Share

Bab 6

Author: Emylia Arkana Putra
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56

Pelakor Itu Tanteku

Sesampainya di kamar, aku langsung menurunkan Fadil dari gendongan dan mendudukkan dia atas kasur bersama papanya.

Aku sendiri duduk di kursi meja rias untuk menyisir rambut dan merapikan kunciran.

Deg ... tiba-tiba teringat kejadian tadi saat Mas Pram dan Tante Lili di kamar berduaan. Mereka beralasan ada kecoa di kamar ini. Lalu pintu kamar di kunci dari dalam.

Sebenarnya apa yang mereka lakukan di kamar ini? Aku merasa ada yang aneh dengan alasan kecoa di dalam kamar. Apalagi mereka terlihat begitu tegang tadi.

Bau parfum Mas Pram di baju Tante Lili? Ucapan Tante Lili saat di kamar bersamaku? Berarti semua itu ada hubungannya dengan cinta terlarang antara Mas Pram dan Tante Lili?

Sebenarnya aku sudah tidak mampu menahan air mata, tapi tidak mungkin aku menangis di depan Mas Pram. Aku tidak ingin dia curiga dengan apa yang telah aku ketahui tentang hubungannya dengan tanteku sendiri.

Aku masuk ke kamar mandi yang ada di dalam kamar. Ku tumpahkan air mata tanpa suara tangisan.

Mas Pram ... kenapa kamu melakukan semua ini padaku? Laki-laki yang sangat berarti dalam hidupku. Laki-laki yang selalu membuatku jatuh cinta setiap saat. Laki-laki yang selalu membuat hatiku berbunga-bunga dengan sikap romantisnya. Kini telah melukai hatiku dengan cinta terlarangnya.

'Aku jatuh cinta dengan kesederhanaanmu' ucapan yang tidak pernah aku lupakan saat Mas Pram pertama kali mengutarakan perasaannya. Ternyata semua itu omong kosong.

Tok tok tok ....

"Sayang ...," terdengar suara lembut Mas Pram memanggilku.

Aku langsung mengusap air mata yang sudah membasahi wajah. Aku harus bisa menghilangkan sejenak pikiranku tentang hal ini. Ya. Aku harus kuat.

Aku segera membuka pintu kamar mandi

"Iya, Mas," jawabku sembari mengulas senyum indah untuk suami yang sudah mengkhianatiku.

Jangan bilang aku istri bodoh! Karena aku punya alasan melakukan semua ini.

Mas Pram menatapku dengan tatapan sedikit curiga. Mungkin dia melihat mataku yang sembab.

"Kamu kenapa, Sayang? Menangis?"

"Menangis? Memangnya kenapa Mas Pram tanya seperti itu?"

"Matamu terlihat seperti habis menangis, Sayang."

"Oh ... ini terkena sabun saat aku cuci muka barusan, Mas." Aku tidak peduli kalau alasanku terdengar aneh.

Aku menggandeng tangan Mas Pram untuk kembali duduk di kasur. Aku berusaha mengalihkan pikiran dengan mengajak Fadil bercanda.

Mas Pram masih tetap menatapku, seakan tidak percaya dengan alasanku barusan. Aku membalas tatapan dia dan mendekatinya.

"Sayang. Apa aku sudah menyakiti perasaanmu?" tanya Mas Pram seakan tidak sadar dengan perbuatannya.

Iya, Mas. Kamu sudah sangat menyakiti dan melukai perasaanku. Perasaan yang selalu bahagia memiliki suami sepertimu. Perasaan yang selalu tenang dan nyaman saat di sisimu. Dan kini, perasaan itu sudah hilang dengan kenyataan yang aku lihat dengan mata kepalaku sendiri.

"Bicara apa kamu ini, Mas. Sejak kapan seorang Mas Pram menyakiti perasaanku? Yang ada, kamu selalu memanjakanku dengan sikap lembutmu. Kamu laki-laki yang baik dan sangat bertanggung jawab," terangku dengan hati yang tercabik.

"Kamu perempuan yang sangat baik. Itu salah satu alasan kenapa aku memilihmu sebagai istriku, tapi kali ini, aku melihat sebuah kesedihan yang terpancar dari kedua matamu."

Ya. Aku baik. Aku memang perempuan baik. Dan saking baiknya, kamu tega menduakan aku dengan perempuan lain. Kebaikanku sebagai seorang perempuan menjadikan diriku mudah kamu bohongi, Mas.

