengatur hidupku, Revan? Aku bukan bonekamu!" Ayu tertegun. Suara Nadine terdengar sangat tinggi dan penuh dengan kemarahan. Apa yang ia dengar barusan, tidak seperti wanita anggun yan

    Last Updated : 2025-04-08
  • Pelayan Hati Tuan Muda   Bab 4 – Tatapan yang Tak Biasa

    Sejak tadi, Ayu merasa ada sesuatu yang berbeda di udara. Bukan angin atau cuaca, tapi suasana hati yang aneh. Ia membersihkan ruang keluarga, menyapu dan mengepel lantai marmer yang luas hingga mengkilap seperti cermin. Di atas meja panjang, ia menata vas berisi bunga segar yang datang dari toko langganan Nadine. Dengan senyum yang merekah manis. Ayu menatanya dengan lembut, tapi jemarinya terasa seperti canggung. Karena Ayu merasa ada tatapan yang menempel di punggungnya dan tidak ia tak perlu menoleh untuk tahu siapa pemiliknya. Revan Ardiansyah. Sudah beberapa kali pria itu melintasi ruang keluarga, padahal biasanya ia hanya muncul saat hendak keluar rumah atau kembali ke ruang kerja. Tapi kali ini, ia duduk di salah satu sofa, membawa laptop dan gelas yang berisi teh hangat buatannya. Pandangan Pria itu tidak hanya terfokus pada layar datar yang ada di hadapannya saja, tetapi juga sesekali mencuri pandang ke arahnya. Ayu menunduk dalam-dalam, menyembunyikan rona gugup yang

    Last Updated : 2025-04-08
  • Pelayan Hati Tuan Muda   Bab 5 – Bara dalam Diam

    Langit mulai mendung. Awan gelap bergelantungan di luar jendela besar ruang makan keluarga Ardiansyah. Ayu sedang sibuk membersihkan meja makan panjang yang terbuat dari marmer putih yang mengkilap. Tangannya gesit, tapi wajahnya tampak lelah. Sejak pagi ia sudah bolak-balik dari dapur ke taman belakang, membantu Bu Marni membereskan sisa sarapan Tuan Muda dan memindahkan pot-pot bunga sesuai instruksi Nadine pagi tadi. Baru saja ia hendak mengelap bagian ujung meja, suara hak tinggi menggema di tangga marmer. Nadine turun dengan langkah cepat, anggun namun terlihat tegang. Rambutnya ditata rapi dalam sanggul modern, bibirnya di poles lipstik warna merah menyala dan tampaknya ia seperti hendak pergi ke sebuah acara besar. Nadine berjalan dengan ponsel menempel di telinga. Suaranya terdengar tajam, seperti sedang memarahi lawan bicaranya diseberang sana "Aku bilang jangan hari ini, Lisa! Aku sudah ada janji makan siang! Suruh mereka tunggu atau ganti lain waktu. Aku nggak suka jadw

    Last Updated : 2025-04-08

Latest chapter

  • Pelayan Hati Tuan Muda   Bab 9 – Ketulusan yang Tak Tersuara

    Langit mendung sore itu menggantung di atas rumah megah keluarga Ardiansyah. Revan baru saja memarkir mobilnya di garasi ketika dering ponsel tak berhenti menggema dari dalam saku jasnya. Beberapa panggilan dari mitra bisnis dan satu pesan dari Nadine yang sekedar menanyakan keberadaan transferannya. Sejak awal menikah sampai detik ini, tidak pernah sekalipun wanita itu memberikan perhatian padanya. Bahkan hanya sekedar pertanyaan kecil apakah ia sudah makan atau belum, wanita itu juga tidak pernah mempertanyakannya. Entahlah, terkadang Revan tak habis pikir. Bagaimana mungkin Ayahnya bisa menjodohkan dirinya dengan wanita seperti Nadine. Dari segi kecantikan dan kemolekan tubuh, Nadine memang patut diacungi jempol. Tapi untuk apa semua itu jika sama sekali tidak ada kehangatan di sana. "Ciiih! Dasar wanita matre. Pikirannya hanya uang, uang dan uang saja." Revan berdecih. "Dia bisanya hanya menuntut hak secara berlebihan. Tapi untuk kewajiban, dia tutup mata dan telinga seolah-ol

  • Pelayan Hati Tuan Muda   Bab 8 – Kecurigaan Nadine

    Beberapa hari setelah Ayu benar-benar pulih dari sakit, suasana rumah kembali tenang di permukaan. Tapi itu hanyalah ketenangan semu. Karena Nadine yang baru saja kembali dari kegiatannya, ia mulai menyadari perubahan kecil yang tak biasa pada suaminya. Revan, yang biasanya dingin dan jarang bicara, kini sering pulang lebih awal. Wajahnya tak lagi sekaku biasanya. Bahkan saat bersama Nadine, ia terlihat lebih sabar, tapi juga lebih jauh secara emosional seperti sedang menahan sesuatu. Nadine mulai curiga. Matanya tajam memperhatikan. Ia melihat cara Revan melirik ke arah dapur saat mereka sedang sarapan dan cara ia diam lama di taman belakang, tempat Ayu biasa menyiram bunga. Sekilas, Nadine juga melihat Revan menyapa Ayu dengan lembut di suatu sore dan itu cukup untuk menyalakan bara dalam dadanya. Bukan, bukan api cemburu yang ia rasakan tapi rasa takut. Ia takut kehilangan semua yang sudah ada di dalam genggamannya dan ia juga takut kehilangan kedudukannya sebagai menantu ke

