Lagi, Aleena kembali duduk bersimpuh di depan ruang ICU. Ruangan yang sama, yang dulu di gunakan untuk merawat Arfa saat pria itu terbaring koma.Tapi kali ini, Arfa koma bukan karena berusaha mengingat ingatannya yang hilang, tapi karena cedera berat di kepalanya oleh pukulan benda tumpul."Nona, bangunlah. Sudah sejak tadi anda duduk bersimpuh di depan pintu ini." Nora berusaha membujuk atasannya, yang sejak tadi duduk bersimpuh tanpa bergerak sama sekali.Raya tidak bergeming, hanya menoleh sekilas ke arah Nora, lalu kembali fokus menatap ke arah daun pintu di depannya."Tidak ada yang akan berubah dengan anda duduk berlama-lama di sini. Lebih baik kita cepat bergerak mencari siapa pelakunya dan meneruskan semua rencana kita," lanjut Nora yang terdengar tidak sabar.Aleena masih terdiam. Namun jauh di lubuk hatinya wanita itu membenarkan apa yang di katakan oleh Nora, asistennya.Wanita itu lalu bangkit, kemudian duduk di kursi tunggu pasien yang ada di depan ruangan tersebut."Min
Sebuah villa megah dengan gaya arsitektur klasik berdiri dengan kokoh di atas sebuah bukit. Pemandangan hutan yang masih alami terlihat tidak jauh dari villa tersebut.Villa tersebut di kelilingi pagar tembok setinggi tiga meter dengan kawat listrik di bagian atasnya. Terdapat dua gerbang masuk untuk sampai ke dalam halaman villa. Gerbang utama terletak di bagian paling depan yakni sebagai pintu masuk pertama. Sedang gerbang kedua terletak sedikit ke dalam berjarak sekitar 200 meter dari gerbang utama.Dan untuk sistem keamanan, jangan di tanya lagi bagaimana ketatnya. Seorang Melviano, mantan mafia yang tidak pernah di ketahui identitasnya oleh lawan, yang kini telah beralih profesi sebagai CEO B Company, tentu tidak akan sembarangan membentuk tim keamanan di sekitar tempat tinggalnya.Kicauan burung di pagi hari terdengar begitu merdu, menyambut hangatnya matahari pagi diiringi suara gemericik air sungai yang berada di belakang villa. Berbagai macam tanaman hias tumbuh dengan subu
"Kau tau, Nora--dulu, saat aku menangis karena mas Abyan, Mas Arfa lah yang datang menghentikan tangisku. Dan sekarang di saat aku menangis karena mas Arfa, aku justru berharap Mas Abyn yang datang menenangkan aku," ujar Aleena dengan tatapan menerawang.Seseorang yang duduk di samping Aleena hanya tersenyum sambil mendengarkan setiap perkataan wanita itu dengan seksama."Kau pasti menyangka jika aku adalah wanita yang sangat beruntung bukan? Memiliki dua pria yang sama-sama sangat mencintai dan menyayangiku," lanjut Aleena sambil tertawa terpaksa."Aku sangat beruntung jika bisa memiliki wanita sepertimu, Berlian."Tangan yang sudah bersiap memutar penutup botol air mineral berhenti seketika. Alis Aleena bertaut. Jantungnya berdetak tidak normal tatkala mendengar sebuah suara yang begitu di kenalnya. Bersamaan dengan itu ia mencium wangi tubuh seseorang yang begitu ia sukai. Aleena lantas memutar lehernya ke samping, bola mata indah itu langsung membulat sempurna tatkala melihat sos