Aku terlalu terlena dan percaya dengan semua yang kamu berikan padaku. Kata-kata lembut, sikap dan pesan romantismu, serta semua materi yang kamu beri lebih untukku. Semua itu membuatku telah salah menilai tentang dirimu.

"Makasih, Mas, atas pujianmu. Aku hanya ingin melakukan apa yang seharusnya seorang istri lakukan. Aku tidak sedih. Justru saat ini aku merasa bahagia. Dan aku harus selalu bahagia menjadi istrimu."

Mas Pram tidur dengan manja di pangkuanku. Kutatap wajah tampannya yang sudah kotor tersentuh wanita lain. Entah apa lagi yang telah mereka lakukan di belakangku.

Kuatkanlah aku dengan kepura-puraan ini. Sampai aku benar-benar mengetahui sejauh mana hubungan Mas Pram dan Tante Lili.

Suasana begitu hening. Mas Pram dan aku hanya terdiam. Sedangkan Fadil sibuk dengan mainannya.

Kunyalakan tivi yang ada di kamar untuk menghilangkan keheningan di dalam ruangan.

"Mas Pram, coba kamu lihat acara di tivi itu! Laki-laki yang tidak punya perasaan. Dan perempuan itu, tega sekali dia merebut suami orang. Hah ... untung saja hanya cerita di tivi ya, Mas? ucapku menyindirnya.

Mas Pram hanya tersenyum melihat wajahku yang kesal. Bahkan dia tidak merasa tersindir sedikitpun.

"Sejak kapan kamu menyukai acara seperti itu, Sayang? Lihat tuh wajah kamu ikutan kesal sendiri.

Wajahku kesal bukan karena cerita di tivi itu, Mas. Melainkan karena perbuatanmu dengan Tante Lili.

"Apa laki-laki itu lebih suka dengan perempuan yang hanya cantik luarnya saja ya, Mas?"

"Kenapa kamu tanya seperti itu? jawabnya dengan mengerutkan kening.

"Kebanyakan laki-laki selingkuh karena tergoda dengan kecantikan perempuan. Bahkan tega mengkhianati istrinya sendiri," ucapku terbawa perasaan.

Ha ha ha ....

Mas Pram malah tertawa begitu lepas mendengar ucapanku itu. Dia langsung mematikan tivinya.

"Jangan nonton acara begituan, Sayang! Baper kan jadinya. Tidak semua laki-laki tertarik hanya karena kecantikan seorang perempuan. Dan aku sangat bersyukur memiliki istri seperti kamu. baik, cantik dan penuh kelembutan.

Aku serasa ingin menampar mulut Mas Pram. Apa yang dikatakan tidak sesuai dengan tindakan yang telah dia lakukan.

Apa aku harus jadi perempuan yang jahat untuk membalas semua perbuatan yang telah kamu lakukan bersama tanteku.

Aku masih berharap, perbuatan mereka belum melebihi apa yang kulihat di taman tadi.

Bersambung

Related chapters

  • Pelakor Itu Tanteku   Bab 7

    Pelakor Itu Tanteku"Kenapa lagi, Sayang? Aku lihat dari tadi kamu banyak melamun, seperti ada sesuatu yang sedang kamu pikirkan. Cerita sama aku!"Aku pasti akan cerita, Mas, tapi bukan sekarang. Nanti kalau aku sudah mendapatkan bukti yang lebih. Aku akan cerita soal pengkhianatan suami bersama tanteku."Mas ... kita batalkan saja, ya, makan di luarnya!""Lho. Bukannya tadi kamu yang pengen kita pergi berdua?"Sebenarnya aku tidak pengen, Mas. Aku hanya ingin membuat Tante Lili panas. Aku hanya ingin tahu sejauh mana dia menaruh hati padamu. "Lain kali saja, Mas."Mas Pram tiba-tiba memelukku begitu erat. Biasanya aku merasa senang saat Mas Pram ingin bermanja denganku. Tetapi setelah aku melihat kejadian di taman tadi, rasanya jijik saat melihat Tante Lili memegang wajah Mas Pram dengan begitu nakal. "Mas, aku mandiin Fadil dulu," alasanku agar bisa menghindari kemanjaan Mas Pram yang lebih lagi.Mas Pram langsung melihat jam yang melingkar di tangannya."Baru jam segini, Sayang.

