Vianca merasa tenggorokannya kering. Saat dirinya berjalan ke parkiran matanya lekat tertuju pada stand Milik Shake di sebrang sana. Banner menu berbagai variant rasa menggugah selera.
Sementara itu, Zeva melihat arah pandang istrinya. Dia pun berkata, "kamu mau? Aku ke toilet dulu sebentar. Nanti aku akan belikan minuman itu, mau rasa apa?"
"Kalau cuma beli ke sebrang aku sendiri bisa, kok. Kamu ke toilet aja, nanti nyusul ke tempat itu."
"Oke, hati-hati."
Vianca berjalan menuju zebra cross, kemudian menyebrang bersama penyeberang yang lain. Dia langsung menuju stand minum itu dan memilih menu yang dia suka. "Stroberi Milk Shake satu, Pak."
"Topingnya apa, Mbak?"
"Wipe cream sama taburan choco chips dan sedikit keju."
"Oke, tunggu sebentar, Mbak."
Vianca melakukan pembayaran di awal, kemudian mencari tempat duduk di sebuah bangku out door. Udara di tempat itu lumayan sejuk, karena walaupun di pusat kota. Akan tetapi su
Vianca tak menyangka perjalanannya yang sekadar mencari perlengkapan bayi, pada akhirnya lanjut ke pemukiman terpencil di daerah dataran tinggi. Sebenarnya, dia tak setuju saat Zeva memutuskan mampir ke rumah Alvin. Akan tetapi, dia ingin menjadi istri yang baik dengan menghormati setiap keputusan suaminya. Vianca duduk di kursi teras depan rumah orang tua Alvin. Zeva memberikan beraneka ragam cemilan untuknya yang dibeli saat melewati mini market. Sementara itu, Zeva membicarakan sesuatu hal dengan Alvin di dalam rumah. Vianca mengedarkan pandangan di rumah itu. Rumah yang kondisinya sudah rapuh dengan pondasi yang tak begitu kokoh. Dia menyimpulkan, bahwa Alvin benar-benar butuh uang sampai rela mencuri. Akan tetapi, Vianca memilih tetap waspada. "Silakan di minum teh nya, Mbak!" seorang wanita paruh baya menaruh secangkir teh hangat di atas meja. "Makasih, Bu. Ibu ini ibunya Alvin bukan?" "Iya, saya ibunya Alvin. Mbak lagi hamil
"Bro, menurut lo Vianca hamil oleh Zeva atau Zeva sengaja pesan jalang yang lagi hamil?" tanya Galih tak tahu malu pada Rio."Bisa saja Zeva sengaja pesan wanita yang lagi hamil buat bangkitkan sahwat."Zeva mengepalkan tangan, berusaha bersabar menunggu teman kampretnya itu pergi dengan sendirinya. Walaupun tawa mereka menggema di udara membuat otaknya mendidih.Sementara itu, Vianca menunduk lesu. Jenis penghinaan secara verbal dari pria, tak asing dia dapatkan di masa lalu, bahkan lebih dari pada ini."Ayolah Zeva, lo ngaku aja, kami bertanya hal seperti ini karena pernah menyewa dia juga. Siapa tahu kita bisa pakai jasa dia secara bergiliran. Rahasia terjamin.""Kurang ajar!" pekik Zeva.Mungkin amarah Zeva tak bisa dibendung lagi, hingga dalam hitungan detik Zeva sudah berada di hadapan ke dua orang itu dan memberikan pukulan bertubi secara bergantian pada temannya."Hey, Zeva! Lo kenapa? Kita gak menghina lo. Justru kita k
Vianca memejamkan mata, duduk di kursi teras ditemani dinginnya malam dan secangkir teh hangat yang berada di meja. Semenjak mendengar penghinaan dari dua teman Zeva hatinya tak bisa tenang. Timbul rasa ragu pada diri sendiri, apakah layak dirinya menjadi pendamping Zeva. Sama seperti saat pertama kali Zeva melamarnya, bahkan keraguannya lebih dari pada itu.Hanya anak di dalam perut yang membuatnya bertahan. Dirinya merasa tidak berharga meskipun Zeva sudah menenangkan batinnya."Gak diminum tehnya, Vi?"Vianca perlahan membuka mata, dan hal pertama kali dia lihat bukanlah langit malam seperti tadi. Melainkan wajah Zeva yang menatap teduh penuh iba."Keburu dingin tehnya, kurang nikmat." Sekali lagi, pria itu membujuk wanita yang ada di hadapannya untuk mau menikmati teh. "Apa kurang biskuit Rom*?"Vianca mulai tersenyum dengan sedikit candaan dari Zeva. Hati yang rapuh itu berusaha dia kuatkan lagi. Dia tidak ingin menyia-nyiakan waktu kebe