  • Pelayan Hati Tuan Muda   Bab 7 – Bayangan Ibu dalam Sosok Ayu

    Sebenarnya sudah sejak tadi pekerjaannya selesai. Namun, Revan masih enggan untuk pulang, karena ia sedang malas menatap wajah istrinya. Saat ini jam sudah menunjukkan pukul 08.00 malam dan ia baru berniat pulang setelah lewat 30 menit kemudian. Langkahnya selalu tegap. Ia keluar dari ruang kerja menuju ke mobil, dimana Pak Reno supir pribadinya sudah menunggu sejak tadi. Melihat wajah Tuannya yang selalu datar, Pak Reno tidak berani banyak bicara. Pria paruh baya itu hanya diam dan fokus melajukan mobil. Untungnya sesampainya di rumah. Istrinya, Nadine tidak ada disana. Entah kemana perginya wanita itu, Revan tidak juga tak tahu dan ia pun malas untuk mencari tahu. Revan masuk ke rumah megah yang selalu kosong. Ia mencari Ayu, wanita yang diharapkan akan muncul sambil membawa secangkir teh hangat untuknya. Tapi nyatanya wanita itu sama sekali tidak muncul, karena kemarin ia panas tinggi dan kemungkinan sekarang ia sedang beristirahat. Revan langsung menuju ke kamar dengan tujuan

  • Pelayan Hati Tuan Muda   Bab 6 – Merawat dalam diam

    Hujan terus turun sejak siang dan tak kunjung reda hingga malam menjelang. Langit diselimuti mendung gelap, membuat suasana rumah besar keluarga Ardiansyah kian muram dan dingin. Nadine sedang menginap di hotel untuk menghadiri pesta sosialita, meninggalkan rumah tanpa kehangatan seperti biasa. Revan masih betah di ruang kerjanya, mencoba fokus pada laporan bisnis. “Permisi Tuan,” Ayu masuk ke dalam, membawa secangkir teh hangat untuk sang Tuan muda. Revan tersenyum, padahal ia tidak meminta. Tapi Ayu berinisiatif sendiri untuk membawakannya. “Kamu selalu tahu apa yang aku butuhkan Ayu,” Ayu tersenyum simpul. Meletakkan cangkir berisi teh hangat itu ke atas meja. "Aku hanya menjalankan pekerjaanku, Tuan," Revan menatap wajah itu. Wajah polos yang selalu menyambutnya ketika pulang dan yang selalu memberikan secangkir teh hangat di waktu yang ia butuhkan. “Ayu, kamu sedang sakit?” Revan memperhatikan wajahnya yang pucat. “Tidak Tuan. Aku hanya sedikit lelah,” Jawab Ayu dengan

  • Pelayan Hati Tuan Muda   Bab 5 – Bara dalam Diam

    Langit mulai mendung. Awan gelap bergelantungan di luar jendela besar ruang makan keluarga Ardiansyah. Ayu sedang sibuk membersihkan meja makan panjang yang terbuat dari marmer putih yang mengkilap. Tangannya gesit, tapi wajahnya tampak lelah. Sejak pagi ia sudah bolak-balik dari dapur ke taman belakang, membantu Bu Marni membereskan sisa sarapan Tuan Muda dan memindahkan pot-pot bunga sesuai instruksi Nadine pagi tadi. Baru saja ia hendak mengelap bagian ujung meja, suara hak tinggi menggema di tangga marmer. Nadine turun dengan langkah cepat, anggun namun terlihat tegang. Rambutnya ditata rapi dalam sanggul modern, bibirnya di poles lipstik warna merah menyala dan tampaknya ia seperti hendak pergi ke sebuah acara besar. Nadine berjalan dengan ponsel menempel di telinga. Suaranya terdengar tajam, seperti sedang memarahi lawan bicaranya diseberang sana "Aku bilang jangan hari ini, Lisa! Aku sudah ada janji makan siang! Suruh mereka tunggu atau ganti lain waktu. Aku nggak suka jadw