  • Pelakor Itu Tanteku   Bab 8

    Pelakor Itu TantekuBuru-buru ganti baju agar bisa segera keluar menyusul Mas Pram. Bahkan sampai tidak sempat mengeringkan dan menyisir rambut yang habis keramas. Aku langsung berjalan dengan begitu cepat mencari Mas Pram dan Fadil. Kulihat mereka sedang duduk di ruang keluarga. Hatiku merasa lega karena tidak melihat Tante Lili.Segera menghampiri Mas Pram dan Fadil di sana. Aku duduk di samping Mas Pram dengan menghembuskan napas kasar.Seketika Mas Pram menoleh ke arahku dengan pandangan aneh. Langsung kurapikan rambut yang terurai dan sedikit berantakan. "Kenapa?" tanyaku membalas balik pandangannya. "Cantik." ucapnya dengan senyum yang begitu menawan."Cantik? Mas Pram ngeledek aku, ya? Orang belum sisiran gini dibilang cantik.""Lha, kenapa tidak di sisir dulu rambutnya?" Mas Pram mengelus rambutku begitu hangat. Dengan sikap Mas Pram yang selalu membuatku terpesona. Rasanya ingin sekali untuk tidak percaya dengan apa yang aku lihat tadi. Tapi ... semua itu nyata, dan aku t

  • Pelakor Itu Tanteku   Bab 9

    Pelakor Itu TantekuPintu kamar Tante Lili terbuka karena dorongan tanganku."Eh ... ada apa, Fa?" tanya tante membuyarkan keteganganku."Ti - tidak apa-apa, Tan," jawabku sembari melangkahkan kaki ke dalam kamar."Terus?" tanya tante dengan wajah penasaran dan alis yang naik ke atas.Sepertinya Mas Pram tidak ada di sini. Lalu apa yang harus aku katakan pada Tante Lili? "O - oh. Sifa mau minta tolong Tante buat bantuin masak. Iya. Masak," jawabku agak sedikit gugup karena bingung harus berkata apa.Ayo Sifa, relaks!"Oh, ya sudah, nanti Tante bantu. Tante mau mandi dulu." "Mandi? Bukannya tadi Tante sudah mandi, ya? Habis luluran," "Iya, Fa, tapi rambut Tante lengket. Tante mandi dulu, nanti Tante susul ke dapur."Aku keluar dengan pikiran yang penuh tanda tanya. Mas Pram memang tidak kutemukan di kamar ini, tapi kenapa aku merasa curiga dengan Tante Lili. Aku melangkahkan kaki ke garasi. Ternyata mobil Mas Pram tidak ada. Hah ... aku terlalu cemas dan takut dengan hal yang kuli

  • Pelakor Itu Tanteku   Bab 10

    Pelakor Itu TantekuAku mencoba mendengarkan obrolan mereka yang samar-samar dan mengintip mereka dari balik tembok. Terlihat Tante Lili memegang tangan Mas Pram. Seketika Mas Pram menarik tangannya dengan kasar.Tante Lili pun langsung memeluk Mas Pram. Saat itu Mas Pram terlihat menolak, tapi Tante Lili terus memeluknya dengan erat. Aku benar-benar sudah tidak tahan melihat hal tersebut. Apa yang aku lihat sudah lebih dari cukup memberi bukti kalau mereka mempunyai hubungan terlarang.Aku harus kuat, aku tidak boleh lemah. Karena aku sendiri yang ingin membuktikan sejauh mana hubungan mereka. Kulangkahkan kaki dengan cepat dan menarik lengan Tante Lili kasar.PLAKKKK Tamparan itu aku layangkan ke wajah suamiku. Suami yang selalu kubanggakan karena kebaikannya, tanggung jawabnya, dan sikapnya yang selalu membuatku terpesona.Seketika Mas Pram terdiam bak patung. Kutatap matanya tanpa berkedip dengan amarah yang sudah kutahan dari tadi siang. Aku memergoki Mas Pram dan Tante Lili d