Zeva masuk ke ruang inap kelas VVIP di mana Savana berbaring di rawat. Zeva tertegun, dia melihat Savana di ranjang rumah sakit berbaring lemah dengan tangan yang diperban. Meskipun cinta untuk Savana sudah habis, tapi Savana adalah tanggung jawabnya."Vana, apa yang terjadi sama kamu? Kamu nyetir sendiri atau bagaimana?" ketus Zeva bertanya.Savana mendengkus ingin diperhatikan oleh Zeva, tapi Zeva selalu sinis padanya. "Ini semua gara-gara kamu, Zeva.""Aku bahkan gak ada di tempat kejadian, tapi kamu malah nyalahin aku. Coba kamu intropeksi diri, Vana.""Kamu yang harusnya introspeksi diri, sikap kamu kaya gini udah bikin aku frustasi. Aku lagi nyetir, tiba-tiba ada yang kirim chat. Aku buka karena takut penting, dan ternyata ada nomer yang gak dikenal kirim foto kamu sedang jalan sama wanita hamil."Zeva membisu, memalingkan wajah."Siapa itu?" tanya Savana."Gak usah tau.""Kamu gak pernah menyentuh aku di rumah, tapi bisa
Vianca terakhir kali bertemu Zeva pada saat tanda tangan surat pernyataan jadwal lahiran Caesar di sebuah Rumah Sakit swasta, itu pun hanya sebentar. Setelah itu, Zeva sibuk dengan Savana.Tibalah waktu Operasi yang dijadwalkan waktu itu. Vianca menghubungi Zeva tapi pria itu sulit dihubungi. Sepertinya suaminya itu sedang sibuk menjaga istri mudanya. Dengan terpaksa, Vianca menelepon Edrick karena hanya Edrick yang peduli padanya.Tak lama setelah ditelepon Edrick muncul. Dia membawa Vianca ke rumah sakit.Vianca pun menjalani persalinan di RS. Santosa tanpa didampingi suami. Dia sedih akan hal itu. Namun, dia harus berusaha menguatkan diri.Miris memang, istri sendiri sedang menjalani proses persalinan tapi suaminya malah sibuk dengan wanita lain. Malahan, yang mendampingi saat ini adalah Edrick. Edrick juga mengadzani bayi tersebut.Tak lama setelah itu, ibunya Vianca datang dan membantu Vianca menjaga bayi mereka. Dan mungkin, ibuny
Hari ke dua Vianca belajar duduk. Dia merasa perutnya ditarik sesuatu. Rasanya tak nyaman, apalagi kalau sudah ingin batuk dia merasa perutnya tidak baik-baik saja.Edrick, ibu, dan adiknya masih berada di situ berjaga gantian. Namun hingga detik ini Zeva belum bisa dihubungi.Pria itu tahu jadwal Vianca melahirkan adalah hari kemarin. Namun, entah setan apa yang merasuki pria itu hingga melupakan hari penting dalam hidup istrinya. Bahkan, harusnya adalah hari penting juga buatnya."Vianca kamu belum makan? Kamu perlu minum obat, jadi cepatlah makan.""Aku malas makan.""Jangan gitu, jika kamu cepat pulih pasti kamu bakal menjaga anakmu dengan maksimal.""Kamu benar Edrick, tapi aku benar-benar malas makan."Ibu ikut angkat bicara. "Vianca, jika kamu selalu stres bisa mempengaruhi produksi ASI mu nanti. Jangan selalu memikirkan masalahmu.""Tolong, jangan selalu paksa aku kuat untuk mengahadapi semua, aku hany