"Kau sudah mendapatkannya, Hangga?" tanya Melvin begitu Hangga datang menghampirinya.Hangga mengagguk. Ia dan Bima tidak akan berani menghadap sang tuan jika belum mendapatkan hasil. Dan sebelum mendapatkan apa yang mereka cari, mereka tidak akan pernah berhenti."Sudah, Tuan. Ini laporan yang di berikan oleh Bima." Hangga menyodorkan sebuah map coklat ke atas meja Melvin."Namanya Edwar, usia 35 tahun. Dia adalah pemilik salah satu tempat hiburan malam yang cukup besar dan terkenal di kota ini. Dia juga salah satu bandar narkoba yang tidak pernah tersentuh. Pasangan kumpul kebonya adalah Laura dan saat ini wanita itu tengah hamil anaknya," terang Hangga kemudian."Edwar? Mengapa aku seperti tidak asing mendengar namanya?" gumam Melvin. Pria itu lalu mengusap-ngusap rahang kokohnya, mencoba mengingat sesuatu."Antoni yang memasok barang padanya, Tuan," ujar Hangga."Ah ... pantas saja! Aku seperti pernah mendengar Antoni menyebut namanya," sahut Melvin."Lalu apa alasan pria itu ingi
Alena terbangun saat merasakan tenggorokannya kering karena haus. Wanita itu perlahan bangkit dari tidurnya. Pandangannya langsung tertuju ke arah sofa bed yang sudah kosong, lalu ekor matanya melirik ke arah jam dinding yang menunjukkan angka satu dini hari."Ke mana Mas Byan? Mengapa tengah malam begini dia menghilang dari tempat tidurnya?" gumam Berlian dengan perasaan heran.Sementara dua pengawal yang menemaninya, masih nampak tertidur lelap di tempatnya.Wanita itu perlahan turun dari atas tempat tidur, lalu menuju ke arah meja untuk mengambil air minum.Setelah rasa hausnya hilang, Berlian bermaksud Kembali ke tempat tidurnya. Namun, langkahnya terhenti saat pikirannya tertuju kepada Melvin, dia begitu penasaran kemana pria itu pergi di tengah malam begini."Nona, anda mau ke mana?" Berlian tersentak kaget. Entah sejak kapan, tiba-tiba saja salah seorang pengawal sudah berdiri di belakangnya."Kau membuatku terkejut saja," ujar Berlian sambil mengusap dadanya."Maaf, Nona. Tapi
Kedua insan berbeda jenis itu tengah asyik masyuk, mereguk nikmatnya surga dunia di atas tempat tidur, dengan bermandikan peluh.Di saat puncak kenikmatan hampir mereka raih, saat itu juga pintu kamar di dobrak paksa dari luar membuat mereka terpaksa melepaskan penyatuan itu.Brak!"Aarrggh!" Sang wanita yang tidak lain adalah Laura, langsung menjerit histeris karena terkejut.Pintu kamar Edwar terbuka lebar, memperlihatkan beberapa pria memakai stelan jas hitam yang merangsek masuk ke dalam kamar.Wanita itu buru-buru menarik selimut untuk menutupi tubuh polosnya, dengan wajah ketakutan."Shit!" umpat Edwar, lalu dengan cepat memakai celananya."Siapa kalian! Berani-beraninya menerobos masuk ke kamarku!" bentak Edwar, serayak berdiri di sisi tempat tidur. Tangan pria itu perlahan bergerak ke belakang, meraih senjata api miliknya di dalam laci nakas.Dziing!"Aarrggh!" Pria itu berteriak kesakitan saat sebuah peluru lebih dulu bersarang di salah satu kakinya, sebelum ia sempat menodon
Berlian bernafas lega, tatkala membuka kedua matanya dan melihat Mekvin masih tertidur pulas di sofa.Wanita itu menggeliat kecil, lalu memijit lehernya yang terasa sedikit sakit. Berlian berfikir jika ia tidur dengan posisi yang salah, hingga menyebabkan lehernya terasa sakit."Apa lehermu terasa sakit?"Berlian berjengit kaget, tatkala Melvin tiba-tiba sudah berada di depannya. Padahal baru saja wanita itu melihat pria tersebut masih tertidur pulas di atas sofa."Bikin kaget saja!" protes Berlian, seraya memegangi dadanya."Mungkin aku salah posisi saat tidur hingga leherku terasa sedikit sakit," ujarnya kemudian."Aku akan menyuruh Hangga memanggil Dokter untuk memeriksamu," ucap Melvin dengan rasa bersalah di hatinya."Tidak perlu! Rasa sakitnya akan hilang dengan sendirinya nanti," sahut Berlian menolak, lalu menghentikan pijatannya di leher."Kalau begitu ... biar aku yang memijatnya, bagaimana?" tanya Melvin sembari memainkan alisnya naik turun.Sebuah bantal melayang dan menda