  • Pelakor Itu Tanteku   Bab 11

    Pelakor Itu TantekuAkhirnya aku hanya terdiam. Percuma berontak sekuat apapun untuk melepaskan diri, karena Mas Pram lebih kuat dariku.Aku biarkan Mas Pram tetap memeluk erat diriku. Bukan karena aku terlena dengan pelukannya, Tetapi karena aku tidak bisa melepaskan pelukan Mas Pram. Aku tidak ingin terpesona lagi dengan semua sikap manisnya selama ini. Aku tidak ingin hatiku lemah karena rasa cinta yang begitu dalam pada Mas Pram.Akhirnya Mas Pram sedikit melonggarkan pelukannya. Dia memegang wajahku dengan kedua tangannya. Dia menatapku begitu dalam. Ingin rasanya kupalingkan wajah, tetapi kedua tangan Mas Pram mengapit pipiku, membuat pandangan tetap tertuju padanya."Sayang. Aku tahu, perbuatanku begitu melukai perasaanmu. Aku minta maaf!"Dadaku begitu sesak mendengar pengakuan Mas Pram atas perbuatannya. Air mataku sudah membendung, aku berusaha untuk tidak mengerdipkan mata. Aku takut air mataku jatuh di depan Mas Pram dan terlihat lemah. Ternyata sekuat apapun menahannya,

  • Pelakor Itu Tanteku   Bab 12

    Pelakor Itu Tanteku"Kamu mengusirnya atau menyuruh dia tinggal di tempat lain, Mas? Tempat yang sudah kamu sediakan agar lebih mudah untuk bermesraan dan melanjutkan hubungan cinta terlarang kalian.""Kamu kenapa bicara seperti itu, Sayang? Di mana Sifa yang aku kenal? Sifa yang yang selalu bersikap lembut, Sifa yang selalu percaya dengan suaminya."Aku memang sudah berubah, Mas. Dan semua perubahan itu karena kesalahanmu. Seandainya kamu tidak melakukan semua ini, mungkin kamu masih akan merasakan kelembutan dan mendapatkan kepercayaan dari seorang Sifa."Kamu masih ingin mengharapkan kelembutan dariku, Mas? Kamu masih berharap aku akan mempercayaimu seperti dulu lagi? Tidak semudah itu, Mas. Bahkan bisa saja untuk selamanya aku bersikap seperti ini padamu."Aku langsung menggendong Fadil yang masih terpejam. Dan memindahkan dia ke kamarku. Aku langsung mengunci pintu kamar agar Mas Pram tidak mengikuti lagi.Hahh ... kuatkanlah aku menghadapi semua ini. Aku tidak pernah menyangka k

  • Pelakor Itu Tanteku   Bab 13

    Pelakor Itu TantekuPOV PramSudah beberapa hari aku tidak merasakan kelembutan dari istriku. Bahkan dia mengambil keputusan untuk pisah kamar denganku. Senyum ayu yang selalu membuat hatiku tenang sudah tidak kulihat. Suara lembut yang selalu berbisik manja di telingaku sudah tidak kudengar lagi.Semua itu salahku. Ya. Salahku. Seorang istri yang begitu sempurna telah aku lukai hatinya. Seorang istri yang telah membuatku jatuh cinta karena kesederhanaannya tetapi tetap anggun dan cantik.Sifa. Perempuan yang telah kupilih menjadi teman hidupku. Dan ibu dari anakku, Fadil. Aku telah kehilangan sosok Sifa yang aku kenal dulu. Dan semua itu berawal dari kesalahanku yang tidak bisa menahan rayuan Tante Lili, yang tak lain tantenya Sifa. Rayuan perempuan itu sudah membuatku tidak bisa menahan hasrat sebagai seorang lelaki. Aku menyesal. Tapi penyesanlanku tidak ada gunanya. Tante Lili datang ke rumah kami saat dia mendapatkan panggilan kerja di sebuah perusahaan yang satu Kota dengan

  • Pelakor Itu Tanteku   Bab 14

    Pelakor Itu TantekuMalam ini terasa begitu sepi. Aku hanya duduk termenung di kamar Fadil. Menemani bocah polos yang sudah terlelap dalam tidurnya. Suasana begitu hening.Aku selalu teringat dengan masa indahku bersama Mas Pram. Dada ini terasa sesak jika mengingat semuanya. Jujur. Aku rindu dengan masa-masa itu. Tapi ini keputusan yang sudah kupilih untuk menjaga jarak sementara waktu.Brem brem brem Mas Pram?Aku langsung bergegas membuka pintu kamar Fadil dan keluar. Seakan lupa kalau hubunganku dengan Mas Pram sedang tidak baik. "Mas, kok baru pulang?" tanyaku menyambut Mas Pram.Mas Pram tercengang di depanku. Dan aku sendiri belum menyadari sikapku itu. "Alhamdulillah, akhirnya kamu mau menyapaku lagi seperti dulu, Sayang."Deg ... baru tersadar dengan sikapku ini. Ya ampun. Apa-apaan aku ini? "Ma - maksudnya, makanan untuk makan malam sudah kusiapkan di meja makan. Aku tadi memang ingin keluar," terangku ngeles. Aduh. Kenapa harus seperti ini? Aku langsung balik badan d