Zeva sedih akan reaksi Vianca yang menolaknya. Dia tahu seberapa fatal kesalahan dirinya. Dia mengakui sifatnya yang plin-plan dan tidak tegas."Aku ini suamimu, Vianca. Jangan berkata kasar seperti itu.""Suami? Terus, kemana saja kamu dari kemarin? Kamu janji bahwa akan menemaniku selama kehamilan trimester ketiga sampai melahirkan. Tapi kamu ingkari itu. Kamu menjanjikan kebahagiaan padaku, tapi menjanjikan pula kebahagiaan pada wanita lain.""Oke aku minta maaf.""Aku ingin istirahat dulu. Edrick! Aku mohon bantuanmu."Edrick memapah Vianca dengan tangan yang bergetar. Dia sebenarnya takut pada kakaknya. Bagaimana pun Zeva adalah suami Vianca."Vianca, Bang Zeva udah ada di sini. Mungkin aku akan pamit pulang, karena tugasku juga udah selesai. Dia ya g berhak menemani kamu.""Percayalah padaku, kakakmu itu hanya sebentar di sini. Dia akan kembali pada pelukan wanita itu. Wanita yang menjadi kebanggaan keluarga kalian. Sementara ak
Zeva berniat akan pulang dari Rumah Sakit, tapi saat keluar ruangan dia berpapasan dengan ibunya Vianca. Zeva salah tingkah, walau begitu dia tetap memberikan salam."Zeva, kamu mau ke mana?""Saya harus pergi lagi karena ada urusan, Bu.""Urusan? Padahal, kamu baru saja sampai, kemudian pergi lagi. Kenapa bisa seperti itu. Setahu ibu, jika istri sedang melahirkan kamu dapat hak cuti. Kamu bahkan bekerja di perusahaan ayahmu jadi seharusnya kamu bisa leluasa cuti. Bahkan mungkin memiliki waktu lebih."Zeva mendengkus. "Justru karena saya bekerja di perusahaan ayah sendiri sehingga tidak bisa bebas bersama Vianca.""Jadi, bagaimana dengan janjimu untuk membahagiakan Vianca. Harusnya, saat ini kamu bisa menjadi bahu tempat dia bersandar. Karena sesungguhnya, seorang perempuan yang baru melahirkan sangat butuh dukungan suami.""Saya tak lepas tanggung jawab, saya selalu transfer uang pada Vianca.""Kenapa kamu selalu mengukur kebahagiaan
Savana baru pulang dari luar negeri. Dia kembali ke rumah orang tuanya dengan hati bahagia. Bahagia saat melihat di internet orang-orang ramai-ramai menghujat Vianca. Pasti saat ini Vianca stres berat, suruh siapa merebut Zeva dari dirinya. Sungguh sangat beruntung, dia adalah seorang selebgram berwajah cantik yang disayangi para netizen. Selama penampilan good looking, jika berkeluh kesah di sosial media akan cepat mendapatkan simpati orang lain.High heels Savana berbunyi saat melangkahkan kaki menuju rumah. Dia saat ini menggunakan mini dress warna maroon sebagai lambang keberanian. Selain itu, kakinya sudah sembuh total membuat dia bebas bergerak. Mungkin, nanti malam dia harus mengadakan pesta, pesta atas penderitaan Vianca.Langkah Savana terhenti. Rupanya, di depan orang tuanya yang megah bernuansa art Deco itu ada seorang pria tinggi bertubuh atletis sedang berdiri menantinya.Mata tajam Zeva tersebut terus menatap ke arah wanita yang pernah singga
Sudah sekian lama Zeva tidak menginjakan kaki di rumah ibunya ini. Sejak memilih hidup bersama Vianca, sejak saat itu pula Zeva tidak pernah ke rumah orang tuanya. Namun, semuanya tidak berubah orang tua Zeva tidak pernah bisa sedikit saja mengerti dirinya.Semilir angin malam bertiup halus di depan wajah Zeva. Dia berjalan dari area parkir, menuju ke dalam rumah dengan langkah yang hampa. Dia mengingat video itu kembali, alasan istrinya memilih pergi jauh dari hidupnya."Bi, di mana mamah?" tanya Zeva pada asisten rumah tangga."Beliau sedang ada di kamar."Zeva tak berkata apa-apa lagi, dia menuju kamar ibunya yang berada di lantai dua dengan langkah yang terburu-buru. Sementara itu, dia juga tahu saat ini ayahnya sedang berada di luar kota.Zeva mengetuk pintu. "Mah, ini Zeva!"Lama Zeva menunggu, hingga akhirnya ibunya yang berada di dalam kamar menyahut panggilannya. "Zeva, masuk saja."Zeva membuka pintu, dia melihat sang ibu se