"Kau sudah mendapatkan orangnya?" tanya Melvin tanpa mengalihkan pandangan matanya dari beberapa berkas di tangannya."Sudah, Tuan. Wanita itu sedang menuju kemari," jawab Hangga."Aku harap kau tidak salah memilih orang kali ini.""Tuan tidak perlu kuatir, saya sudah memastikannya," jawab Hangga.Tidak ada alasan bagi Melvin untuk meragukan kinerja Hangga dalam masalah kecil seperti ini. Sama seperti Alex, Hangga tidak pernah melakukan kesalahan dalam mengerjakan tugasnya.Kedua orang itu selalu membuat Melvin tersenyum puas dengan hasil pekerjaan mereka."Jadi ini alasan utama nenek tua itu ingin menguasai harta keluarga Pratama. Bersabar selama bertahun-tahun demi ambisi gilanya, berpura-pura bersikap baik pada pria itu, lalu kemudian akan menghabisinya setelah anak kandungnya terbangun dari koma." Melvin melemparkan berkas laporan yang di berikan oleh Bima ke atas meja."Benar sekali, Tuan. Nenek tua itu sudah merencanakan semua ini sejak pertama kali ia menginjakkan kaki di dalam
Tubuh Tuan Melviano langsung digotong ke atas brankas, dan di bawa keluar menuju unit gawat darurat.Pria itu jatuh pingsan sesaat setelah anak keduanya lahir. Dia pingsan bersamaan dengan istrinya. Sangat kompak, bukan?"Apa aku perlu menelpon dokter Anda, Tuan?" tanya Hangga setelah Tuan Melvin sadarkan diri.Melihat tuannya jatuh pingsan dengan wajah pucat, membuat Hangga langsung diliputi kecemasan."Tdak perlu, ini tidak ada hubungannya dengan penyakitku. Aku pingsan karena aku tidak kuat melihat penderitaan yang sedang dirasakan oleh istriku. Ia sampai bertaruh nyawa, demi melahirkan anak-anakku," sahut Tuan Melvin terdengar lemah.Pria itu perlahan bangkit, dan berniat turun dari atas tempat tidur. Ia sudah tidak sabar untuk melihat istrinya dan kedua bayi kembarnya."Tunggulah sebentar lagi, Tuan. Kau masih terlihat lemah, jika Nyonya melihatmu seperti ini, dia pasti akan berfikir yang tidak-tidak," ujar Hangga, mencoba mencegah niat tuannya yang akan pergi menemui istrinya.T
Tuan Melvin mengecup bahu istrinya yang terekspos. Mereka baru saja selesai mandi bersama dan saat ini sedang berdiri di depan sebuah cermin besar, yang memantulkan seluruh bagian tubuh mereka.Tuan Melvin berdiri di belakang Berlian, sambil memeluk tubuh wanita itu dari belakang. Tangannya sejak tadi tidak mau berhenti, mengusap dan membelai setiap bagian tubuh Berlian yang menonjol."Sebentar lagi kita akan menjadi orang tua, sayang. Aku sudah tidak sabar lagi menanti anak kita lahir ke dunia ini," ucap Tuan Melvin kembali mengecup bahu istrinya dengan lembut."Hanya tinggal menghitung hari, Tuan Melvin, semoga prediksi Dokter Rahayu tidak meleset," sahut Berlian, sambil membelai rahang kokoh suaminya.Usia kandungan Berlian sudah 9 bulan, dan prediksi Dokter Rahayu masa bersalinnya jatuh di bulan depan, yang hanya tinggal sepuluh hari lagi."Kau sungguh terlihat sangat seksi, sayang," ucap Tuan Melvin mengusap perut istrinya yang terlihat semakin membesar."Apa kau sedang menggodak