Latest chapter

  • Pelakor Itu Tanteku   Bab 42

    Pelakor Itu TantekuSatu bulan setelah kepulangan Tante Lili di rumah Ayah dan Ibu. Keadaannya masih tetap sama. Tante Lili hanya bisa berbaring. Dan semua aktivitasnya harus dibantu. Hari ini, aku dan Mas Pram berencana untuk menengok Tante Lili. Dan membujuk dia agar mau dibawa ke rumah sakit._"Assalamu'alaikum.""Wa'alaikumsalam. Kalian sudah datang. Ayo masuk! Ibumu sedang di kamar Lili," terang Ayah dengan menyambut kedatangan kami.Aku dan Mas Pram langsung menuju kamar Tante Lili. Sedangkan Fadil, dia bersama Mbak Tutik bermain di halaman. Kami memang sengaja mengajak Mbak Tutik agar aku bisa membantu Ibu mengurus Tante Lili selama di sini. Dan kami akan menginap untuk beberapa hari."Assala'mualaikum.""Wa'alaikumsalam. Pram, Fa," sapa ibu yang duduk di samping Tante Lili.Tante Lili hanya bisa menatap kami. Dia memang mulai sulit untuk berbicara. Dan lebih merespon dengan tatapannya. Sungguh tidak tega melihat keadaannya yang semakin hari semakin parah.Sudah berkali-kali

  • Pelakor Itu Tanteku   Bab 41

    Pelakor Itu TantekuAku dan Mas Pram sudah sepakat untuk memberitahu Ayah dan Ibu tentang keadaan Tante Lili saat ini.Kami memutuskan untuk pulang ke rumah Ayah dan Ibu. Karena tidak mungkin, kami mengabari hal ini hanya lewat telepon."Assalamu'alaikum.""Wa'alaikumsalam. Sifa, Pram, kalian datang ke sini kok tidak memberi kabar dulu." Ibu terlihat sedikit kaget dengan kedatangan kami yang tiba-tiba. "Ayo, masuk!" ajak ibu dengan mengambil Fadil dari gendongan Mas Pram.Kami langsung duduk di ruang depan."Ibu tinggal sebentar, ambil minum dan kue. Kebetulan Ibu habis bikin kue kesukaanmu, Fa. Pas sekali kalian datang ke sini.""Ti - tidak usah, Bu. Ayah mana, ya? Sifa mau bicara sama Ayah dan Ibu." "Iya, tapi kalian kan habis perjalanan lumayan jauh. Istirahat dulu, nyantai-nyantai, baru kita bicara. Memangnya mau bicara soal apa, Fa? kamu terlihat serius banget.""Soal Tan - Tante Lili, Bu."Kini pandangan Ibu langsung tertuju ke arahku dengan tatapan yang dalam."Lili lagi. Apal

  • Pelakor Itu Tanteku   Bab 40

    Pelakor Itu Tanteku"Apa, Bu? Tante Lili kabur?"Baru semalam kulewati kebahagiaan bersama Mas Pram. Sekarang pikiranku sudah mulai cemas dan tidak tenang. Ibu memberi kabar, kalau Tante Lili kabur dari rumah. "Kenapa, Fa?" tanya bapak mertua dengan wajah yang penasaran."Kenapa, Sayang? Siapa yang kabur?""Tan - Tante Lili, kabur." "Fa, Ibu minta maaf, karena tidak bisa menjaga tantemu. Ibu sudah kunci kamarnya, tapi dia izin mau ke belakang. Dia pergi tanpa membawa pakaiannya."Tidak bisa dipungkiri, kalau aku merasa takut. Takut kalau Tante Lili akan datang untuk merusak rumah tanggaku bersama Mas Pram, lagi."Bu - bukan salah Ibu. Tapi, memang Tante Lili yang sudah kelewatan. Apa mungkin dia akan ke kota ini lagi, Bu?""Ibu juga tidak tahu, Fa. Kemarin, dia memang keberatan Ibu ajak pulang. Ibu suruh dia resign dari tempat kerjanya. Tapi, dia menolak."Apa sebenarnya rencana Tante Lili sekarang?"Kamu simpan baik-baik surat perjanjian waktu itu, Fa! Kalau Lili macam-macam lagi,