  • Pelayan Hati Tuan Muda   Bab 4 – Tatapan yang Tak Biasa

    Sejak tadi, Ayu merasa ada sesuatu yang berbeda di udara. Bukan angin atau cuaca, tapi suasana hati yang aneh. Ia membersihkan ruang keluarga, menyapu dan mengepel lantai marmer yang luas hingga mengkilap seperti cermin. Di atas meja panjang, ia menata vas berisi bunga segar yang datang dari toko langganan Nadine. Dengan senyum yang merekah manis. Ayu menatanya dengan lembut, tapi jemarinya terasa seperti canggung. Karena Ayu merasa ada tatapan yang menempel di punggungnya dan tidak ia tak perlu menoleh untuk tahu siapa pemiliknya. Revan Ardiansyah. Sudah beberapa kali pria itu melintasi ruang keluarga, padahal biasanya ia hanya muncul saat hendak keluar rumah atau kembali ke ruang kerja. Tapi kali ini, ia duduk di salah satu sofa, membawa laptop dan gelas yang berisi teh hangat buatannya. Pandangan Pria itu tidak hanya terfokus pada layar datar yang ada di hadapannya saja, tetapi juga sesekali mencuri pandang ke arahnya. Ayu menunduk dalam-dalam, menyembunyikan rona gugup yang

  • Pelayan Hati Tuan Muda   Bab 3 – Retak di Balik Dinding

    Pagi itu langit terlihat cerah, dan rumah keluarga Ardiansyah masih tetap terasa lebih sunyi dari biasanya. Ayu memulai harinya lebih awal, membersihkan lantai atas sesuai instruksi Bu Marni. Langkahnya ringan nyaris tanpa suara, karena ia sudah terbiasa menjaga ketenangan. Sebab Ayu tahu betul, bahwa di rumah sebesar ini suara sekecil apapun bisa memantul ke mana-mana. Sambil membawa ember dan lap pel, Ayu mendekati ruang tengah di lantai dua, tepat di depan kamar utama. Tadinya ia berniat membersihkan kaca jendela besar yang ada di ujung lorong. Tapi langkahnya terhenti, saat mendengar suara-suara dari balik pintu kamar yang tidak tertutup dengan sempurna. Awalnya hanya terdengar seperti gumaman cepat. Tapi lama-kelamaan suara Nadine terdengar lebih jelas dan meninggi. "Sampai kapan kamu terus mengatur hidupku, Revan? Aku bukan bonekamu!" Ayu tertegun. Suara Nadine terdengar sangat tinggi dan penuh dengan kemarahan. Apa yang ia dengar barusan, tidak seperti wanita anggun yan

  • Pelayan Hati Tuan Muda   Bab 2 – Pembantu baru

    Pagi datang perlahan, membasuh sisa hujan malam tadi dengan sinar matahari yang berwarna pucat. Udara masih lembap, namun terasa segar. Di gerbang rumah besar keluarga Ardiansyah, sebuah angkutan umum berhenti. Seorang gadis cantik dengan pakaian sederhana turun dengan langkah hati-hati. Ia mengenakan seragam warna abu-abu tua, rambutnya dikuncir rapi, dan di tangannya tergenggam koper kecil yang tampak usang namun masih terlihat bersih. Tidak lama pintu pagar yang menjulang tinggal terbuka. Keluarlah seorang pria paruh baya menghampirinya dengan seragam security. "Pembantu baru?" Tanyanya, dengan kedua mata yang menatapnya dari atas kepala sampai ujung kaki. Namanya Ayu. Gadis itu mengangguk pelan, takut, sekaligus risih diperhatikan seperti itu. "Masuk!" Perintahnya kemudian. Ayu menggeret kopernya, menatap bangunan megah di depannya dengan mata yang berbinar. Pilar-pilar besar, kaca jendela tinggi, dan taman depan yang luas membuatnya terpaku sesaat. Karena sebelumnya, ia

  • Pelayan Hati Tuan Muda   Bab 1 - Rumah yang Sunyi

    Jam sudah menunjukkan pukul 09.00 malam. Sebuah mobil sedan hitam berhenti, tepat di depan sebuah rumah bergaya klasik Eropa. Rumah itu terlihat mewah, tapi tidak dengan suasananya yang sunyi bahkan terlampau sunyi seperti tak berpenghuni.Revan Ardiansyah keluar dengan langkah tegap, sorot mata tajam sambil membawa tas kerja. Setelan jas hitam yang melekat di tubuh kekarnya masih tetap rapi. Wajah tampan bak dewa Yunani itu masih menatap datar, dingin seolah-olah tidak terjadi apapun di dalam hidupnya. Padahal tatapan datar dan dingin itu hanyalah sebuah kamuflase untuk menutupi hatinya yang kosong dan sepi.Sebenarnya hari ini ia sangat lelah. Banyak sekali rapat, tekanan, dan keputusan penting yang menguras banyak waktu serta tenaga. Tapi semua itu sepertinya tak cukup untuk menghilangkan ekspresi datar yang sudah melekat kuat pada dirinya.Meski ekspresinya selalu dingin. Tapi di dalam lubuk hatinya yang terdalam, ada sebuah harapan yang tumbuh. Bahwa malam ini, rumahnya tak lagi

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status