Sejak pertemuan itu, Arfa terus merenungi nasibnya. Ingin berpaling dari Alisya, namun nyatanya ia tak mampu.Nama wanita itu telah terpatri dalam hatinya, begitu juga cintanya.Semakin ia memaksa melupakan, bayang-bayang wajah Alisya semakin terlihat nyata hadir dalam mimpinya."Lama-lama aku bisa gila kalau terus begini. Apa yang harus aku lakukan, Alisya," gumam Arfa seraya membelai foto Berlian yang sedang tersenyum di layar ponselnya."Selama ini kau begitu sabar hidup dalam penderitaan bersamaku, tanpa pernah berkeluh kesah kepadaku. Tapi aku begitu bodoh, karena tidak bisa mempertahankanmu."Arfa mengusap air mata, yang tiba-tiba saja menetes dari pelupuk matanya. Menguatkan hati, pria itu akhirnya mengambil keputusan besar dalamnya.Keputusan yang tidak pernah terlintas sama sekali dalam hidupnya. Mengakhiri semuanya."Maafkan aku, sayang, aku terpaksa mengambil keputusan ini. Teruslah hidup bahagia, dan jangan pernah menyesal atas kepergianku."Arfa melangkah dengan gontai me
Berlian menggeliat kecil, dengan rasa malas wanita itu perlahan membuka kedua matanya. Dan begitu ia membuka mata, seraut wajah tampan telah menyambutnya dengan senyum menawan.Senyum di wajah Berlian pun langsung terbit, manakala manik matanya bertemu dengan bola mata biru yang sedang menatapnya dengan penuh cinta."Apa tidurmu sangat nyenyak, sayang?" Tuan Melvin bertanya sambil merapikan hijab istrinya yang sedikit berantakan.Pria itu lalu membantu sang istri untuk duduk, kemudian menyerahkan sebotol air mineral yang telah di bukanya.Seperti orang kehausan, Berlian segera meminum air mineral itu hingga hanya menyisakan sedikit saja, dan sisa air yang sedikit itulah yang akhirnya di habiskan oleh Tuan Melvin."Tidurku sangat nyenyak, Tuan Melvin. Sampai rasanya aku malas untuk bangun, apalagi saat kau hadir dalam mimpiku, itu membuatku ingin terus tertidur," jawab Berlian tersenyum. Wanita itu lalu mengulurkan tangannya ke atas membelai rahang kokoh milik suaminya."Bahkan dalam
Dari tempatnya berdiri, Arfa dapat melihat dengan jelas sosok wanita yang sedang duduk sambil bergelayut manja pada lelaki tampan nan gagah di sampingnya.Senyum bahagia terukir jelas di wajah wanita itu. Sesekali pria di sampingnya mendaratkan sebuah ciuman di puncak kepala wanita yang tersenyum bahagia.Rasa cemburu dan sakit hati telah menguasai hati Arfa. Ingin rasanya ia menghampiri wanita itu, dan mengungkapkan isi hatinya.Namun sayang, terlalu banyak pengawal yang berjaga di sekitar pasangan suami istri itu, bisa mati konyol kalau Arfa sampai nekat mendekat.Meskipun ia datang dengan menyamar sebagai karyawan hotel, tapi bukan berarti anak buah Hangga tidak bisa mengenalinya."Sebenarnya mereka sedang merayakan acara apa? Mengapa mereka justru mengundang anak-anak yatim piatu dan orang-orang yang kurang mampu?" batin Arfa heran."Mereka juga memberikan hadiah dan juga uang kepada para tamu," imbuhnya."Hei! Kau! Jangan hanya berdiri di sana! Bantu yang lain menyiapkan hidangan
Tuan Melvin menangis haru, bibirnya tanpa henti mengucap syukur.Pria itu masih terus mendekap tubuh istrinya yang duduk di atas pangkuannya, tidak ingin melepaskannya meskipun sebentar saja."Terima kasih, sayang ... terima kasih," lirih Tuan Melvin penuh haru."Kita akan menjadi orang tua, Mas," lirih Berlian dengan berurai air mata bahagia."Iya, sayang, sebentar lagi kita akan menjadi orang tua," sahut Tuan Melvin seraya mendaratkan sebuah ciuman lembut di kening istrinya.Saking tidak percayanya , Dokter Vina sampai berulang kali melakukan pemeriksaan untuk memastikan kehamilan Berlian, dan ia terlalu bahagia mengetahui kebenarannya, sampai jadi gugup saat hendak menyampaikan kabar gembira itu.Brak!Pintu kamar terbuka dengan kasar, membuat Tuan Melvin dan Berlian langsung menoleh bersamaan.Hangga dan Bima masuk dengan tergesa, di ikuti oleh semua pelayan di belakang mereka.Tuan Melvin buru-buru meraih selimut, lalu menutupi kepala istrinya yang tidak memakai hijab dengan seli