  • Pelakor Itu Tanteku   Bab 39

    Pelakor Itu Tanteku"Kalau berkenan, Mas Pram bisa dibawa pada Ustadz Faiz. In Syaa Allah, beliau bisa menangani keadaan Mas Pram saat ini," terang Pak Burhan selesai menandatangani surat perjanjian. Beliau menjadi salah satu saksi dalam surat perjanjian tersebut. Pak Burhan adalah RT di tempat tinggal Panji. Dan saran dari Pak Burhan disetujui semua pihak keluarga. Mereka yakin kalau Pak Burhan tidak mungkin berbohong atau punya niat tidak baik pada kami.Akhirnya, Pak Burhan langsung mengantar kami ke tempat Ustadz Faiz. Sedangkan Tante Lili, dia tidak dilepaskan begitu saja. Ayah dan Ibu akan membawanya pulang ke rumah. Mereka tidak mengizinkan Tante Lili tinggal satu kota denganku dan Mas Pram, lagi. Sesampainya di rumah Ustadz Faiz, aku terdiam sejenak. Pak Burhan dan semua keluarga nemandangku. Sepertinya mereka paham dengan sikapku itu. "Mari!" ajak Pak Burhan pada kami. "Assalamu'alaikum, Ustadz.""Wa'alaikumsalam," jawab ustadz dengan sikap yang begitu ramah. Aku berdiri

  • Pelakor Itu Tanteku   Bab 38

    Pelakor Itu Tanteku"Jangan, Mbak! Jangan bawa Lili ke pihak berwajib. Lili ngga mau di penjara. Lili mohon, Mbak! Lili minta maaf!" Kata-kata yang terus terucap dari mulut Tante Lili.Hal yang tidak pernah terbayangkan sedikitpun, kalau hubungan Tante Lili dengan kami akan seperti ini.Tangan Ibu terus menyeretnya. Dan Tante Lili tetap berusaha berontak. Ibu langsung menghentikan langkahnya. Dengan mata berkaca-kaca, Ibu menatap Tante Lili begitu tajam. "Minta maaf? Kamu bilang minta maaf? Kamu tahu, berapa banyak hati yang tersakiti karena ulahmu? Terutama Sifa, keponakanmu sendiri."Aku memang belum banyak bicara, karena masih syok dengan apa yang kulihat tadi. Bahkan, degupan jantung yang kencang masih begitu terasa. "Ini soal hati, Mbak. Aku sendiri juga tidak tahu, kenapa bisa mencintai, Pram. Kenapa harus aku yang disalahkan atas semua ini. Tidak adil. Benar-benar tidak adil."PLAKKKKJawaban itu, membuatku mendaratkan sebuah tamparan untuk kesekian kalinya pada Tante Lili.

  • Pelakor Itu Tanteku   Bab 37

    Pelakor Itu Tanteku"Sudah pindah? Mak - maksud Bapak bagaimana, ya?" tanyaku pada seorang Bapak yang mengaku pemilik rumah yang di tempati pamannya Panji."Iya Mbak, mereka cuma nempatin rumah ini untuk satu bulan saja, tapi belum ada seminggu mereka sudah mengosongkan rumah ini. Kelihatannya mereka buru-buru."Tubuhku rasanya begitu lemas. Entah apa maksud dengan semua ini. Aku takut. Benar-benar takut."Ba - Bapak tahu dengan Ustadz yang menempati rumah ini?""Ustadz, Mbak? Saya malah tidak tahu kalau ada Ustadz. Saya permisi dulu, Mbak."Aku langsung berlari menuju mobil, di mana semua keluarga ada di dalam."Kenapa, Fa? Kenapa kamu terlihat bingung seperti itu?" tanya ayah dengan wajah penasaran."Sifa harus segera telepon Panji, Yah."Dadaku terasa bergemuruh dengan begitu banyak pertanyaan yang bergelayut dalam pikiran.Aku harus segera menelepon Panji. Apa maksud dari semua ini? Dengan cepat kutekan nama Panji dalam ponselku. "Panji, kamu di mana sekarang?" tanyaku tanpa mem