Keadaan rumah dikunci dari luar. Zeva membuka gerbang dengan kunci cadangan yang dia bawa. Rumahnya sepi, asisten rumah tangga sudah jelas sedang mudik. Namun, istrinya juga tidak ada di rumah. Zeva hanya berpikiran bahwa Vianca sedang pergi ke mini market membeli sesuatu.Namun, sang rumah menampakan kesunyian pula. Seolah dia pun merasakan sedih ditinggal sang nyonya rumah. Sementara itu, tuan rumah tak memiliki prasangka apapun karena merasa baik-baik saja dengan istrinya.Vianca baik, menerima semua kekurangan Zeva, tak mungkin Vianca pergi sembarangan. Kecuali wanita itu sudah berada di puncak kelelahan. Zeva membersihkan badan, mandi di bawah guyuran shower dan merasakan setiap rintik air yang menetes ke tubuhnya dalam kegalauan. Dia terbayang wajah Vianca.Vianca selalu ada di rumah ketika Zeva pulang. Zeva tak menuntut Vianca selalu menyambutnya. Namun, rasanya berbeda saat wanita itu sudah tak melakukan ritual sederhana. Yaitu, hanya sekadar senyum meny
Savana mendapat pesan 'WA dari ibunya. Dia merasa terharu ternyata ibu dan ibu mertuanya sangat sayang padanya. Hingga rela melabrak wanita yang sudah dia ketahui bernama Vianca itu.Awalnya, dia posting di sosial media untuk mencari perhatian orang lain. Setelah berhasil menjadi selebgram dengan kisah cinta yang rumit, rupanya dia mendapatkan kenyamanan. Hal itu dikarenakan, apapun yang dia posting selalu mendapat dukungan.Terbersit dalam hatinya untuk mengunggah video ini. Apalagi jika dia menambahkan soundtrack lagu yang menyayat hati. Pasti setiap orang yang melihat akan iba akan kisah cintanya.Savana tanpa ragu melakukan hal itu. Toh, apapun yang dia lakukan tidak akan membuat Zeva kembali padanya. Dia kini benar-benar menyerah, dan hanya ingin balas dendam pada Vianca. Jika dirinya tak bahagia, maka Vianca juga harus mendapatkan luka yang sama.Akhirnya, video itu berhasil terkirim ke publik dengan judul. "Penggerebegan pelakor mantan suamik
"Kamu wanita playing victim. Yang sebenarnya korban adalah anak saya, Savana." Ibunya Savana mulai berkata-kata lagi, tapi saat ini dengan intonasi yang pelan. Dia pun takut anaknya Vianca menangis lagi."Saya tahu, tapi Savana korban dari kelakuan Zeva. Saya tidak tahu menahu kisah Zeva dan Savana seperti apa. Yang saya tahu, Mas Zeva sudah putus dari Savana sebelum menikah dengan saya.""Berarti Zeva dan Savana putus gara-gara kamu, kamu biang kerok semua masalah.""Mas Zeva bilang, saat itu Savana dan Adam kakaknya Zeva ada hubungan, maka dari itu Zeva kesal.""Jangan so tahu kamu. Malah fitnah anak saya."Ibunya Vianca berkata kembali. "Kamu, wanita murahan! Jangan pernah sekali-kali mencoba memfitnah menantu kesayangan saya. Kamu mau melahirkan berapa belas anak pun dari Zeva, tetap saja kamu wanita murahan yang tidak akan mendapat tempat di kehidupan saya."Ibunya Zeva emosi saat melihat teman akrabnya sekaligus besannya sakit hati ole