"Apa pertemuan ini sangat penting, Tuan Melvin? Bukankah kau bisa menyuruh Alex untuk menjadi wakilmu?"Tuan Melvin menghela nafas dalam-dalam, sudah ketiga kalinya sang istri menanyakan hal yang sama, pun di jawab olehnya dengan jawaban yang sama, tapi Berlian seperti menderita amnesia akut, wanita itu kembali mengulang pertanyaannya, lagi dan lagi."Jika hanya bertemu dengan rekan bisnis yang sama-sama sudah manula, mengapa harus berpakaian terlalu rapi seperti ini? Seperti mau ketemu mantan saja!" oceh Berlian menatap tidak suka penampilan suaminya mulai dari atas sampai ke bawah.Tuan Melvin meringis, nyaris seperti orang yang sedang menahan mules di perut. Pria itu berulang kali menggaruk kepalanya yang tidak gatal, tidak tau bagaimana cara mengekspresikan kebingungannya."Sayang ... pertemuan ini benar-benar sangat penting, dan Alex tidak bisa mewakilinya karna memang harus aku yang langsung turun tangan," ujar Tuan Melvin dengan sangat berhati-hati. Salah bicara sedikit saja, b
Sebelah tangan dan kakinya di pakaikan gips, sementara wajahnya sudah mirip seperti alien, biru biru dan banyak terdapat benjol seperti habis disengat ribuan lebah. Arfa mendelik ke arah Alex, namun sayang ekspresinya itu semakin menambah kelucuan di wajahnya menurut kacamata Alex, yang semakin membuat pria itu tertawa terbahak.Arfa mendengus kesal, melihat Alex sampai membungkuk bungkuk memegangi perutnya karna keasyikan tertawa."Kau sepertinya sangat bahagia sekali melihat keadaanku seperti ini," ujar Arfa dengan bersusah payah menggerakkan mulut, sambil menahan sakit di sekitar wajah dan bibirnya."Aku? Bahagia?" gumam Alex memasang wajah polos seperti tidak mengerti apa-apa."Cih!" Arfa berdecak kesal seraya memalingkan wajahnya."Aku bukannya bahagia, sejak melihatmu aku langsung membayangkan bagaimana Hangga mengamuk sampai membuatmu babak belur seperti ini, hingga membuatku tidak bisa berhenti tertawa," ujar Alex kembali tertawa."Teman tidak punya ahlak!" gerutu Arfa menaha
Sebuah helikopter mendarat di atas atap rumah sakit swasta terbesar yang ada di ibukota.Seorang pria tampan turun terlebih dahulu dari helikopter. Pria itu kemudian merentangkan kedua tangannya, menyambut sang istri yang sudah bersiap untuk turun. "Uuhg! Ternyata Berlian-ku semakin bertambah berat badannya," kata Tuan Melvin sembari menggendong sang istri turun dari helikopter."Kau terus saja menyusu setiap malam, bagaimana nafsu makanku tidak bertambah banyak dan berat badanku tidak ikut naik, hem," sahut Berlian dengan berbisik, membuat Tuan Melvin langsung tertawa mendengarnya.Sebelum menurunkan tubuh sang istri, Tuan Melvin lebih dulu meremas bokong Berlian dengan begitu gemas hingga membuat wanita itu terpekik tertahan.Beberapa pengawal yang mendengar pekikan Berlian, seketika langsung menoleh. Namun, mereka buru-buru berpaling saat menyadari apa yang sedang terjadi di antara Tuan dan Nyonya mereka."Kondisikan tanganmu, Tuan Melvin!" ujar Berlian dengan bibir mengerucut, la