  • Pelakor Itu Tanteku   Bab 36

    Pelakor Itu TantekuSedikitpun tak kualihkan pandangan ini dari Panji. Aku merasa ada yang aneh dari sikapnya, apalagi setelah mendengar dia menyebut tanteku dengan sebutan 'Lili' seakan-akan begitu akrab. "Ngga enak banget lho, diliatin sampai segitunya," ucap Panji dengan memberi senyum tipis."Kamu sedang tidak menyembunyikan sesuatu dariku 'kan?" tanyaku tanpa basa-basi.Panji terdiam sejenak."Maksudmu aku berbohong?""Aku ngga bilang kamu berbohong. Memangnya kamu sedang berbohong?" Kuputar balik ucapan dari Panji.Suasana jadi terasa tegang dan kaku. "Ini sudah sampai pertigaan lho, Fa. Masa iya, kamu mau ngeliatin aku terus seperti itu?" terangnya dengan mengalihkan pertanyaan.Ekhem ... seketika pandangan kualihkan ke depan. "Kita berhenti di depan Coffee Shop."Hmhh ... sudahlah, lebih baik aku fokus soal Tante Lili dulu. Sudah terlalu banyak masalah yang aku hadapi saat ini."Makasih. Aku turun dulu, Nji."Aku langsung turun menuju Coffee Shop tempat ketemuan dengan Tant

  • Pelakor Itu Tanteku   Bab 35

    Pelakor Itu TantekuPagi yang seharusnya menjadi pagi paling membahagiakan. Di mana semua keluarga berkumpul. Tetapi hal itu tidak kurasakan, karena Mas Pram tidak ada di tengah-tengah kami."Fa. Mendingan kamu berangkat ke toko saja, daripada banyak pikiran di rumah! Lagian Fadil banyak yang jagain. Kamu bisa fokus dengan kerjaan di toko," ucap Mbak Indah yang mendekatiku di ruang depan."Ngga tahu lah, Mbak. Pikiranku masih fokus dengan Mas Pram.""Pram 'kan sudah ditangani sama Ustadz, kamu tenang, Fa!"Harusnya aku memang tenang, tapi entah kenapa perasaanku masih saja cemas. Apa mungkin karena aku tidak terbiasa tanpa Mas Pram? Hmhh ....Ada baiknya kalau aku berangkat ke toko saja. Daripada kepikiran Mas Pram terus di rumah. "Mbak, Sifa siap-siap dulu, ya. Mau ke toko.""Nah, gitu, Fa. Semangat!"Aku pun berlalu meninggalkan Mbak Indah sendirian dan masuk ke kamar untuk ganti baju serta menyiapkan semua yang harus dibawa. "Semuanya, Sifa pamit ke toko dulu, ya. Sifa titip Fadi

  • Pelakor Itu Tanteku   Bab 34

    Pelakor Itu TantekuPOV PanjiPerempuan itu memang tidak bisa kulupakan. Meski sudah bertahun-tahun tidak bertemu. Dan sekalinya bertemu lagi, ternyata dia sudah menikah dengan teman kuliahku, Pram.Dari awal tidak ada niat sedikitpun untuk merebut dia dari temanku sendiri. Namun sebuah kesempatan membuat diriku tidak ingin menyia-nyiakannya.Aku memang pernah suka dengannya, sebuah rasa yang tumbuh ketika kita masih ABG. Kalaupun cinta, bisa disebut hanya cinta monyet. Berkali-kali aku mengirim surat padanya, tapi tak ada satupun yang dibalas. Dia memang salah satu primadona di SMP kami. Tetapi perasaanku dulu padanya masih tetap ada.Sifa, perempuan yang bisa menarik hati setiap lelaki yang memandangnya. Dia memang perempuan yang sederhana, tidak neko-neko seperti perempuan kebanyakan. Dan dari dulu tidak berubah. Dengan kesederhanaannya saja, dia terlihat begitu menarik dan anggun. Pria manapun tidak mungkin bisa menolaknya.***"Eh ... ngapain, Mbak, mengendap-endap di depan rumah

DMCA.com Protection Status