Di rumah baru ini, Vianca melewati berbagai hal. Terutama menyaksikan tumbuh kembang anaknya yang sudah mau satu tahun. Anak nya sudah bisa jalan, sering menggapai benda-benda bahaya disekitar. Vianca kewalahan dan kecapean akan hal itu, tapi itu adalah hal yang menyenangkan dalam hidupnya. Saat melihat canda tawa Rafael, Vianca merasa hidupnya sempurna.Rafael pun tak pernah kekurangan kasih sayang ayahnya. Zeva saat pulang bekerja selalu mengajak anak itu bermain baik di rumah maupun di taman dekat rumah. Mengajak Rafael mandi bola dan yang lainnya.Vianca selalu sibuk di sore hari menyiapkan hidangan kesukaan Zeva. Namun memang, hasil masakan Vianca tidak mengecewakan. Zeva selalu lahap bahkan sampai nambah dua kali sangking bersemangatnya menyantap hidangan dari istrinya itu.Yang kurang dari hidup mereka adalah. Tidak adanya restu dari orang tua mereka. Terlebih Savana pergi ke luar negeri dengan alasan berobat, dia
Savana meletakan ujung pena untuk menandatangani surat gugatan cerai dari Zeva. Tangannya bergetar, air matanya berderai. Dia tak pernah mengira nasibnya akan menjadi janda di usianya yang sangat muda. Apa kata orang nanti?Apalagi, saat ini dirinya masih di atas kursi roda. Ingin mendapat perhatian malah dapat celaka yang berkali lipat.Keluarga Savana begitu terpandang dan disegani. Hal itu semakin membebani batin Savana. Dia kembali terisak mengingat bagaimana nanti reaksi ibunya yang mengetahui kejadian ini.Savana tak sanggup menandatangani kertas itu. Surat tersebut malah dibanjiri air mata dan Savana segera meletakan kembali surat itu ke nakas.Dia menelepon Adam, pria yang pernah menenangkan jiwanya walaupun statusnya adalah suami orang.Adam mengangkat telepon. Dan sepertinya mendengar rintihan Savana. "Hallo, Savana! Kamu menangis?"
Vianca melihat istri Melvin membawa kado yang besar. Tadinya dia tidak fokus pada kado yang keluarga itu bawa. Vianca menjadi lega, sepertinya kedatangan Melvin bukan untuk hal yang jahat, tapi untuk berkunjung layaknya saudara."Vianca, ini untuk anak kamu!""Makasih banyak, kak!"Siapa namanya anakmu itu.""Namanya Rafael Nichole. Panggilannya Rafael atau Rafa, tapi kadang aku panggil aja Dek Fael."Lucu banget panggilannya."Cindy masuk ruangan tamu sambil membawa Rafael. "Wah, ada Kak Melvin di sini. Ya, ampun, kak Melvin kemana aja, gak pernah mudik. Ibu sama aku hampir lupa punya kakak cowok.""Iya, maafin Kaka Cindy. Sini bawa dedeknya, kakak mau lihat wajahnya mirip Vianca atau Zeva.""Wajahnya mirip tantenya, dong hahaha." Cindy mendekat ke arah Melvin.Melvin menatap Rafael dengan lekat. "Ganteng banget, mirip gua ternyata.""Huhuuuuu ...." Cindy bersorak meledek Melvin."Saat lahiran berapa kilo?
Vianca sudah menunggu Cindy di depan pintu. Saat Cindy tiba dengan menggunakan mobil Edrick, Vianca sangat heran karena wajah adiknya itu murung sambil buru-buru masuk kamar tanpa ucap salam."Edrick, katanya kamu mau pulang sore, tapi malah pulang semalam ini.""Sorry, Vi. Aku keterusan mainnya.""Lain kali jangan gitu, lalu kenapa Cindy kelihatan kesal? Apa yang kamu perbuat padanya.""Aku tidak melakukan apa-apa. Mungkin dia lelah.""Oh, gitu.""Ya." Edrick tertunduk, takut ketahuan bohong. "Ya, sudah, aku pulang dulu, Vi.""Hati-hati di jalan.""Oke."Vianca berjalan menuju kamar Cindy. Dia melihat Cindy berbaring di kasur dengan selimut menutupi perut."Udah mau tidur? Udah cuci kaki dan cuci muka belum? Atau kamu mau mandi air hangat?""Aku lagi bete, mau tidur aja.""Jangan gitu, dong jorok, tahu.""Bodo amat, lagi bete.""Emang kesal sama siapa, sama Edrick!""Ya sama sia